For You, My Love
Summary : "Harry James Potter, aku mencintaimu!" teriak Draco dari atas atap sekolah. "Jangan nekat, Malfoy!" "Kalau kau terima cintaku, aku tak akan terjun bebas, sayangku" Merlin, kenapa laki-laki ini sebegini nekat, sih?
Disclaimer : Kayak kata author sebelah, Harry Potter bukan punya Tante Rowling, tapi punya Draco Malfoy.
Warn : Agak kurang fluff, alur diusahakan nggak kecepetan (tapi gak yakin sih wkwkwk), Slash! DraRry. Setting jaman now. Agak di-mix ama moba analog. Highschool life universe. Non magic. Untuk mempermudah visualisasi, pake look tahun ketiga aja.
Happy read!
Chapter 1 : I've Fallen for You
Draco's PoV
"M-Malfoy..."
"Ya?"
"A-aku suka padamu. Kau mau j-jadi… k-kekasihku?"
Oh, Merlin. Gadis ketujuh dalam satu hari ini yang menyatakan cinta padaku. Itu pun kalau aku tidak salah hitung.
"Maaf, Hawkins. Aku tidak bisa." Aku menolaknya dengan tegas, namun tetaap terdengar halus. Ya, namanya perasaan cinta mana bisa dipaksa.
"T-tapi aku sudah menyukaimu sejak lama! Aku bahkan menghabiskan tabunganku hanya untuk membelikanmu hadiah ulang tahun" Dia bodoh atau apa? Menghabiskan tabungannya hanya untuk orang yang belum tentu balik mencintainya?
"Aku hargai hadiahmu, Hawkins. Tapi, aku tetap tidak bisa menerimamu. Maaf" sekali lagi, aku mempertegas penolakanku.
Tidak terima, Hawkins berlari meninggalkanku di koridor itu sambil terisak. Tidak terima penolakan, rupanya.
Ah, gadis lemah. Ditolak sekali saja langsung menangis.
.
.
.
Normal PoV
Remaja laki-laki bersurai pirang platina itu hanya menatap kosong layar ponsel hitamnya yang berlogo apel itu. Sama sekali tidak konsentrasi pada game yang tengah dimainkan bersama teman-temannya.
Kalimat 'You have been slain' terdengar jelas dari ponsel Draco.
"Kau ini kenapa, sih? Tidak biasanya cepat mati" rutuk Theo. "Biasa kau jago pakai tank. Kenapa sekarang jadi lemah begini, sih?" ujar Blaise sama kesalnya. "Sampai kita kalah, ini semua salahmu!" Pansy yang hero-nya baru saja mati ikut menyalahkan Draco sambil menunjuk ke arahnya. "Ayolah, Drake! Jangan buat tier-ku turun semakin jauh!" ujar Daphne lagi. "IYA! AKU MENGERTI" Draco sudah habis kesabaran rupanya.
Permainan itu berakhir dengan kemenangan, memang. Draco yang pikirannya kosong di menit awal permainan bahkan jadi MVP. Walau begitu, Theo, Blaise, Pansy, dan Daphne masih tidak habis pikir. Apa, sih, yang membuat Draco jadi sering tidak fokus? Jika kalian menduga Draco tidak fokus karena bertengkar dengan kekasihnya, well, kalian salah besar. mereka, Draco masih belum punya pacar.
"Ada apa denganmu akhir-akhir ini, Drake? Kau jjadi sering tidak fokus" tanya Pansy membuka pembicaraan. "Tier turun jauh, PR sering kelupaan. Kau ada masalah keluarga?" tanya Theo meskipun ia tidak yakin kalau keluarga Malfoy punya masalah internal. Sejauh yang Theo tahu, keluarga Malfoy adalah keluarga paling harmonis yang pernah ia kenal. "Tidak. Aku tidak punya masalah." elak Draco. "Apanya yang tidak punya masalah? Kau jadi sering melamun! Tidak seperti Draco yang kukenal" kata Daphne dengan suara meninggi. Berharap Draco cepat tersadar dari segala tindakannya yang salah.
"Kalian mau tahu kenapa aku begini?" tanya Draco yang dijawab anggukan antusias keempat temannya itu. "Jadi, begini…" Draco pun mengawali ceritanya.
.
.
.
Flashback
Jam kosong adalah favorit semua siswa, tidak terkecuali Draco. Siang itu, Draco berinisiatif untuk menghabiskan jam kosongnya dengan tidur siang di ruang UKS. Draco kini berjalan sendirian di koridor sekolah sambil menggigit apel hijaunya, bekal yang sama yang disiapkan sang ibu setiap hari supaya Draco tidak jajan sembarangan. Terlalu fokus menikmati apelnya, baru satu dua gigitan, Draco merasakan ia menabrak seseorang.
Ya, menabrak seseorang. Seseorang yang tengah membawa kertas yang ditumpuk tinggi. Kertas itu berhamburan di lantai, apel Draco juga jatuh mengenaskan di selokan dekat koridor. Draco sama sekali tidak berniat memungut apel itu, apalagi memakannya kembali. Jadi, ia biarkan saja apelnya di sana.
"Aduh, maaf. Aku tak sengaja" kata laki-laki berkacamata bulat itu sambil menyusun ulang kertas yang berhamburan akibat tabrakan itu. Draco yang tadinya ingin marah mengurungkan niatnya. Remaja laki-laki itu butuh bantuan, bukan bentakan. Draco pun berinisiatif membantu sang remaja berkacamata memungut dan menyusun kembali kertas yang tercecer di lantai koridor.
Sambil membantu sang remaja berkacamata memungut bawaannya, Draco menatap lekat wajahnya. Mencoba mengenali siapa dia. Ia benar-benar baru bertemu dengan remaja laki-laki itu sekarang. Mungkin adik kelas, pikirnya. Sejauh yang Draco ingat, tidak ada siswa laki-laki yang wajahnya seperti remaja di depannya. "Hei, kau kelas berapa?" tanya Draco pada remaja berkacamata itu. "Aku? Aku kelas dua" jawabnya. 'Hah? Dia seangkatan denganku? Kenapa aku baru lihat dia sekarang?' pikir Draco. Draco merasa dirinya tidak anti sosial sehingga tidak tahu wajah teman-teman seangkatannya. Mungkinkah remaja laki-laki di hadapannya ini yang justru anti sosial?
"Aku baru melihatmu sekarang" kata Draco yang tangannya masih membantu memungut kertas yang berserakan di lantai. "Aku kan lebih sering berdiam di kelas. Wajar kau tak tahu aku" jawab remaja laki-laki itu. "Kau di kelas mana?" tanya Draco lagi. "2-1" jawab sang lawan bicara seperlunya. "Ternyata kelas kita sebelahan, ya. Aku di kelas 2-2" ujar Draco tanpa ditanya. Lawan bicaranya hanya tersenyum simpul sambil menyusun kertas-kertas itu menjadi sebuah tumpukan yang sama tingginya. Draco seolah terhipnotis dengan senyuman simpulnya.
'Kelas kami kan bersebelahan. Kenapa aku tidak pernah melihatnya, ya?' batin Draco sambil terus menatap remaja lelaki berkacamata di hadapannya yang telah selesai menumpuk kertas bawaannya. "Kau mau bawa kertas ini ke mana?" tanya Draco. "Ke meja Mr. Flitwick" jawab sang remaja berkacamata. "Bagi dua denganku. Aku bantu bawa" ujar Draco. Remaja lelaki itu pun membagi dua bebannya dengan Draco sebelum mereka melangkah bersama menuju meja Mr. Flitwick.
Sepanjang perjalanan menuju meja Mr. Flitwick, Draco tidak berhenti menatap remaja berkacamata itu. 'Manis' pikirnya.
Usai mengantarkan kertas-kertas itu ke meja Mr. Flitwick, mereka berdua berjalan bersama menuju kelas dalam keheningan. Lagi-lagi, pandangan mata Draco tidak bisa lepas dari remaja berkacamata di sebelahnya. "Oh, iya. Namamu siapa?" tanya Draco penasaran. "Harry James Potter. Kau Draco Malfoy, kan?" tanya remaja bernama Harry itu. "Siapa, sih, yang tidak mengenalmu di sekolah ini?" tambah Harry lagi.
Draco kaget awalnya, tapi kekagetan itu langsung mereda. Harry benar. Siapa, sih, yang tidak kenal Draco? Anak ketua komite sekolah. Biang onar SMA Hogwarts yang anehnya langganan juara kelas. Sehari bisa menolak lebih dari sepuluh gadis yang menyatakan cinta padanya. Kapten klub basket. Gamer top SMA Hogwarts. Dan masih banyak hal lain yang melekat dalam diri seorang Draco Malfoy. Wajar ia terkenal karena itu semua.
Draco hanya tertawa kecil menanggapi pertanyaan Harry. "Ternyata aku terkenal juga, ya" Draco mencoba merendah. 'Ya iyalah kau terkenal' batin Harry. "Tadi kau bilang kau kelas 2-1, kan? Berarti kau teman sekelasnya si Weasel, ya?" tanya Draco memastikan. "Jangan bilang dia Weasel, Malfoy. Dia sahabatku" jawab Harry datar. Tidak terima sahabatnya dihina. Draco hanya tersenyum kecil. 'Teman baik si Weasel, rupanya' kata Draco dalam hati. Mata Draco masih memperhatikan wajah Harry yang menurutnya babyface itu.
Mereka akhirnya sampai di depan kelas Harry, 2-1. "Terima kasih mau berjalan bersamaku, Malfoy" ucap Harry. "Sama-sama, Harry" balas Draco dengan senyum sumringah yang jarang ia tunjukkan bahkan pada orang terdekatnya sekalipun. Harry kemudian berjalan masuk ke dalam kelas. Meninggalkan Draco yang masih berdiri di depan pintu kelasnya.
Sebentar. Tadi Draco memanggilnya apa? Harry?
Draco kembali ke kelasnya dengan senyuman menghiasi wajahnya. Mengurungkan niat untuk berjalan menuju UKS. "Kau tidak jadi bolos ke UKS, Drake?" tanya Daphne. Draco hanya menggelengkan kepala. "Aku tidur di kelas saja" ucap Draco sambil mengambil tempat di bangku pojok kanan belakang.
'Dia kenapa?' tanya Daphne dengan bingung dalam hati.
Semenjak hari itu, pikiran akan Harry terus menghiasi otak Draco. Terkadang Harry juga muncul di mimpinya. Ingin ia mengenal Harry lebih dalam, tapi dirinya terlalu gengsi untuk meminta bantuan teman sekelas Harry yang notabenenya rival abadi kelas Draco. Draco pun memutuskan mencari beberapa informasi di internet tentang Harry.
Draco bukan stalker sebetulnya. Tapi, demi Harry, ia rela jadi stalker dadakan. Dimulai dengan media sosial. Draco berpikir mana mungkin remaja seumurnya tidak bermain media sosial?
Draco menemukan Harry punya semua akun media sosial yang anak remaja seumurannya juga punya. Tapi, media sosialnya seolah jarang dibuka. Terbukti dari postingan terbarunya yang kalau tidak salah diunggah sekitar tahun lalu.
Hanya foto keluarga Harry yang tengah piknik di sebuah taman. Di foto itu, Harry terlihat manis, imut, dan bahagia. Kehangatan menyeruak di hati Draco saat melihat foto Harry dan wajah bahagianya bersama orangtuanya. Draco pun mengunduh foto keluarga itu untuk dilihat lagi. Mana tahu ia lupa wajah Harry yang manis itu.
Melihat unggahan yang lebih lawas lagi, Draco baru sadar kalau mata Harry hijau dan jernih di balik kacamata bulat itu. Ia menyukainya. Ingin suatu saat menatap mata hijaunya lebih intens dan lebih lama lagi.
Setelah hari itu, Harry mengisi pikiran dan hhati Draco. Harry Potter mencuri hatinya, tapi ia membiarkannya. Suatu saat nanti, ia akan mengambil hati Harry dan membuatnya jatuh hati pada Draco.
.
.
.
.
Flashback End
"Begitu" Draco menyudahi kisah panjangnya itu. Keheningan di antara mereka berlima tercipta setelah cerita itu berakhir.
"…Draco" kata Pansy mencoba memecah keheningan.
"Ya, Pans?" jawabnya.
"Kurasa kau jatuh cinta padanya" kata Pansy lagi.
"Memang" kata Draco enteng. Reaksi teman-temannya? Terkejut setengah mati.
"Tahu begitu, kenapa kau tidak dekati saja dia?" kata Blaise.
Iya, ya. Tahu dirinya jatuh cinta, kenapa Draco tidak segera mendekati Harry, ya?
Author's Bacot Corner
AAAAAHHHH! Tadinya pengen bikin oneshot. Tapi, gajadi. Tak chapterin aja deh jadinya. Wkwkwk
Gimana, gengs? Enak ficnya? wkwkwk
Thankyou buat yang udah baca fic ini. Emang agak kurang fluff sih kayaknya. But I'm trying. Tujuan gua tidak lain dan tidak bukan adalah buat menghibur readers.
Btw, mind to review? Thankyou
