Wound In Our Heart

Chapter 1

Author : Melqbunny and NyoNyo Wiyet

Disclamer : Seluruh Pemain adalah milik mereka sendiri. Cerita ini hanyalah fiksi yang tidak mengungkap kehidupan asli tokoh.

Pair : HoMin

Genre : Drama, Hurt/comfort. And romance.

Warning! Apa yang kamu baca itu adalah tanggunganmu sendiri. Kami tidak bertanggungjawab atas apapun!
It's Yaoi fanfiction with Joseon AU!

Hope you enjoy reading this :)

Changmin tidak tahu apa itu Cinta. Yang ia tahu penghubung mereka adalah 'Keterpaksaan dan Janji'.
"Hyung, apa kau ingin mencobanya?" Itu nada sensual pertama di pertemuan pertama mereka di kamar itu.
"Min-ah, kau tidak mengerti."
"Apa yang aku harus mengerti dari kata ingin mengambil selir?"

.

.

Suara genderang perayaan terdengar sangat jelas. Seluruh kalangan bangsawan duduk dengan teratur di sekitar lapangan luas yang berada di depan gedung pusat pemerintahan. Sedangkan rakyat kalangan biasa berkumpul diluar pagar tinggi istana.

Iringan tarian terus dikumandangkan sebelum keheningan segera menyeruak saat gong besar dipukul keras. Suara nyaringnya diiringi sosok yang melangkah pelan disepanjang altar.

Seluruh mata tertuju pada eksitensinya. Sosok yang wajahnya sama sekali tak terlihat, tertutup kain merah samar berajutan burung phoenix. Pakaian yang digunakannya berwarna nyala api, pakaian khas mempelai menantu istana.

Para dayang ikut melangkah dibelakangnya, langkah mereka terus tertuju hingga tiba di altar tertinggi. Dimana sosok yang merupakan Pangeran Mahkota dengan balutan pakaian tak jauh beda berdiri disana, menatap intens sosok yang wajahnya masih tertutupi kain. Namun mata berbentuk rusa itu balik menatap sang Putra Mahkota yang memiliki mata berbentuk musang.

Takdir telah menentukan jalan mereka berdua.

Love HoMin

Someone POV

Aku melihatnya. Peristiwa bersejarah yang kembali terulang di kerajaan ini. Putra Mahkota negeri ini, untuk kedua kalinya setelah beratus-ratus tahun akan menikah dengan orang yang harusnya bukan menjadi takdirnya.

Putra Mahkota tampak melepas kain yang menutupi wajah pengantinnya dengan pelan. Hingga lelaki berwajah kekanakan yang merupakan calon istrinya dapat dilihat publik.

Kedua mempelai itu bersimpuh di hadapan sang raja dan permaisurinya. Aku bisa melihat, raja terlihat tertekan sedangkan ratu tampak begitu puas dan bahagia.

Aku menghela nafas, dengan segera menghampiri kedua mempelai itu. Memberikan secawan air yang dianggap suci dan telah didoakan dukun kerajaan ke hadapan mereka. Pisau dengan ukiran rumit dan tampak berkilau terangpun ku letakkan disampingnya.

"Pengikatan suci ini bukan permainan dan hanya akan terjadi sekali dalam seumur hidup bagi raja kerajaan ini. Putra Mahkota Jung Yunho, siapkah anda menerima tanggungjawab sebagai seorang suami yang akan menuntun calon istri satu-satunya milik anda?"

Aku bisa melihat putra mahkota tampak ragu, namun seolah ada yang memberatkan tekadnya sehingga ia mengangguk. Putra Mahkota mulai mengambil bilah pisau tajam itu, digoreskan ke telapak tangannya hingga darahnya menetes ke cawan.

"Changmin dari bangsawan Shim, silahkan buktikan kesediaan anda yang akan selalu berada disisi suami anda dan tidak akan pernah meninggalkannya."

Remaja berwajah kekanakan itu tampak mengangguk, menggores kecil telapak tangannya hingga darahnya menetes dan bersatu dengan darah sang putra mahkota di cawan itu.

Aku kembali mendekat, menuangkan air dari cawan ke dalam dua gelas kecil terbuat dari kristal giok. Air yang berwarna bening kemerahan itu tampak begitu magis.

"Kalian tahu bukan apa yang harus dilakukan?" suara dingin sang dukun mengawali upacara itu.

Gelas terangkat, tangan bertaut dan mulaiah cairan itu diminum secara pelan oleh kedua mempelai. Setiap tegukan sangat menyita banyak perhatian.

"Kalian telah sah menjadi Pasangan hidup yang akan selalu bersama." Bersamaan dengan perkataan Dukun istana, gelas kristal yang telah kosong tergelincir dari tangan. Seperti yang memang sudah diharuskan, Putra Mahkota menangkup pipi sang Istri dan ciuman pun tak terelakan.

Seluruh orang yang menyaksikan itu mengalihkan pandangan. Tak ada yang tahu seberapa lama hal itu terjadi. Yang aku tahu, semua berakhir saat raja dan ratu beranjak menghampiri mempelai.

POV end.

"Pernikahan ini sekaligus pengangkatanmu... anakku, sebagai penggantiku menjadi seorang raja. Terimalah tanggungjawab ini, dan laksanakan Tugasmu sebagai seorang pemimpin yang baru dengan penuh keadilan." Yunho hanya mengangguk dan tetap bersimpuh. Membiarkan mahkota ayahnya berpindah ke kepalanya.

"Anakku Changmin, sekarang kau bukan lagi bangsawan biasa dan seorang istri. Tapi kau adalah Ratu sekaligus Permaisuri di Kerajaan ini. Kau bukan lagi seorang Shim, tapi kau adalah Jung. Gelarmu adalah Choikang Changmin, yang mengartikan doaku agar kau menjadi yang utama dihidup anakku." Changmin mengangguk, membiarkan ibu suri menggenggam tangannya lalu mengarahkannya hingga saling bergenggaman dengan tangan Yunho.

"Dukun Yi." Dukun istana mendekat ke arah Ibu suri, lalu menyerahkan kotak kayu kecil ke arah Changmin yang diambil ragu-ragu sang remaja.

"Apa ini Yang Mulia?" Ibu suri yang tak menjawab membuat rasa penasaran Changmin bertumpuk dan akhirnya membuka kotak itu.

Dan isi dari kotak itu membuat Changmin terpaku.

"Buah Dischang. Buah yang mengubah takdir dan selama ini tumbuh di ruang rahasia Istana. Secara turun temurun keturunan Dukun istana menjaga kelangsungan hidup buah dengan pohon rapuh ini. Buah ini akan mengubah identitasmu sebagai seorang lelaki, tapi itulah konsekuensinya. Demi kebahagiaan dan kelangsungan kerajaan ini."

Changmin terdiam, sesaat ia ragu. Tapi semuanya telah terlambat. Tak ada yang bisa ia sesali. Takdirlah yang membawanya ke nasib ini. Jadi Changmin hanya mengangguk dan mulai mengarahkan buah DisChang ke mulutnya. Buah itu berbentuk seperti anggur namun dengan warna putih pucat.

Mulutnya mulai mengunyah, dan rasa dari buah itu membuat Changmin akan muntah jika saja Yunho tak semakin erat menggenggam tangannya. Dan pada akhirnya buah tersebut tertelan dan tinggal menunggu efek dari si buah yang pasti tak akan disukai Changmin.

Love HoMin

Changmin mengedarkan pandangan, bibirnya terus tersenyum berbanding terbalik dengan matanya yang menyorot sedih. Semuanya telah terjadi dan Changmin hanya bisa menjalaninya.

Mata bambinya kembali beredar, tetapi eksitensi yang dicarinya tetap tak ada dibarisan para bangsawan yang tampak menikmati pesta. Matanya kian menyayu.

"Eomma..." Apa dihari yang dianggap banyak orang merupakan hari bahagia, eommanya tidak datang?

"Kau mencari Ayah dan Ibumu Changmin-ah?" pertanyaan dari samping kirinya membuat Changmin menoleh, menatap Ibu suri yang tersenyum ke arahnya. Changmin mencari Ibunya, bukan ayahnya!

Seolah mengerti arti tatapan Changmin yang menajam, ibu suri mengangkat tangan ke udara siap mengelus kepala Istri anaknya itu. Namun seolah ada hal yang menyadarkannya, ia kembali menurunkan tangannya.

"Ayahmu tak bisa datang ke sini, dan kau pasti tahu apa penyebabnya bukan? dan karena istana ini menganut sistem seorang kepala rumah tangga sebagai pemimpin istri... maka ibumu tak dapat menghadiri tanpa kehadiran suaminya."

Mata Ibu suri berkilat tajam dan gelap. Tak ada senyum diwajahnya yang mengaku. Wanita itu tampak mengingat masa lalu yang seolah sangat menyakitinya.

Changmin yang mendengar itu menundukan wajahnya. Tangannya terkepal kuat. Kenapa selalu seperti ini? Kenapa ayahnya benar-benar melupakannya dan ibunya setelah mendapat wanita lain?

Dalam lamunannya Changmin berpikir, akan seperti apa masa depan pernikahannya ini? Apa akan bahagia? Atau berakhir seperti ibunya? Sosok suaminya bukan sosok yang Changmin kenal, mereka bahkan baru bertemu disini dan langsung menikah. Changmin bahkan seorang lelaki, yang pasti bukan gender seorang istri yang diinginkan suaminya ini.

Tapi...

Tangan Changmin semakin terkepal kuat. Ia punya Janji yang harus ditepati. Dan keegoisannya yang sebenarnya tak salah akan ia coba minimalisir. Semoga suaminya ini, Yunho siap memimpinnya seperti janji pernikahan yang diikrarkan dan disanggupi.

Yunho tahu remaja lebih muda darinya yang sekarang telah menjadi Istrinya itu tampak bersedih. Ia tak tahu sebabnya, tapi mata rusa itu menunjukannya.

Sebagai seorang suami ia ingin menghibur istrinya, tetapi perasaan kikuk menguasai dirinya. Perasaan takut dan tak siap jelaslah tak bisa ditampik sehingga matanya hanya melirik kecil ke istrinya yang duduk disamping kirinya. Wajah istrinya sejujurnya sangat menarik, bibirnyapun berbentuk unik.

Jika biasanya seorang perempuan calon Istri raja sekaligus calon permaisuri menggunakan hiasan kepala yang sangat berat, maka pengecualian bagi istrinya ini yang bergender lelaki.

Yunho bisa melihat rambut istrinya ini tak terlalu panjang, digulung kecil dan sisanya dikepang. Kepang itu diletakan melingkar seperti bando dikepala si remaja. Dengan sedikit hiasan bunga kuningan, mempermanis dandanan simple itu.

Yunho tahu dia terpesona, tapi kenyataan Istrinya seorang pria membuatnya merasa aneh. Hatinya tak menginginkan, ini terlalu cepat. Yunho tak yakin ia tak akan melarikan diri pada kenyataan ini.

Love HoMin

Changmin menatap kagum kediaman barunya di paviliun Timur, ia dengar Yunho berada di Paviliun Barat. Changmin tak mengerti kenapa kediaman mereka sangat berjauhan. Raja terdahulu memang tinggal di paviliun Barat, tapi Ibu suri ada di paviliun utara! Kenapa dia berada di barat? Bukan diutara? Atau setidaknya Paviliun Selatan yang sekarang kosong?

Mencoba tidak peduli, Changmin duduk diranjangnya. Ini malam pertamanya, dan ia telah belajar banyak hal sebelum upacara pernikahannya. Selama hampir 6 bulan ia diajarkan sopan santun dan bagaimana cara menyenangkan suami, jujur pengajaran itu sangat tak berguna dan membuat harga diri Changmin terluka.

Bibir bawahnya dia gigit, apa Changmin siap menjalaninya? Ia seorang lelaki, dan ini benar-benar terdengar aneh. Tapi janjinya pada Ibunya... dan janji pernikahannya... Changmin menguatkan tekad, ia pasti bisa menjalaninya dan membuat pernikahan ini tak semenakutkan bayangannya.

Waktu terus bergulir, malam kian melarut, tapi Suaminya belum juga datang. Changmin mulai berpikir, apa jarak kediaman mereka benar-benar sangat jauh hingga seterlambat ini? Matanya mulai mengantuk dan ia telah menguap beberapa kali.

Lilin yang semakin kecil dan ruangan yang temaram membuat Changmin tanpa sadar tertidur.

.

#Malam Ke Tujuh

Changmin mendudukan dirinya dilantai, kakinya ditekuk dan ditenggelamkannya wajahnya disitu. Tangannya melingkari lututnya. Ia mulai meragu, dan pikiran buruk mulai menumpuk diotaknya. Apa ia bisa bertahan jika suaminya terus memperlakukannya seperti ini? Ia ingin memulai, tapi kenapa Yunho seolah memblokir keinginannya?

Pagi tadi akhirnya setelah tanpa kepastian berada dikediamannya, ia bisa menghadiri acara resmi dan bertemu Yunho. Namun suaminya itu tampak menjaga jarak. Tak mengabaikan namun juga tak mempedulikan. Tak memberi alasan ataupun meminta maaf karena membuatnya menunggu. Changmin seperti orang asing di acara itu yang kerjanya hanya tersenyum. Tak ada kemesraan diantara mereka.

Changmin mulai kembali berpikir, apa ia bisa bahagia? Ibunya... Changmin jadi rindu ibunya. Ia ingin bertemu ibunya, namun sayangnya siang tadi para pengawal mengatakan ia tak diperbolehkan pergi tanpa suaminya. Keluar dari kawasan paviliun bahkan tak diizinkan jika bukan untuk kepentingan istana. Changmin mulai merasa Frustasi, ia ingin membicarakan ini dengan Yunho.

Changmin ingin peraturan tak mengikatnya terlalu kuat. Ia ingin mengunjungi ibunya dengan izin Yunho yang pasti membuat para pengawal itu bungkam. Kekuasaan raja adalah otoriter yang lebih kuat dibanding sistem.

Namun Yunho tak pernah datang selama dia menunggunya, dan itu membuat Changmin semakin tersiksa. Dan ia mulai berpikir nekad, jika Yunho tak mengunjunginya maka Changmin yang akan mengunjungi lelaki itu.

.

#4 Bulan setelah Pernikahan

Changmin membulatkan tekad! Sudah cukup ia menunggu! Ia akan menghampiri Yunho dan mengatakan keinginannya untuk bertemu ibunya. Changmin merindukan ibunya, dan ingin bertemu! Ibunya pasti kesepian disana.

Dengan baju jaegori tipis namun panjang semata kaki dan berbelahan hingga ke paha, Changmin keluar dari kediaman sepinya yang segera disambut terpaan udara dingin. Kediamannya memang tak dijaga dayang dan pengawal. Namun bukan berarti tanpa penjagaan, Changmin berpikir realistis dan seorang permaisuri tidak mungkin dibiarkan terabaikan begitu saja.

Langkahnya mengendap-endap, Changmin mulai melangkah menuju perbatasan gerbang Paviliun Timur saat dilihat 2 pengawal menjaga disitu.

Dengan berpikir keras, otak Changmin mulai bekerja. Sebuah idepun akhirnya ia dapatkan. Mengambil batu cukup besar, Changmin melemparkannya ke semak-semak yang segera menyita para pengawal dengan berlari menghampiri menuju sumber suara.

Melihat kesempatan itu, Changmin memanfaatkan sebaik-baiknya dengan berlari hingga melewati gerbang.

Hatinya sangat berbunga, langkahnya bersemangat. Sebentar lagi ia akan bertemu Yunho dan meminta ijinnya untuk bertemu sang Ibu.

"Mama...?" panggilan menggelikan itu mengagetkan Changmin, ia menoleh dan melihat pengawal lain yang berpatroli menatapnya tajam. Dengan panik, ia mulai berlari.

Namun fisik Changmin yang tak terlatih membuatnya segera tertangkap, ia memberontak tapi tenaganya seolah hanya tenaga wanita bagi pengawal-pengawal kerajaan. Hal itu melukai harga diri Changmin, membuatnya merasa lemah.

Ia diseret secara paksa ke halaman kediamannya. Disamping patung wanita seperti dewi ia diikat di sebuah kursi. Kencang dan menyakitkan.

Saat Changmin mendongak, ia melihat wajah keras Kasim dan Dukun Istana.

"Anda telah melakukan kesalahan Yang Mulia, seorang permaisuri tak diizinkan keluar malam apalagi dengan pakaian terbuka yang hanya ditunjukan pada sang Raja." Suara menghakimi Dukun Yi membuat Changmin muak, ia tetap merasa tak bersalah.

"Hukuman bagi anda adalah cambukan sebanyak sepuluh kali. Jangan pernah kembali melanggar peraturan Yang Mulia, karena hukumannya akan semakin berat." Suara Kasim Istana membuat Changmin memberontak keras.

Seorang lelaki berbadan besar dan membawa cambuk mendekati tubuhnya. Lalu pecutan keras yang sangat menyakitkan pun diterimanya.

Kakinya menerima sepuluh cambukan kuat yang beberapa merembeskan sedikit darah.

Pada akhirnya karena kejadian itu, Changmin tak bisa berjalan selama seminggu dan Yunho sama sekali tak pernah mengetahuinya.

.

#8 Bulan Setelah Pernikahan

Changmin merapihkan kembali Jubah panjangnya yang menyerupai pakaian khas China. Dibalik jubah biru lautnya, ia menggunakan pakaian panjang tanpa lengan berwarna putih dengan motif tulip biru. Bagian pinggangnya dilingkari kain, membuat bagian bawahnya seperti rok. Berbelahan tinggi, menunjukan celananya yang biru tua.

Hari ini ada pesta pertunjukan seni sebagai perwujudan kebahagiaan karena hasil bumi melimpah. Changmin akan memanfaatkan moment ini untuk meminta izin pada Yunho. Ia sangat merindukan ibunya, terutama pelukannya yang menenangkan. Hidup di istana ternyata sangat berat.

Satu musim Changmin lewati untuk Pertemuan Resmi ini. Selama itu ia hanya diam dikediamannya. Tak bisa melakukan apapun, selain menunggu.

Mata bambi Changmin melihat rombongan Yunho didepannya, irisnya berpendar. Ini kesempatan! Ia segera memacu langkah tanpa mempedulikan protesan para dayang yang mengikutinya.

"Choona!" suaranya menyita banyak perhatian di tempat ramai itu, Changmin menundukan kepala, ia melakukan kesalahan. Dengan senyum meminta pemakluman, ia arahkan ke semua orang.

Melihat mereka mencoba mengerti, Changmin kembali memacu langkah hingga berdiri disamping Yunho. Rasanya sangat kikuk, tapi ia mencoba tak peduli. Ada hal yang lebih penting dari itu.

"Choona, saya—" Yunho menatapnya penuh perhatian, seolah ia menunggu apa yang Changmin inginkan. Membuat Changmin semakin ingin menyampaikan keinginannya.

"Yang Mulia..." Namun tatapan mata musang itu teralihkan oleh suara panggilan para menteri, Yunho kembali menatap ke depan dan tersenyum pada para menteri.

"Ayo Changmin, jangan biarkan acara tertunda karena keterlambatan kita..." Changmin mengangguk, matanya terus menatap Yunho yang melangkah duluan tanpa berbalik menatapnya.

Suaminya menghindarinya, itu yang Changmin tangkap. Apa yang dipikirkan suaminya itu? Yunho sangat berwibawa, tapi apa yang harus Changmin sukai jika wibawa itu menjadi tameng diantara mereka?

Selama acara itu Changmin berusaha berkomunikasi dengan Yunho. Tapi apa yang dia dapat? Yunho terus menghindar, lelaki itu seolah enggan berbicara banyak padanya. Changmin tahu, lelaki itu memanglah sangat tenang. Tapi mata musang itu mengungkap semuanya. Berbicara dengannya adalah beban bagi Yunho. Changmin mulai merasa putus asa, kenapa Yunho memperlakukannya seperti ini? Akibat keputusan lelaki itu jugalah ia berdiri disini! Menjadi istrinya! Apa lelaki itu menyesal?

Tak banyak kesempatan yang Changmin peroleh, acara membuat semua orang menjadi sibuk. Para menteri dan tamu sangat suka mengajak Yunho mengobrol. Disana ia terabaikan, hanya sesekali disanjung yang sama sekali tak membuatnya bangga. Yunho... kapan ia bisa berbicara dengannya? Yunho suaminya bukan? Tapi kenapa terasa begitu jauh?

Ketika acara selesai, Changmin mengejar Yunho. Ia ingin berbicara dengan lelaki itu. Namun kenyataan pahit menghantamnya. Yunho bukanlah orang yang memiliki waktu luang banyak. Lelaki itu memiliki banyak jadwal pertemuan yang tak bisa ditunda. Dari hal sepele sampai hal paling rahasia.

Waktu luang bebasnya hanya dimalam hari, namun Changmin tak punya kesempatan di malam hari. Yunho tak menemuinya. Walau lelaki itu punya waktu luang di sore hari, Changmin tak akan bisa merambahnya. Siapa yang tau pasti waktu itu? Dan Changmin bukanlah orang bebas yang bisa keluar masuk Paviliun untuk memastikannya. Peraturan berkamuflase sopan santun dan penghormatan mengikatnya, membuatnya tak bisa keluar tanpa keinginan Yunho untuk menemui lelaki itu.

Changmin mulai putus asa, beban batinnya sangat berat. Air mata ingin menetes dari matanya. Changmin baru berusia 16 tahun, namun tekanan yang diperolehnya menghantam mentalnya yang masih dalam masa pencarian jati diri. Tubuh, otak, terutama hatinya merasa lelah. Tetapi Changmin tetaplah lelaki, ia harus kuat. Tak boleh putus asa.

.

#12 bulan setelah pernikahan.

Changmin duduk dilantai, dan bersandar di ranjangnya. Malam ini ia kembali menunggu. Ia kembali berpikir, apa ia kuat menjalani ini semua? Ia merasa kesepian. Kamar ini dingin dan sangat sepi, Changmin rindu kamarnya dulu yang dipenuhi suara tawa ibunya. Changmin sangat merindukan kehangatan rumah.

Segala beban terasa ringan, jika kehangatan itu memeluknya.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu menyadarkan Changmin, ia segera bangun. Memakai durumagi panjang untuk menutupi baju khas tidurnya. Baju yang diperuntukan untuk seorang istri yang menyambut suaminya.

"Masuk."

Seorang Kasim Istana memasuki kamarnya, ia menunduk hormat dan menatapnya singkat.

"Yang Mulia, Ibu anda telah meninggal. Acara pemakaman akan diadakan esok hari. Saya akan membicarakan ini ke Yang Mulia Raja agar anda dapat mengunjungi pemakaman Ibu anda."

Mata Changmin terbelalak kaget, suaranya tercekat di tenggorokan.

"A-apa?"

Kasim itu hanya menunduk dan berpamitan pergi. Meninggalkan Changmin yang matanya mulai memerah.

"Eommaa... aniya, kenapa kau lakukan ini? Eomma, aku sangat merindukanmu. Kenapa kau pergi? Dan membiarkan aku bukannya mendapat pelukan atau mendengar tawamu, justru melihatmu ditelan api. Eomma-yah..." air mata Changmin mulai luruh, ia jatuh terduduk ke lantai.

Isakan lirih terdengar dari bibirnya. Changmin merasa sangat kehilangan, satu-satunya orang yang menyayangi dan peduli kepadanya telah pergi. Tak akan ada lagi kehangatan yang akan ia peroleh untuk menguatkannya. Apa Changmin sanggup menjalani hidup?

Mati menyusul ibunya terdengar menyenangkan, tapi janji mengikatnya.

Changmin ingin menyalahkan Yunho. Tetapi lelaki itu tak salah. Setiap orang jelas tak akan bisa menerima istri seorang lelaki, termasuk Yunho. Iya, Yunho tak salah. Jadi siapa yang salah? Ibu surikah? Takdirkah? Atau dirinya?

Dalam mental remajanya yang semakin tak stabil karena stress dan kehilangan orang yang disayangi Changmin beranjak berdiri. Langkah kakinya pelan, dengan wajah datar dan air mata yang masih meleleh. Ia melangkah ke belakang paviliunnya, dimana pohon mapel besar tumbuh disana. Keindahannya tak mempengaruhi mood Changmin.

Remaja itu hanya mendudukan dirinya disana. Angin yang berhembus kencang membawa isakan lirihnya, isakan yang merupakan tumpahan seluruh beban beratnya.

Usapan lembut dikakinya membuat Changmin menatap ke sumber usapan. Menatap mata tajam kucing hitam yang balik menatapnya. Kucing hitam itu mulai melangkah pergi, dan Changmin mengikutinya.

Kucing itu terus membawanya menelusuri taman paviliunnya yang sepi, hingga disekitar tembok yang ditumbuhi semak belukar, kucing itu menghilang disana. Changmin menyibak semak belukar yang sangat tinggi itu dan memasuki lubang tersembunyi yang cukup lebar di tembok Istana... hingga pemandangan aliran sungai dan beberapa ratus meter dari sana pemukiman penduduk tersaji didepan matanya.

Ia bisa melihat kucing itu mengeong dan menatapnya dalam. Mengajaknya merasakan kebebasan. Changmin tersenyum, air mata masih meleleh. Tapi binar matanya yang sempat padam kembali berpendar.

"Terima kasih." Changmin menghampiri aliran sungai jernih. Berjongkok dan membasuh mukanya dengan air segar itu.

"Eomma... Janjiku akan ku tepati. aku hidup untuk berbakti padamu. Tak ada gunanya aku mati sia-sia, aku akan membuktikan kepada semua orang jika aku adalah lelaki yang membanggakan walau posisiku seorang istri. Tak akan ku biarkan orang-orang meremehkan kelelakianku hanya karena aku permaisuri." Changmin tersenyum kearah refleksi dirinya di aliran air jernih itu. Tangannya menunjuk bayangan dirinya sendiri.

"Hey kau! Jangan biarkan dirimu lemah dan terinjak! Mulai sekarang kita akan berlatih! Membentuk otak dan otot. Belajar pedang hingga bisa melindungi diri sendiri! Dan bungkam mulut suamimu yang bodoh itu dengan otot perut yang terbentuk."

"Changmin! Ibumu harus bahagia di atas sana! Harus melihatmu bahagia dan bersemangat!" Changmin tersenyum senang, ditinjunya keras udara kosong dengan tenaga berlebih.

Semenjak saat itu, terbentuklah kepribadian Changmin yang tak tertebak. Dalam satu tubuh seolah ada dua gejolak batin yang saling berlawanan. Saling menyeimbang membuat Changmin bukan sekedar remaja yang hanya dapat diam menunggu.

.

.

Love HoMin

.

.

.

#11 Tahun Kemudian...

Yunho mengedarkan pandangannya ke sekeliling... Langsung memberinya pemandangan taman istana. Indah dan terawat baik. Ada patung wanita di satu sisi. Entah sejak kapan patung itu ada disana... Mungkin dewi air. Entahlah. Sebab patung itu dikelilingi kolam dan air terjun kecil. Seolah sang dewi yang memanggil air untuk keluar melalui celah-celah batu.

Para ahli yang membangunnya – dia tersenyum simpul mengingat kata-kata ini. Bukannya tidak mengandung kekaguman. Sebaliknya, sangat rasional.
Tapi rasanya sulit untuk tidak melihat Patung itu ketika melewati taman. Semua tamu selalu terpesona setelah melewatinya. Kecuali dirinya. Dirinya memang sudah memiliki kekebalan akan keelokan itu.

29 tahun—umurnya sekarang.

11 tahun sudah dia menikah.

Lucu bila memikirkannya sekarang. Waktu itu dia masih 18 tahun dengan prestasi yang dia raih sebagai pemanah terbaik serta penghafal puluhan buku-buku. Gurunya sangat keras tapi bijak. Mungkin melebihi ayahnya. Namun walau waktu itu dirinya adalah calon raja, gurunya tidak pernah sungkan. Tetap keras dan mengajarinya tanpa pandang strata.
Dulu dia sangat suka main-main dan menyelinap kemanapun. Tapi kini tahtanya terlalu besar untuk melalui celah kecil didekat pagar. Tertutupi sempurna oleh semak-semak tanaman.

Yunho menghela nafas sebelum melangkahkan kaki menuju tujuannya semula. Tanpa dayang atau pengawal. Dia selalu benci diikuti. Apalagi saat dia akan menemui seseorang yang dekat dengannya. Harusnya mereka dekat. Nyatanya pernikahan yang bahkan sudah berjalan lebih dari 1 dekade ini tak menghasilkan apapun selain waktu yang terbuang percuma. Namun tak ada hal yang harus membuat Yunho menyesalinya.

Yunho mengetuk pintu kediaman pribadi milik pasangan hidupnya di Paviliun Barat. Masuk setelah mengatakan siapa dirinya. Apa dia ingat suaranya?

Kamar ini baru sekali dimasukinya.

Love HoMin

Changmin sedang merapihkan jaegori panjangnya yang bagus tapi tidak terlalu mencolok. Gat yang akan menyamarkan wajahnya pun sudah dipersiapkan. Kali ini Changmin akan kembali menyelinap keluar istana. Mengelabui para penjaga istana dengan menyelinap dicelah kecil pagar tembok yang tertutupi semak-semak—Beruntunglah Changmin yang memiliki tubuh kurus hingga memudahkannya melewati celah sempit itu.

Apa kau pikir Changmin akan terus diam di ruangan ini selama sisa umur hidupnya? Tentu saja jawabannya tidak. Changmin benci terkurung tanpa interaksi dengan siapapun. Ia berhak bermain, dan melihat banyak hal menarik diluar sana. Yunho, suaminya yang bahkan tidak pernah peduli padanya tidak berhak melarang! Siapa yang menempatkan Changmin ke posisi anomali ini?
Changmin lelaki, dan sebagai seorang lelaki Changmin tak akan membiarkan dirinya menanti melankolis bin dramatis seperti wanita. Ia akan melatih dirinya sendiri! Belajar pedang sendiri! Dan segala macam hal yang membuktikan dirinya lelaki!

Senyum bangga terhias di paras rupawan Changmin, ia bahkan sekarang memiliki otot perut karena jerih payahnya. Suatu saat ia akan menunjukan pada Yunho, jika lelaki yang ternyata istrinya ini memilik otot dan merupakan lelaki sejati! Apa ada peraturan yang menyatakan lelaki sejati bukan seorang istri? Tidak kan?
Changmin akan membuktikan pada sejarah, jika lelaki yang menjadi permaisuri itu bukan berarti harus menyerupai wanita!

Terlalu terlarut pada ambisinya membuat Changmin tersentak dan kembali merapihkan penampilannya. Penampilan Changmin sekarang memang berbeda 180 derajat dari penampilannya dalam acara resmi istana.

Penampilannya yang biasanya memakai hanbok kerajaan yang dimodifikasi sana sini hingga masih menunjukan jika ia lelaki dan rambutnya yang biasanya setengah digelung dengan tusuk konde yang selalu changmin patahkan setelahnya berubah menjadi penampilan rakyat biasa dengan rambut yang digelung ke atas dan tersembunyi oleh gatnya. Ah, Changmin merasa sangat tampan jika seperti ini.

Tok! Tok!

Suara pintu yang di ketuk kembali menyentak Changmin. Dengan panik ia melepaskan gat dan menyembunyikan di bawah meja. Rambutnya segera ia biarkan tergerai, dan seluruh tubuhnya ia tutupi dengan selimut.

"Siapa?"

"Ini aku." suara itu membuat Changmin tertegun.

"Masuklah... Pabo." kata terakhir Changmin ucapkan sangat lirih hingga tidak mungkin terdengar pemilik suara yang tak akan pernah dilupakan siapa pemiliknya itu.

Suara pintu yang ditarik ke samping hingga terbuka membuat Changmin mendongak hingga mata bambinya dapat melihat Yunho yang terlihat memperhatikan isi kamarnya. Lelaki itu tak berubah banyak dari terakhir Changmin melihatnya di upacara resmi hampir satu tahun yang lalu. Justru semakin terlihat dewasa dan semakin... Berisi?

Yunho memperhatikan kamar milik pasangannya itu. Sedikit berbeda dengan kamarnya. Tapi memang rata-rata kamar di istana seperti ini.
Ketika akhirnya pandangannya jatuh pada Changmin, alisnya mengernyit sesaat. Ada yang tidak beres. Rasanya ada yang aneh. Tapi dia berusaha tak memperlihatkannya. Sebaliknya, melihat Changmin yang terbungkus selimut hingga tidak menyambutnya dengan pantas –berdiri dan memberi penghormatan, membuat Yunho bertanya. "Kau sakit?"

Tubuh Changmin yang tertutupi selimut bergerak panik mendengar pertanyaan Yunho, otak cerdasnya berpikir keras mencari solusi.
Ia tak boleh ketahuan! Dan sebenarnya ia juga ingin menjerit KENAPA YUNHO ADA DISINI?!

Tiap detik terlewat begitu lama bagi Changmin dibawah tatapan menuntut jawaban Yunho. Tanpa menatap Yunho karena sibuk memikirkan jalan terbaik, Changmin tahu Yunho menatap intens tiap rinci tubuhnya yang terbalut selimut.

Seringai evilpun terbentuk dibibir tipis uniknya saat sebuah ide gila terlintas.
Dengan cepat dan mencoba gerakannya tersamarkan hingga Yunho tak menyadari tingkahnya dibalik selimut, Changmin menarik pita Jaegorinya. Membuat pakaian itu longgar, dan dengan tarikan kecil jatuh ke perutnya.
Sedikit perjuangan untuk bagian lengan, tapi changmin berhasil mengatasinya.

Lalu bagian tali yang mengikat celana panjangnya pun ia lepaskan, hingga celana itu sangat longgar dan akan jatuh dengan mudah ke pergelangan kakinya jika ia berdiri.

"Yang Mulia mungkin tidak tahu, tapi saya punya kebiasaan buruk."

Changmin mendongak, menatap Yunho dengan mata bambi yang berkilat usil. Ia ingin membalas dendam karena Yunho membuatnya panik!

Dengan perlahan, dibukanya kecil selimut itu dibagian bahu. Menunjukan pada mata musang suaminya bahu hingga mencapai dadanya yang tak tertutupi pakaian.

"Apa anda ingin saya berdiri dan menjamu anda seperti layaknya istri dalam keadaan telanjang?"

Mata Changmin berkilat menantang pada tatapan terbelalak Yunho kearahnya.
Hey, changmin sangat yakin Yunho tak akan berani menerimanya! Benar bukan?

Mata Yunho sempat terbelalak sesaat. Tanda tanya besar ada di kepalanya. Tapi selimut itu kini menyingkap sebagian tubuh Changmin. Memperlihatkan bahu dan dadanya. Yunho terdiam. Memperhatikan anggota tubuh yang terpampang di depan matanya. Tetap tenang seolah tak ada yang mengusiknya, walaupun dikepalanya berkecamuk banyak hal.

Yunho menghela nafas sebelum mendekati ranjang dan duduk ditepinya. Raja itu mengangkat tangannya, membelai pipi Changmin lembut dengan punggung jarinya. Padahal tadinya Yunho hanya ingin bertanya kenapa akhir-akhir ini Changmin semakin tirus.

Belaian Yunho pada pipinya membuat mata bambi itu terbelalak kaget. Menunjukan kantong mata yang semakin memperelok paras rupawannya.

Dilain sisi belaian lembut itu membuat Changmin terbuai hingga ingin memejamkan mata, tapi disisi lainnya ia ingin menyentak tangan yang seenaknya memberinya perasaan aneh yang menggetarkan hati.

Namun mata berbentuk musang yang menatapnya dengan sorot tak terdefinisi tapi menawarkan kenyaman dan ketentraman menghapuskan seluruh pikiran bercabangnya.
Membuat Changmin tanpa sadar menahan tangan Yunho saat akan beranjak jauh. Jemari kurusnya menggenggam jemari itu, dan tanpa kuasa otaknya menggerakan lembut dipipinya yang semakin tirus.

Changmin begitu kesepian. Ia sangat asing pada eksitensi dan kehangatan seseorang. Hingga tubuhnya bergerak tanpa kuasa saat kehangatan itu hadir disisinya.

Akibat gerakan tangannya, tanpa Changmin sadari selimut itu semakin tersingkap hingga menunjukan keseluruhan dada hampir mencapai perutnya.

Yunho tak menyangka Changmin akan menahan tangannya. Bahkan menggerakkan jemarinya agar terus bersentuhan dengan pipi tirus itu. Meski begitu, dibiarkannya Changmin melakukan apa yang dia inginkan.
Yunho menatap istrinya dengan sedih. Tetapi lelaki bermata rusa itu melewatkan pemandangan tersebut. Terlalu menikmati jemari Yunho yang menyentuh pipinya. Miris bukan? Setelah 11 tahun, mereka baru bisa melakukan ini.

Selimut yang tersingkap hingga menampakkan seluruh dada dan perut Changmin membuat Yunho makin sedih. Tangannya yang lain terangkat untuk menangkup pipi Changmin. Sebenarnya agak tidak tega mengusik Changmin yang terlihat sangat menikmati belaian jari Yunho di pipinya.

Tangkupan tangan asing di kedua pipinya membuat Changmin mendongak. Mata bambinya yang perlahan terbuka dari keterpejamannya menatap linglung ke mata musang yang menatapnya dengan sorot lembut namun ada siratan kesedihan disana.

Apa itu sorot mengasihani? Sebegitu menyedihkannya kah tingkahnya barusan bagi pemilik mata di depannya ini?

Seolah sadar, Changmin mencoba melepaskan kedua telapak tangan Yunho dipipinya. Ia merasa marah dan kesal! Apa yang salah dengan otaknya? Hingga ia melakukan hal memalukan tadi!
Harga diri Changmin yang sangat tinggi walau statusnya telah menjadi seorang permaisuri dan istri seakan tergores. Egonya yang terus meninggi di kesepian dan kesendiriannya terluka.

Gerakan kuat Changmin dengan emosinya yang mulai tak stabil layaknya seorang anak remaja yang terjebak di tubuh dewasa membuat tangan itu akhirnya terlepas. Changmin tetaplah seorang lelaki yang pasti dapat melepaskan diri.
Selimut yang semakin tersingkap tak dipedulikannya.

Mata bambinya lebih tertuju pada mata musang didepannya.

"Jangan menatap saya seolah saya orang yang perlu dikasihani, rasa kasihan itu tidak akan mengubah apapun." Changmin mengalihkan pandangan ke samping, sorot terlukanya pasti nampak jelas. Dan itu membuat Changmin merasa lemah karena dapat menangis kapan saja.
Changmin tak akan menangis! Setidaknya tidak di depan lelaki yang pasti akan menatapnya mengejek jika ia melakukannya.

Setelah merasa dirinya mulai tenang, Changmin akhirnya kembali menoleh hingga bersitatap dengan Yunho. Senyum khas yang selalu ia berikan pada pejabat istana pun terhias manis diwajahnya.
"Jadi... Apa yang membuat Yang Mulia mengunjungi saya? Bukankah ini yang pertama kalinya... Suamiku?" nada sarkasme terdengar jelas di setiap alunan suaranya.
Tapi disisi lain, Changmin merasa geli dan ingin memukul kepalanya ke lantai saat itu juga. Harusnya Changmin jangan memanggilnya suamiku! Kenapa tidak Chagya saja?! Atau cintaku wahai belahan jiwaku? Pasti membuat lelaki menyebalkan ini semakin malu!

Mungkin tingkah khas anak-anak miliknya membuat Changmin lupa jika sosok didepannya itu adalah seorang raja yang jauh dari kata pantas untuk dijailinya.

Poor Yunho yang punya istri tidak jauh dari tingkah remaja kekanakan.

Love HoMin

Tepisan Changmin membuat Yunho tak mengerti dengan perubahan sikap istrinya yang begitu mendadak. Padahal sebelumnya dia terlihat begitu manis, lalu berubah galak.

"Jangan menatap saya seolah saya perlu dikasihani. Rasa kasihan itu tidak akan mengubah apapun."

Mirip anak kecil –pikir yunho.

Rasa kasihan? Yunho memang merasakannya. Dia memang mengasihani Changmin. 11 tahun sudah. Tanpa punya pilihan atas apa yang terjadi pada dirinya. Tapi kini rasa kasihan itu sedikit berbeda. Changmin pasti bosan dan kesepian luar biasa. Dan dirinya sebagai suami bukannya memberikan perlindungan, menjadi penghalau kesepiannya. Yunho justru menjauh. Membiarkan Changmin menghadapinya sendiri. Sebab dirinya tak siap pada awalnya dan tak tahu lagi apa yang bisa diperbuat. Menghadapi wanita dan lelaki jelas berbeda. Dan lelaki yang menjadi istri pria lain, bukankah itu sangat menyiksa? Dan Yunho hanya tidak tahu cara menghadapi remaja tanggung bertubuh dewasa seperti Changmin.

Canggung pasti jelas, tapi itu dulu... 11 tahun lalu. Nyatanya selain bentuk tubuh dan sikap Changmin yang berubah, tak ada yang berubah dalam hubungan mereka. Hanya status.

Padahal suatu saat nanti mereka harusnya memiliki anak. Yunho benar-benar menyukai anak kecil, dan ingin sekali memiliki anak sendiri. Tapi bisakah mereka memilikinya dengan hubungan yang seperti ini? Yunho hanya terlalu memikirkan Changmin saat bertindak.

Changmin hampir menangis—itu terlihat dari raut wajahnya. Dan Yunho hanya menunggu. Hingga kata-kata itu meluncur dari mulut manis itu.

"Jadi, Apa yang membuat Yang Mulia mengunjungi saya? Bukankah ini yang pertama kalinya... Suamiku?"

Aneh sekali mendengar kata 'suamiku' Dangan nada sarkas itu. Changmin sedang mengejeknya. Dia tahu itu dengan pasti. Dirinya memang pantas menerima sindiran itu. Tapi begitu pula dengan Changmin, bukan?

"Ada yang ingin kuberitahukan padamu, istriku" kata Yunho. Dia akan menjatuhkan bom, tapi rasanya dia akan melakukan hal yang benar, jadi Yunho sudah bersiap. Bahkan tubuh Changmin yang makin terekspos hanya sedikit sekali mengalihkan perhatiannya. "Aku ingin mengambil selir." kata Yunho. Bukannya menanyakan pendapat tentang beberapa wanita, dia hanya langsung mengatakan intinya. Tak ingin basa-basi. Changmin mungkin tak suka.

Mata bambi Changmin terbelalak kaget. Selain rasa syok karena Yunho berani membalas kata godaannya, lanjutan dari kalimat Yunho berikutnya membuat Changmin serasa akan mati saat itu juga!

Changmin merasa gila pada kenyataan hidupnya, di usianya yang sekarang memasuki 27 tahun, Yunho baru kali ini menemui dirinya secara pribadi! What the hell?
Dan lebih gilanya lagi, lelaki itu dengan seenaknya datang hanya untuk meminta izin yang membuat harga dirinya semakin koyak!

Harga diri Changmin tak bisa menerimanya! Bayang wajah ibunya ditiap malam sebelum ia dipinang membayangi kepalanya! Air mata yang terbuang percuma, rasa kesepian yang bertumpuk, dan keinginan bunuh diri saat melihat kelakuan lelaki itu dengan istri barunya... Changmin tak ingin merasakan itu! Ia tak ingin berakhir seperti ibunya! Walau Changmin tahu ia seorang lelaki dan pasti dapat lebih bertahan dari ibunya yang seorang wanita, tapi... Manusia mana yang mau menjalani kehidupan konyol dan tidak berguna?! Manusia mana yang mau menjalani hidup dengan kesepian dan air mata yang terbuang percuma?!

Mata Changmin penuh sorot tajam amarah saat bibir tipis penuhnya akhirnya terbuka menanggapi ajuan Yunho.

"Jadi kau ingin memiliki selir yang mulia?"
'Langkahi dulu mayatku pabo!'
Changmin ingin menghajar lelaki didepan matanya!

Changmin rasa, jika posisinya bukan istri, dan Yunho bukan seorang Raja. Ia tak akan segan menghajar lelaki itu hingga sekarat kalau perlu!

"Apa kau tidak puas padaku? Kau bahkan belum mencobanya." mata Changmin masih menyorot sama, tapi suaranya penuh lirihan sensual yang tidak pernah disadarinya dapat keluar dari mulutnya.

Changmin sadar, Yunho yang tidak pernah berinteraksi dengannya sebelum ini pasti akan kebingungan pada sifatnya yang sangat tidak tetap. Tapi Changmin memanglah pedang bermata dua yang siap menggores siapa saja, termasuk dirinya.

Tapi percayalah, di setiap perubahan tingkah Changmin yang sangat mendadak, ia sangat tahu apa yang ia lakukan. Ia tahu, seberapa dalam goresan yang ia buat di orang lain ataupun dirinya sendiri.

Yunho bisa menyadari ada kemarahan dalam sorot mata Changmin saat balik bertanya, tapi kenapa? Yunho tak mengerti. Apakah karena harga diri yang begitu tinggi?

Kata-kata Changmin itu meluncur bebas dengan nada yang sensual. Yunho nyaris terjungkal karenanya. Apa-apaan dengan perubahan sikap yang mendadak ini?

Degup jantung Yunho agak meningkat. Dirinya memang seorang raja yang sudah biasa menghadapi masalah kerajaan yang rumit. Dari korupsi hingga penyerangan kerajaan lain. Tapi masalah percintaan, masalah ranjang terutama menghadapi istri sendiri bukan hal yang biasa ia hadapi. Posisinya yang sebagai raja tak memungkinkannya untuk punya affair. Dia menjauhi gosip. Dan fokus pada keamanan dan kemakmuran rakyatnya. Bukannya dia tak tahu jika menteri-menteri berusaha menarik perhatiannya dengan menggunakan anak-anak gadis mereka, bahkan dayang istana pun tak luput.

Tapi Yunho tidak mau terjerat dalam skandal. Dia tahu apa fungsi wanita sebagai pengalih perhatian, agar dirinya lengah dan mungkin saja dimanfaatkan untuk mata-mata para koruptor kerajaan.

Lalu kenapa sekarang dia mau mengambil selir? Ada alasan yang tak bisa diungkapkannya.

Yunho berusaha tetap tenang diluar.

"Bukan begitu, istriku." Kata-katanya seolah tak terpengaruh oleh godaan Changmin barusan. "Kau hanya tidak mengerti." katanya lirih. Kali ini dibelainya puncak kepala Changmin. Tak mau kalau mendapat penolakan seperti tadi.

Mata Changmin semakin berkilat marah. Ia benci! Benci pada dirinya yang semakin ketakutan.

Ia mulai mengingat sewaktu dia kecil dan ayahnya baru memiliki istri baru. Awalnya semua masih normal, ayahnya masih mengunjungi ibunya. Namun lama-kelamaan semua berubah.
Ayahnya mulai melupakan dirinya dan ibunya. Setiap hari selalu menggandeng sang istri kedua dan mengenalkannya ke saudagar-saudagar jauh. Ia dan ibunya seolah eksitensi yang tidak dibutuhkan!

Semakin hari ibunya semakin kurus, selalu menangis jika ia tak disampingnya. Setiap melihat benda tajam selalu menatapnya lama seolah memikirkan banyak hal. Changmin tahu, ibunya selalu ingin mengakhiri hidup!

Ia juga ingat, malam sebelum pernikahannya sekaligus pengangkatannya sebagai seorang Permaisuri. Ibunya berkata.
"Ibu tahu, ini hal tabu untukmu dan banyak orang Minnie-ah. Tapi... Bisakah kau menjalaninya dengan baik? Dan mengabulkan permintaan terakhir ibu sebelum berpisah denganmu?"

Waktu itu Changmin hanya mengangguk karena terlalu kalut. Sebelum akhirnya ia berucap.
"Eomma seperti mau mati saja, aku bisa mengunjungimu setiap saat jadi jangan Apa permintaan eomma? Aku akan selalu mengabulkannya!" sebelumnya, ibunya tidak pernah meminta pada Changmin.

Ibunya hanya tersenyum, lalu mengusap rambutnya dan mencium sayang pelipisnya. "Jangan pernah bernasib seperti eomma mu ini dan jalani semuanya dengan baik."

Ucapan terakhir ibunya sebelum Changmin tahu peraturan istana yang sangat ketat melarangnya pergi dari kediamannya. Dan setahun setelahnya ibunya meninggal.

Sebenarnya Changmin bisa meminta izin ke Yunho untuk memperlonggar peraturannya, tapi apa yang bisa dilakukan Changmin jika Yunho sama sekali tak pernah menemuinya?

Usapan dikepalanya membuat Changmin tersadar dan kembali fokus pada mata musang didepannya.

Ia tak bisa mengerti!

Belum mendapat selir saja selama 11 tahun ini Yunho baru kali ini mengunjungi kediamannya, apalagi kalau sudah punya!? Ia pasti akan hanya jadi pajangan yang terlupakan.

Changmin tak mau itu! Nasib yang bahkan lebih buruk dari milik ibunya yang sempat mendapat kebahagiaan cinta!
Ia yakin, ibunya di atas sana pasti menangis darah melihat nasibnya dan Pengingkaran Changmin yang tak memenuhi permintaan beliau. Changmin selama ini bertahan untuk beliau, untuk pembuktian janjinya! Apa ia bisa tetap bertahan jika janji itu telah ingkar?

Usapan Yunho yang penuh kehati-hatian membuat Changmin sadar lelaki itu begitu takut penolakan. Perlahan tangannya terangkat, yang membuat tangan Yunho perlahan menjauh. Jika keadaannya tak sekalut ini, Changmin pasti akan terkekeh geli. Sebelum tangan lelaki didepannya semakin menjauh, Changmin segera menangkap pergelangan tangannya.

Lalu diarahkan kebibirnya, dituntunnya tangan itu mengusap belahan tipisnya itu. Changmin terus memejamkan mata, menyembunyikan sorotnya yang masih dipenuhi amarah. Changmin butuh beberapa saat untuk meredakannya, walau ekspresi wajahnya sama sekali jauh dari seorang yang dilanda amarah—sensual.

Beberapa saat setelah ia rasa amarahnya telah mereda, dan tangan Yunho telah berani menyentuh bibirnya tanpa tuntunannya. Changmin membuka matanya.

Ia telah memutuskan!

Bola mata bambinya menatap dalam mata Yunho. Bibirnya tersenyum penuh antagonis yang anehnya membuat wajahnya semakin menggoda dengan kesan liar dan penuh tuntutan penakhlukan.

Changmin memperbaiki posisi duduknya hingga ia sejajar dengan Yunho. Selimut melingkar erat dibawah pusarnya. Tangannya dengan penuh ajakan yang tersirat mengusap bahu tegap Yunho. Changmin tak menyangka, ajaran buku yang diajarkan kepadanya 11 tahun lalu sebelum menikah akan ia praktekan sekarang. Padahal Changmin dulu selalu merutuk tentang tak bergunanya hal itu, yang ternyata sangat berguna untuk saat ini.

"Yunho-yah..." Changmin tak percaya jika itu suaranya. "Aku ingin dipeluk..." nada itu penuh rajukan manja, Changmin tak percaya ia bisa melakukannya. Dan semakin tak percaya ia bisa mengatakan hal menggelikan itu.

Ah Changmin ternyata memang penuh modus. Ia hanya terlalu malu untuk mengajak Yunho mencoba dengannya terlebih dulu.

Love HoMin

"Yunho-yah... Aku ingin dipeluk..."
Dan Yunho tersadar. Dia menatap Changmin yang membalas tatapannya dengan penuh hasrat (?)—Yunho tak yakin 100%. Tapi kalau boleh jujur, ini sedikit banyak membuatnya takut. Takut kehilangan kendali. Dia sadar sudah menyentuh bibir itu dengan jemarinya, atas kemauannya sendiri, mengambil apa yang ditawarkan Changmin. Tapi bolehkah begini?
Tangan Changmin yang menyentuh bahunya serasa memancarkan radiasi panas. Yunho tahu itu bukan panas tubuh Changmin, melainkan hanya imajinasinya saja. Tetapi belum penah dia merasa seperti ini.

Dia tak ingin kehilangan kontrol. Yunho terbiasa mengorbankan dirinya untuk sesuatu yang lebih besar. Untuk negaranya, rakyatnya, ibunya. Dan kali ini dia mungkin akan melakukan hal yang sama untuk pemuda canggung 11 tahun lalu, tapi lebih untuk menebus rasa bersalahnya.
Yunho mengangkat tangan untuk menggenggam tangan Changmin yang ada di bahunya, mengusapnya lambat. Dia tak boleh memperlihatkan perasaan yang sesungguhnya. Selama bertahun-tahun dia belajar mempelihatkan ekspresi yang sama pada semua orang. Baik dan berkharisma. Sebuah topeng! dan dia tak mau topeng itu retak dihadapan Changmin.

"Changmin." panggilnya tenang. Di perhatikannya bibir istrinya, jemarinya masih disana.

Yunho mengulas senyum kecil. Lalu dengan cepat menarik Changmin ke dalam pelukannya. Changmin tak dapat melawan tarikan itu karena begitu tiba-tiba. Dia tak menyangka Yunho akan melakukan itu sehingga walau tenaga yang dipakai Yunho tidak besar, dia berakhir dipelukan suaminya.

Yunho memeluk Changmin erat, tapi tidak menyakitkan. Wajahnya terbenam di bahu yunho, membuat Changmin bisa menghirup dalam-dalam wangi suaminya itu. Nyaman dan membuatnya agak terlena, sebab ini bukan pelukan dari orang yang berhasrat padanya. Ini pelukan menenangkan, seolah Yunho sedang memeluk adiknya. Apakah Yunho tak peduli dengan fakta kalau dirinya tak memakai apapun selain selimut yang bahkan hanya menutupi anggota tubuhnya dari pusar ke bawah?

Tangan yang digenggam, bibir yang dielus lembut, membuat Changmin merasa nyaman. Yunho seolah menawarkan hal yang Changmin tak bisa mengerti.

Pelukan tak terduga dari suaminya itupun membuat dia semakin terpaku. Namun... Keterpakuannya sirna oleh Aroma tengkuk Yunho yang membuatnya terbuai.

Tangan kekar Yunho melingkari tubuhnya erat tapi tak penuh tuntutan. Membuat Changmin merasa terlindungi dan dapat menumpahkan semua bebannya lewat pelukan itu. Udara luar yang pasti sangat dingin dan berhembus lewat ventilasi jendela, serta tubuh atasnya yang telanjang tak tertutupi apapun, anehnya tak merasakan dingin sedikitpun karena pelukan itu.

Changmin seolah disadarkan Yunho, suami bukanlah berarti penuntut pelampiasan nafsu ke sang istri. Tapi suami adalah, yang dapat menjelma menjadi siapapun untuk istrinya.

Kecupan disisi kepalanya membuat Changmin semakin menyamankan posisi di pelukan itu. Kapan lagi coba ia bisa dipeluk senyaman ini? Ibunya sudah tiada. Kehangatan itu begitu membekas di hati, 10 tahun yang ia habiskan untuk kembali merasakan pelukan seperti ini. Changmin jadi rindu ibunya.

Kapan ya... Ia menyusul ibunya?

Yunho mengecup sisi kepala Changmin. "Tidurlah.. Kau pasti lelah, kan?"

Changmin mengangguk. Ia memang lelah. Lelah menjadi istri Yunho. Lelah selalu ditinggalkan. Lelah pada ketakutannya. Lelah merasa kesepian. Lelah... Akan kehidupannya.

Tanpa terasa, setetes air mata jatuh dari mata bambinya. Turun ke pipi dan menetes ke tengkuk Yunho yang sedari tadi dihirupnya dalam. Changmin benci merasa melankolis, ia lelaki yang memang seharusnya selalu kuat. Tapi Yunho berhasil menggoyahkannya, mendorongnya pada jurang janji masa lalu. Membuat ingat akan ibunya, ingat hidup kelamnya, dan ingat jika selama ini ia kesepian. Yunho telah berhasil membangkitkan ketakutannya.

"Saya seorang lelaki, harusnya tahu kenapa Yang Mulia mengambil istri yang pasti seorang gadis. Jika memang itu yang terbaik, silahkan saja. Saya yang tidak pernah menjalankan peran seperti selayaknya istri dan permaisuri dalam arti lebih ke privasi... Jelas tidak punya hak apapun untuk melarang."

Changmin memejamkan mata, ia kehilangan moodnya untuk menggoda Yunho dan mengajaknya melakukan hal yang harusnya dari dulu dilakukan mereka.

Semuanya terasa percuma, Yunho bahkan sama sekali tak bereaksi pada tubuh telanjangnya yang sebagian terekspos. Suara mendayunya yang sangat dirutuk Changmin sendiripun, tak berefek banyak. Sentuhan Yunho tadi... Pasti hanya bentuk simpati semata.

Changmin tersenyum miring, mengejek dirinya sendiri. 'Menyedihkan sekali kau Shim Changmin.' tangan Changmin perlahan melemas, dan jatuh ke sisi tubuhnya. Tinggal menunggu Yunho melepaskan pelukannya, dan Changmin akan segera meluncur ke ranjang. Biarkan saja, Changmin merasa tak peduli kalau dalam luncuran itu, ia tergelincir dan terkantuk benda keras. Biarkan saja, karena apa yang terjadi padanya... Memang tak ada yang peduli bukan?

Mata Changmin bersorot kosong. Pantaskah ia hidup jika janji yang selama ini membuatnya bertahan akan rusak karena ketidakmampuannya sebagai istri? Pantaskah dia hidup? Changmin sudah berusaha menjalankan semuanya sebaik-baiknya. Ia tetap bertahan di tempat sepi ini, melakukan tugasnya, menjaga kesopanan dan memberi kesan baik dimata para penghuni istana diluar kebiasaan buruknya menyelinap dimalam hari. Tapi kenapa ia tetap gagal menepati janjinya?

Love HoMin

Satu anggukan dan setetes air mata.

Juga pernyataan Changmin yang seolah mengakui betapa tak bergunanya hubungan mereka ini.

Mata Yunho membelalak sesaat. Kepalanya dipenuhi kata-kata Changmin barusan. Dia tidak pernah tahu pikiran istrinya, dan baru saja rahasia itu tersingkap sedikit.

'Benarkah?' pikir Yunho. Apakah itu benar-benar yang dipikirkan Changmin? 'Bolehkah aku berharap, Min-ah?'

Berat.

Yunho merasa Changmin jadi semakin berat. Tanpa kekuatan, dirinya melemas. Dan Yunho yakin begitu dia melepaskan pelukannya, Changmin akan ambruk. Perlu beberapa saat sebelum Yunho melonggarkan pelukannya sedikit, dan sesuai dugaan, tubuh Changmin bergeser akan jatuh. Dia tidak bisa membiarkan ini... Jadi dengan perlahan dituntunnya Changmin agar berbaring, kepala di atas bantal, dan selimut menutupi tubuhnya. Yunho merasakan angin dingin dari ventilasi, dan dia merasa tak bisa meninggalkan Changmin. Baru saja terlihat seberapa rapuh dan menderitanya istrinya itu.

Dibukanya selimut itu sedikit agar Yunho dapat berbaring di samping Changmin. Dirapikan selimut itu agar menutupi mereka berdua, dan dipeluknya Changmin erat.

.

Pelukan Yunho yang melonggar membuat Changmin menggigit pipi dalamnya. 'Tidak apa-apa,' kata itu terus terucap di angan Changmin.

Beberapa saat terlewati, tapi bukannya pelukan itu terlepas, Changmin justru merasakan tubuhnya dibaringkan lembut beserta tubuh Yunho yang ikut berbaring bersamanya. Memeluknya dengan erat penuh proteksi.

Kehangatan itu tak hilang. Kehangatan sama yang membuat bebannya terasa meringan. Kekalutannya kian menipis hingga tak menghantuinya. Changmin tanpa sadar tersenyum senang, memiringkan tubuhnya dan balas memeluk Yunho erat bagai memeluk guling empuk.

Tapi matanya yang masih terpejam segera terbelalak kaget saat sadar tubuhnya yang hampir seluruhnya telanjang hanya dibalut selimut yang didalamnya juga berisi tubuh Yunho. Punggungnya yang telanjang disentuh tangan Yunho yang memeluknya erat. Kaki panjangnya, mengait di sebelah kaki Yunho karena ulahnya sendiri. Barangnya! Sesuatu yang sangat berharga tertekan di paha Yunho. Ia malu! Telinganya pasti memerah!

Changmin dilanda kebingungan dan keresahan. Ini memalukan dan membuatnya tak tenang. Jika ia meminta Yunho bangun, pasti suaminya itu akan salah paham dan meninggalkannya.
Jika ia bergeser menjauh, tangan Yunho yang ada di punggungnya pasti akan bergeser ke pinggul dan menyantuh gumpalan kain baju dipinggulnya yang belum sempat dilepaskannya. Jika ia melepaskan kaitan kakinya, celana yang masih berada di pergelangan kakinya pasti bisa dirasakan telapak kaki Yunho!

Semuanya serba salah! Dan dapat membuatnya ketahuan jika ia anak nakal yang suka kabur!

Changmin sedikit mendongak, lengan Yunho yang menjadi bantalan lehernya cukup membantu Changmin untuk melihat jelas wajah Yunho. Wajah kekanakannya mulai masam dan bertampang melas. Changmin rasa harga dirinya sudah tak tertolong lagi jika barangnya terus tertekan dipaha itu. Apalagi jika paha itu bergerak. Kesampingkan perasaan lain! Changmin lebih mementingkan harga dirinya terlebih dahulu.

"Yang mu-mulia..." sangat lirih, tak mungkin terdengar.

Karena terlalu malu dan serba salah, air mata mulai luruh dari mata bambi Changmin.

"Yang mulia huhuhu Y-yunho-yah huhuhu hik!" air mata semakin banyak menuruni pipinya disertai cegukan. Harusnya Changmin tak menangis didepan Yunho, tapi Changmin begitu putus asa. Baru saja ia dimadu dan menjadi calon pajangan! Sekarang Yunho akan tahu ia anak nakal dan akan semakin mengabaikannya. Baru saja Yunho akan memeluknya sepanjang malam ini, tapi Changmin akan membuat lelaki itu berubah pikiran dan kecewa padanya yang benar-benar tak memiliki sifat seorang Permaisuri, yang harusnya mematuhi peraturan. Belum lagi hukuman istana yang akan menyiksanya. Changmin merasa traumanya kembali. Kejadian 4 bulan setelah pernikahan kembali memenuhi benaknya. Rasa sakit dikakinya seolah baru kemarin. Rasa sakit itu... Changmin tak ingin merasakannya lagi.

Changmin semakin dilanda kesedihan! Semakin menangis diselingi cegukan memalukan.

Yunho baru memejamkan mata, tetapi lengannya jadi basah. Juga suara isakan itu.
Dia membuka mata dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Changmin yang terlihat menyedihkan, memelas, dengan mata berurai air mata.

"Chang.. Changmin-ah.. Kenapa? Ada apa? Mana? Mana yang sakit?" tanya Yunho beruntun. Tangannya meraih ke air mata yang meleleh itu. Mengusapnya selembut mungkin dengan kedua ibu jarinya.

Padahal baru saja dia melihat Changmin tersenyum, lalu sekarang menangis tersedu-sedu. Yunho berusaha duduk didekat kepala ranjang, tak peduli apa yang tadi mengenai kakinya. Yang penting sekarang adalah lelaki yang lebih muda darinya ini. Air mata Changmin belum berhenti dan tangan Yunho terus mengusapnya. "Hei, hei... Mana yang sakit? Sakit sekali ya? Aku akan panggil tabib. Bertahan sebentar ya." Yunho merapikan selimut sebelum beranjak dari ranjang.

Tetapi sebelum Yunho beranjak, Changmin segera menahan lengannya dan dengan kasar -tanpa sadar- menariknya hingga Yunho kembali duduk dikasur.

Segera dihapusnya air matanya, dan balik menatap Yunho penuh peringatan. Entah bagaimana, ekspresi Changmin menunjukan seolah dirinya yang menangis tak pernah ada.

"Tidak perlu memanggil tabib Yang Mulia. Aku hanya butuh sedikit ke-pri-va-si-an." Changmin tahu, lelaki itu pasti bingung karena tingkahnya. Siapa sih yang tak bingung? Authornya saja bingung. "Tutup matamu, dan balikan sedikit tubuhmu. Jangan mengintip!" Changmin mengusap jemari tangannya di kedua mata musang Yunho hingga terpejam, lalu menggenggam bahu lelaki itu dan membalikannya 180 derajat hingga dirinya sekarang menghadap punggung Yunho.

"Setidaknya biarkan aku memakai celana dulu." dengan kecepatan kilat, Changmin segera memakai celananya. Namun tatapan lama segera jatuh ke bulatan kain yang melingkari pinggulnya.

Pakai baju tidak ya?

Otak dan Hati jadi kontroversi deh. Namun Changmin segera memutuskan, ia melepaskan bulatan itu dan menyembunyikannya dibawah kasur.

Jaegori tersebut terlalu mencurigakan jika dipakainya tidur, Yunho akan curiga jika ia memakainya. Dan curiga adalah awal ketahuan. Changmin tak ingin mengambil resiko. Ia tak ingin merasakan cambuk itu, tak ingin merasakan kembali perasaan terbuang tanpa kepedulian. Setelah malam ini, tak menjamin Yunho akan kembali lagikan? Tak menjamin ia dapat meminta perlindungan bukan? tak menjamin Yunho memberinya perhatian lagi... jika ia kembali terluka, Changmin akan kembali membiarkan luka itu menganga seperti 11 tahun yang lalu, membiarkan waktu dan kekebalan tubuhnya yang menutupnya. Jika ia mati karena tubuhnya tak sanggup bertahan, maka... biarkan saja.

Changmin tak pernah mengijinkan dayang istana menyentuh tubuhnya. Cukup Dayang istana hanya menyiapkan makanan dan menata penampilannya! Bukan merawat dan memberinya perlindungan!

Setelah semua dirasanya beres, ia segera menyibak selimutnya. Dan menggigit kecil bibir bawah bagian dalamnya sebelum berkata-

"Selesai... Mianhae, apa masih ingin menemani?" pertanyaan penuh keraguan itu disertai colekan kecil di pinggang. Changmin baru sadar, Yunho sama sekali tak bersuara menanggapinya sedari tadi. Posisi Yunho yang membelakanginya pun membuat Changmin tak bisa melihat ekspresi lelaki itu. Akhirnya jadi dag dig dug sendiri deh si bambi menunggu eksekusi keputusan Yunho.

.

'Air mata' , 'privasi' , 'tak perlu tabib' , 'celana' –di kepala Yunho saat ini kata-kata semacam ini berenang-renang dengan bebas. Matanya terpejam, tapi sudut bibirnya sedikit tertarik, menahan senyum karena geli.

'Jangan-jangan yang tersenggol kakiku tadi adalah barang berharganya' . Kalau bukan karena ada Changmin, dia pasti sudah tertawa lepas. Colekan kecil mengenai pinggangnya. Ini berarti dia sudah boleh membuka mata, kan? Setenang mungkin, Yunho menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan perlahan, jangan sampai Changmin tahu kalau dia hampir menertawakannya.

Yunho menengok dan membalik badannya perlahan. "Sudah?" Changmin mengangguk kecil tapi matanya masih menunggu jawaban Yunho.

'Menemani, ya?' -pikir Yunho. Akhirnya sang raja pun beranjak dari ranjang, berdiri, melepaskan ikatan rambutnya dan melepaskan jubah kebesarannya hingga sama-sama bertelanjang dada, sebelum menarik tangan Changmin untuk berbaring bersamanya, menarik selimut dan memeluk Changmin erat. "Cepat tidur! Besok jika ada waktu, kita akan pergi ke suatu tempat!"

Pelukan Yunho dengan tubuh yang setengah telanjang seperti dirinya membuat Changmin cengo. Ia tak menyangka hal ini benar-benar terjadi. Bahkan nipple Yunho ada didepan wajahnya, ini memalukan sekali.

Apa telinganya memerah ya?

Mencoba tak peduli, dengan kaku Changmin membalas pelukan erat itu. Tubuh Yunho yang empuk dan hangat membuat Changmin merasa nyaman, gendut sih... Tapi justru membuat Changmin semakin betah. Detak jantung lelaki itu yang teratur menjadi lullaby ditelinganya. Menenangkan dan membuat beban Changmin terasa terangkat.

Apa ini sungguhan? Yunho untuk pertama kalinya mengajaknya jalan bersama? Apa ini kencan seperti yang dirumpikan para dayang-dayang istana yang tanpa sengaja ia dengar? Apa ini yang dimaksud romantis oleh mereka? Apa... ini kesempatan Changmin membatalkan niat Yunho mengambil selir?

Changmin mengangguk senang, ia memeluk Yunho lebih erat seolah ingin meremukkan lelaki itu, yang sepertinya tak berefek sama sekali. Janjinya... masih bisa diselamatkan! Masih ada alasan Changmin ada disini, hidup disini, dan usaha membuat ibunya tak bersedih disana.

"Jika ini mimpi, ini sangat menyenangkan." lirihan itu disertai kecupan kecil ke nipple coklat didepannya. Tanpa peduli pada tubuh dipelukannya yang tersentak, Changmin memejamkan mata. Tertidur dengan pulasnya. Namun seringai miring bertengger manis diwajahnya.

Ah! Ternyata evil Changmin tetap kumat disaat seperti ini.

Malam itu, menjadi malam dimana tidur Changmin terasa paling nyenyak setelah 11 tahun berlalu. Dia bahkan bermimpi indah setelah 10 tahun terus bermimpi buruk karena kehilangan ibunya. Kehangatan pelukan Yunho sangat berefek bagi dirinya.

Mungkin Yunho tak akan pernah menyadari, dan Changmin tak akan pernah mengakuinya secara langsung. Jika semenjak pernikahan mereka, dibalik keangkuhan dan egoisme Changmin... ia telah menyerahkan seluruh pengabdiannya pada Yunho, sosok suami yang telah mengikat janji bersamanya. Pengabdian yang menyangkut jiwa dan raganya.

Changmin adalah sosok yang setia, dan Yunho adalah orang yang beruntung memilikinya.

To be Continued

Halo~ wiye balik bawa ff colab dengan author mel~
kami gak tahu ini bagus atau enggak, simple aja sih kalau emang jelek tinggal hapus aja~
kalo emang ff ini lanjut, dan tanggapannya bagus... 3 hari mendatang wiye akan post chap duanya~ :D