Dua cangkir coklat panas yang baru saja disihir dari ketiadaan oleh seorang pemuda berambut pirang platina terlihat begitu menggoda dibalik musim dingin yang berkepanjangan ini. Di seberangnya, duduk seorang pemuda sepantaran denganya, berambut hitam yang selalu acak-acakan, berkacamata, dan memiliki bekas luka khas di dahinya. ya dialah Harry Potter yang melegenda itu.
"jadi kau serius akan menikahinya brother?" tanya pemuda berambut pirang itu sambil menyesap coklat panas di tanganya.
"ya, Draco , minggu ini aku akan melamarnya" pemuda di sebrangnya itu menjawab sambil memutar-mutar sendok di dalam cangkirnya.
Pemuda bernama Draco Malfoy itu pun hanya mampu menarik napas panjang.
Namaku, Draco Malfoy, tampan, kaya, berpengaruh, dan well berdarah murni. Keluargaku sangat mengagungkan kemurnian darah seorang penyihir, namun sekarang tidak lagi sejak kematian ~you know- maksudku lord- ah voldemort, ataukah harus kupanggil dia tom riddle jr. Keluarga kami sekarang, walaupun tidak dapat dikatakan bersahabat dengan kaum yang muggle dan darah campuran, tetapi paling tidak sekarang keluarga kami sudah tidak memperdulikan lagi status darah, salah satu buktinya adalah Harry Potter, sang terpilih, yang dahulu menjadi musuh utama kami, kini menjadi bagian dari keluarga kami. Ibuku, Narcissa Malfoy merasa sangat berhutang budi karena Harry Potter telah menyelamatkan hidupku pada saat di kamar kebutuhan, walaupun aku tahu ibuku juga telah menyelamatkan nyawa Harry dengan berbohong pada voldemort (dan kuanggap hutang nyawa kami telah lunas) tapi entah mengapa ibuku tetap ngotot menjadikan Harry anak angkat keluarga kami. Memang awalnya dad sedikit menolak, namun kalian tentu paham bahwa ibuku adalah ratu di rumah ini, segala kemauanya merupakan perintah.
"mengapa kau diam saja brother, bagaimana pendapatmu?" Harry menyadarkanku dari lamunan panjangku.
"ah aku eh bagaimana ya?menurutku Ginny cantik ,sangat cantik malah, baik dan mampu menjadi pasangan yang tepat bagimu bro, tetapi tolong kau pikirkan lagi sebelum mengambil keputusan itu" kataku gugup setengah mati untuk menutupi kekecewaanku.
"aku telah memacarinya setahun sebelum kami putus, lalu kami melanjutkan lagi hubungan selama enam tahun Draco , tidakkah kau pikir itu waktu yang cukup bagiku untuk mengambil keputusan?" Harry nampak begitu yakin mengatakan ini.
"aku tak dapat memeberimu saran lebih banyak harry, coba kau minta pendapat mom, lagipula aku harus pergi saat ini" aku berusaha mengakhiri pembicaraan ini.
Sebenarnya aku hanya berbohong pada harry, aku tak memiliki rencana kemanapun dan dengan siapapun hari ini. Aku hanya lelah, berusaha menghidar dan lari dari kenyataan bahwa wanita yang kucintai, dan diam-diam aku dambakan menjadi miliku justru akan menjadi adik iparku. Ya dialah Ginny Weasley, putri bungsu keluarga weasley.
Namun pada saat pertama kali aku sadar mencintai gadis weasley itu, aku terlalu pengecut untuk mengakuinya. Aku tak berani menghadapi komentar dari ibu dan ayah, komentar dari Crabe, Goyle, pansy, seluruh penghuni slytherin dan terutama si botak pesek Voldemort yang pada saat itu masih berkuasa. Aku pasti langsung di avada olehnya saat itu juga atau mungkin berakhir menjadi makanan penutup bagi nagini.
~flashback~
"dia lumayan menarik juga bukan" ucapku sambil terus memandang lurus ke arah danau tempat beberapa orang gadis kelas 4 dan 5 sedang berkumpul.
"siapa maksudmu mate? Oh tentu saja aku mengerti maksudmu Cathrina kan?" Crabe menjawab sekenanya.
"kemarin dia menitipkan salam untukmu Drake" Goyle menimpali.
"hah siapa itu Cathrina aku tak tahu dia, maksudku itu si...si... siapa nama adik Daphne itu, anak kelas 4 kan? aku lupa" jawabku malas.
"hah?kau naksir Astoria Drake? Kabar bagus karena sepertinya ia pun tertarik kepadamu" Crabe berbicara sambil terus mengunyah tanpa henti dan itu membuatku jijik.
"telan dulu makananmu, itu menjijikan" teriaku.
"kau tahu mate untuk sesaat aku sempat berpikir bahwa gadis yang kau sebut menarik itu si gadis weaselbee itu" Goyle berbicara sambil terus memilin tongkat ke rambutnya.
"what the? Kau tahu bahkan jika Ginny adalah gadis terakhir di muka bumi aku pun pasti berpikir dua ribu kali untuk mengencani si darah pengkhianat itu". jawabku sambil mengepalkan tangan ke muka Goyle.
"apa Drake kau memanggil darah pengkhianat itu ginny? Wow wow". Gumam Goyle dan Crabe bersamaan.
Andai dua sahabatku itu dapat mengerti kegugupanku dan wajahku yang sedikit memerah saat ini. Tapi mereka mana peduli, yang aku yakini selama ini mereka hanya peduli (bahkan mungkin sebenarnya takut) padaku karena nama belakangku ini, malfoy.
"tutup mulutmu idiot" aku mengangkat kerah baju Goyle dan mengeram.
"santai Drake aku hanya bercanda". Goyle nyengir lebar dan tanganya membentuk huruf v.
~flashback end~
Seorang wanita (dan aku tak peduli siapa) tiba-tiba saja duduk di sebelahku, dan aku merasa sejak ia duduk ia terus saja memandangiku. Tapi persetan, saat ini aku tak peduli pada apapun dan siapapun.
"melamun lagi calon kakak ipar?". Tanya sebuah suara di sebelahku.
Aku merasa tersetrum mendengar suara itu, seolah-olah suaranya bagaikan oase yang mampu menghilangkan dahagaku akan kerinduan terhadap pemilik suara tersebut, dengan refleks aku berbalik dan mendapati dia, wanita yang kucintai duduk di sampingku.
"memikirkanmu lady, tentu saja" dan tiba-tiba saja senyum cerah tercetak di bibirku yang kaku ini.
Dia tersenyum lagi dan itu membuatku gila, andai saja senyum yang dia lukis di bibirnya itu adalah senyum penuh cinta dan tatapan memuja yang selalu ia berikan pada adiku, andai saja.
"aku tersanjung sir". Jawab Ginny sambil mencium pipi kananku.
"Aku bukan menginginkan ciuman di pipi tanda sayangmu pada seorang kakak Ginny Weasley. Aku menginginkan lebih! Aku menginginkan ciuman penuh nafsumu seperti yang kauberikan pada Harry setiap saat, aku ingin". Rutuku dalam hati, tentu saja hanya dalam hati.
"kau dapat mempercayaiku Drake" tiba-tiba saja ia menggenggam tanganku.
"aku oke ginny, eh mengapa kau berada di sini? Kenapa tak kau temui adiku? Aku tak mau dikutuk olehnya, karena pacarnya malah asyik menemani calon kakak iparnya disini" kataku lemah perlahan menarik tanganku dari tangnya dan lengkap dengan senyum yang dipaksakan.
~flashback~
"apa-apaan ini? Turunkan kakaku sekarang juga" gadis berambut merah itu berteriak-teriak di hadapanku dengan tongkat sihir tepat di hidungku.
"wohooo satu weasley lainya, apakah kau mau bergabung dengan kakakmu juga manis? Jawabku sambil tersenyum licik"
Detik itu tiba-tiba saja kepalaku terasa berputar dan darah mengalir dari hidungku dan juga mulutku.
"sialan kau weasley, lihat saja nanti". Dan semuanya gelap, aku pingsan.
~flashback end~
"memikirkan Astoria Draco ? Sudah lama aku tak melihatnya" suara itu lagi-lagi membuayarkan lamunanku.
"no". Jawabku singkat
Sebenarnya bodoh jika aku menyia-nyiakan astoria. Semua tahu bahwa dia adalah salah satu wanita paling dipuja di hogwarts. Dia cantik dengan tubuhnya yang menarik, dia cerdas walaupun bukan perpustakaan berjalaan seperti si granger itu, dan dia mencintaiku. Itu yang sangat aku sesali, sebab bila ia tak sungguh-sungguh mencintaiku, pasti mudah untuk meninggalkaya sejak dulu.
"kau ada masalah dengan astoria?".Ginny bertanya lagi.
"masalahku hanyalah perasaanku kepadamu ginny". jawabku lagi-lagi hanya dalam hati.
"sebaiknya kau temui harry-mu ginny, aku harus pergi". jawabku sambil berdiri dari bangku di taman itu.
"Draco , tunggu". Aku masih sempat mendengar Ginny memanggilku, tapi kali ini terpaksa tak kuhiraukan.
