First Time
Author Note:
Annyeonghaseyo chingudeul ^^
Salam kenal semuanyaa :D setelah sekian lama saya menjadi seorang HunKai shipper, akhirnya saya memberanikan diri untuk menjai author.
Saya Author baru, jadi mohon maaf bila ff-nya masih banyak kekurangan.
Dan untuk yang sudah review Mwo? Sama Can I try? Terima kasih banyak! Review kalian jadi bikin saya semangat nulis. Kalian Jjang (y)
Buat yang penasaran sama L dan X di Can I try? Itu singkatan nama Luhan dan Xiumin :3 hahaha. Dan Can I try? tidak aka nada sequelnya.
Yah, sequel Mwo? Sendiri masih dalam tahap penggarapan. :D *syukur-syukur kalau ada yang nunggu*
Akhir kata, terima kasih dan mohon maaf
.
.
The Story Begin…
.
.
"Annyeonghaseyo, Namaku Oh Sehun. Mohon bantuannya." Oh, aku sangat membenci saat-saat seperti ini. Memperkenalkan diri di depan kelas, karena lagi-lagi aku harus pindah sekolah. Bukannya aku anak seorang diplomat yang setiap saat pindah sekolah karena mengikuti orang tua. Juga bukan karena aku terlalu nakal hingga di drop out dari sekolah. Tapi pindah sekolah harus dengan teratur aku lakukan agar tak merasa bosan.
Yah, sekolah itu membosankan asal kalian tahu. Datang ke sekolah, belajar, istirahat, dan pulang. Jelaskan padaku, dimana letak daya tariknya? Tidak ada. Maka dari itu aku memutuskan untuk pindah sekolah setiap pergantian semester. Saat ini aku sudah memasuki semester ke lima ku di SMA. Yang artinya tak lama lagi aku akan benar-benar terlepas dari urusan sekolah ini.
"Sehun, kau bisa duduk di bangku kosong di sebelah Jongin. Kim Jongin, angkat tanganmu." Perintah Lee Saem. Seorang namja dengan rambut hitam kelam mengangkat tangan. Bangku paling akhir. Maka akupun berjalan mendekatinya. Dapat ku rasakan berpasang-pasang mata memandang menusuk padaku. Ah, ini sambutan yang terlalu biasa.
Segera setelah aku mendudukkan diriku dengan nyaman di bangku yang barangkali akan ku duduki selama enam bulan ke depan, aku baru menyadari, si Kim Kim ini satu-satunya siswa yang tak memperhatikanku.
"Baik, kita lanjutkan materi minggu lalu…" Lee Saem membuka pelajaran hari itu. Siswa-siswa lain sudah sibuk membuka buku mereka, sementara aku memandang si Kim di sebelahku dengan mata tak berdaya. Dia satu-satunya harapanku untuk meminjamiku buku, karena aku belum memiliki buku apapun. Terlalu malas untuk membelinya.
"Hei, Kim." Panggilku dengan terpaksa. Si Kim—entah siapapun itu—menolehkan sedikit kepalanya. Aku sedikit tersentak juga melihat wajahnya, bukan—bukan karena dia terlalu manis atau apa. Tapi matanya…dimana ada seorang laki-laki yang memiliki mata selembut itu? Matanya—yang sekilas terlihat seperti bayi yang masih mengantuk—memandangku lembut. Membuatku agak sedikit kesusahan melanjutkan kata-kata yang belum selesai ku ucapkan. "Ano…bisa berbagi buku? Aku belum memiliki…." Belum selesai kata-kataku keluar, si Kim—entah siapapun itu—menggeser bukunya. Menempatkannya di tengah-tengah bangku, hingga aku dan dia bisa melihatnya dengan jelas.
Jujur saja, tindakannya membuatku sedikit tersedak ludahku sendiri. Untuk pertama kalinya—sepanjang tujuh belas tahun hidupku—ada orang yang bahkan tak menginginkanku menyelesaikan kalimatku.
Selesai melakukan tugasnya, si Kim—aish, siapa sih nama belakangnya?—mengalihkan pandangannya ke depan, memperhatikan Lee Saem yang saat ini sibuk mengoceh. Sementara itu aku malah terjebak memandangi wajah laki-laki di sebelahku. Kulitnya tidak seperti orang Korea pada umumnya, sedikit coklat. Bibir tebalnya-yang aku curigai memakai lipbalm—tak bergerak sedikitpun. Dia terlihat seperti—si badboy yang manis?
"Jangan mengamatiku. Bukankah kau kesini untuk belajar?" ujarnya tiba-tiba. Aku—yang tak menyangka dia menyadari aku memperhatikannya—segera mengalihkan pandanganku ke depan. Suaranya…apakah dia benar-benar seorang namja?! Suaranya memang berat, tapi tidak pecah sama sekali. Oh ya Tuhan, ini baru hari pertama dan aku sudah dibuat pusing.
.
.
.
Ini sudah hari ketiga ku di sekolah. Aku mendapat beberapa teman. Seperti Park Chanyeol—yang cukup idiot untuk berteman dengan aku yang idiot ini. Ada juga Luhan, Kris, dan Tao. Dan mereka semua adalah sekumpulan orang-orang absurd.
Saat kami sedang berkumpul di kantin, seseorang yang menjadi alasan sakit kepalaku saat pertama kali menatangi sekolah ini, secara kebetulan masuk ke kantin. Ah, tidak kebetulan juga. Sekarang kan memang jam istirahat.
Aku menatapnya, dia tampak sangat pendiam bahkan ketika dia memegang nampan makanannya itu. Dan dia…seorang diri. Kenapa dia selalu sendirian?
"Kau…menatap Kim Jongin?" tanya Luhan, saat menyadari aku tak berkedip memandangi namja manis itu.
"Jadi nama belakangnya Jongin? akhirnya aku mengetahuinya." Timpalku, walaupun mata ini masih awas menatap Kim Jongin.
"Kau baru tahu? Astaga Oh Sehun, dia duduk tepat di sampingmu. Kau bahkan bisa kapan saja melihat name tag-nya." Kali ini si cerewet Tao mengomentariku. Sedangkan aku masih memperhatikan Jongin yang saat ini sudah memilih bangku di pojok. Tampak terasing.
"Aku bahkan tak berani menatap wajahnya. Dia terlalu…kaku." Balasku, akhirnya melepas pandanganku darinya dan memberibgkan kepalaku di meja.
"Hei bung…kau menyukai Jongin?" Chanyeol bertanya tanpa basa basi. Aku tak begitu terkejut mendapati pertanyaannya, karena setiap orang yang melihatku pasti akan berpikir sama. Sedangkan aku sendiri tidak tahu alasan kenapa namja manis itu menyita sebagian besar perhatianku. Barangkali karena ia terlalu kaku? Terlalu misterius? Terlalu tak pernah tersenyum? Entahlah.
"Tidak heran kau menyukainya. Aku bahkan pernah tergila-gila padanya, namun karena tak pernah mendapat renspon, aku menyerah. Dan akhirnya hanya menjadi secret admirer-nya saja." Kris mengakui. Membuat Sehun memandangnya tak percaya. Seorang Kris Wu—yang walaupun absurd, tapi tetap saja dia minta ampun cool-nya—menyukai Kim Jongin hingga tergila-gila? Oke, ini berita buruk. Sainganku terlalu kuat.
"Tidak hanya kau bung, bahkan seandainya aku tidak memiliki Baekki, aku akan tetap menyukai namja sialan itu." kekeh Chanyeol. Aku? Oke, sainganku bertambah banyak. Ternyata Chanyeol juga menyukai Jongin!
"Satu-satunya hal yang menghalangiku memperjuangkan si manis Jongin hanyalah Xiumin-ku. Bahkan sampai sekarang aku masih men-stalk SNS-nya." Luhan mengatakan itu sambil menyenderkan bahunya di sandaran kuri kantin. Aku sudah tak dapat tertolong. Rupanya terlalu banyak orang yang menyukai Jongin.
"Aku…"
"Kau juga menyukainya?" potongku langsung begitu Tao mulai membuka suara.
"Yah, aku menyukainya. Tapi aku tak cukup mencintainya untuk dapat meruntuhkan dinding kakunya tersebut. Sekarang aku sudah menyerah." Kata Tao. Aku sudah mengerang frusatsi saat Tao emngucapkan itu. Bagaimanapun juga, bahkan si Tao yang tampaknya sama sekali tak memikirkan tentang menjalin hubungan, juga pernah menyukai Jongin.
"Tidakkah kau lihat betapa laki-laki dan wanita disini memandang lapar padanya?" Luhan menimpali, yang membuatku segera memandang seluruh penghuni kantin itu. Dan memang, tampaknya ada terlalu banyak orang yang harus aku kalahkan.
"Dia mengambil tindakan yang salah. Menjadi acuh tak acuh seperti itu, justru semakin membuat orang semakin penasaran padanya." Chanyeol kini juga menatap Jongin yang masih sibuk menghabiskan nasi yang ada di nampannya.
Saat kami semua sibuk memperhatikannya, tiba-tiba saja Jongin bangkit berdiri dan berjalan ke arah kami. Dia berhenti di hadapanku, menatap mataku dengan mata lembutnya itu. Oh ya Tuhan, aku mulai sesak nafas. Dia terlalu manis.
"Sehun, aku menyukaimu." Ucap Jongin tiba-tiba. Membuat beberapa orang di ruangan itu tersedak makanan mereka.
.
.
.
TBC
