Taehyung menapakkan kedua kakinya yang telanjang di bebatuan teras depan rumah.
Seseorang berlari dari dalam rumah, menenteng sepatu kecil. Milik Taehyung.
"Pakai sepatumu dulu, sayang." Ia berhasil menarik Taehyung yang sudah setengah jalan menuju kolam ikan.
"Ibu, aku ingin melihat apakah ikan ikannya masih tidur atau sudah bangun."
Ibunya menggeleng sambil berusaha memakaikan sepatu, yang semakin sulit dipakaikan karena Taehyung tidak membuat kakinya mudah untuk dimasukkan.
"Tapi pakai sepatunya dulu, Tae." Dan.. satu sepatu berhasil dipakaikan, dan Taehyung buru buru lari tidak sabar menuju kolam.
Ia melongokkan kepalanya, memandangi air kolam yang keruh, dan yang ia cari tidak terlihat.
"Bu! Kenapa ada wajah Taetae yang lain di kolam? Memangnya Taetae punya kembaran?" polos.
ibunya menghampiri. Menepuk puncak kepalanya.
"Itu namanya pantulan, Tae."
"Jadi, Taetae tidak punya kembaran nih?" ia cemberut. Tahu faktanya tidak sesuai keinginan, padahal ia tidak tahu pantulan itu apa.
"Memangnya Taetae mau punya kembaran? Kenapa?"
"Biar bisa diajak bermain, Bu. Namjoon hyung tidak seru!" Ibunya menggeleng lagi.
"Namjoon hyung 'kan sibuk, Tae. Nanti kalau dia libur bisa diajak bermain, kok." Hibur ibunya.
Wajahnya cerah kembali. Satu janji yang ia nantikan kebenarannya.
.
.
.
Taehyung sudah pulang sekolah, tapi saat ia berjalan sendirian, tasnya ditarik dari belakang.
Ia menoleh dan mendapati seorang anak, seragamnya sama dengan miliknya, tidak juga berniat melepaskan tangannya dari tas Taehyung.
Lalu Taehyung memberontak.
"Kau siapa sih? Memangnya penjahat bisa masuk ke sekolahku?"
Anak tadi melepaskan tas Taehyung, lalu menyodorkan tangannya.
"Jimin."
Taehyung mengulurkan tangannya, takut takut.
"Taehyung."
"Pipimu kenapa, Jimin? Seperti makanan kesukaanku."
Jiimin mundur selangkah, menangkupkan kedua tangannya di pipi, mengira Taehyung akan memakan pipinya.
"Ini bukan makanan." Taehyung mengerjap.
"Kau disini rupanya." Seseorang menepuk kepala Taehyung.
"Namjoon hyung!" ia segera memeluk kaki Namjoon.
"Ayo pulang, Tae. Sudah mendung."
"Dan, Jimin, kau mau pulang bersama kami?" Jimin menggeleng.
"Aku takut dia memakan pipiku di tengah jalan pulang." Sambil menunjuk Taehyung yang tengah menyeringai.
"Kau lihat pipinya, hyung. Seperti bakpao." Kali ini, Namjoon mengerjap mendengar omongan Taehyung.
"Tidak akan, Jimin, dia hanya bercanda."
Jimin menggeleng. "Tidak, dia terlihat mengerikan."
"Ya sudah kalau begitu. Hati hati ya, Jimin."
"Hati hati ya, Jimin!" Yang ini dari Taehyung, Jimin menjauh, bergidik ngeri melihat Taehyung yang memasang senyum kelewat lebar.
Namjoon menarik tangan Taehyung. "Nah, ayo kita pulang."
.
.
.
Di sepanjang perjalanan, Taehyung berjalan tidak benar.
"Kenapa kakinya?" Namjoon menghentikan langkahnya, berjongkok dan memeriksa kaki Taehyung.
"Buka sepatunya, hyung."
Namjoon memandangnya heran. "Kita belum sampai rumah, Tae."
"Tidak enak, hyung."
Lalu Namjoon membukakannya. Taehyung melihat ke dalam sepatunya, lalu Taehyung berseru, "Ada mayat di sepatuku!"
"Itu semut mati, Tae."
"iya, semutnya sudah jadi mayat 'kan hyung?"
Namjoon hanya bisa mengangguk.
Fin
Note : Jadi ceritanya Jimin itu tetangganya Taehyung, makanya Namjoon nawarin pulang bareng.
