"Kita tidak akan meninggalkan satu sama lain..."
.
Falling Falling Snow©Noir
Kuroko no Basket©Tadatoshi Fujimaki
Inspired by Falling Falling Snow-Kagamine Len (Vocaloid)
First time publishing Kurobas fanfiction. KiKuro. Sedikit gak nyambung sama musim sekarang, tapi biarlah! A Late present for Kise's birthday, June 18th 2014. Happy B'day my beloved Honey Bear~~
A Long Oneshoot!
Bla bla bla… :: flashback
Bla bla bla … :: present
'Bla bla bla…' :: mind talking
Enjoy!
"Kise-kun… Syal-mu…"
"Ada apa, Kurokocchi?" Aku menolehkan kepala kesamping, menatap pemilik surai baby-blue yang amat kusukai. Pipinya yang pucat sedikit merona dan ujung hidungnya memerah akibat kedinginan. Aku tahu dia tidak kuat dingin, untuk itu aku memakaikan syal milikku padanya, bermaksud menambah kehangatan pada lehernya. "Masih kedinginan-ssu?"
"Iie, justru aku khawatir padamu, Kise-kun. Apa kau tidak kedinginan?" Tanyanya sambil mendongak menatapku dengan kedua matanya yang bulat dan biru sebiru lautan. Ujung-ujung bibirku terangkat, lalu aku mengelus kepalanya pelan.
"Daijoubu-ssu yo! Aku sudah tahan dengan udara dingin! Lagipula, aku tidak ingin Kurokocchi sampai sakit gara-gara kencan denganku-ssu~" Jawabku sambil tertawa renyah. Ekor mataku melihat bukan senyum samar yang membalas tawaku.
Melainkan matanya yang berkaca-kaca yang tak terlalu jelas kulihat karena dia buru-buru menurunkan pandangannya.
"S-sou da! Kurokocchi ingat tidak, pertama kali kita jadian-ssu? Waktu itu kan juga malam natal seperti ini ya. Nee nee, ingat tidak~?"
"Kurokocchi, aku sudah lama menyukaimu-ssu…maukah kau menjadi pacarku?"
Aku memang nekat, tapi biarlah.
Malam ini, tepat malam natal, aku menembak Kurokocchi tepat sesaat sesudah pesta natal kecil-kecilan yang diadakan oleh kami, para anggota Kiseki no Sedai di gedung olahraga Teiko. Ya, aku sudah sejak lama menyukai Kuroko Tetsuya, seorang pemuda dengan hawa keberadaan yang tipis dan wajah datar sedatar jalan tol.
Tapi mengapa aku menyukainya, ya?
"Mengapa kau menyukaiku, Kise-kun?"
Aah, ternyata Kurokocchi juga bertanya hal yang sama.
Aku melirik kesamping, berusaha menemukan objek untuk diamati. Misalnya…salju yang menumpuk dibawah pohon akasia? Atau lubang besar di pohon pius yang kemungkinan adalah sarang tupai?
"Emm…soal itu…aku juga tidak tahu mengapa-ssu. Tiba-tiba saja, seminggu yang lalu, saat kita pergi bersama untuk membeli perlengkapan menghias pohon natal, aku menyadari kalau…anu, kalau Kurokocchi itu imut-ssu. Maksudku, aku memang sudah tahu kau imut, tapi entah kenapa imut yang ini lain-ssu. Lalu saat kita jalan-jalan sesudahnya, Kurokocchi ingat kan mengapa aku tak bersemangat? I-itu karena aku bingung dengan perasaanku sendiri-ssu." Aku menarik napas, bersiap untuk bercerita lebih. "Awalnya memang aku menyukai Kurokocchi karena Kurokocchi terlihat seperti adik bagiku-ssu. Tapi lama kelamaan aku sadar, ternyata perasanku pada Kurokocchi lebih dari sekedar menyukai…Aku mencintai Kurokocchi, jadi maukah Kurokocchi menjadi pacarku -ssu?"
Aku melihatnya menundukkan kepalanya. Shimatta…
"A-aa… Tidak dijawab sekarang juga tidak apa-ssu, aku bisa—"
"Baiklah, Kise-kun."
Eh, apa? Aku tidak salah dengar kan?
"K-Kurokocchi, maksudmu…"
"Iya, aku mau menjadi kekasih Kise-kun. Sebenarnya, aku juga memiliki perasaan terhadapmu, tetapi aku tidak tahu apakah itu perasaan suka sebagai teman atau…suka sebagai kekasih. Jadi, untuk meyakinkan hatiku, aku akan mencoba menjadi kekasih Kise-kun." Kurokocchi memotong pertanyaanku dengan alasannya yang terdengar sangat panjang bagiku. Baru kali ini aku mendengar dia berbicara panjang lebar seperti itu, baru kali ini aku melihatnya tersenyum tulus dan hangat kepadaku.
Tanpa sadar, tanganku menggapainya, menarik tubuhnya kedalam rengkuhanku. Kuhirup dalam-dalam aroma vanilla yang menguar dari tubuhnya, merasakan kehangatan tubuhnya, merasakan lembutnya rambut baby-blue yang amat kusukai. Aku menyukai semua tentang pemuda didalam pelukanku ini. Semuanya.
Entah dorongan dari siapa, aku meraih dagunya dan mengecup pipi kirinya. Bermaksud menyalurkan rasa sayangku yang meluap-luap tanpa didasari nafsu. Tidak lama, hanya sebuah sentuhan kecil, tetapi rona merah yang mulai menjalari pipi pucatnya membuatku melayang, ingin menciumnya lebih…
"Are, Kuro-chin, Kise-chin, mengapa kalian berduaan disini? Dan mengapa Kise-chin mencium pipimu Kuro-chin?"
Shimatta, bagian dua.
Aku paham betul kalau Murasakicchi suka sekali mengadu pada orang lain, terutama pada Akashicchi dan anggota Kiseki no Sedai yang lain.
"Saat itu rasanya aku mau mati karena menahan malu-ssu!" Ingatku sambil menutupi wajah dengan kedua tanganku. Aku mendengar Kurokocchi terkekeh kecil, lalu menggapai tangan kananku dan menggenggamnya.
"Apa Kise-kun mau bilang kalau menembakku adalah kejadian memalukan?" Tanya Kurokocchi dengan nada jengkel yang terdengar sangat dibuat-buat. Aku tertawa sambil membalas genggaman tangannya dan menggandengnya dengan sayang.
"Tentu saja tidak Kurokocchi, malah aku senang, karena dunia tahu kalau kini, dan seterusnya, Kurokocchi adalah milikku-ssu!" Aku menjawabnya dengan riang. Tapi, lagi lagi yang kulihat di wajahnya adalah ekspresi bersalah dan mata yang berkaca-kaca.
Kami tidak berkata apapun lagi dan berjalan bergandengan dalam diam. Entah apa yang tengah dipikirkan Kurokocchi, tetapi kalau aku sedang memikirkan ekspresinya barusan. Apa Kurokocchi mengantuk ya?
Tanpa terasa kami berjalan sampai didepan sebuah pohon dengan bangku taman dibawahnya. Aku mengenali tempat ini, pohon ini, dan bangku ini. Saat musim semi, pohon ini akan memunculkan bunga-bunga sakura yang indah, dan banyak orang yang ber-hanami di taman ini. Aku tersenyum simpul, tahu topik yang bagus supaya Kurokocchi tidak lagi mengantuk.
"Nee Kurokocchi, bagaimana kalau kita duduk sebentar disini-ssu?" Ajakku sambil membimbingnya duduk di bangku taman itu. Aku melihat ekspresi lain kini terselip diwajahnya, ekspresi kaget, lalu merindu.
"Kise-kun, bangku taman dan pohon ini…"
"Yup! Ini adalah tempat kita pertama kali kencan! Hiks, ternyata Kurokocchi ingat-ssu~ Aku jadi terharu~" Godaku sambil memeluknya, tapi Kurokocchi malah menepis tanganku dan mendorong tubuhku menjauhi tubuhnya.
"Jangan peluk-peluk disini Kise-kun, ini muka umum." Elaknya.
"Eheheh gomen ne, Kurokocchi."
Hari ini adalah hari selain hari valentine, hari yang paling kutunggu-tunggu dari kemarin lusa, hari ini…adalah kencan pertamaku dengan Kurokocchi!
"Neesan! Dimana kau menaruh sweater merahku -ssu ?" Teriakku dari kamar, sambil membongkar isi lemari pakaianku demi menemukan sebuah sweater rajutan berwarna merah maroon. Aku berdecak kesal, harusnya tidak kupinjamkan pada Rika neesan kalau tahu begini jadinya. Dia selalu saja lupa dimana dia menaruh barang-barang pinjaman dariku sehabis dicucinya.
"Tidak tahu Ryou-chan! Cari saja sendiri!" Rika neesan balas berteriak dari bawah, yep, aku tahu pasti dia sedang menonton acara quiz yang pembawa acaranya adalah artis kesayangannya. Huh, dasar.
"Neesan tidak bertanggung jawab-ssu! Aku kan mau pakai hari ini!" Teriakku lagi. Mulai frustasi karena tidak menemukannya di lemari pakaian. Lalu aku bergegas keluar dan mencarinya di kamar Rika neesan.
"Pakai saja yang lain!" Serunya. "Hei, kau masuk ke kamarku ya!? Jangan mengacak lemariku!"
"Rika neesan bodoh!" Umpatku. Aku membuka lemari pakaiannya, mencoba mencari sweaterku dengan cepat tanpa mengacak pakaian kakakku itu. Nihil, tidak ada.
Aku mengecek jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Astaga! Lima menit lagi aku harus berangkat atau aku akan telat menemui Kurokocchi. Karena makin frustasi, aku keluar kamar Rika neesan lalu turun kebawah dan berlari kearahnya. Langsung saja ku ambil remote yang menganggur di meja dan mematikan televisi saat itu juga.
"Hei!"
"Rika neesan harus tanggung jawab-ssu! Lima menit lagi aku harus berangkat atau aku akan telat menemui Kurokocchi-ssu!" Gertakku. Kulihat Rika neesan ingin protes, namun tertahan di mulutnya, dan pada akhirnya dia hanya mengeluarkan helaan napas berat. Rika neesan adalah satu-satunya anggota keluargaku yang tahu kalau kini aku berpacaran dengan Kurokocchi, ya, setidaknya baru satu-satunya.
Akhirnya kami mencarinya berdua. Di jemuran, diatas tumpukan baju bersih, bahkan dikeranjang pakaian kotor, sweaterku tetap tidak ketemu. Aku hampir putus asa, tapi tiba-tiba neesan berteriak sambil mengangkat sweaterku.
"Ryou-chan! Ketemu!"
"Neesan ketemu dimana?"
"Di gantung di belakang pintu kamar mandi…hehe."
"Ck, dasar. Yasudah aku berangkat-ssu, doakan semoga hanamiku dengan Kurokocchi lancar-ssu!" Lalu aku bergegas menuju pintu keluar, memakai sepatu, dan pergi dari rumah sambil berlari kecil.
"Dia bilang mau hanami? Tapi keranjang makanannya ada disini…"
Now Loading…
"RYOU-CHAN! KAU LUPA KERANJANG MAKANANMU!"
Tapi aku terus berlari dan tidak mendengar Rika neesan berteriak dari depan rumah sambil mengangkat keranjang bambu berisi makanan tinggi-tinggi.
.
.
.
"Ck, kenapa Kise-kun sampai lupa membawa keranjang makanannya?"
Dan disinilah aku, duduk berdua dengan Kurokocchi di sebuah bangku taman dibawah pohon sakura. Aku menunduk dalam-dalam, merutuki kecerobohanku. Sangking paniknya mencari sweater, aku sampai lupa membawa keranjang makanan berisi sebotol teh sakura dengan dua buah gelas plastik kecil, beberapa buah sakura-mochi, dan beberapa buah dango tiga warna.
Aku sudah tahu kalau Kurokocchi pasti akan marah kepadaku.
"Hontou ni gomenansai, Kurokocchi! Habis aku baru ingat saat sudah berada didalam kereta-ssu! Maaf ya Kurokocchi, kubelikan dorayaki dan sakura-mochi dari warung diseberang saja ya?" Bujukku berharap amarah Kurokocchi mereda. Dan, untungnya harapanku itu menjadi kenyataan. Aku melihat kepalanya mengangguk pelan, segera saja aku berlari ke seberang dan membeli beberapa buah dorayaki dan sakura-mochi.
Tidak sampai sepuluh menit, aku sudah kembali lagi duduk bersama Kurokocchi, menyantap dorayaki kami dalam diam. Sesekali aku mencuri pandang kearahnya, dan kalau dia melirikku balik, aku langsung mengalihkan pandanganku atau berpura-pura fokus pada dorayaki yang kumakan. Aku bahkan tidak berani berkata apapun, takut akan tatapannya yang tadi sempat—menurutku—ingin menguburku hidup-hidup.
Seharusnya kencan pertama kami tidak seperti ini…
"Sudahlah, Kise-kun, jangan menangis, aku sudah memaafkanmu kok. Berhentilah menyalahi dirimu sendiri, dan hapus air matamu. Nanti orang-orang akan salah paham." Tiba-tiba Kurokocchi berkata sambil menghela napas. Aku menatapnya, dengan air mata yang jatuh begitu saja dari pelupuk mataku. Dia tahu aku sedih, dia tahu aku kecewa pada diriku sendiri, dia tahu aku…menangis.
Aku tersenyum sambil mengangguk dengan semangat. "Kukira…kukira Kurokocchi mulai tertular sifat psikopat Akashicchi-ssu!" Aku merengek, tapi tidak ada gerutuan yang biasa keluar dari mulut Kurokocchi. Saat aku melihat kearahnya…
Ya Tuhan.
Oke, salahkah aku jika kini aku tengah melihat seorang malaikat mungil yang terlampau antusias memakan sakura-mochi yang kini tengah terapit dikedua belah bibir tipis kemerahan itu? Salahkah?
"Kurokocchi…Aku jadi ingin memakan Kurokocchi saja-ssu!" Seruku sambil menerjang tubuh mungil nya, yang langsung dihadiahi Ignite Pass Kai andalannya.
"Hentikan Kise-kun, ini di muka umum." Ujarnya datar.
Tiba-tiba aku jadi tertawa sendiri mengingat kencan pertamaku dengan Kurokocchi yang tidak berjalan sesuai rencanaku. Yah, kalian pasti tahulah…hanami dibawah pohon sakura sambil menyantap sakura-mochi, mengobrol tentang banyak hal, berpegangan tangan, berciu—
Oke stop, sepertinya kegiatan yang satu itu tidak sengaja terselip dipikiranku. Jangan…aku tidak ingin menodai Kurokocchi dengan nafsuku. Tidak sampai dia yang meminta…
Aku bangun dari dudukku dengan frustasi. Bermaksud menjernihkan isi pikiranku, kutolehkan kepalaku kebelakang, menatap sungai dibawah. Aliran airnya sangat tenang, hingga membuat cahaya bulan terpantul balik. Ah, kalau melihat sungai, aku jadi teringat sebuah kejadian waktu musim panas.
"Kurokocchi, ingat tidak—"
Aku mengurungkan niatku bertanya karena melihatnya sedang berbicara di telepon dengan seseorang. Seseorang yang tidak biasa karena bisa kulihat raut wajah Kurokocchi menampilkan ekspresi seperti seorang Ibu yang mengetahui kalau anaknya mendapatkan nilai bagus di sekolah.
Kecipak…kecipak…
Musim panas memang panas. Cara mengurangi rasa panas yang menyengat hingga kedalam tubuh itu ada bermacam-macam. Makan es krim atau buah semangka? Duduk seharian di depan kipas angin? Atau pergi ke pantai? Itu sudah biasa.
Tapi mencari sebuah kunci sepeda dengan gantungan kodok di sungai adalah hal yang tidak biasa.
"Ugh…Midorimacchi, di sebelah sini tidak ada-ssu…" Ujarku pada Midorimacchi yang berada beberapa meter dibelakangku. Matanya yang sehijau hamparan rumput itu memicing padaku, lalu dia berteriak;
"Kalau tidak ada ya cari sampai ketemu, nanodayo! Dasar bodoh."
"Ugh…Kurokocchi…" Karena dibentak oleh Midorimacchi, aku bermaksud mengadu pada Kurokocchi. Tapi aku malah dihadiahi tatapan membunuh darinya.
"Itu salah Kise-kun sendiri. Siapa suruh main lempar-lemparan barang milik Midorima-kun dengan Aomine-kun?"
Aku memberengut kesal. Kulirik pemuda tan yang berada disebelah kananku. Tumben sekali dia tidak protes.
Kami berempat—aku, Kurokocchi, Aominecchi, dan Midorimacchi—memutuskan untuk terus mencari tanpa banyak berdebat. Meski sesekali terdengar umpatan Midorimacchi dan rengekanku, serta gerutuan kesal dari Aominecchi. Yah, memang salahku juga sih, main lempar-lemparan kunci sepeda milik Midorimacchi dengan gantungan kodok yang ternyata gantungan itu adalah lucky item Midorimacchi hari ini. Main lempar-lemparannya didekat sungai pula. Alhasil, kami semua mencarinya karena mengingat kalau Midorimacchi tidak bisa pulang tanpa kunci sepedanya.
Hari mulai gelap, tapi kami masih belum menemukannya. Tapi tiba-tiba suara klakson mobil mengagetkan kami semua. Aku dan yang lain spontan melirik kearah jalanan. Benar saja, sebuah limousine hitam yang tak asing dimata kami terparkir disana. Jendela penumpang tiba-tiba bergerak turun, menampilkan sosok dengan surai merah menyala. Akashicchi.
"Sedang apa kalian disana?" Tanyanya dengan nada mengintimidasi seperti biasa.
"Eh? Ah…itu, kami sedang mencari kunci sepeda milik Midorimacchi yang tidak sengaja terlempar olehku ke sungai-ssu." Jawabku sambil menggaruk rambutku yang tak gatal sama sekali.
"Oh." Balasannya singkat. Lalu aku melihat pandangan Akashicchi berganti kearah Kurokocchi, yang juga sedang menatap surai merah itu dalam diam. "Tetsuya, temani aku berbelanja untuk keperluan bunkasai kelas kita. Berdua saja. Naiklah keatas dan masuk kedalam mobilku." Perintahnya tegas.
Aku mengepalkan kedua tanganku kuat-kuat, entah mengapa. Yang membuatku terkejut bukan hanya sampai situ, tetapi karena Kurokocchi yang mematuhi perintah Akashicchi dalam diam dan bergegas membereskan barang-barangnya—memakai kembali sepatunya dan memungut tasnya—lalu berlari kecil naik kejalanan hingga masuk kedalam limousine mewah itu.
Tak sampai satu menit, limousine itu telah lenyap dari pandanganku.
"Hoi Kise, apa tidak apa-apa tuh?" Tanya Aominecchi sambil menyikut lenganku. Aku menoleh kearahnya, setengah kesal setengah bingung.
"Maksudmu apa Aominecchi?" Aku balik bertanya.
"Ck, itu si Tetsu dibawa pergi Akashi tanpa pamit padamu, apa kau yang sebagai pacarnya tidak apa? Aku sih kalau jadi kau akan menarik tangan Tetsu dan mengatakan pada Akashi kalau dia akan pulang bersamaku, dan bila ingin membahas sesuatu harus bersama denganku." Jawab pemuda tan itu panjang lebar. Aku tertegun, benar juga apa yang dikatakannya. Tapi masalahnya…apa aku punya keberanian sebesar itu untuk menghadapi Akashicchi?
"Lagipula kalian sekelas kan? Kenapa tidak sekalian mengajakmu juga?"
Pertanyaan Aominecchi terdengar seperti kaset rusak ditelingaku. Berputar berulang kali dibagian yang sama. Kenapa tidak sekalian mengajakmu juga? Kenapa tidak sekalian mengajakmu juga?
"Kalian berdua! Cepat cari lagi-nodayo! Memangnya kalian mau menginap disini hah!?" Seru Midorimacchi yang membuatku dan Aominecchi terlonjak kaget. Buru-buru kami mencari lagi kunci sepeda Midorimacchi di dalam air.
Tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu. Saat aku melihat agak lebih dekat lagi…siluet kodok! Ah ini pasti kunci milik Midorimacchi! Segera saja aku menggenggamnya dan mengeluarkannya dari dalam air.
Tapi kok…licin dan kenyal ya?
"Midorimacchi! Aku menemukan kunci—Hyaa! Ternyata kodok asli-ssu!"
Kodok itu pun terlempar, berbarengan denganku yang terpeleset dan jatuh kedalam air.
Puas bernostalgia kembali, aku menghampiri Kurokocchi yang terlihat sudah selesai mengobrol di telepon.
"Sudah selesai teleponan-ssu? Kalau begitu ayo kita lanjut berjalan-ssu. Nanti kalau tambah malam jadi tambah dingin." Ajakku sambil mengamit tangannya. Kurokocchi hanya mengangguk lalu membalas mengamit tanganku. Kini jemari kami bertautan, rasa hangat kembali menjalari sekujur tubuhku. Terutama hatiku.
Kami berjalan menuju rumah Kurokocchi, ya, aku memang memintanya untuk diperbolehkan mengantar Kurokocchi saat kencan kami selesai. Senyumku tak henti-hentinya terkembang manis diwajahku. Ah, aku sampai lupa!
"Kurokocchi, berhenti sebentar yuk. Ada yang ingin kuberikan padamu-ssu." Ujarku sambil merogoh kantong jaketku. "Merry Chirstmas and Happy Anniversary, Kurokocchi!"
Aku menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna biru dengan pita kuning yang menghiasinya. Kulihat dengan gemetar tangan mungil Kurokocchi mengambil kotak itu dan mulai membuka isinya.
"Kise-kun, ini…"
Yup, yang kuberikan adalah sebuah jam tangan untuknya. Jam tangan yang tak terlalu mewah, yang kubeli dengan uang tabunganku sendiri.
"Bagaimana-ssu? Suka tidak? Hehe…habis aku suka memperhatikan Kurokocchi kalau ingin mengetahui waktu pasti selalu melihat kearah jam dinding atau bertanya pada orang lain. Jadi kubelikan saja jam tangan untukmu-ssu." Kupasang senyum riang yang lebar, berharap dia juga akan tersenyum dan tertawa dengan senangnya.
Tapi yang kini kulihat justru senyumnya yang menyiratkan kesedihan dan penyesalan.
"Arigatou, Kisei-kun. Aku sangat menyukainya. Gomenansai, aku belum menyiapkan kado untukmu. Mungkin ini akan menjadi yang terakhir kalinya kau memberikan kado dihari jadi kita, Kise-kun."
Hah? Apa…apa yang barusan dia ucapkan?
"Kise-kun, bagaimana kalau kita mengambil rute yang berbeda?" Ajaknya sambil menggandeng tanganku dan mengajakku kembali berjalan.
Yang kusadari, kami tengah berjalan di rute menuju kearah stasiun kereta bawah tanah.
"Kise-kun, yamete kudasai." Aku mendengar desisan Kurokocchi, tapi aku memilih untuk diam saja dan terus meletakkan beberapa helai daun ginko yang berguguran diatas kepalanya. Baby-blue bertemu kuning pucat. Tanpa kusadari aku tersenyum lebar dan menambah daun-daun ginko diatas kepalanya.
"Kise-kun!" Kali ini dia mengibas-ngibaskan kepalanya. Helai-helai daun kuning pucat itupun turun dengan mulusnya.
"Pfft—gomen ne, Kurokocchi. Habis Kurokocchi terlihat imut sih-ssu!" Ujarku sambil menekan-nekan pelan pipinya yang pucat. Seketika Kurokocchi menggembungkan pipinya dan memberengut kesal.
"Aku tidak imut Kise-kun, aku ini laki-laki." Bantahnya. Ah, kalau begini dia terlihat makin imut saja.
Saat ini kami sedang berada di taman samping rumahku. Yah, taman ku ini tidak terlalu luas, dan hanya berdiri sebuah pohon ginko yang kokoh di sudutnya. Kebetulan sekali saat aku mengundang Kurokocchi kemari, daun-daun ginko sedang berguguran. Tanpa basa-basi aku mengajaknya duduk dibawah pohon, menikmati helai demi helai daun ginko yang jatuh ke tanah.
Kecuali sekarang, karena aku bosan jadi aku menjahili Kurokocchi.
Tiing!
Ada sebuah e-mail masuk, aku bisa mengetahuinya dari suaranya. Dengan sigap aku ambil ponsel yang berada di kantung celana sebelah kananku, lalu mengecek dari siapakah e-mail itu.
From: Akashicchi
Subject: Halloween
Tetsuya, Ryouta, Daiki, Shintarou, Atsushi, aku mengundang kalian untuk datang kerumahku dalam rangka merayakan malam Halloween yang berarti malam ini, jam delapan. Bawa perlengkapan kalian untuk menginap satu malam. Jangan sampai telat, atau kalian akan mendapatkan mimpi buruk berkepanjangan.
-End-
Apa!?
"Apa!? Malam ini-ssu? Akashicchi sudah gila ya?"
Tiing! Tiba-tiba ada e-mail masuk lagi.
From: Akashicchi
Subject: -
Awas kalau kau mengataiku gila, Ryouta. Akan kupastikan tidurmu malam ini tidak nyenyak.
-End-
Singkat, padat, dan jelas. Aku meneguk kembali ludahku. Apakah Akashicchi seorang cenayang!?
"Hah…sudahlah Kise-kun, kita turuti saja." Ujar Kurokocchi. Oh, berarti dia mendapatkan e-mail yang sama—kecuali e-mail yang terakhir, tentu saja. "Ngomong-ngomong aku ingin pamit pulang untuk mengambil perlengkapanku."
"E-eh? Kurokocchi mau diantar tidak-ssu?" Tawarku.
"Tidak usah Kise-kun. Lebih baik Kise-kun bersiap-siap juga. Sampai bertemu dirumah Akashi-kun." Pamitnya.
Akhirnya, aku hanya mengantarnya hingga gerbang depan rumahku.
.
.
.
Kami semua—para Kiseki no Sedai—sampai dirumah Akashicchi berbarengan. Dan tentu saja tidak telat. Karena, yah…tahu sendirilah.
Saat aku memasuki gerbang depan rumah Akashicchi, hal pertama yang terlintas dibenakku adalah kata 'mewah'. Sebuah kolam air mancur dengan beberapa bunga lotus mengapung indah terletak di tengah-tengah halaman depan. Semak kembang sepatu melingkari air mancur itu, sementara semak mawar merah tersebar luas mulai dari pintu gerbang hingga ke taman samping—dan mungkin hingga ke taman belakang. Lalu saat masuk kedalam rumahnya, kata 'mewah' itu kini berganti menjadi 'amat mewah'. Arsitektur khas Eropa dan Asia berpadu menjadi satu, menimbulkan kesan elegan. Lampu gantungnya terbuat dari Kristal, dan bisa kupastikan kalau figura yang menempel di dinding yang memperlihatkan foto Akashicchi bersama kedua orang tuanya terbuat dari emas.
Dan kami hanya bisa berdecak kagum, kecuali Aominecchi yang lagaknya seperti anak kampungan.
Kami semua digiring menuju lantai dua. Di lantai dua suasana di lantai satu seakan luntur. Kalau di lantai satu suasananya klasik, di lantai dua suasananya lebih modern. Dengan sofa panjang berwarna merah dan home theater yang tertata apik di ruang santai. Saat aku menengok ke kiri, aku melihat pintu berwarna putih dengan tulisan 'Seijuuro's Room' di depannya. Itu pasti kamar Akashicchi.
"Kita tidak akan tidur di kamar, melainkan tidur disini." Ujar Akashicchi sambil menunjuk tempatnya berdiri sekarang, yaitu di ruang santai. Kami semua mengangguk, lagi pula hanya satu malam, bukankah lebih bagus jika tidur bersama-sama?
"Sementara para pelayanku membawakan barang-barang kalian yang kalian tinggal dibawah, bagaimana kalau kita mulai bermain sesuatu?" Tawar Akashicchi yang tumben-tumbennya tanpa ada aura pembunuh yang menguar dari dalam dirinya. Refleks, kami semua saling pandang, masih tidak percaya. Tetapi sebelum Akashicchi sempat berkata lebih lanjut, aku buru-buru berteriak.
"Waaa! Bagaimana kalau kita main Truth or Dare-ssu?" Ajakku.
"Truth or Dare? Dengan apa, nodayo?" Tanya Midorimacchi. Aku mengedarkan pandanganku, mencari sebuah benda berbentuk silindris. Tapi tidak ada apapun, dengan terpaksa aku mengambil remote televisi yang berada diatas meja didekatku.
"Pakai ini-ssu!" Jawabku. Yang lain hanya menghela napas, lalu kami memulai permainan kami. Remote pun kuputar kencang, hingga putarannya memelan, pelan…dan berhenti pada—
—Aominecchi.
"Huahahah ayo Aominecchi! Truth or dare!?" Tanyaku sambil tertawa. Aominecchi terlihat sangat jengkel, lalu mendengus sombong.
"Huh, tentu saja dare! Memangnya kau pikir aku takut sepertimu Kise?"
Aku mengeluarkan tangisan buaya.
"Ryouta, tutup mulutmu atau terpaksa kujahit dengan tanganku ini." Suara keramat yang mengalun melewati telingaku terbukti sangat ampuh bisa membuatku mati dengan mata terbuka. "Baiklah, jika kau sudah diam, segera berikan dare-mu pada Daiki—karena kau yang memutar remotenya."Perintah Akashicchi padaku. Aku mengangguk kikuk. Sekitar lima detik aku berpikir…hmm…dare yang bagus untuk Aominecchi…
"Aha! Aku dare Aomine cchi untuk memakai bikini dan bergaya ala Horikita Mai di majalah-majalah pornomu-ssu!" Seruku kegirangan, merasa kalau ideku ini adalah senjata mutakhir demi membuat Aominecchi malu hingga tujuh turunan!
"NANI THE FUCK KISE! Apa-apaan dare itu!? Lagipula pasti kita tidak ada yang membawa biki—"
"Aku punya satu Daiki. Sekarang cepat pakai dan laksanakan dare-mu itu." Tiba-tiba ditangan Akashicchi sudah ada bikini berwarna pink dengan motif polkadot putih dan berenda-renda. Aku menahan tawa, kami semua menahan tawa. Sementara wajah Aominecchi mendadak horror.
"D-darimana kau punya benda itu, hoi Akashi!?"
"Tidak penting benda ini darimana Daiki. Sekarang cepat ganti pakaianmu dengan ini di kamar mandi, atau aku yang harus memakaikanmu disini dan sekarang juga, hm?"
Setelahnya, Aominecchi langsung merebut bikini itu dan berjalan kearah kamar mandi dengan kaki dihentak-hentakkan.
Sekitar dua menit kami menunggu, akhirnya muncul juga siluet dari arah kamar mandi. Aominecchi, keluar kamar mandi dengan wajah merah padam. Pakaiannya telah ditanggalkan dan diganti dengan sebuah bikini norak, tetapi dia masih menutupi badannya yang kekar itu dengan sweater biru tuanya.
"Mine-chin, kenapa masih ditutupi? *munch munch* Aku kan mau lihat~" Pinta Murasakicchi sambil tetap mengunyah maiubo keju miliknya.
"Ck, berisik kau Murasakibara!" Seru Aominecchi.
"Murasakibara-kun benar, Aomine-kun. Kau jangan menutupi badanmu dengan sweatermu." Kurokocchi mendukung Murasakicchi. Aku bisa melihat kejengkelan di wajah Aominecchi berlipat-lipat, sepertinya dia sedang menahan amarah untuk tidak memekik seperti anak perempuan dan berlari masuk kembali ke kamar mandi.
Tapi tiba-tiba Aominecchi melempar sweater dan baju serta celananya kebawah, memperlihatkan tubuh maskulin berbalut bikini minim yang kontras sekali dengan warna kulitnya yang hitam.
"Nih! Puas!?"
Oh Tuhan, rasanya aku ingin tertawa dan muntah disaat yang bersamaan.
"Pfft—HUAHAHAHAH AOMINECCHI PAS SEKALI-SSU! HAHAHAHAH!" Akhirnya tawaku tak bisa kubendung, dengan teramat sangat puas kutertawai Aominecchi dan penampilan barunya. Bayangkan saja, dada rata yang bidang kini ditutupi bra. Lalu kalau melihat bagian bawahnya…uhh, sebuah tonjolan besar di antara pangkal pahanya itu hanya tertutupi celana dalam tipis berenda. Yah, silahkan bayangkan sendiri.
"Nah sekarang Daiki, coba praktekan salah satu pose model kebanggaanmu itu didepan kami semua, sekarang." Perintah Akashicchi, sepertinya Aominecchi tidak akan berani menolak atau memprotes terlebih dahulu, melihat Akashicchi dengan antengnya tengah memegang gunting kesayangannya dan mengelap ujung besinya dengan tisu.
Akhirnya, dengan ogah-ogahan Aominecchi mempraktekannya. Mula-mula dia menunduk lalu membuat posisi tengkurap. Kaki kanannya dia agkat. Lalu dia mengangkat tangan kanannya yang gemetaran keatas—kebibirnya. Dia membuka sedikit bibirnya dan menyelipkan ujung jari telunjuknya, lalu sedikit meliukkan pinggang dan sengaja mengepit dada ratanya dengan kedua lengannya. Benar-benar…erotic.
"MHUAHAHAHAHAH TIDAK COCOK AOMINECCHI! TIDAK COCOK!"
"Mine-chin seram ih…"
"Hh…menggelikan."
"Pfft—seharusnya kau lihat ekspresimu sekarang ini, Daiki."
Splash!
Tiba-tiba bunyi yang tidak asing terdengar diteliga kami. Itu bunyi…kamera ponsel. Ponsel milik Kurokocchi. Terarah ke Aominecchi. Yang berarti…
"Tenang saja Aomine-kun, aku sudah menyimpannya untuk kau lihat nanti."
"HOOI TETSU TEME!" Raung Aominecchi. Acara kejar-kejaranpun terjadi. Tetapi karena Kurokocchi pintar menggunakan misdirection miliknya di berbagai situasi, acara kejar-kejaranpun itu dimenangkan oleh Kurokocchi.
Tapi bukan berarti Aominecchi bisa berhenti berlari.
Pasalnya, sekarang pemuda tan itu dikejar-kejar oleh Midorimacchi. Kenapa? Karena Aominecchi tak sengaja menginjak lucky item milik Midorimacchi yang berupa gantungan kunci berbentuk bebek yang terbuat dari plastik. Hal ini membuat Aominecchi seakan banci yang sedang dikejar-kejar oleh petugas.
Setelah ditenangkan (baca: diancam) oleh Akashicchi, acara kejar-kejaranpun itu berhenti. Aominecchi mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dengan kasar lalu berlari masuk ke kamar mandi. Permainan pun dilanjut setelah Aominecchi keluar dari kamar mandi.
Remote pun diputar oleh Aominecchi, dan berhenti pada…Akashicchi. Glek…kami semua memasang tampang horror—kecuali Kurokocchi, Murasakicchi, dan Aominecchi.
"A-Akashi, truth or dare?" Tanya Aominecchi takut-takut.
"Truth." Dengan santainya Akashicchi menjawab. Kami semua membuang napas lega. Kalau Akashicchi memilih dare…aku tidak yakin kalau dia akan menjalankan darenya tanpa menumbuhkan dendam pada Aominecchi. Hiiiy! Bisa-bisa aku kena juga!
"Mm…baiklah…Siapa first love mu?"
Semua mematung. Aominecchi kau terlalu—
"Tetsuya."
—WHAT!? A-apa!? Apa aku tidak salah dengar? Kurokocchi? Kurokocchi-KU!?
"Kau tidak salah dengar, Ryouta. Tetsuya memang cinta pertamaku." Tegas Akashicchi lagi. Tu-tunggu! Ternyata Akashicchi benar-benar bisa baca pikiran!
"Dan aku tidak bisa membaca pikiran, Ryouta." Lanjutnya.
Hening. Tidak ada yang berani untuk kembali berkomentar. Aku bisa merasakan tatapan iba dari Aominecchi dan Murasakicchi, dan Midorimacchi juga meskipun dia terlihat tidak mau terang-terangan menatapku. Kurokocchi hanya menundukkan kepalanya dengan wajah memerah, sementara Akashicchi kini memperhatikan Kurokocchi seakan-akan takut anak itu akan menghilang.
Jujur saja, aku ingin menangis sambil memeluk Kurokocchi dan mengatakan kalau dia adalah milikku sekarang juga, tetapi yang kuhadapi ini adalah Akashicchi. Kapten basket merangkap ketua OSIS yang absolut dan berkuasa. Jangankan melawannya, mengomentari perintahnya saja aku sudah takut setengah mati.
Lagi pula, apa yang harus kukhawatirkan? Toh, Kurokocchi 'kan hanya first lovenya. Dan kini Kurokocchi adalah pacarku, itu berarti aku telah melangkahinya duluan bukan? Mungkin saat ini perasaannya telah berubah terhadap Kurokocchi. Dan aku yakin Kurokocchi tidak akan meninggalkanku, karena dia pacarku.
"Ehem…Akashi cepat putar remotenya lagi." Pinta Midorimacchi. Awalnya Akashicchi mendelik dan memberi tatapan menusuk pada Midorimacchi, seakan kegiatan memperhatikan raut wajah Kurokocchi terganggu oleh permintaan Midorimacchi. Tetapi Akashicchi langsung memutar remote itu tanpa banyak bertitah lagi.
Pada akhirnya permainan ini dilanjutkan dengan canda tawa lagi, meskipun beberapa kali aku menanggapinya dengan setengah hati.
.
.
.
"Kumohon Kise-kun jangan dimasukkan ke hati. Lagi pula ini hanya permainan."
"Bukan masalah permainannya-ssu, tapi masalah perasaan. Apa Kurokocchi tahu kalau tadi aku benar-benar ingin berteriak didepan wajah Akashicchi dan mengatakan kalau dia tidak boleh mengambil Kurokocchi-KU ssu? Pasti Kurokocchi tidak tahu-ssu, tidak ada yang mengerti perasaanku…"
"Tidak Kise-kun, aku mengerti perasaanmu." Tangannya yang mungil membungkus tanganku, menyelimutinya dalam kehangatan. "Karena aku tahu kalau Kise-kun benar-benar menyukaiku, karena aku tahu aku milikmu, karena aku tahu meskipun Akashi-kun mengatakan aku cinta pertamanya, tetapi dia tidak mengatakan kalau dia masih mencintaiku. Karena aku tahu…Kise-kun adalah orang yang berharga bagiku."
"Kurokocchi…Apa itu benar-ssu? Kurokocchi tidak akan meninggalkanku dan memilih Akashicchi 'kan?"
"…Tidak Kise-kun, aku tidak akan meninggalkanmu."
Tapi yang kulihat kedua mata Kurokocchi menampilkan keraguan, serta ucapannya tadi yang terdengar tidak ada keyakinan. Dan aku benar-benar mulai takut sekarang.
"Hoi Tetsu, Kise! Sampai kapan kalian berdua mau berduaan di luar hah!? Cepat masuk, kita mau main cerita bergilir nih!" Tiba-tiba Aominecchi berseru dari pintu. Aku dan Kurokocchi mengangguk mengiyakan. Lalu kuulurkan tanganku pada kekasihku itu, membantunya berdiri. Kamipun meninggalkan taman belakang rumah Akashicchi dengan pikiran masing-masing.
.
.
.
Aku terbangun karena kaki Aominecchi yang menekan perutku.
Ugh…begini nih kalau tidur disebelah dia, bisa-bisa pagi nanti sekujur badanku biru-biru kena tendang dan pukul darinya.
Tetapi tiba-tiba aku menangkap pergerakan dari sebelah kananku, tepat disamping Aominecchi.
Meskipun gelap, tetapi aku tahu kalau ada seseorang yang bangun. Meskipun gelap, aku tahu kalau itu pasti bukan Kurokocchi. Meskipun gelap, aku bisa merasakan aura superiornya. Meskipun gelap, dan kedua mataku makin berat untuk membuka, aku bisa melihat kilatan mata orang itu, yang menatap wajah Kurokocchi dengan ekspresi yang tidak pernah ia tunjukan pada siapapun.
Meskipun gelap, dan kedua mataku sudah setengah terpejam, aku bisa melihat kalau orang itu, Akashicchi, tengah mencium Kurokocchi yang masih terlelap.
"Nah, Kise-kun. Kau cukup mengantarku sampai disini saja."
Ternyata benar, Kurokocchi membawaku ke stasiun kereta bawah tanah.
"E-eh? Kenapa disini-ssu? Bukankah rumah Kurokocchi berlawanan arah dari sini-ssu?" Tanyaku bingung. Tetapi Kurokocchi tidak langsung menjawab. Dia malah berbalik untuk menatapku dan menggenggam kedua tanganku.
"Kise-kun, aku ingin kita…putus."
Jantung ku serasa berhenti berdetak saat itu juga.
Dan aku merasa kalau waktu berhenti, detik itu juga.
Keadaan stasiun memang sepi saat itu, tetapi hal itu tidak memperbaik keadaanku.
"A-aku tidak salah dengar 'kan-ssu? K-Kurokocchi pasti bercanda 'kan?"
"Sayangnya tidak, Kise-kun. Maafkan aku, tetapi aku serius. Aku ingin kita berpisah."
"A-ahahahah aku tahu Kurokocchi pasti tengah menyiapkan kejutan untukku, iya 'kan!? Sudahlah Kurokocchi, aku sudah ta—"
"Kise-kun! Tatap mataku."
Dan salahnya, aku menatap kedua matanya.
Kedua matanya yang membawaku melihat hamparan samudera yang luas. Menghisapku untuk tenggelam didalamnya. Mengajakku untuk tak pernah terlepas darinya, barang sedetikpun.
"Kise-kun, aku tahu Kise-kun syok. Aku tahu Kise-kun tersakiti hatinya, tetapi aku tidak berbohong Kise-kun. Aku ingin kita putus."
"T-tapi kenapa-ssu? Apakah aku punya salah padamu-ssu?"
Bibirku bergetar saat bertanya padanya.
"Tidak, Kise-kun tidak punya kesalahan apapun padaku. Justru aku sangat bersyukur karena disukai olehmu. Setahun yang kulewati bersama Kise-kun adalah setahun yang menyenangkan bagiku." Kurokocchi mengambil napas dalam. " Tetapi ternyata aku tidak bisa menyukai Kise-kun seperti kau menyukaiku. Ternyata selama ini, rasa sayangku pada Kise-kun tak lebih dari sekedar seorang teman."
"A-apakah itu karena Akashicchi-ssu?"
Aku melihat kedua matanya membulat, dan tanganku mulai bergetar dalam genggamannya.
"Aku tidak ingin mengatakan kalau ini sepenuhnya karena Akashi-kun, tapi memang benar." Jawabnya lagi, menghindari tatapanku.
"Apakah itu…semenjak menginap dirumah Akashicchi? Apakah…Akashicchi menyatakan perasaannya padamu-ssu?"
Lagi-lagi, menghindari tatapanku. Dia justru menatap tiang lampu yang tidak ada menariknya sama sekali.
"Jika aku mengatakan iya, apakah Kise-kun akan tersakiti? Apakah hatimu akan sakit? Jika aku mengatakan kalau aku menyukainya dan menerima menjadi kekasihnya, apa Kise-kun akan terluka? Apa Kise-kun akan rela?"
'Tentu saja aku sakit, sakit sekali. Terlebih kini kau menyukainya, terlebih kau menginginkan untuk jadi kekasihnya. Tentu saja aku terluka, dan sejujurnya aku tak rela Kurokocchi, sangat. Aku sudah sangat senang, hingga rasanya aku bisa memeluk dunia ini ketika aku berhasil membawamu kedalam pelukanku. Teapi…tetapi…'.
Tetapi, apa hakku kini?
"Kise-kun, aku mohon jangan sukai aku lebih dari ini, jangan lagi menyimpanku dihatimu, jangan lagi mengingat kalau kau mencintaiku. Karena aku ingin Kise-kun bisa melupakanku, karena aku ingin Kise-kun bahagia…"
'Apa kau tidak sadar? Kau lah kebahagiaanku saat ini, kau lah segalanya bagiku kini.'
"Aku tidak ingin Kise-kun bersedih hanya karenaku. Aku tidak akan meninggalkanmu, itulah janjiku, bukan? Jadi aku tidak akan pernah meninggalkan Kise-kun karena Kise-kun adalah sahabat yang berharga bagiku."
'Tidak…bukan ini…bukan ini yang kumaksud…'
"Tetapi kau harus merelakanku Kise-kun…Karena…Karena aku menyukai Akashi-kun. Rasa suka yang berbeda dari yang kurasakan terhadapmu…"
'Jangan…jangan katakana lebih dari itu Kurokocchi, kumohon…'
Aku merasakan dia mempererat genggaman tanganku.
.
Within a veil of night, the moon illuminates us
Seeking the warmth of a strong embrace
With white breath and fingers numb from cold
We trace our names in the snow before it melts away
.
"Kise-kun adalah yang pertama bagiku. Meskipun nanti hubungan kita bukan lagi sepasang kekasih, tetapi kita akan tetap menjadi sepasang sahabat…"
Kini berganti tanganku yang menggenggam tangannya, seerat mungkin, hingga aku merasa takut kalau tangan itu akan meleleh dalam genggamanku.
.
"I won't leave you"
Was the promise I made
Beyond all the hazy white that I can see
It returns to nothing
.
"Kita tidak akan meninggalkan satu sama lain…"
Semua kata-kata yang pernah kuucapkan padanya kembali teringat didalam benakku.
"Kita akan bersama selamanya mulai sekarang!"
"Aku sangat menyayangimu Kurokocchi!"
"Kau imut sekali-ssu!"
"Kurokocchi, kita tidak akan meninggalkan satu sama lain 'kan?"
Semuanya…menghantam pikiranku, membuat pandanganku mengabur oleh asap dari mulutku sendiri. Entah sejak kapan aku mulai terengah-engah seperti seseorang yang terkena asma.
.
I wish the falling powdered snow would land and hide me
Staring at your back as you leave, I suppress my tears
The snow that falls piles up, swallowing the world and my love
Until the day the pain in my heart is gone
I'll melt into white
.
Aku sungguh tak ingin dia pergi dariku...
.
The days I spent with you come and go like the changing seasons
The last trace of the smile remaining in my memory is so fleeting
You are somewhere amongst the crowd
My thought of "Don't go" turns into a snowflake
I wish the falling powdered snow would land and hide you
The snow and tears that fall are without even sound
Snow falls, piling up and swallows you and our past
Until the day it finally melts away
Don't forget me
.
"Maafkan aku Kise-kun, tetapi aku harus pergi sekarang…"
'Kenapa harus sekarang…aku mengingat semua tentang kita disaat kau meminta untuk melupakannya…'
"Aku harap kita bisa jalan-jalan seperti ini lagi…"
'Kenapa aku harus mengingat semua kenangan manis itu, bila pada akhirnya kau membuat semuanya terasa pahit bagiku…'
"Arigatou to gomenansai, Kise-kun…Aishiteiru…"
Dan aku bisa merasakan bibirnya yang dingin menyentuh bibirku ringan.
"Itu hadiah dariku, Merry Christmas and Happy Anniversary, Kise-kun…sayonara…"
Dan aku bisa melihat tubuh mungilnya yang gemetar mulai berjalan menjauhiku menuju kebawah—masuk kedalam stasiun.
.
Fragments of breaking memories trickle down
I wish the falling powered snow would land and hide me
A drop of my voice, of my tears fall
The snow that falls piles up, swallowing the world and my love
Until the day the pain in my heart is gone
I'll melt into white
"Don't forget me"
.
Dan disinilah aku, berdiri sendirian menatap punggung mungilnya perlahan menghilang.
Usai sudah, semuanya sudah berakhir. Cintaku, duniaku, semuanya berakhir. Pandanganku mulai dipenuhi kabut putih lagi, meskipun kedua tanganku tertutupi oleh sarung tangan, tetapi aku merasa kalau kini kedua tanganku sudah membeku.
Tungkaiku lemas.
Seiring dengan airmataku yang tumpah, salju mulai turun dengan perlahan.
'Turunlah dengan deras…'
Aku menutup kedua wajahku, mulai terisak pelan.
'Kubur aku dengan semua masa laluku bersamanya…'
Tanpa sadar aku mulai memanggil-manggil namanya dalam isakanku.
'Sampai hatiku yang hancur ini terangkai kembali…sampai salju-salju ini meleleh…'
Entah seberapa besar cintaku padanya, aku bahkan tak mengerti.
'Aku ingin mengatakan sesuatu padanya…'
Aku hanya tidak bisa melupakannya begitu saja.
'Maafkan aku, Kurokocchi…'
Sampai detik ini, rasa sakitku masih tak kunjung mereda. Sampai detik ini ketika salju mulai menumpuk di kepalaku.
'Aku belum bisa melupakanmu, aku belum bisa rela melepaskanmu…'
Biarkan…air mataku jatuh bergabung bersama salju…
'Tapi, sampai saat itu tiba…'
Hingga kurasakan dingin yang menusuk kedua kakiku saat menyentuh salju dibawah.
'Aku harap kau tidak akan melupakan rasa cintaku…rasa cinta yang pernah menyatukan kita…'
Aku hanya bisa berharap, semoga musim semi datang lebih cepat. Sehingga aku bisa memekarkan bungaku yang baru, dan ikut memekarkan bunga orang yang kucintai bersama kekasihnya nanti…
"Boku o wasurenai de…"
FIN
.
Afterwords
Ini memang bukan sebuah kisah yang romantis, lucu, ataupun menyedihkan.
Hanya sepenggal kisah dimana semua yang kita lalui, tidak selalu berujung pada kebahagiaan.
Meskipun begitu,
Aku tahu kalau dia tidak pernah menyesal memiliki seorang sahabat yang amat ia cintai.
