Between You

Shiroi Kage's Project

.

.

.

Teen

Naruto tetap milik Kishimoto-sensei

Btw. Mungkin setelah baca ini hampir ada mirip sama cerita 'reply' jadi Shi minta maaf, karena Shi juga baru sadar pas baca ulang cerita ini. Tapi ide cerita ini asli dari otak pas-pasan saya kok. hehe .

.

.

.

PART I

.

.

.

Happy Reading

.

.

.

Hari ini Naruto duduk sendiri, teman sebangkunya –Sasuke sedang izin mengikuti lomba cerdas cermat di negri kicir angin. Bibir mungilnya mengerucut lucu. Dia tampak tidak bersemangat, biasanya jam segini dia dan Sasuke akan bermain di halaman belakang sekolah. Walaupun hanya Naruto yang asik bermain, sedangkan si bungsu Uchiha hanya mengamatinya dari jauh –seperti seorang kakak yang sedang mengawasi adik kecilnya bermain.

"Hueee Sasuke !"

Jerit si pirang histeris. Dia menjambaki surai pirangnya hingga ikatan di rambutnya menjadi tidak berbentuk.

"Bosaaaaaan."

Keluhnya lagi sambil memandang langit-langit kelas. Membayangkan kira-kira kegiatan apa yang bisa membuatnya bersemangat. Tapi nihil. Tidak ada satupun ide yang melintas di kepalanya. Apa yang harus aku lakukan. Batinnya miris. Melihat teman-teman sekelasnya yang sibuk dengan urusan masing-masing. Huh, sekarang Naruto menyesal karena tidak bersosialisasi sejak awal. Harusnya dia bisa melanggar aturan aneh yang di buat oleh Sasuke. Secara, teman mana yang tega membuat teman baiknya menjadi anak kuper karena melarangnya bergaul dengan orang lain selain dirinya. Dan orang itu adalah Sasuke Uchiha. Dia memang selalu egois, memaksa Naruto agar selalu menuruti apapun perkataannya, anehnya Naruto tidak pernah bisa untuk menolak apapun yang dikatakan Sasuke. Seperti sebuah hukum mutlak yang harus selalu dipatuhi.

"Anak-anak kita kedatangan teman baru nih ! Ayo Gaara perkenalkan dirimu !"

Suara Iruka-sensei di depan tidak di hiraukan oleh Naruto. Pikirannya kini sedang sibuk membayangkan apa kira-kira yang sedang di kerjakan teman pantat ayamnya di sana. Jangan sampai dia melupakan oleh-oleh yang sudah dipesannya jauh-jauh hari. Lihat saja nanti.

Sret

Loh, siapa yang menarik kursi disebelahnya. Apa Sasuke sudah kembali. Tidak mungkin secepat itu kan. Surat izinnya saja baru berlaku hari ini. Tidak mungkin itu Sasuke. Tapi siapa.

"Sasu –loh, kamu siapa ?"

Tanya Naruto bingung, sejak kapan Sasuke memiliki lingkaran hitam setebal itu di matanya, sejak kapan juga Sasuke mewarnai rambutnya menjadi warna merah. Dan sejak kapan Sasuke bisa membuat ekspresi –datar sepolos itu. Astaga, dia imut sekali.

"Kyaaaa ! Namamu siapa ?"

Naruto yang sudah kegirangan dapat teman sebangku yang imut langsung memeluk Gaara dengan erat. Tanpa permisi dan tanpa menunggu jawaban dari Gaara. Membuat si bungsu Sabaku kesusahan bernafas.

"Uhm, aku tidak bisa bernafas."

Naruto langsung melepaskan pelukannya, bukannya merasa bersalah justru Naruto tertawa canggung sambil memandang wajah imut Gaara yang memerah akibat kehabisan nafas. Lucunya, boleh tidak dia kubawa pulang. Pikir Naruto ngawur.

"Hehe maafkan aku. Habis kamu imut banget sih ?"

Naruto hanya nyengir kuda saat Gaara kembali menatapnya dengan ekspresi –datar polosnya.

"Uhm. Gaara tidak papa kok."

Naruto mengerjapkan matanya berkali-kali. Astaga suaranya seperti anak kecil. Kyaaaa, Naruto benar-benar seperti menang lotre hari ini. Beruntung sekali dia.

"Jadi namamu Gaara ?"

Gaara mengangguk. Dia memang memasang wajah polos, tapi Si anak panda merah dihadapannya ini sama sekali tidak bisa tersenyum. Wajahnya terlalu datar. Seperti Sasuke. Ngomong-ngomong soal Sasuke, kalau Gaara menjadi teman sebangku Naruto, lalu Sasuke akan duduk dimana. Poor Sasuke.

"Namaku Naruto. Uzumaki Naruto."

Naruto mengulurkan tangannya. Memberi gesture agar Gaara menyambut uluran tangannya.

"Naruto-nee ?"

Ulang Gaara sambil menyambut uluran tangan Naruto. Naruto mengangguk semangat. Eh, sepertinya ada yang salah.

"Berapa umurmu ?"

Tanya Naruto bingung. Kenapa Gaara memanggilnya kakak. Apa mungkin wajahnya memang menunjukkan kalau dia lebih tua satu tahun dari seluruh anak di kelasnya.

"8 tahun."

Naruto membuka mulutnya seperti ikan koi. Pantas saja dia memanggil Naruto kakak, umurnya tiga tahun lebih muda darinya. Baguslah, berati bukan karena wajah. Tapi, kenapa dia bisa duduk di kelas enam. Umurnya saja baru delapan tahun.

"Apa kamu sejenius itu ?"

Gaara menggeleng. Tangan kecilnya lalu merogoh tas sekolahnya, dia lalu memberikan rapor sekolahnya ketika di Suna kepada Naruto.

"Kata sensei aku tidak cocok di kelas 3 jadi dia memasukkanku ke kelas 6."

Ujar Gaara dengan nada polosnya. Sampai saat ini sebenarnya Gaara gagal paham pada maksud senseinya yang mengatakan bahwa dia tidak cocok menjadi anak kelas tiga.

"Waw ! Kamu benar-benar jenius !"

Puji Naruto saat melihat semua nilai di rapor Gaara selalu menunjukkan angka seratus. Bahkan di kelas 4 dan 5 yang seharusnya tidak ada nilainya tapi nilai ujiannya juga sama sempurnanya. Naruto tidak pernah menyangka ada anak secerdas ini sebelumnya, dia pikir anak superior seperti Gaara hanya ada dalam dongeng pengantar tidur.

"Lalu kenapa rapor kelas 4 dan 5 mu terisi ?"

Gaara mencoba mengingat-ingat. Kalau tidak salah –

"Sensei menyuruhku mengerjakan soal ujian kelas empat dan lima, lalu mereka bilang aku cocoknya ada di kelas enam. Padahal mereka tidak memberiku soal kelas enam. Apa karena aku terlalu bodoh ?"

Naruto swetdrop. Yang benar saja, kalau Gaara bodoh lalu dia itu apa. Idiot. Oke, itu adalah panggilan sayang Sasuke untuknya.

.

.

.

Hari ini Naruto terlihat lebih ceria dari biasanya. Padahal Sasuke belum kembali dari negri orang. Pagi-pagi buta dia sudah datang, bahkan matahari masih belum terbit secara sempurna. Naruto menyapa setiap orang yang dilewatinya. Jika jeli, kalian akan melihat ada banyak bunga moe imaginer di sekelilingnya. Dia membuat Shi merinding menulis cerita ini.

"Ohayou Gaa-chan !"

Dan sekarang ada cupid imaginer yang sedang memanah mereka berdua –Gaara dan Naruto. Gaara hanya mengangguk ringan saat Naruto menyapanya kelewat riang. Memang sejak awal Gaara itu pendiam kan.

"Hari ini aku membawa bekal loh, nanti kita makan bersama diatap ya !"

Lagi-lagi Gaara hanya mengangguk, sama sekali tidak menyahut ucapan Naruto yang ditujukan untuknya.

.

.

.

Seperti yang dikatakan oleh Naruto. Sekarang mereka sedang menikmati acara makan bento buatan mami Kushina bersama-sama. Sebenarnya bento yang dimakan Gaara adalah jatah bento milik Sasuke –karena memang Sasuke selalu menyuruhnya membawa bento untuk mereka berdua. Tapi karena Sasuke sedang tidak ada, jadilah Naruto membaginya dengan Gaara. Bahkan Shi sendiri tidak yakin, apakah Naruto masih ingat Sasuke atau tidak.

"Enak kan ?"

Tanya Naruto sambil terus mencomot telur gulung kesukaannya. Gaara memandang telur gulung yang ada di kotak bento Naruto dengan pandangan bingung. Dia tidak pernah melihat makanan seperti itu sebelumnya.

"Gaa-chan mau ?"

Naruto yang merasa sejak tadi Gaara melihat telur gulungnya langsung menawarkan telur gulung miliknya pada Gaara. Gaara hanya memandang telur gulung itu tanpa ekspresi. Datar.

"Itu apa ?"

Tanyanya dengan mata berkedip lucu. Naruto cengo. Jangan bilang Gaara tidak tahu telur gulung. Parah.

"Gaa-chan tidak tahu telur gulung ?"

Gaara menggeleng. Naruto menghela nafas pasrah. Benar-benar tidak tahu ternyata.

"Makanlah, ini enak kok."

Gaara mengangguk, dia menerima satu suapan dari Naruto. Naruto menahan nafas saat Gaara mulai mengunyah telur gulung yang dia berikan.

"Oishi ?"

Gaara tidak menyahut. Dia segera meminum air putih yang dibawanya. Tidak lama dia menggeleng sambil memakan bento miliknya sendiri.

"Rasanya seperti telur. Aku tidak suka telur."

Naruto sepertinya menyesal sudah memberikan Gaara telur gulung miliknya.

.

.

.

"Gaa-chan, ayo bermain !"

Belum sempat Gaara menyahut, tangannya sudah ditarik oleh Naruto untuk di 'culik' –lagi. Hari ini entah sudah berapa kali Gaara di 'culik' oleh putri tunggal pasangan Minato-Kushina itu. Tapi karena memang dasarnya penurut, Gaara hanya diam saja saat Naruto menariknya kesana kemari tanpa memberinya waktu untuk istirahat.

"Gaa-chan ayo bermain basket !"

Lagi, belum sempat Gaara menyahut, Naruto sudah menariknya menuju lapangan basket.

Tapi sayang, dilapangan sudah ada beberapa anak laki-laki yang sedang bertanding. Lebih sial lagi saat Naruto melihat ada genk Neji disana. Genk yang paling dia hindari disekolah ini. Mereka selalu kasar pada orang yang bukan anggota genknya. Karena itulah, Naruto –sangat tidak menyukai mereka. Naruto hanya bisa menunduk, bahunya menurun saat harapannya bermain basket dengan Gaara pupus sudah.

"Kita ke kelas saja."

Bisik Naruto hampir tidak terdengar. Gaara tidak menyahut. Gaara juga tidak beranjak saat Naruto menarik tangannya. Dia masih memandang datar kearah lapangan basket.

"Gaa-chan ayo ke –"

Gaara tidak menyahut. Dia bahkan sudah berjalan menuju lapangan. Meninggalkan Naruto yang mengerjapkan matanya tidak percaya. Apa yang akan dilakukan anak panda itu. Batin Naruto cemas.

"Aku mau main basket."

Hening.

Semua orang terdiam saat tiba-tiba Gaara sudah ada di tengah lapangan. Dia menatap datar kearah salah satu anak bersurai coklat panjang –Neji yang tadinya sedang membawa bola. Sekarang bolanya sudah menggelinding entah kemana.

"Kau siapa ?"

Tanya Neji bingung. Siapa anak aneh ini, apa dia tersesat. Dimana pengasuhnya, menjaga anak kecil saja tidak bisa.

"Gaa-chan !"

Seru Naruto panik. Dia segera menarik tangan Gaara agar ikut bersamanya –melarikan diri.

"Ayo kita kekelas. Ah maafkan dia, dia anak baru. Permisi."

Gaara tetap tidak bergerak. Sedangkan Naruto masih berusaha untuk menarik tangannya. Neji menatap tajam kearah Naruto. Jadi dia pengasuhnya. Pantas saja.

"Ayolah Gaa-chan !"

Gaara tidak menyahut. Dia masih memandang lurus kearah Neji. Sama sekali tidak takut pada tatapan mengintimidasi Neji yang ditujukan untuknya.

"Heh pirang cepat bawa anak panda itu pergi, dia mengganggu. Sama sepertimu."

Naruto hanya mengangguk kaki. Dia juga ini sedang berusaha membawanya pergi, apa mereka tidak melihat kalau Gaara sendiri yang tidak mau diajak pergi bersamanya. Duh, kenapa anak ini susah sekali dibujuk.

"Jadi kau anak baru ?"

Neji kembali bersuara, melihat bahwa usaha Naruto sia-sia. Gaara bahkan tidak bergerak satu inchipun dari tempatnya berdiri.

Gaara tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Neji untuknya. Mata sewarna padang rumput itu hanya menatap Neji tanpa berkedip. Sama sekali tidak takut melihat wajah garang Neji yang seakan ingin mengulitinya hidup-hidup.

"Dan kau teman si pirang ini ?"

Gaara melirik kearah Naruto yang sudah berkeringat dingin disampingnya. Gaara hanya tersenyum tipis, seolah mengatakan 'aku baik-baik saja, jangan cemas.'.

"Aku adiknya."

Ucap Gaara tanpa memandang kearah Neji. Dia masih asik memandang wajah Naruto yang menurutnya lucu. Padahal Naruto sekarang tidak sedang melawak. Dia justru memasang wajah ketakutan. Lucu dari segi apa juga Shi tidak tahu.

"Kau bosan hidup ya ?"

Desis Neji tepat di telinga Gaara. Tapi Gaara sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tetap datar seperti biasa.

"Tidak."

Oke. Gaara sepertinya sama sekali tidak tahu istilah jika sayang nyawa, cepat lari secepatnya.

"Maafkan dia."

Cicit Naruto dengan suara panik. Neji meliriknya sebentar, kemudian dia berseringai menyeramkan. Tamat riwayatku. Batin Naruto sambil menelan salivanya susah payah.

"Aku tidak ada urusan denganmu. Pirang."

.

.

.

Naruto tidak tahu akan begini jadinya. Awalanya dia hanya ingin bermain basket bersama Gaara. Berdua saja.

Tapi.

Melihat genk Neji ada dilapangan membuat nyalinya menciut. Jadi, dengan berat hati dia mengajak Gaara kembali ke kelas. Tapi Gaara menolak. Dia bahkan dengan tanpa berpikir dua kali berjalan ketengah lapangan.

Aku mau main basket.

Astaga, baru kali ini Naruto ingin sekali meninju wajah datar Gaara. Bagaimana bisa dia berkata seberani itu di hadapan Neji. Apa Gaara sudah bosan hidup, atau mungkin dia sudah bosan menjadi adik –angkatnya. Naruto meringis mengingatnya.

Sekarang dia hanya bisa duduk –tidak nyaman di bangku penonton. Melihat Gaara yang sedang bertanding one on one dengan Neji.

Naruto tidak habis pikir, kenapa Gaara tanpa berpikir panjang langsung menerima tantangan Neji. Ini jelas-jelas tidak adil. Tinggi Gaara saja tidak sampai sebahu Neji. Tidak mungkin Gaara menang melawan Neji. Yang benar saja.

"Aku tidak tahu cara bermain basket."

Naruto ingin menjedotkan kepalanya ke dinding, saat suara Gaara mampir ke gendang telinganya. Kenapa dia baru mengatakannya sekarang. Game over. Tamatlah riwayat mereka setelah ini.

"Heh, jadi kau menyerah ?"

Nada remeh Neji membuat Naruto geram. Jika saja tidak ingat kalau yang dihadapi Gaara itu Neji, sudah Naruto kirim dia kerumah sakit terdekat.

"Tidak. Mungkin aku bisa sekalian belajar "

Itu adalah jawaban terbodoh yang pernah Naruto dengar. Apanya yang belajar. Ini mengenai keselamatan mereka, dan Gaara masih bisa mengatakan 'Mungkin aku bisa sekalian belajar'. Sepertinya Naruto harus membawa Gaara ke psikiater terdekat setelah ini. Susunan otaknya sedikit terganggu sepertinya. Semoga saja setelah ini Neji mau melepaskan Gaara.

.

.

.

Naruto menahan nafas. Matanya masih membola tidak percaya. Ini mimpi. Bagaimana bisa. Sekarang Gaara sudah unggul sepuluh angka dari Neji. Padahal awalnya Gaara sama sekali tidak bergerak saat Neji mulai menggiring bola menuju ring. Gaara hanya melihat bagaimana Neji menggiring bola. Tidak lama akhirnya Gaara mulai bergerak dan Viola ! Lihatlah, justru Neji yang harus kehabisan nafas karena berusaha merebut bola dari Gaara. Dia benar-benar anak panda yang penuh kejutan.

"Gaa-chan ganbatte !"

Teriak Naruto tanpa sadar. Seluruh pasang mata langsung melirik kearahnya. Tapi siapa peduli. Dia hanya ingin memberikan semangat pada Gaara, tidak ada yang salah kan.

Prit

Peluit sudah dibunyikan. Neji mengeram kesal saat tahu dia kalah dari Gaara, dimana harga dirinya sebagai senior. Neji langsung menarik kerah Gaara. Membuat badan kecil Gaara melayang keatas.

"Kau !"

Naruto mendadak panik. Dia langsung berlari dengan kekuatan penuh kearah Gaara. Tangannya berusaha melepaskan cengkraman Neji di kerah Gaara.

Bruk

Neji langsung mendorong Naruto hingga si pirang terjatuh ke lantai. Naruto meringis saat pantatnya menghantam permukaan lantai yang dingin.

"Naruto-nee.!"

Panggil Gaara dengan nada cemas.

Gaara menatap tajam kearah Neji. Aura anak-anak miliknya hilang entah kemana. Bahkan auranya sekarang hampir sama mengerikannya dengan aura pemimpin Yakuza. Neji sendiri hampir bergetar takut saat merasakan hawa dingin yang dikeluarkan Gaara.

"Lepas !"

Desis Gaara dengan nada rendah. Neji langsung menurunkannya tanpa membantah.

"Sabaku-sama anda tidak papa ?"

Tiba-tiba seorang anak bersurai merah menyala datang menghampiri Gaara. Neji memandang anak yang baru datang itu tanpa berkedip. Sabaku. Jangan bilang anak panda ini adalah seorang Sabaku. Sial, kalau keluarganya tahu dia hampir mencelakai anak keluarga Sabaku, mungkin Neji akan dicoret dari keluarga Hyuuga. Lebih baik dia pergi sekarang.

"Sasori-nii ?"

Sasori tidak menyahut. Dia masih sibuk memeriksa tubuh Gaara. Siapa tahu ada yang lecet. Kazekage-sama bisa mengamuk saat tahu putra bungsunya lecet sedikit saja.

"Kenapa tidak memberitahu saya kalau anda dipindahkan kesini ?"

Gaara menggeleng.

"Kejutan."

Sasori tidak bisa mengatakan apapun. Melihat wajah datar Gaara yang mengatakan 'kejutan' membuat Sasori swetdrop. Tidak bisakah dia berekspersi sedikit saja. Dasar.

"Nee-san tidak papa ?"

Gaara yang melihat Naruto masih duduk dilantai segera menghampirinya.

Sejak kapan Gaara kenal dengan Naruto. Pikir Sasori. Harusnya Kazekage-sama menempatkan Gaara dikelasnya. Jangankan itu, memberitahu kalau Gaara bersekolah disini saja tidak. Bagaimana kalau ada yang mencoba mencelakakan sepupu kesayangannya itu. Siapa yang akan tanggung jawab.

"Uhm. Aku baik-baik saja. Astaga coba lihat lehermu, tidak terluka kan?"

Naruto dengan teliti memeriksa setiap inchi leher Gaara. Memastikan tidak ada bekas cekikan disana. Bagaimanapun tenaga Neji itu tidak main-main saat mencengkram kerah Gaara tadi. Naruto tidak mau adik pandanya ini terluka.

"Lain kali jangan membuat nee-san khawatir ! Astaga anak ini benar-benar."

.

.

.

"Ne, Gaa-chan apa kamu kenal dengan Sasori ?"

Gaara mengangguk.

"Dia sepupuku."

Naruto terkejut. Sepupu. Tapi mereka memang mirip sih. Rambut mereka sama-sama berwarna merah. Mereka juga sama-sama memiliki wajah baby face.

"Jadi nama belakangmu Akasuna juga ?"

Gaara menggeleng.

"Kenapa kau ada disini ? Sabaku-san ?"

Naruto kaget. Bukankah ini suara -

"Teme ! Kapan kau datang ?"

Sasuke hanya ber 'hn' ria. Pandangannya masih terarah pada Gaara yang juga menatap datar kearahnya.

"Kamu siapa ?"

Sasuke mendecih tidak suka. Jangan bilang dia lupa. Sementara Gaara masih memperhatikan wajah Sasuke dengan seksama. Sepertinya dia pernah melihat seseorang mirip dengan Sasuke. Ah ! dia ingat sekarang.

"Sasuke-san? Adiknya Itachi-nii."

Sasuke tidak menjawab. Dia langsung membuang muka saat Gaara menyebut nama anikinya.

"Ternyata benar. Itachi-nii sering menanyakanmu. Bagaimana kabarmu ?"

Sasuke tidak menjawab.

"Kalian saling kenal ?"

Tanya Naruto. Wah, dunia sangat sempit ternyata.

"Dia adik Itachi-nii tentu aku mengenalnya."

Naruto ber oh ria. Tidak lama matanya membola.

"Kamu kenal Itachi-nii ?"

Gaara mengangguk.

"Dia tangan kanan tou-san."

.

.

.

"Kenapa kau duduk di tempatku !"

Seru Sasuke geram.

"Sensei menyuruhku duduk disini."

Sasuke mengepalkan tangannya.

"Tapi itu tempat dudukku."

Gaara mengangkat bahu acuh.

"Aku tidak bertanya."

Switch

Perempatan imaginer muncul di pelipis Sasuke. Anak ini benar-benar menguji kesabaranku. Geram Sasuke.

"Ma ma, Sasuke duduklah disini, aku akan mencari tempat duduk lain."

Ujar Naruto menengahi.

"Nee-san / kau tetap diam disitu."

Naruto kicep. Astaga mereka itu ingin membuatnya jantungan atau apa. Tidak usah berteriak juga kenapa. Baru kali ini Naruto menyesal duduk di tempat duduknya.

"Baiklah."

Naruto duduk kembali ditempatnya.

"Ohayou !"

Iruka-sensei sudah berdiri di depan kelas. Tapi Sasuke sama sekali tidak beranjak dari tempatnya.

"Sasuke kenapa tidak duduk ?"

Sasuke melirik tajam kearah Iruka-sensei.

"Anak panda ini mengambil tempat dudukku."

Gaara tidak bereaksi. Dia masih tenang-tenang saja ditempatnya. Sementara Naruto hanya menggeleng pasrah.

"Ah, sensei lupa kamu duduk disebelah Naruto ya. Uhm, bagaimana kalau kamu duduk disamping Shikamaru."

Sasuke melirik Shikamaru yang masih tertidur pulas di tempatnya.

"Tidak mau."

Singkat, padat, jelas. Tipikal Uchiha sekali.

"Minggir, aku mau duduk."

Usir Sasuke. Gaara masih tidak menggubrisnya.

"Aku bilang minggir."

Gaara melirik kearah Sasuke.

"Tidak !"

.

.

.

Naruto meringis di tempat duduknya. Kenapa jadi begini. Dia melirik kekiri, dimana Sasuke duduk dengan tenang, dan dikanannya dia melihat Gaara yang juga duduk sama tenangnya. Kenapa akhirnya mereka harus duduk bertiga begini. Suasana disini benar-benar tidak nyaman.

Naruto memandang sedih kearah Iruka-sensei. Apa salahku.

"Sensei ! aku akan pindah ke tempat Shikamaru saja !"

Ujarnya sambil mengemasi barang-barangnya. Sama sekali tidak menunggu jawaban dari Iruka-sensei. Dia sudah terlanjur dongkol.

"Duduk dan diam di situ."

Pletak

"Aku ini lebih tua dari kalian, sopanlah sedikit !"

Naruto langsung pergi dari tempat duduknya. Dia mengusir Sasuke agar bergeser ke bangku sebelah –bangku yang tadi didudukinya. Lalu Naruto mengangkat bangku dan Meja Sasuke kembali ketempatnya –disamping meja Shikamaru. Meninggalkan dua anak yang sedang mengelus kepala masing-masing setelah menerima jitakan sayang darinya.

"Kenapa kau duduk disini ? Hoam."

Shikamaru yang baru bangun memandang heran kearah Naruto.

"Diam dan tidurlah lagi. Jangan menggangguku."

Sepertinya Naruto sedang dalam mood terburuknya hari ini.

"Hoam mondekusai."

.

.

.

Tbc/End