Lost Kitten.
Rated: M
Pair: Kaihun
Warning: Yaoi, BL
Disclaimer: Cerita sepenuhnya punya vvolves di lj, saya cuma berniat ngetranslate dengan perbaikkan sana sini supaya lebih mudah dimengerti.
Summary: Tanpa tahu siapa dan apa dirinya selain nama yang ia miliki, Sehun pada akhirnya berkelana ke kantor Dokter Kim. neko!Sehun. Kaihun. Yaoi.
…
Sehun berjalan ke meja resepsionis dengan langkah gugup, menarik-narik tali dari sweater-nya. Tudung biru tua menutup sempurna di atas kepalanya, beberapa helai rambut pirang mencuat liar dari bawah tudung sweater tersebut. Telinganya terasa sedikit sakit atas tekanan dari kain, tapi benda ini dapat menyembunyikan sesuatu di kepalanya dengan baik sehingga ia tak bisa banyak mengeluh.
Di lobi kantor dokter hewan ini tidak terdapat banyak orang, hanya ada beberapa pekerja yang lalu lalang beberapa kali. Sunyi. Setidaknya, tidk akan ada orang yang menatapnya aneh.
Ia teralihkan saat sebuah pintu dari sebelah kirinya terbuka dan keluar seorang wanita tua dengan anjing putih kecil berbulu tebal dalam pelukannya, bersama dengan seseorang dengan jas putih yang ia asumsikan sebagai seorang dokter. "Ini dia, Nyonya Lee. Dia akan baik-baik saja mulai besok, hanya pastikan untuk tidak membiarkannya dekat-dekat dengan produk berbasis kelapa lagi"
Bahkan walau ia sangat ingin mengalihkan perhatiannya, Sehun tidak bisa. Dokter tersebut tampak lebih pantas berada di billboard dari pada di kantor. Rambut cokelat gelap menyapu tepat untuk membingkai wajahnya, serta berkulit tan dengan dagu yang tajam.
Tersentak sendiri, ia menyadari bahwa ia baru saja tertangkap basah telah menantap dokter tersebut lebih lama dari seharusnya. Sementara si wanita tua telah melewatinya ke pintu keluar, Sehun tetap berada di tempatnya, mata terperangkap oleh tatapan tajam sang dokter. Ini pertama kalinya mereka memiliki kontak mata.
Resepsionis membersihkan tenggorokannya dan melihat pada Sehun dengan pandangan bertanya, yang sedari tadi tak berhenti menatap. Berusaha untuk tidak tampak terlalu memalukan, ia berpaling ke wanita itu. "M-maaf, aku tahu ini sudah larut, tapi aku pikir aku tak perlu untuk membuat janji terlebih dahulu. Aku hanya memiliki beberapa pertanyaan penting tentang merawat kucing yang benar-benar... aneh," Ucap Sehun sambil meremas-remas ujung sweaternya, sudah menjadi kebiasaan untuk mengutak-atik sesuatu saat sedang gugup.
"Sepertinya sebagian besar dokter hewan kami sudah pulang malam ini" Bahkan resepsionis itu sendiri terlihat sudah setengah berganti seragam, menanggalkan name tag dari bajunya sebelum melirik ke arah Sehun. "Dokter Kim masih di sini ngomong-ngomong, namun hanya selama 15 menit, jika kau pikir itu cukup"
Sehun mengangguk untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja dengan hanya 15 menit, bercampur dengan rasa senang ketika wanita tersebut tak menanyakan pertanyaan lagi, seperti halnya di mana kucing yang ingin Sehun tanyakan ini. Itu akan sulit untuk dijawab, mengingat dia tidak benar-benar memiliki satupun. Resepsionis menyuruhnya untuk menuju ke kamar 114 dan ia tidak terkejut ketika mengetuk pintu dan masuk ke dalam, bahwa itu adalah dokter yang ia lihat sebelumnya.
"Halo, um, Dokter Kim?"
"Tolong, panggil aku Jongin," Dokter memberi gestur untuk menuju kursi dengan senyuman hangat. Sehun menunduk, berusaha menghindari kemungkinan untuk kembali terkunci dalam tatapan menghipnotis lain dan fokus untuk tidak tersandung pada apa pun. Ia duduk perlahan-lahan, berusaha untuk tidak meringis ketika ia sengaja menempatkan tekanan pada ekornya.
"Sekarang, siapa yang akan kita bicarakan disini ?" Jongin meraih clipboard, mengambil pena dari saku jasnya dan menulis tanggal. "Agar kau tahu saja, lain kali akan lebih mudah jika kau membawa peliharaan atau binatang yang ingin kau tanyakan" Suaranya rendah dan tenang, dengan nada meyakinkan yang membuat Sehun bertanya-tanya jika seluruh dokter memang memiliki suara seperti itu. Jongin akan menjadi yang pertama yang ia temui memilki nada begitu ramah, tapi sebenarnya, ia pun tidak benar-benar bertemu banyak dokter..
Sehun memainkan ibu jarinya di dalam saku, melihat kepada apapun kecuali sang dokter, sebelum akhirnya ia berkata. " Aku seekor kucing." Ia akhirnya berani menatap ketika tak mendapat respon, Jongin hanya berdiri di sana dengan ekspresi bingung. Dia menyerngit pada Sehun, yang, memutuskan ia mungkin harus menunjukkan bukti jadi sang dokter tak akan mengira ia hanya bicara sembarangan, membuka tudung pada sweaternya untuk memperlihatkan kepalnya, sepasang telinga kucing berwarna pirang pucat pun mencuat dari helai rambut Sehun.
"Apakah ini caramu membuat lelucon ?" Jongin menghela nafas saat ia meletakkan clipboard, berjalan melewati Sehun ke mejanya. "Aku sudah pernah mengalami ini sebelumnya, hanya saja mereka hanyalah anak-anak iseng" Dia menutup laci dan menata ulang beberapa hal di rak-rak sebelum menguncinya, sementara itu sebuah kerutan lucu tercetak di bibir Sehun. Ini bukanlah apa yang ia harapkan.
"Tidak, aku tidak bercanda, jika itu yang kau kira. Ini nyata, coba saja sentuh"
Jongin terlihat seperti tidak benar-benar percaya atas apa yang ia katakan, namun tetap menjulurkan tangannya, hati-hati mengelus bulu halus tersebut diantara jari-jarinya. Jongin terkesiap ketika telinga Sehun berkedut merespon sentuhannya. "Oh."
"Yah."
Dapat terasa kecanggungan di antara mereka saat itu, tapi jemari Jongin masih setia berada di antara telinga Sehun, mengelus-elusnya beberapa kali. Sehun tak dapat menahan diri untuk memejamkan mata, bergerak mendekat untuk mendapatkan sentuhan yang lebih, dan setelah beberapa saat Jongin bertanya. "Apa kau memang memilikinya ?"
Sehun menggeleng memberi jawaban tidak atas pertanyaan Jongin. "Minggu lalu, bangun-bangun aku sudah memiliki ini" Ia berucap pelan. Sehun berusaha untuk duduk tegak dan meringis karena lupa akan ekornya, lagi. "Aku menebak bahwa kau juga memiliki ekor?"
Ia berusaha untuk tidak memerah lagi atas pertanyaan Jongin dan berusaha untuk berdiri, menghadap sang dokter untuk lebih mendapatkan kepercayaan diri. Perlahan-lahan, dan dengan penuh perhatian yang bisa ia lakukan, ia berusaha mengeluarkan ekornya, celana jinsnya menetap sedikit lebih kebawah dari pinggul selama proses berlangsung. Setelah keluar, Sehun merasa begitu lega. Ia bisa merasakan ekornya yang bergerak liar nyaris seperti memiliki kemauan sendiri. Jongin menatap kejadian ini dengan pandangan yang begitu tertarik. " Tunggu sebentar, aku pernah melihatmu sebelumnya"
Menggigit bibirnya, Sehun menatap Jongin drngan harapan dapat mengelak kata-kata tersebut, namun mata Sehun tidak bisa berbohong. Rasa terkejut sekaligus malu menghampiri Sehun, penyebabnya tak lain karena telah ketahuan oleh Jongin dan karena terlihat begitu mudah untuk dibaca.
"Kau berada di luar rumah sakit kemarin, dan beberapa hari sebelumnya juga"
"Aku tidak tahu lagi harus kemana" Sehun mengaku. Ia mulai berbicara dengan cepat tidak seperti tadi yang terkesan terbata-bata.
"Aku tidak tahu apapun tentang diriku. Aku hanya bangun di suatu pagi dan aku sudah seperti ini, aku sudah berusaha untuk pergi ke rumah sakit biasa tapi mereka malah ingin menjalankan tes yang macam-macam padaku- aku hanya ingin tahu bagaimana caranya menjaga diriku sendiri, lalu mungkin aku akan menemukan sesuatu."
"Aku mengerti." Jongin menggulung lengan jas putihnya dan memijit batang hidung. Sehun pikir ia melihat orang melakukan ini saat mereka sedang berkonsentrasi. "Ini semua terlalu banyak untuk ku serap, tapi untuk sekarang, kau bilang kau ingin belajar bagaimaan cara merawat dirimu. Kita bisa mulai dengan melakukan cek-up." Saran Jongin.
Sehun terlihat ragu saat ia melihat ke meja pemeriksaan. "Biasanya kami hanya mendapat pasien hewan kecil di meja itu, kalau begitu kau duduk di meja ku saja"
Setelah Jongin menyingkirkan kertas-kertas yang berada di meja untuk memberikan ruang yang cukup, Sehun mendudukkan dirinya di tepian meja. Jongin memulai dengan memeriksa fisik Sehun terlebih dahulu kemudian menuliskan sesuatu pada clipboardnya. "Kau memang memiliki wajah seperti kucing. Dengan fitur yang begitu tajam, dan bentuk matamu"
Sehun meringis sedikit atas pernyataan tersebut. "Jadi apa artinya aku sudah ditakdirkan menjadi kucing ?" Dengan mengedikkan bahu, Jongin mengambil clipboard nya kembali dan mulai menuliskan sesuatu, berhenti sejenak untuk menanyai Sehun tentang tinggi badan, berat dan beberapa keterangan fisik lainnya seperti apa yang sudah Sehun lalui melaui cek-up sebelumnya.
Namun yang satu ini hanya lebih menenangkan dan Sehun mulai dapat bersantai selama proses berlangsung. Ada saat dimana Sehun merasa memerah lagi ketika Jongin meminta untuk mengangkat bajunya sedikit, supaya ia bisa mendengarkan dengan stetoskop. Ia merinding atas rasa dingin yang menjalar dari ujung besi stetoskop, tapi segera berakhir dalam beberapa menit.
"Aku ragu kau memiliki kutu, tapi kita harus tetap mengeceknya siapa tahu ada kemungkinan," Jelas Jongin saat ia menyisirkan jemarinya di rambut Sehun. Yang di ajak bicara hanya dapat mengangguk dan menerima apapun itu keputusan Jongin, karena saat ini ia merasa begitu nyaman lebih dari yang ia bayangkan ketika seseorang mengelus rambutnya.
Ekornya bergerak liar atas sensasi menyenangkan yang ia dapat, untuk menutupi hal itu ia pura-pura tengah mempertahikan dekorasi pada kantor tersebut. Hanya setelah mendengar suara logam menghantam lantai, Sehun baru sadar ia yang telah menjatuhkannya. "Maaf!" Ucapnya selagi ia menunduk untuk mengambil kepingan logam tersebut, bersamaan dengan Jongjn yang juga ingin mengambilnya, pada akhirnya kepala mereka saling terbentur.
Sehun mennggumankan kata maaf berkali-kali sambil mengelus keningnya, menarik ekornya untuk mendekat agar tidak bergerak liar seperti tadi lagi. "Baiklah, Ku rasa sudah cukup bagus untuk pemeriksaan.. walaupun kau tidak memiliki banyak bulu untuk diperiksa," Ucap Jongin setelah ia meletakkan kepingan logam itu kembali pada tempatnya dan melanjutkan untuk menulis sesuatu pada clipboard.
"Kau pasti berfikir bahwa hibrid manusia-kucing akan lebih lembut, hm ?"
"Hey, Aku masih baru dalam hal ini... kurasa" Sehun mengerucutkan bibir padanya, dan Jongin hanya tertawa. Paling tidak, pada saat itu keadaaan tidak berlalu terlalu canggung. Kenyataannya, Sehun sudah menyukai si dokter Kim ini, atas bagaimana ia dapat menerima situasi yang ia alami tanpa mengintrogasi atau bahkan mengusirnya, dan tentunya sikap menyenangkan dan hangat yang ia berikan.
"Aku penasaran apa lagi kebiasaan kucing yang kau miliki..." Ucap Jongin, lebih kepada dirinya sendiri daripada Sehun, sebelum menyuruh Sehun untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Sehun rasanya ingin tertawa melihat wajah kelewat konsen pada wajah dokternya selagi ia memeriksa, tapi menahan hal tersebut diarenakan lidah yang masih terjulur.
"Lidah tidak berduri, tapi gigi taringmu terlihat lebih panjang dari seharusnya. Kemungkinan lebih tajam. Ada yang berbeda dari pola makanmu ?"
"Well, Aku menyadari aku makan terlalu banyak daging. Aku sudah menetap dengan pria ini, Baekhyun, yang sangat baik padaku tapi kurasa ia sudah tak sanggup memenuhi pola makanku lagi" Lidah Sehun menjulur diantara bibirnya sebelum ia tertawa canggung.
"Belakangan aku makan banyak odeng. Jika aku melihat pedagang odeng di jalan maka aku pasti akan berhenti untuk membeli"
Jongin tertawa kecil sepanjang mendengar cerita Sehun, merasa bahwa ia harus mengatakan sesuatu yang masuk akal untuk Sehun. "Kucing memang biasanya suka daging, terutama ikan," Jelas Jongin selagi ia menuliskan lebih banyak catatan di clipboard.
"Itu sudah sewajarnya, bebas saja jika ingin melanjutkan kebiasaan tersebut, hanya cobalah untuk menggantinya dengan sesuatu yang tidak terlalu berminyak. Dan satu lagi hindari minum susu berlebihan"
Ia membalik beberapa lembar halaman untuk menulis di lembar yang kosong, sedangkan Sehun diam-diam mengucapkan selamat tinggal pada susu stroberi kesukaannya.
Ia tersadar dari lamunan saat Jongin bertanya, "apa kau punya cakar ?" Sehun melihat kebawah pada tangannya yang menggenggam ujung meja, setengah berharap melihat cakar tiba-tiba keluar dari sana. "Aku rasa tidak"
Jongin meraih tangan Sehun dan mengaitkan jari-jarinya diantara jemari Sehun, mengangkat tangan mereka yang terkait untuk dapat melihat dengan jelas. Sehun bertanya-tanya apakah mereka perlu menggunakan stetoskop lagi, karena ia yakin jantungnya berdedak lebih kencang dari biasanya, dan hal itu kemungkinan tidak normal. "Tidak terdapat cacat sedikitpun ditaganmu. Tangan yang normal, malah sangat indah menurutku" Sehun sedikitnya merasa bangga atas pujian tersebut.
"Aku kira kukumu akan lebih tajam atau lebih runcing, tapi..." Ia menekankan tangannya di sepanjang tangan Sehun, perlahan dan dengan teliti. Sehun tidak sempat berfikir lebih jauh akan apa yang ia lakukan. Secara insting kuku jarinya menancap di kulit Jongin, yang dengan segera menarik tangannya dari tangan Sehun. "Ah," ringis Jongin saat ia melihat sedikit goresan di telapak tangannya.
"Astaga, maafkan aku" Ucap Sehun untuk yang kesekian kalinya hari itu, rasanya ingin menetapkan diri sendiri sebagai orang terbodoh seumur hidupnya. "Tidak apa, jangan khawatir" Setelah mengelus tangannya untuk beberapa kali Jongin menuliskan catatan untuk yang terakhir kalinya sebelum menaruh clipboard tersebut dan melepas jasnya, berbalik untuk menggantungnya di dinding.
Sehun akan sangat berbohong jika ia berkata tak mencuri pandang pada fisik Jongin, lebih-lebih saat terbungkus dengan kemeja putih dan celana hitam ketat yang ia kenakan.
"Kenapa jadi dokter hewan ?" Sehun bertanya penasaran. Jongin berbalik, membenarkan kerah kemejanya dengan pandangan yang sedikit bingung, dan Sehun hanya bisa membayangkan wajah itu di cover majalah, seperti salah satu yang ia lihat saat pergi ke supermarket bersama baekhyun -hanya saja Jongin lebih menarik dibandingkan dengan siapapun itu yang ia lihat di gambar.
"Maksudku, kau terlihat..." Sehun menggigit bibirnya untuk menahan jejeran kata yang menggambarkan Jongin, 'tampan' atau 'menawan' bahkan 'seksi'.
"Memangnya kenapa aku jadi dokter hewan" Jongin tertawa kecil dan mulai mengubak sekitaran lacinya untuk mencari kunci, beberapa kali menjatuhkan berhelai-helai kertas. "Aku suka bekerja dengan binatang. Mereka manis, tapi kebanyakan orang tidak tahu bagaimana caranga merawat mereka dengan benar. Itulah mengapa"
"Oh. Baik sekali." Sehun tetap berhati-hati dengan ucapannya. Perlahan ia turun dari meja tanpa menjatuhkan apapun dengan ekornya. "Maafkan aku telah membuatmu terus disini hingga larut. Ku pikir jika datang saat malam, hanya akan ada sedikit orang yang menberiku tatapan aneh" Jongin mengangguk saat ia memasang jaketnya, menatap Sehun seperti menunggu sesuatu, yang akhirnya sadar bahwa ia seharusnya pulang bukannya malah santai-santai disini, Sehun menggumankan selamat tinggal lalu dengan cepat berlari keluar.
Ia terkejut saat baru setengah jalan di koridor dan mendengar langkah kaki tergesa diikuti dengan sebuah tangan di pundaknya, melihat Jongin yang meringis kearahnya. "Seseorang lupa untuk memasukkan ekornya. Kecuali kau ingin memperlihatkan ke dunia bahwa kau seekor kucing ?"
Sehun dengan segera menutup kepalanya dengan tudung dari hoodie biru yang ia kenakan, tapi Jongin memberinya remasan lembut di pundak dengan senyuman manis. "Ayo, aku beri tumpangan. Bisa ku bayangkan transportasi umum tidak akan mengenakkan untukmu"
.
.
.
.
Tbc.
A/N: Ada yang udah pernah baca ini di versi aslinya ? ini sebenernya selingan selagi dalam proses ngelanjutin ff yang lain. Cerita aslinya ada di livejournal buatan author vvolves dengan judul yang sama, pokoknya gemes liat ffnya lucu plus greget gitulah. Kurang lebih saya translate tapi dirubah dikit dalam kata-kata agar mudah dipahamin. Mungkin setelah ini baru saya lanjut ff yang lain. Ada yang protes ? Ada yang nggak terima saya translate ff ini ? Satu lagi, ini sebenarnya oneshot tapi karena terlalu panjang saya bagi jadi kalau gak 2 ya 3 bagian, liat aja nanti.
