BACKSTREET

Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi

Pair: AkaKuro, KiKuro, AkaFuri

Warning: Mengandung unsur BL/Yaoi, Typo, Eyd berantidakan dan ranjau bertebaran

Backstreet©Daisy Uchiha

Beta Reader© AuRi416

Don't Like Don't Read

Happy Reading ^_^

Summary:

Seorang Akashi tidak pernah salah dalam mengambil keputusan, namun kali ini dia melakukan kesalahan fatal. Terlalu terburu-buru, hingga membuatnya menghianati sang kekasih, karena telah menemukan sebuah cinta sejati. /"Tetsuyacchi, daisuki."/ "Sampai kapan kita akan menyembunyikan semua ini, Tetsuya!?"/AkaKuro as always/RnR?

Backstreet Chapter 1

Akashi Seijuurou.

Pewaris tunggal Akashi Corp. di masa depan yang pastinya sangat tampan. Sosok yang cerdas dan berwibawa membuatnya dikagumi oleh semua dosen di kampusnya. Wajah rupawan dan sepasang iris delima yang tajam namun meneduhkan, menjadikannya the most handsome men di kalangan mahasiswa Universitas Tokyo tempatnya menimba ilmu. Hal tersebut membuatnya sering mendapati coklat atau pun surat cinta diselipkan di lokernya, kiriman dari gadis-gadis yang bahkan tidak dia tahu nama dan wajahnya seperti apa. Baginya yang tidak mengenal kehangatan dalam keluarga, jatuh cinta dan pacaran hanya akan membuang-buang waktu berharga. Dia tidak percaya pada segala jenis cinta, apalagi cinta pada pandangan pertama.

Sepasang kaki melangkah dengan tenang, iris delima memandang fokus ke depan, mengabaikan bisikan bahkan lirikan gadis-gadis yang mengagumi. Akashi sama sekali tidak tertarik untuk berhenti, bahkan melirikkan matanya pun dia enggan. Karena sudah terbiasa dengan pandangan memuja atau pun pujian, yang selalu didengar tiap kali dia berjalan di koridor kampus.

Berbeda dengan Aomine Daiki, pemuda berbadan kekar dan berkulit coklat ini adalah pemuja sejati sosok wanita sexy dengan dada besar macam Mai-chan. Namun sayang, gadis-gadis cantik dan sexy di kampusnya hanya melirik Akashi Seijuuro seorang. Poor Daiki.

"Hai cantik, mau kencan denganku?" Aomine mengumbar senyum sambil mengedipkan sebelah mata pada seorang gadis cantik yang di lewatinya bersama Akashi.

Sedangkan gadis yang diajak bicara hanya tersenyum kikuk, lalu berusaha mengalihkan pandangan dari lelaki ganguro di depannya.

Akashi mengabaikan tingkah Aomine, memilih untuk melangkahkan kaki meninggalkan koridor yang bising, teriakan para gadis itu sungguh membuat telinganya pengang. Mibuchi Reo yang saat itu juga berjalan di sampingnya hanya bisa menggelengkan kepala, sudah terlalu biasa melihat ketidak-acuhan Akashi pada para gadis yang memujanya.

Lelaki flamboyan itu sebenarnya bingung dengan sikap sahabat merahnya. Akashi Seijuurou itu tampan dan kaya, tidak mungkin ada wanita yang bisa menolak pesonanya, bahkan banyak lelaki berorientasi belok yang melirik, namun entah mengapa lelaki beriris delima tersebut tidak memiliki ketertarikan untuk menjalin hubungan. Apakah karena trauma di masa lalu atau ada masalah lain, Mibuchi sendiri tidak pernah tahu. Dia bukannya tidak mau tahu, hanya saja Akashi tidak pernah menceritidakan kehidupan pribadinya, terlebih masalah cinta.

Akashi menghentikan langkah saat tiba di depan jajaran loker, memasukkan kunci dan memutarnya searah jarum jam untuk membuka pintu loker miliknya. Lelaki tampan itu menghembuskan napas panjang, merasa lelah saat lagi-lagi mendapat banyak tumpukan surat cinta dan beberapa kotak hadiah yang diyakini berisi coklat. Akashi mengambil semua kotak coklat untuk diberikan pada Mibuchi dan sudah tentu diterima dengan senang hati. Sedangkan suratnya, langsung dia buang ke tong sampah terdekat, jangankan untuk membalas, membaca pun dia enggan melakukannya.

"Surat cinta lagi, Akashi?" Ujar Aomine yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Akashi dan Mibuchi.

"Hm," Jawab Akashi tidak acuh.

"Kenapa tidak kau pilih salah satu dari mereka untuk jadi kekasihmu? Mungkin dengan begitu para gadis lain akan berhenti memujamu dan berpaling padaku," Kekeh Aomine, yang kembali mengulangi kalimat sama tiap kali sahabat merahnya menerima surat atau pun coklat.

"Betul, Sei-chan. Untuk masalah ini aku setuju dengan apa yang AhoMine ini katakan," Ujar Mibuchi sembari mengunyah coklat yang Akashi berikan.

"Siapa yang kau sebut Aho, banci sialan!" Aomine mendekati Mibuchi dan bersiap memukul kepalanya seperti biasa, namun sebelum Si Hitam melakukannya, Mibuchi sudah berlari dan bersembunyi di balik punggung Akashi.

"Sei-chan, tolong aku!" Ujar Mibuchi merengek manja.

Akashi merotasikan kedua iris matanya, bosan dengan pertengkaran absurd kedua sahabat. Lelaki tampan itu mengambil buku catatan dan menutup pintu loker sebelum kemudian menguncinya kembali.

"Hentikan tingkah kekanak-kanakan kalian," Ucap Akashi datar. Sukses membuat Aomine dan Mibuchi diam seketika. Memang tubuh Akashi tidak sekekar Aomine atau pun setinggi Mibuchi, namun dengan wibawa yang di miliki, sanggup membuat kedua sahabatnya patuh.

.

.

.

.

Namanya Kuroko Tetsuya.

Pemuda mungil dengan surai biru muda yang terlihat lembut bila disentuh, kulit seputih porselin, iris sewarna langit di musim panas dan juga paras yang manisnya melebihi kadar gula.

Tidak heran jika banyak orang yang ragu akan jenis kelaminnya, karena pemuda ini lebih pantas menggunakan rok dari pada celana, bahkan wanita tulen pun banyak yang iri dengan keindahan rupa yang dimilikinya. Paras yang manis membuat banyak siswa atau pun siswi jatuh cinta. Sebagai contoh ada Kise Ryouta dan Momoi Satsuki, kedua senpainya itu secara terang-terangan mengungkapkan ketertarikan pada si Malaikat biru muda.

Pemuda mungil yang lebih pantas di sebut malaikat biru ini tengah mengenyam pendidikan di SMA Seirin tingkat dua. Dia juga tergabung dalam klub basket reguler bersama teman sekelasnya Kagami Taiga.

Suasana kelas Kuroko riuh redam saat bel tanda jam pelajaran selesai berbunyi, banyak murid yang bersorak karena pada akhirnya mereka bisa merefresh otak yang sejak pagi sudah dipaksa untuk berpikir. Namun hal tersebut tidak membuat pemuda itu terganggu, dia terlalu sibuk melamun sambil memandangi awan yang berarak lewat jendela di samping mejanya. Semilir angin musim gugur menerbangkan helaian lembut rambut birunya, membuat semua teman sekelasnya takjub, bak melihat malaikat asli sedang melamun di penghujung musim gugur.

Namun, kedamaian yang di rasakan Kuroko Tetsuya tidak berlangsung lama, karena pemuda berisik bersurai kuning ─Kise Ryouta─ tiba-tiba sudah muncul di samping meja, langsung memeluk tubuhnya erat layaknya boneka beruang.

"L-lepas, Kise-kun," Pemuda manis itu berusaha melepaskan pelukan maut yang dihadiahkan oleh sahabat berisiknya.

"Iie, Tetsuyacchi enak buat di peluk-ssu," Ujar Kise tidak mau kalah.

"Lepas! Atau ku ignite pass kau, Kise-kun," Ancam Kuroko dengan wajah datar.

"Tetsuyacchi hidoi-ssu," Kise merengek dan menggesekkan pipinya ke pipi chubby Kuroko, rasanya tidak ingin melepaskan pemuda manis itu barang sedetik pun.

Kuroko Tetsuya menghembuskan nafas panjang, pasrah dengan apa yang Kise lakukan padanya, dia sudah lelah lahir batin untuk menjauhkan Kise dari dirinya.

"Tetsuyacchi, daisuki," Bisik Kise di telinga Kuroko. Pemuda energik itu tidak pernah bosan untuk mengatakan cinta pada sang pujaan hati, meski tidak pernah mendapat respon sedikit pun. Selama Kuroko masih mau dipeluk olehnya itu sudah lebih dari cukup. Kise akan menungu seberapa lama pun demi mendapatkan hati malaikat birunya.

Pemuda manis bersurai biru muda menegang mendengar bisikan seduktif yang Kise ucapkan, tengkuknya meremang saat merasakan hembusan napas Kise tepat di cuping telinganya. Namun dengan cepat dia kembali memasang wajah datar.

"Yamette kudasai, Kise-kun."

Kise tersenyum saat mendengar jawaban yang sama, tiap kali dia menyatakan perasaan. Lelaki pirang itu tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan hati Kuroko Tetsuya, sampai Kuroko sendiri yang memintanya untuk berhenti. Selama Kuroko masih diam, dia akan terus berjuang.

"Mau makan bersama di atap, Tetsuyacchi?" Ajak Kise Ryouta setelah duduk dengan tegak kembali, namun lengan kanan masih setia merangkul pundak Kuroko erat.

Kuroko menganggukkan kepala seraya mengambil kotak makan yang berisi sandwitch di dalam laci mejanya, sebelum keduanya bersama-sama meninggalkan kelas dan berjalan menuju atap sekolah. Sepanjang perjalan menuju atap, tidak sedetik pun Kise melepaskan rangkulan di pundak malaikat birunya. Meskipun Kuroko sudah berusaha melepasnya berulang kali, tetapi Kise kembali merangkulnya lagi dan lagi hingga Kuroko merasa lelah, dan akhirnya membiarkan Kise melakukan apa yang dia mau.

.

.

.

"A-ano...Akashi-kun," Gadis manis dengan wajah memerah menundukkan kepala, sedangkan kedua jarinya saling terkait, meremas gugup.

"Nani?" Akashi Seijuurou masih setia menunggu gadis di depannya untuk menyatakan cinta. Kenapa dia bisa tahu kalau gadis itu ingin menembaknya? Jawabannya mudah, karena lelaki bersurai merah ini sudah sering mendengarkan pengakuan cinta dari gadis yang bahkan tidak dia kenal namanya.

"Aku menyukai Akashi-kun!" Ucap gadis itu lantang. Wajahnya sudah sangat merah, keringat dingin mengalir menuruni pipi.

Lelaki bermarga Akashi itu menyandarkan punggung pada tembok di belakangnya, kedua lengan bersedekap di depan dada. Menyampaikan gesture seakan tidak tertarik dengan hal yang sedang mereka bicarakan.

"Maaf—"

Baru satu kata yang terucap, namun gadis itu seakan sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"—Aku tidak tertarik untuk menjalani hubungan yang hanya akan membuang waktuku saja," Ujar Akashi pada akhirnya.

Mata coklat gadis itu sudah berkaca-kaca sejak Akashi menyebutkan kata maaf tadi. Namun saat mendengar kalimat bernada final yang diucapkan pemuda di hadapannya beberapa detik lalu, iris gadis itu sontak mengalirkan liquid bening yang sudah sejak tadi berusaha ditahan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, gadis itu berlari meninggalkan Akashi seorang diri.

"Menolak gadis lagi, huh?!" Ujar Aomine tiba-tiba. Entah sejak kapan lelaki ganguro itu ada di belakang gedung kesenian tempat Akashi menerima pernyataan cinta. Akashi sendiri sebenarnya tidak perduli apakah Aomine mendengar semuanya atau hanya sebagian saja.

"Bukan urusanmu, Daiki," Jawab Akashi sambil beranjak meninggalkan Aomine tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya.

.

.

.

Kuroko Tetsuya mengernyitkan dahi begitu indera mengecapnya merasakan rasa selada pada sandwitch yang dia gigit. Pemuda manis itu lupa bahwa bekal yang dia bawa memang terdapat selada didalamnya.

"Kau tidak suka sayurnya, Tetsuyacchi?" Tanya Kise perhatian.

Kuroko beralih memandang pemuda berisik yang kini duduk di sebelahnya, kepalanya mengangguk membenarkan apa yang Kise ucapkan.

"Mau coba karageku-ssu?" Kise menyumpit karage yang ada di kotak bentonya dan menyuapkannya pada pemuda biru yang dia cintai.

Kuroko membuka mulutnya, menerima karage yang Kise suapkan padanya lalu mengunyahnya perlahan. Sahabat kuningnya ini memang sering sekali menyuapkan makanan yang dia bawa dan Kuroko dengan senang hati menerima, selama itu bukan sayur. Namun, Kuroko Tetsuya tidak pernah sadar bahwa apa yang dia lakukan membuat Kise semakin berharap padanya.

"Sepulang sekolah nanti mau kencan denganku-ssu?" Kise berkata tanpa mengalihkan perhatiannya pada bento yang sedang dia makan.

Kuroko mengehentikan kunyahannya dan memandang Kise, matanya mengedip lucu, seakan hal itu baru pertama kali Kise ucapkan padanya.

"Aku tidak bisa, Kise-kun," Datar Kuroko menjawab.

"Kenapa? Kenapa Tetsuyacchi tidak bisa-ssu?" Kise berseru lantang tanpa perduli apakah suaranya mengganggu orang sekitar mereka atau tidak. Membuat pemuda tampan itu dihadiahi jitakan di kepala oleh Kagami Taiga.

"Berisik, Kise!" Umpat Kagami yang sedari tadi hanya diam saja mendengar kedua sahabatnya mengobrol.

"Kagamicchi, hidoi-ssu," Rengek Kise. Sebelum kemudian mendekat pada Kuroko dan memeluknya erat-erat.

"Kuroko, apa kau tidak risih di tempeli oleh si Kuning berisik ini setiap hari?" Tanya Kagami setelah kembali tenang.

Kuroko menjawab sembari mencoba mengurai pelukan maut a la Kise Ryouta, "Sebenarnya aku tidak suka, Kagami-kun."

Kagami masih diam, pemuda tersebut tahu kalau Kuroko Tetsuya masih akan melanjutkan ucapannya.

"Kalau Kagami-kun mau, kau bisa membawanya pulang bersamamu," Kuroko berujar datar.

"Aku tidak mau-ssu! Aku maunya sama Tetsuyacchi, Kagamicchi tidak imut-ssu!" Teriak Kise heboh.

Perempatan imajiner tercetak di dahi Kagami Taiga saat mendengar ucakan Kise. Sedangkan Kuroko hanya merotasikan kedua matanya—bosan.

"Kenapa Tetsuyacchi tidak mau kencan denganku-ssu? Apa aku kurang tampan? Kurang kaya?" Cerocos Kise tanpa memberikan kesempatan pada Kuroko untuk menjawab.

"Aku sepulang sekolah ada latihan basket, Kise-kun," Jawab Kuroko tenang, sembari berusaha keras untuk melepaskan pelukan sahabat kuningnya.

Kise merenggangkan pelukannya dan memandang balik Kuroko, wajahnya memelas, "He... padahal aku mau mentraktir vanila milkshake sebanyak yang kau mau lho, Tetsuyacchi."

Mendengar minuman favoritnya disebut membuat Kuroko menghentikan gerakannya untuk melepas pelukan Kise dan memandang model itu antusias, wajahnya memang datar, tapi iris bundarnya berbinar cerah.

"Mungkin setelah pulang latihan aku bisa, Kise-kun," Jawab Kuroko tanpa menghilangkan binar antusias di kedua iris birunya.

Kuroko Tetsuya tidak tahu bahwa apa yang dia lakukan tanpa sadar, sudah berhasil membuat teman-teman di sekitarnya meronakan pipi mereka melihat keimutan pemuda itu.

Kise terkekeh saat berhasil membujuk pujaannya dengan minuman favorit. Pemuda tampan itu senang, akhirnya bisa mengajak malaikat birunya kencan, meski Si Biru muda sendiri entah menganggapnya kencan atau tidak. Kise tidak perduli, yang pasti sepulang latihan nanti Kuroko akan pergi berduaan saja dengannya.

Kagami Taiga hanya bengong saat mendengar jawaban tidak terduga sahabat biru mudanya, pemuda itu tidak menyangka hanya dengan sogokan vanilla milkshake sanggup membuat seorang Kuroko Tetsuya mengubah pendiriannya.

"Tetsuyacchi, daisuki!"

Kuroko merotasikan kedua irisnya—bosan, sudah terlalu terbiasa mendengar hal yang Kise ucapkan.

.

.

.

.

AkaMart.

Merupakan salah satu dari ratusan anak perusahaan Akashi Corp. yang bergerak di bidang penjualan makanan siap saji dan berbagai kebutuhan sehari-hari, seperti konbini 24jam pada umumnya. AkaMart cabang 47 yang terletak tidak jauh dari Universitas Tokyo ini menjadi tempat kerja part time seorang Akashi Seijuurou. Jika kalian berpikir Akashi bekerja di konbini ini karena kekayaan keluarganya telah habis, kalian harus membuang pikiran itu jauh-jauh. Karena percayalah, kekayaan keluarga Akashi bahkan sanggup untuk membeli semua tanah dan properti di Jepang. Meskipun suatu saat nanti Akashi Seijuurou akan mewarisi tahta Akashi Corp. dan memegang kendali semua sektor, Akashi Masaomi—sang ayah, ingin putra tunggalnya merasakan pengalaman merintis karir dari nol.

Karena alasan itulah saat ini seorang Akashi Seijuurou yang tampan dan jenius menjadi salah satu karyawan di AkaMart, dan diperlakukan sama dengan karyawan lainnya, meskipun dia merupakan pewaris tunggal keluarga Akashi. Bahkan, Akashi Seijuurou tidak tinggal di mansion mewah yang didiami ayahnya. Karena semenjak lulus SMA lelaki bersurai merah ini sudah tinggal di apartemen pribadinya meski dengan segala fasilitas yang sanggup membuat bibir setiap orang berdecak kagum.

Sepulang dari kampus, Akashi langsung menjalankan mobil sport merah kesayangannya menuju tempat kerja part time. Lelaki itu tidak ingin terlambat, meskipun tempatnya bekerja merupakan salah satu anak perusahaan ayahnya sendiri. Seorang Akashi harus sempurna, karena itulah dia tidak ingin terlambat dan membuat prestasinya di mata manager tempatnya bekerja menjadi buruk. Karena sedari Akashi kecil sudah didoktrin untuk menjadi sempurna dalam segala bidang.

Lelaki tampan itu melangkahkan kaki dengan tenang, dagu terangkat hingga menimbulkan kesan arogan sekaligus berwibawa secara bersamaan. Karena di mana pun dia berada, seorang Akashi tetap dituntut untuk selalu sempurna.

"Terimakasih atas kunjungan anda, silahkan datang kembali," Furihata Kouki membungkukkan badannya dan tersenyum ramah pada pelanggan yang baru saja meninggalkan meja kasir beberapa saat lalu.

Kedua irisnya membulat dan pipi tiba-tiba merona begitu melihat pujaan hatinya memasuki konbini. Mengumpulkan segala keberanian yang dia punya, Furihata mencoba menyapa Akashi.

"Konnichiwa, Akashi-kun," Sapa pemuda bersurai coklat itu ramah.

"Konnichiwa, Kouki," Balas Akashi datar.

Mendengar nama kecilnya disebut sang Pujaan hati membuat hati Furihata berbunga-bunga, meskipun dia tahu bahwa Akashi memang memanggil semua orang dengan nama depannya. Namun, tetap saja pemuda bersurai coklat itu tidak mampu bersikap biasa saja.

"Ano, Akashi-kun, bisakah kau menggantikanku di meja kasir?" Furihata memilin ujung seragam kerjanya, jujur saja dia merasa gugup. "Sebentar lagi akan ada barang datang, jadi aku harus—harus ..." Pemuda itu menggigit bibir bawahnya bingung, ternyata berbicara dengan orang yang kita cintai itu butuh perjuangan yang cukup berat.

"Baiklah," Akashi menjawab tanpa mendengarkan perkataan Furihata hingga tuntas. Lelaki tampan itu bergegas meninggalkan Furihata dan kembali berjalan menuju ruang staff untuk berganti seragam kerja.

"Terimakasih, Akashi-kun," Ujar Furihata. Meski dia tahu Akashi tidak akan mendengarnya.

.

.

.

Maji Burger merupakan restoran cepat saji yang tidak pernah sepi pengunjung, apalagi saat akhir pekan seperti sekarang ini. Lokasinya strategis dan tempatnya menyenangkan, membuat hampir semua anak muda senang menghabiskan waktu luangnya di sana, termasuk Kise Ryouta dan Kuroko Tetsuya. Kise sebenarnya tidak terlalu suka makanan cepat saji seperti burger, namun karena malaikat birunya sangat menyukai vanilla milkshake yang dijual di sana, mau tidak mau membuat Kise Ryouta memilih tempat tersebut untuk acara kencannya.

"Tetsuyacchi cari tempat duduk yang kosong saja, biar aku yang mengantri-ssu," Kise berucap riang. Kesediaan Kuroko untuk berkencan dengannya membuat mood Kise menjadi sangat bagus.

Kuroko menganggukan kepala—menurut saja, karena dia sendiri sudah terlalu lelah untuk mengantri. Pemuda manis itu berjalan pelan dan menyapukan iris biru mudanya menjelajahi seluruh ruangan. Tidak lama berselang akhirnya Kuroko berhasil menemukan tempat duduk di pojok ruangan. Tempatnya yang berada di ujung dan minim pencahayaan membuat meja tersebut sangat cocok digunakan oleh pasangan kekasih untuk berkencan. Namun sayangnya saat ini Kuroko tidak merasa sedang berkencan, hanya Kise yang menganggap mereka berdua tengah berkencan.

Kuroko mendudukan pantatnya di atas kursi, terdiam sambil menunggu Kise datang membawakan pesanan mereka. Iris biru lautnya memandang kosong ke jalanan lewat jendela kaca lebar di samping meja, sebenarnya tidak ada hal penting yang bisa dilihat. Pemuda itu hanya sedang bingung ingin melakukan apa, sebab tanpa iming-iming vanilla milkshake gratis, rasanya dia enggan harus duduk di Maji Burger saat suasana ramai begini, biasanya dia langsung pulang begitu selesai membeli cairan favoritnya itu. Hingga tanpa disadari, Kise sudah duduk di sampingnya.

"Sedang melihat apa, Tetsuyacchi?" Kise berbisik seduktif tepat di telinga Kuroko, hingga membuat pemuda manis bersurai biru muda itu berjengit kaget.

"K-kise-kun," Kuroko mengalihkan pandangan matanya pada sahabat berisiknya.

Wajah Kuroko memang datar, namun di telinga Kise Ryouta suaranya jelas terdengar bergetar. Entah mengapa hal itu membuat Kise berani untuk mencondongkan tubuhnya dan mengecup bibir Kuroko, perlahan namun cukup lama. Membuat seorang Kuroko Tetsuya sangat syok dan hanya bisa terdiam seperti patung menerima ciuman yang begitu tiba-tiba.

Kuroko berusaha memundurkan tubuh hingga punggung menyentuh tembok di belakangnya, iris biru muda membelalak lebar, dua tangan berusaha mendorong dada pemuda kuning di hadapannya. Namun Kise terus merangsek maju, menumpukan semua beban tubuhnya ke depan, membuat Kuroko tidak bisa melawan. Kise memang sering memeluk atau merangkul pundaknya dengan sangat erat, namun tidak pernah sekali pun pemuda energik itu menciumnya, apalagi di tempat umum seperti sekarang, untung saja meja yang mereka tempati berada di pojok, hingga tidak menjadikan mereka sebagai bahan tontonan umum.

Kise mengelap saliva yang ada di sudut bibirnya menggunakan ibu jari, lelaki itu merasa sangat senang akhirnya bisa mencium pujaan hatinya, menyebabkan sebuah seringai muncul menghiasi wajah. Ekspresi Kise Ryouta sangat berbeda dan tidak pernah Kuroko lihat sebelumnya, namun tidak lama kemudian lelaki itu kembali menjadi seperti Kise yang biasanya.

"Ini vanilla milkshakemu-ssu," Kise memberikan minuman manis itu pada Kuroko yang masih bergeming di tempatnya.

Kuroko merasakan pikirannya kacau, rasanya sangat aneh menerima ciuman seperti itu. Namun orang yang menciumnya adalah Kise Ryouta, sahabat dekat yang keberadaanya berarti. Banyak hal yang sudah mereka lalui bersama, Kise juga sudah sering membantunya. Iris biru muda memandang tepat pada sepasang iris keemasan, jelas ada sirat kebahagiaan di sana, "Ini tempat umum, Kise-kun." ujarnya tanpa sadar, setelah beberapa menit terdiam.

Kise tersenyum miring, "Jadi kalau di apartemen Tetsuyacchi, boleh-ssu?"

Kuroko membekap mulutnya dengan kedua telapak tangannya, menyesali apa yang baru saja dia ucapkan. Pemuda manis itu menggelengkan kepalanya panik.

"Karena kau sudah kucium, dan Tetsuyacchi sendiri tidak menolak, jadi Tetsuyacchi harus jadi pacarku-ssu," Kise berkata lirih yang hanya bisa di dengar oleh Kuroko seorang. Lelaki tampan itu tersenyum dan menjilat bibirnya sendiri seduktif.

Kuroko kembali membulatkan kedua irisnya, karena mendapatkan hal yang mengejutkan untuk kedua kalinya, lagi-lagi pikirannya kacau.

"T-tapi, Kise-kun—" Ucap Kuroko panik, pemuda itu terlalu syok untuk menolak apa yang dengan seenak jidatnya Kise putuskan.

"Kau tidak bisa menolakku lagi, Tetsuyacchi," Ujarnya singkat. Padat.

Kuroko kembali terdiam, saat untuk yang kedua kalinya Kise Ryouta mengklaim bibirnya, demi membungkam penolakan yang mungkin akan Kuroko katakan seperti sebelumnya.

Kise melepaskan tautan bibir mereka, kedua lengannya memeluk tubuh mungil malaikat birunya dengan erat dan hangat. Kembali di bisikkannya kalimat penuh cinta untuk kekasih barunya, "Tetsuyacchi, daisuki."

Kuroko hanya diam saat untuk kesekian kalinya dipeluk erat seperti sekarang ini, dia tidak bisa membalas atau pun melepaskan rengkuhan hangat Kise di tubuhnya. Pemuda manis itu membiarkan saja apa yang Kise lakukan padanya. Mulai saat ini mereka akan resmi menjadi sepasang kekasih tetapi sesungguhnya Kuroko sendiri masih bingung harus berbuat apa, karena Kise adalah sahabat yang berarti dan dia tidak ingin menyakitinya, mungkin seiring berjalannya waktu dia bisa menumbuhkan perasaan untuk membalas semua cinta yang sudah Kise berikan. Kuroko hanya bisa berdo'a semoga keputusannya saat ini tidak akan menyakiti dirinya sendiri maupun Kise pada nantinya.

.

.

.

.

Furihata Kouki sedang menghitung uang yang ada di laci kasir, saat Akashi Seijuurou tiba-tiba datang menghampiri dan membuatnya sangat kaget. Kedua pipinya memerah saat menyadari Akashi berdiri terlalu dekat. Furihata tidak sanggup, ini sangat buruk untuk kesehatan jantungnya, karena sedari tadi jantungnya sudah berdebar kencang seperti mau meledak.

"Kenapa dengan wajahmu?" Akashi berujar pendek. "Apa kau sedang demam?" Telapak tangannya yang hangat ditempelkan pada dahi Furihata untuk mengecek apakah pemuda itu sedang sakit. Karena sejak Akashi datang, wajah Furihata terus memerah.

Furihata Kouki panik dan buru-buru melangkah mundur sebelum telapak tangan Akashi berhasil menyentuh dahinya. Pemuda itu tidak bisa membayangkan akan semerah apa wajahnya nanti bila Akashi benar-benar menyentuhnya. Mendengar suara Akashi saja dia tidak sanggup, apalagi bila sampai bersentuhan.

Furihata meninggalkan pemuda yang menjadi pujaannya di meja kasir seorang diri, saat orang yang mensupply barang datang mencarinya. Untuk kali ini, pemuda bersurai coklat ini sangat berterimakasih pada orang tersebut, hingga dia bisa selamat dari penyakit jantung yang akan kambuh saat sudah berdekatan dengan pemuda tampan bernama Akashi Seijuurou.

Furihata membawa satu keranjang penuh macam-macam perlengkapan mandi yang akan dia susun di rak toko, namun entah karena dia sedang sial atau karena dewi fortuna sedang cuti, membuat pemuda itu jatuh dan menumpahkan semua barang yang dia bawa. Lebih sialnya lagi, kakinya terantuk lantai dan mengalirkan darah segar.

Akashi yang melihat Furihata terjatuh segera meninggalkan meja kasir dan berlari menuju teman sekaligus kouhainya itu.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Akashi begitu pemuda merah itu sampai di depan Furihata. "Bisa berdiri?" Tanyanya lagi.

Furihata menggangguk. Meski tidak yakin apakah dia benar-benar bisa berdiri atau tidak.

"Akh!" Furihata merintih saat mencoba menggerakan kakinya.

"Jangan terlalu memaksakan diri," Akashi berujar pelan, sebelum kemudian merangkulkan tangan kanannya pada pinggang Furihata sedangkan tangan kirinya memegang lengan kiri pemuda bersurai coklat.

"Satsuki, tolong jaga kasirnya selama aku mengobati Kouki," Teriak Akashi Seijuurou pada salah satu gadis pekerja part time bersurai gulali yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua. Lelaki beriris delima itu memapah Furihata dan membawanya ke ruangan khusus staff.

"Ha'i," Teriak Momoi Satsuki, kemudian bermonolog sendiri. "Akashi-kun memang gentle." Sebelum kemudian terdiam dan membawa telapak tangannya ke kedua pipinya sendiri, lalu menggelengkan kepalanya kencang sambil berbicara sendiri, "Mou. Akashi-kun memang gentle tapi Tetsu-kun tetap yang nomor satu di hatiku!"

Akashi Seijuurou menempelkan plester di luka Furihata, setelah membersihkan luka tersebut dengan cairan antiseptik dan menutupnya dengan kain kasa. Semua itu Akashi lakukan dengan telaten dan penuh kehati-hatian, karena biar bagaimana pun Furihata juga temannya di tempat kerja, dia tidak mau dicap Manajer sebagai patner kerja yang tega.

Lain Akashi lain pula Furihata, pemuda manis itu menggunakan kesempatan yang ada untuk memandang wajah tampan Akashi sepuas hati, karena kesempatan seperti sekarang ini jarang terjadi. Wajah tampan yang selalu menjadi bunga tidurnya kini ada di hadapannya dan mengobati lukanya dengan penuh perhatian. Sepertinya dewi Fortuna masih berpihak padanya.

Pemuda bersurai coklat ini tidak pernah menyesal sudah jatuh dan melukai kakinya kalau berakhir dengan di obati seperti sekarang ini. Mati sekarang pun dia rela. Memang terdengar berlebihan, tapi biarlah. Orang sedang jatuh cinta memang terkadang gila.

Tanpa mengalihkan sedikit pun pandangannya dari wajah tampan Akashi sejak pujaan hatinya merawat luka di kakinya. Seolah terhipnotis, pemuda manis ini ingin sekali mengatakan hal yang selama ini dia pendam dan rasakan seorang diri, karena tidak ada sedikit pun keberanian untuk mengungkapkannya.

Tapi setelah kejadian ini ternyata Akashi mau mengobatinya dengan lembut, menimbulkan keberanian yang entah datang dari mana. Ini mungkin akan menjadi kesempatan sekali dalam seumur hidup, oleh karenanya dia tidak ingin menyesal. Dihembuskan napasnya perlahan, dia tutup kedua netra coklatnya. Sebelum kemudian berbisik lirih, namun masih dapat Akashi dengar dengan jalas.

"Akashi-kun, aku menyukaimu," Seolah seluruh beban terangkat dari pundaknya begitu ia berhasil mengeluarkan suaranya dan mengungkapkan hal yang memang ingin dia ucapkan sejak pertama kali bertemu Akashi. Dadanya berdebar-debar saat menunggu jawaban apa yang kiranya akan Akashi berikan padanya.

Akashi yang tengah menempelkan plester menghentikkan gerakannya tiba-tiba dan mendongakkan kepalanya ke atas, memandang manik coklat yang kini tengah terpejam.

"Lalu kau ingin aku bagaimana, Kouki?" Akashi menundukkan kepalanya dan kembali meneruskan pekerjaan yang sempat ia hentikan.

Furihata membuka mata perlahan sesaat setelah mendengar respon yang diberikan tentang pernyataan cintanya. Dia tahu kalau akan begini jadinya, tapi dia tidak menyangka jika ternyata rasanya sesakit ini. Walau demikian Furihata tidak menyesal sudah jatuh cinta pada pemuda tampan di hadapannya. Memang Akashi tidak menolaknya secara gamblang, namun dari jawaban yang pemuda merah itu berikan, sudah cukup memberi Furihata tanda jika pemuda yang dia cintai tidak memiliki perasaan yang sama.

"Etto ... Ano ... aku ingin ... aku ingin Akashi-kun jadi kekasihku," Ujar Furihata pada akhirnya. Dia ingin Akashi menolaknya secara jelas, agar dia tidak lagi mengharapkan cinta pemuda penyuka warna merah itu.

Akashi masih berdiam diri, namun jemari kokohnya masih tetap menempelkan plester terakhir di luka yang sudah dia obati. Otaknya berpikir keras, memikirkan jawaban apa yang seharusnya diberikan. Sudah sejak lama dia sadar bila orientasinya tidak normal seperti kebanyakan pemuda di sekitarnya.

Oleh karenanya dia dengan mudah bisa menolak setiap gadis yang menyatakan cinta. Namun kali ini sedikit berbeda, karena untuk pertama kali dalam hidupnya ada seorang pemuda yang secara terang-terangan mengatakan suka, bukan lewat surat atau pun lewat lirikan semata. Dalam kebisuan yang terjadi, ucapan Aomine dan Mibuchi terngiang di kepalanya seperti film yang di putar berulang kali, siapa tahu jika memiliki seorang kekasih hidupnya bisa menjadi lebih berwarna? Maka, dengan berbekal rasa penasaran dan ingin mencoba, pemuda maniak warna merah ini mengucapkan satu kata yang sanggup membuat hati seorang Furihata Kouki makin bergetar tidak terkendali.

"Baiklah," Akashi mengucapkannya dengan datar dan terkesan biasa saja.

"Eh?" Furihata yang mendapat jawaban tidak terduga hanya mampu mematung dan meronakan kedua pipinya.

"Kenapa 'Eh' yang kau ucapkan? Bukannya kau yang mengajaku pacaran?" Akashi berujar sebelum kemudian berdiri dan memandang Furihata.

"Jadi Seijuurou-kun menerimaku?" Binar bahagia jelas terlihat di kedua mata coklatnya. "Eh, boleh 'kan aku memanggilmu begitu?" Ucap Furihata malu-malu.

Akashi mengangkan telapak tangannya dan mengusapnya di surai coklat Furihata, sebelum kemudian tersenyum tipis, "Lakukan sesukamu."

Akashi meninggalkan Furihata di ruang khusus staff seorang diri untuk bersiap memulai bekerja kembali, dan pemuda bersurai cokelat itu masih merona seperti kepiting rebus, aura bahagia jelas menguar dari tubuhnya.

Akashi yakin selama ini dia tidak pernah salah. Tapi entah mengapa kali ini ada sesuatu yang berbeda, seperti ada hal yang janggal. Jauh di sudut hati, dia merasa tidak seharusnya terburu-buru melakukan ini semua. Namun dia tepis segala perasaan yang mengganjal itu. Karena Akashi selalu benar, dan jika ada sesuatu diluar kendali dia akan berusaha mengubahnya membuat segalanya berada di bawah kuasanya, itulah yang dia percayai selama 23 tahun hidupnya.

TBC

RnR?

A/N:

Hello, Daisy Uchiha di sini #melambai

Udah lama gak nongol di ffn dan sekarang malah bikin fic baru, bukannya ngelanjutin fic lama

Aku butuh mood booster buat balikin moodku, dan jadilah fic ini. Untuk hutang fic, pasti bakal aku lunasi kok, nanti

Dan untuk AkaKuro shipper, selamat membaca semoga bisa menghibur.