Alohaa~ KuroYupi datang dengan fic baru, nih. Mungkin fic ini aku jadiin pelarian ditengah penyelesaian fic BLIND.
Sebenarnya pengen ku buat oneshot, tapi jadinya ntar bakalan kepanjangan & plotya keliatan maksa banget. jadi kuputuskan untuk buat story ini jadi 3 atau 4 ch aja. Gak banyak, kan?
so, I hope you like this. Happy reading ^^
Di bawah pohon sakura ini aku melihatnya sangat terluka. Tangisannya, gerak tubuhnya, dan semua yang tertangkap oleh pengelihatanku saat itu tentang dirinya. Aku bahkan tak tahu mengapa tubuhku tak mengindahkan perintah otakku untuk mengacuhkan sosok pinky yang terlihat sangat rapuh itu.
Mataku tak dapat lepas dari dirinya. Rambutnya, kulitnya, tubuhnya, wajahnya, bahkan air matanya, semuanya aku suka. Bahkan saat ia melihatku dengan tatapan aneh karena merasa risih pun, aku suka. Ia berusaha tersenyum padaku di sela-sela isakan tangisnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Untuk beberapa saat, aku seperti tak menyadari kata-kata yang begitu saja keluar dari mulutku. Ia terlihat agak terkejut mendengarku berbicara padanya.
"A-aku... menunggu bis. Ya... menunggu bis."
Ujarnya dengan suara parau sembari menghapus jejak-jejak air matanya. Aku menatapnya sejenak dengan tatapan menyelidik.
"Halte di sebelah sana. Kalau menunggu di sini, kau tidak akan mendapatkannya."
Oh- astaga. Aku bahkan jadi bicara lebih banyak dari biasanya! Apa gadis ini memiliki sihir hingga aku bahkan menyunggingkan sebuah senyum tipis untuknya? Ia terdiam sesaat lalu mengganggukkan kepalanya lambat. Perlahan ia mengikuti langkah lebarku menuju ke halte.
Tanpa sepengetahuannya, aku mencuri pandang padanya lewat ekor mataku. Untuk beberapa alasan, aku jadi bersyukur mobilku mogok di tengah jalan saat pulang dari pesta kecil di rumah Naruto dan terpaksa harus menaiki bis untuk pulang karena aku tidak membawa ponselku.
Lama kami terdiam menunggu bis itu datang. Perlahan perasaan ini terasa sangat menggangguku. Mestinya ini bukan masalah karena aku memang tipe orang yang irit kata-kata. Tapi bersama dengan gadis ini membuatku sedikit tidak nyaman.
"Aku Sasuke."
Sial! Lagi-lagi mulutku bergerak sendiri mengucapkan hal yang menurutku tidak perlu. Tanpa menolehkan wajahku, aku tahu gadis di sampingku itu terkejut dan langsung menatapku heran.
"Kau?"
Kini aku sedikit menolehkan wajahku untuk melihat wajah manisnya. Perlahan kulihat sebuah senyuman mengembang di bibir mungilnya itu.
"Haruno Sakura."
.
.
.
.
Jalan yang Terpisah
Disclaimer: Masashi Kishimoto | Story: ©KuroYupi
Genre: Horor, Romance, Tragedy | Rating: T semi M | Pair: Sasuke U. & Sakura H.|
Typo(s), alur pasaran, OOC
Ide dari cerita ini original punya saya.
mohon pemberitahuannya jika fic ini mempunyai alur yang sama dengan fic lain,
agar plotnya dapat saya ubah secepatnya.
.
.
DLDR
.
.
.
Enjoy it ^^
Jalan yang Terpisah Bagian 1: Awal Cinta Hitam.
Uchiha Sasuke. Siapa yang tak kenal pemuda itu? Pemuda tampan dari keluarga yang tepandang- Uchiha, pemuda yang mempunyai nilai tertinggi kedua setelah Neji, pemuda yang memiliki banyak fans girl. Dapat dikatakan Sasuke adalah pemuda yang hampir memiliki segalanya.
Hampir- itu benar. Meskipun ia adalah seorang pemuda yang terlihat sempurna, namun semua tahu sikapnya yang dingin dan cenderung tidak bersahabat. Buktinya, ia hanya mempunyai dua teman dekat yang selalu menjadi tempatnya bercerita- Naruto dan Gaara.
Keluarganya? Sasuke sudah tidak mempunyai keluarga yang utuh lagi. Ibunya sudah meninggal dan ayahnya sibuk mengurusi perusahaannya. Kakak Sasuke- Itachi pun sama halnya dengan ayahnya. Mereka tidak punya waktu untuk sekedar menghabiskan waktu bersamanya.
Dari semuanya itu, wajar saja Sasuke memiliki kepribadian yang tertutup, bukan?
"Teme~ Lagi-lagi kau senyum-senyum sendiri! Apa kau sudah gila?"
Sebuah senyuman yang mengembang tipis di wajah tampannya seketika buyar saat pemuda tan itu datang dengan berisik sambil membawa banyak makanan ringan di tangannya. Sasuke kemudian menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi yang ia duduki sambil terus menatap pemuda tan itu mengambil tempat duduk di depannya.
"Ck. Kau mengganggu, dobe! Mana Gaara?"
Naruto- pemuda tan itu hanya menyengir lebar melihat sahabat ravennya itu. Tangannya kemudian menyondorkan sebuah jus tomat kotak dan beberapa makanan ringan yang dibawanya pada Sasuke.
"Oh, panda merah itu ada urusan club, katanya."
Sasuke kemudian mengganggukkan kepalanya pelan merespon perkataan Naruto tadi. Ia memaklumi kegiatan Gaara yang cukup padat yang dikarenakan ia adalah ketua club basket Konoha High School.
"Akhir-akhir ini kau sering sekali tersenyum. Biar kutebak, pasti memikirkan pacar barumu itu, kan?"
Ujar Naruto sembari mengancungkan jari telunjuknya di depan wajah Sasuke. Nampaknya kata-kata pemuda itu sukses membuat semburat merah terlihat tipis menghiasi pemuda raven itu. Mendengar perkataan Naruto, dengan cepat Sasuke mengambil jus tomat kotak itu dan meminumnya, berusaha menyembunyikan rona merah yang terpampang di wajahnya.
Naruto kemudian tertawa renyah melihat tingkah Sasuke. Biasanya Sasuke akan langsung membantah ocehannya jika itu salah, dan akan menjawab 'hn' jika itu benar. Tapi sekarang ia tidak melakukan keduanya. Sasuke justru salah tingkah saat Naruto menebak pikirannya.
"Jangan menertawaiku, dobe!"
Sasuke masih memperlihatkan rona merah di wajahnya saat sorot matanya memberikan sebuah deathglare pada Naruto. Naruto kemudian menghentikan tawaannya dengan susah payah, dan akhirnya berhasil juga.
"Haha... Gomen, teme. Hanya saja itu seperti bukan dirimu."
Sasuke menatap tajam Naruto yang masih juga memperlihatkan cengiran-cengiran andalannya. Seperti bukan dirinya? Benar. Kehadiran gadis itu telah mengubah kepribadian Sasuke seratus delapan puluh derajat.
Sasuke yang dulu sangat dingin, kini menjadi sosok yang sedikit bersahabat dengan yang lainnya. Sasuke yang dulu sangat keras kepala, kini menjadi sosok yang sedikit pengertian pada orang lain. Sasuke yang dulu sangat jarang tersenyum, kini terlihat lebih cerah dengan senyuman-senyuman tipis di wajahnya. Dan yang terpenting, Sasuke yang dulu seorang playboy kini menjadi sosok yang hanya melihat pada seorang gadis saja.
"Aku jadi penasaran dengan gadis yang merubahmu seperti ini, teme."
Ujar Naruto yang jelas bermaksud untuk menggoda Sasuke. Sasuke hanya tersenyum tipis menatap Naruto yang menopang wajahnya di atas meja.
"Jika kau melihatnya, kau akan terpesona."
Sasuke kemudian ikut menopang wajahnya di atas meja, berhadapan dengan Naruto. Naruto kemudian menyenderkan punggungnya di sandaran kursi yang ia duduki, sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Iris saphirenya kemudian berputar bosan melihat wajah Sasuke.
"Ya, ya, aku tahu. Selera Uchiha Sasuke kan sangat tinggi."
Sasuke kembali tesenyum tipis melihat sahabatnya dengan ekspresi seperti itu. Ia kemudian kembali menyeruput jus tomat kotaknya hingga habis.
.
.
••Jalan yang Terpisah••
.
.
Sasuke POV
Di sinilah aku. Berdiri di bawah pohon sakura yang berada di dekat halte bis. Aku menatap ke atas, ke arah kelopak-kelopak sakura yang bermekaran. Indah, persis seperti dirinya. Terkadang aku memanggilnya spring girl dalam hatiku.
Lima belas menit aku menunggunya, namun ia belum juga datang. Tapi tidak masalah untukku, karena aku sangat mencintainya. Entah mengapa perasaan itu muncul, bahkan pada saat aku pertama kali bertemu dengannya. Mungkin inilah yang di sebutkan oleh orang-orang yang baru merasakan cinta sepertiku, dengan sebutan 'cinta pada pandangan pertama'.
Mungkin terdengar aneh jika aku mengatakan dirinya adalah cinta pertamaku, namun kenyataannya memang seperti itu. Dari sekian banyak gadis yang pernah berkencan denganku, tidak satu pun dari mereka yang bisa merebut hatiku. Hanya dia- gadis musim semiku yang sangat indah.
"Sasuke-kun! Kau sudah lama menunggu?"
Aku sedikit terkejut saat mendengar suara indah itu menggelitik indra pendengaranku. Oh, God! Jantungku seolah akan melompat dari tempatnya saat melihatnya tengah berlari kecil ke arahku. Rambut panjangnya yang senada dengan warna kelopak sakura di atasku, terlihat melambai-lambai indah bak bintang iklan shampoo.
"Tidak. Aku belum lama."
Aku tersenyum tipis, meski sebenarnya aku sangat gembira melihatnya. Kurapikan sedikit helaian rambut pink panjangnya yang agak berantakan karena berlari tadi. Wajahnya merona merah. Aku benar-benar terpukau dengannya. Mata emeraldnya menatapku malu-malu saat ku tarik kembali tanganku dari rambut lembutnya.
"A-arigatou, Sasuke-kun."
Oh, God! Aku tidak dapat menahan diriku lagi. Kukecup singkat bibir merah mungilnya yang terasa manis. Aku menginginkannya, benar-benar menginginkannya. Ku lihat wajahnya kembali merona merah, bahkan lebih saat aku selesai menciumnya.
Ia kemudian memukul lenganku pelan. Ia terlihat begitu manis saat ini, apalagi dengan bibir yang ia kerucutkan.
"Kau bodoh! Kalau dilihat orang, bagaimana?!"
Aku tersenyum tipis melihatnya bersikap manja seperti itu. Entah mengapa aku merasa jijik jika gadis-gadis lain bersikap manja padaku. Tapi jika yang melakukan itu Sakura –gadis musim semiku- aku sama sekali tidak jijik. Aku bahkan senang jika ia bersikap seperti itu padaku.
"Hn? Kita kan sepasang kekasih, kenapa harus malu?"
Ujarku dengan nada innocent yang membuatnya kembali merona merah. Ia terdiam, mengalihkan pandangannya pada kelopak-kelopak sakura yang bermekaran indah.
"Aku tidak menyangka akan menjadi kekasihmu, Sasuke-kun. Kita baru saling mengenal seminggu yang lalu."
Aku menatap wajah manisnya yang masih menoleh ke atas, melihat bunga-bunga sakura yang indah.
"Memangnya kenapa? Apa kau meragukan cintaku?"
Sakura kemudian menatapku dengan alis yang saling bertaut. Ia sepertinya tidak suka jika aku mengatakan hal itu, dan itu membuatku senang.
"Tentu saja tidak, Sasuke-kun. Hanya saja terasa terlalu cepat, kan?"
Aku kemudian tersenyum sumringah melihatnya. Jujur saja, aku sedikit tersinggung saat ia mengatakan hal itu. Itu berarti dia meragukan perasaanku padanya yang baru tumbuh seminggu yang lalu, kan? Tak ingin memikirkan itu lebih jauh lagi, kuraih tangan-tangan putihnya dan menggenggamnya erat.
Aku agak terkejut saat merasakan tangan mungil itu terasa dingin saat bersentuhan dengan kulitku. Sempat aku berpikir ia sedang sakit, apalagi wajahnya terlihat sedikit pucat.
"Apa kau sakit?"
Tanyaku spontan. Sakura terdiam sesaat mendengar pertanyaan dariku. Setelahnya kemudian muncul sebuah senyuman tipis di wajahnya.
"Semalam aku habis demam. Tapi sekarang tidak apa-apa."
Aku menautkan alisku mendengar jawabannya yang terdengar lembut.
"Seharusnya kau meneleponku agar kencan kali ini dibatalkan saja. Kalau kau sakit lagi, bagaimana?"
Sakura kembali menunjukkan senyuman manisnya padaku.
"Iie. Aku sangat ingin bersamamu, Sasuke-kun."
Perlahan aku merasa kedua pipiku menghangat. Mungkin wajahku agak memerah saat ini. Kata-kata darinya bahkan mampu membuatku menjadi seperti ini. Oh- aku mungkin sudah gila dibuatnya!
Senyuman bahagia tak dapat kusembunyikan dari wajahku. Aku kemudian memasukkan tangannya yang dingin itu ke dalam saku mantelku yang tebal, dan itu membuat wajahnya merona merah.
"Arigatou, Sasuke-kun."
Ujarnya pelan.
"Hn."
Balasku lembut. Aku kemudian menuntunnya masuk ke dalam mobil sport hitamku yang terparkir di seberang jalan. Demikianlah mobilku kemudian melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah taman bermain, tempat kencan kami saat ini yang adalah keinginan gadis musim semiku ini.
.
.
Naruto dan Gaara pasti akan menertawakanku saat ini. Bagaimana tidak? Aku pernah berkata bahwa pergi ke taman bermain itu adalah hal yang sangat kekanakan. Tapi sekarang, aku justru pergi ke tempat ini bersama dengan kekasihku. Oh, God! Aku benar-benar tersihir olehnya. Aku sama sekali tidak menolaknya.
Semua terasa menyenangkan bagiku, asalkan aku bersamanya dan melihatnya tersenyum ceria. Hampir semua wahana di tempat ini kunaiki. Mulai dari yang ekstrim seperti jet coaster, hingga yang paling tenang seperti bianglala yang saat ini kunaiki. Menatap matahari terbenam bersamanya dari atas bianglala ini terasa sangat menyenangkan.
Apalagi aku dengar ada mitos yang mengatakan 'jika berciuman di dalam bianglala saat matahari terbenam, maka keduanya tidak akan pernah terpisah'. Aku merutuki diriku sendiri karena mempercayai omongan bodoh itu. Perasaan ini membuatku tidak berpikir secara logis layaknya diriku yang biasanya. Gadis ini benar-benar membuatku buta.
"Sasuke-kun~ Mataharinya sangat indah."
Kulihat kedua emeraldnya menatap pemandangan sunset itu dengan berbinar-binar. Kuakui itu memang sangat indah. Namun sosok pinky di depanku lebih menarik untukku dibanding pemandangan langit senja.
"Sakura-"
Wajahnya menoleh ke arahku. Pandangan kami bertemu dalam waktu yang cukup lama. Kurasakan emeraldnya menyedotku dalam keindahannya dan dia pun sebaliknya. Perlahan kudekatkan diriku padanya hingga jarak diantara kami terkikis.
Matanya perlahan terpejam, menyembunyikan iris bak batu emerald itu dalam kelopak matanya. Kurasa ia menyadari apa yang akan kulakukan. Dengan lembut, kusentuhkan bibirku dengan bibirnya yang mungil itu. Kukecap rasa manis yang menguar dari bibirnya dengan lembut, sambil ikut memejamkan kedua mataku menikmati sensasi aneh yang menggelitikku.
Ini bukan ciuman pertamaku dengan seorang gadis. Namun rasanya sangat berbeda jika melakukannya dengan Sakura, dan aku menyukainya. Baru kali ini aku merasakan sensasi yang berbeda dari sebuah ciuman.
Semakin lama, aku semakin terbawa. Perlahan aku menekan bibirnya dengan cukup kuat hingga ia membuka mulutnya. Tanpa membuang kesempatan, kumasukkan lidahku untuk bertaut dengan lidahnya, menyusuri tiap objek yang berada di dalam mulutnya hingga membunyikan decapan-decapan yang terdengar indah di pendengaranku.
Kurasa tubuhnya sedikit menegang saat aku melakukannya. Sepertinya ia agak terkejut, namun Sakura sama sekali tidak menolaknya. Ia bahkan berusaha mengimbangi permainan lidahku dengan cepat. Kuakui dia cukup berbakat meski harus kukatakan dia masih amatir dalam hal ini.
Untuk beberapa saat kami terus melakukan itu, hingga pasokan oksigen memaksa kami untuk saling melepaskan cumbuan kami. Dengan napas yang memburu, aku menyeka sisa-sisa saliva kami akibat cumbuan itu. Aku menatapnya yang tengah merona merona merah sambil melakukan hal yang sama dengan apa yang aku lakukan saat ini. Pemandangan yang indah, melihat bibirnya yang basah dengan saliva kami berdua. Terlebih wajahnya yang merona meski agak tertutupi dengan helaian rambut nyentriknya itu.
Dalam hatiku aku merasa puas telah melakukan apa yang disebutkan dalam mitos yang bodohnya kupercayai itu. Namun, jika itu benar-benar hanya sekedar mitos, tidak ada salahnya, kan? Kami kan sepasang kekasih. Wajar saja jika berciuman.
Setelah terdiam cukup lama dan merasa nafas kami sudah lebih teratur, aku kembali memandangnya dengan wajah serius.
"Sakura-"
Ia kembali menoleh ke arahku.
"Aku mencintaimu."
Sekali lagi, wajahnya merona merah mendengar kata-kata dariku. Untuk kesekian kalinya aku mengatakn hal yang sama seperti itu padanya, dan ia masih saja merona merah seperti itu.
"Aku juga... mencintaimu, Sasuke-kun."
Sudut-sudut bibirku tertarik, membentuk sebuah senyuman hangat yang sangat jelas terlihat. Kugenggam tangannya yang masih terasa dingin itu dengan erat.
"Kita akan tetap bersama selamanya. Aku janji."
Kulihat senyumannya mengembang di wajah putihnya. Kini ia menatapku dengan sayu.
"Aku harap kau tidak sama dengan lelaki lain yang hanya manis di mulut, Sasuke-kun."
Aku menautkan kedua alisku mendengar apa yang baru saja ia katakan. Sekali lagi, ia meragukan cintaku. Padahal sudah berapa kali aku mengatakan padanya bahwa aku bersungguh-sungguh, namun sepertinya ia belum sepenuhnya percaya padaku.
"Aku bersungguh-sungguh, Sakura. Aku tidak akan berhenti mencintaimu, bahkan sampai kita terpisah karena maut."
Sakura mengembangkan sebuah senyuman manisnya sekali lagi padaku.
"Tidak, Sasuke-kun. Kematian bahkan tidak menghalangi kita."
Kurasakan tangan dinginnya kini juga mengeratkan sentuhannya dalam genggamanku. Aku tersenyum bahagia mendengar ucapannya tadi. Entah kenapa, aku sama sekali tidak merasakan ada keraguan dalam perkataan manisnya barusan. Satu-satunya yang ada dalam pikiranku saat ini adalah bisa terus bersama dengannya sampai akhir.
Sebuah permintaan atau lebih tepat disebut harapan kecil seorang Uchiha Sasuke, untuk sebuah perasaan hangat bernama... cinta.
Sasuke POV End
"Teme? Kenapa dia ada di sini sendirian?"
Ujar Naruto yang saat itu juga tengah berkencan dengan Hinata di taman bermain, saat ia melihat Sasuke berjalan di kerumunan orang banyak tersenyum dan tertawa seorang diri.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
A/N: Seperti yg pertama saya ucapkan, mohon pemberitahuannya jika fic ini mempunyai kesamaan ide dengan fic lain agar saya bisa mengubah plotnya segera. untuk ICHIAN Taniyo, fic ini udah berisikan yayang pandamu, tuh. bukan pair utama, sih. tapi dia juga punya peran yg penting di fic ini. untuk Aihaibara88, fic ini punya rated semi M. aku masih gak sanggup buat yg rated M (masih atut) *isapjempol*. buat para readers, mungkin dichap. pertama ini masih gaje *emangiya*, jadi untuk lebih dimengerti silahkan baca d'chap. depan yang tidak pasti kapan akan saya update. semua bergantung pada pulsa saya *nangis*. karena itu, mohon kesabarannya bagi yang bersedia nunggu.. n(_'_)n
Untuk perkembangan fic ini, tolong tinggalkan review anda karena saya masih terbilang newbie.
Mohon kritik dan sarannya. Bagi silent readers (kalo ada yang baca, sih) mohon tinggalkan review juga.
Tapi aku gak maksa juga, sih. •⥐•a
Thanks for reading.
