That One Person, You.
Naruto © Masashi Kishimoto
Story by cimoeleventy
AU, OOC, misstypo everywhere, bahasa campur aduk, alur kecepetan, de-el-el.
Genres: Romance, Drama.
Main pair: SasuSaku
.
.
.
Summary: Sakura Haruno, wanita yang sudah matang secara usia tapi belum juga menemukan pasangan hidup. Dia yang sedang frustasi karena Ino dan Tenten seenak jidatnya saja mengadakan acara triple date membuatnya tak konsen dalam menyetir dan naas, dia menabrak seorang pria. Entah keberuntungan atau kesialan, yang ditabraknya adalah seorang polisi tampan nan terkenal, Sasuke Uchiha. Tapi sayang, Sasuke sudah punya calon, masalahnya, calon istrinya malah pergi ke New York.
.
.
Chapter 1: Awal Pertemuan. Masalah atau Keberuntungan?
.
.
Malam ini, sekitar pukul 9, di pusat cafe ternama Tokyo, ada tiga orang wanita cantik yang sedang duduk-duduk sambil menikmati beberapa gelas minuman yang bervariasi. Mereka adalah Tenten Mitarashi, Ino Yamanaka, dan Sakura Haruno.
"Sakura, kau ini sudah 27 tahun. Masih betah menjomblo?"
Tenten memperhatikan Ino yang lagi memulai sesi ceramah dan Sakura hanya manggut-manggut saja tak menghiraukan.
"Kupikir 27 tahun itu umur yang pas untuk melepas masa lajang." Wanita berambut coklat mengeluarkan pendapatnya.
"Wajah cantik seorang perempuan tidaklah abadi, Sakura. Ada kala di mana, nanti wajahmu akan tumbuh keriput dan menjadi nenek-nenek. Sebelum itu terjadi cepatlah cari calon."
Tenten menatap Ino dengan pandangan tak percaya. Apa sake bisa membuat seseorang menjadi bijak seperti ini?
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Ino bertanya agak risih.
"Ino, apa kau sakit? Mau pulang atau gimana? Ayo kuantar." Tenten berkata dengan polosnya sambil mengamit lengan kanan wanita seksi berambut ponytail.
"Sakit? Siapa yang sakit?"
"Kau."
Ino menepis lengan Tenten. "Kau gila! Aku hanya sedang memotivasi 'nona Haruno' agar dia cepat menikah, Tenten."
Ino berucap seperti tadi karena ingat salah satu kutipan film yang mengatakan, bahwa kecantikan seorang wanita tidaklah abadi. Dan mulutnya seperti bergerak sendiri saat melihat sahabatnya yang satu ini, belum menemukan jodoh yang pas. Waktu dia menonton film itu saja, dirinya langsung menelpon Sai untuk berkata kalau ia ingin segera menikah dengan pria itu. Ia takut dirinya akan ketuaan dan Sai lebih memilin daun muda yang masih segar.
"Habis kau aneh, menjadi orang bijak seperti itu, bukan tipemu banget."
Wanita berhelaian pink panjang bergelombang menutup kedua telinganya dengan sebal, ketika kedua sahabat karibnya itu malah sedang beragumen tentang dirinya. "Lalalala~"
"Sakuraa. Ayolahh. Aku sebentar lagi mau menikah. Sedangkan Tenten, dia sedang hamil muda. Dan kau?"
"Aku apa?" Sakura menatapnya bosan. Ia mainkan sedotan didalam gelas yang berisi cairan vodka.
"Aku bisa membantumu kalau kau mau."
"Hhh. Sudahlah." Sakura mengibaskan tangannya. "Terakhir kali kau membantu. Itu membuatku jadi tak bisa tidur, kau tahu."
22 hari yang lalu..
"Masuk!" Ino menjetikkan jarinya yang berlapis kuteks merah terang; memberi tanda.
Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan cafe yang sudah di pesan Ino, Ten-ten dan Sakura secara privat. Pria itu memegang sebuket bunga mawar dan mengeluarkan kata-kata puitis untuknya.
"Haruno Sakura... Oohh kau bagai bintang malam yang selalu berkerlap-kerlip di hatiku. Matamu yang berwarna hijau, mengingatkanku pada rerumputan menyejukkan di taman bunga. Namamu seindah bunga sakura yang cantik jika musim semi telah datang. Ooh Sakura..."
Sakura menggeleng. Terlalu romantis. Dan itu menjijikan.
"Next!"
Kali ini pria tampan berkemeja rapih bak orang kantoran muncul di hadapannya. Tangannya yang di masukan ke dalam kantung celananya, membuat kesan keren seketika. Sakura agak terpana melihatnya. Ino beserta Tenten pun senggol-senggolan saling memberi kode. Tapi, sial. Entah darimana, tiba-tiba sebuah cicak jatuh meniban rambut coklat milik pria itu.
Ino memekik kaget, "Kyaa~ Ada cicak di rambutmuuuuu!"
"C-cicak?! Y-yang benar?!" Wajah pria itu memucat. Ino mengangguk cepat sebagai jawaban. Badan langsingnya ia naikkan pada sebuah meja tinggi. Tidak peduli lagi akan imej yang dijaganya sedari tadi. Ino sangat jijik dengan cicak Tenten pun tak kalah heboh, ia juga ikut naik bersama Ino.
"Pergi kau pergi sana! Dasar makhluk biadab! Aaahhh!" Pria itu refleks menundukan kepalanya tepat ke arah Sakura untuk menjatuhkan cicak tak bersalah yang hinggap di kepalanya.
Sakura histeris. Tanpa sadar, kaki yang terbalut wedges menendang selangkangan pria malang itu sampai pingsan. Namun naas, makhluk-lembek-berkulit-coklat-pudar itu malah semakin mendekat ke arah mereka. Tiga wanita cantik yang takut terhadap binatang lembek merayap. Aneh, padahal manusia itu badannya lebih besar daripada cicak. Tapi, kenapa mereka semua kalah hanya dengan sesosok cicak yang padahal cuma diam saja?
Alhasil seperti inilah sekarang, ruangan yang tadinya memberikan kesan romantis, seketika hancur menjadi berantakan karena seekor cicak.
...
"Next..."
Ini adalah kesepuluh pria yang ditolak mentah-mentah oleh Sakura. Alasan yang Sakura berikan kepada mereka sama; terlalu puitis, terlalu humoris, terlalu mesum, biasa saja, tidak menarik, dan sebagainya.
Tenten sudah mengacak-ngacak rambut coklatnya dengan frustasi. Sedangkan Ino, wanita cantik berlipstik merah itu sedang membenarkan bulu mata palsunya yang hampir copot dengan lesu akibat insiden cicak tadi. Sakura? Hmmm.. Dia menopang dagunya dengan bosan untuk menunggu pria yang keluar selanjutnya.
Sepuluh menit berlalu tapi tak kunjung ada pria yang masuk.
Tenten pun heran, ia ambil sebuah toa yang ada di meja.
"Nexxtt!"
Krieett...
Pria dengan rambut gondrong kumel acak-acakan masuk ke tempat mereka. Bajunya compang-camping, dia cengar-cengir sendiri melihat ada cewek-cewek cantik dan seksi duduk di kursi cafe.
Dan pria itu adalah...
Orang gila.
"Kyaaaaa~"
Kembali ke masa sekarang.
"Yaa, mana kutahu kalau ada orang gila yang tiba-tiba masuk."
"Lalu kau mau bagaimana Sakura? Aku khawatir kau akan jadi perawan tua." Tenten bergumam sedih.
Plakk!
"Hish. Kau bicara apa sih, Tenten!" Ino mendeath glare pada Tenten, lalu tersenyum manis ke arah Sakura. "Kau tahu kan kalau orang sedang ngidam kadang suka bicara seenaknya."
Sakura mengangguk acuh. Ia seruput kembali gelas alkohol miliknya. "Kalian tak usah repot. Aku sudah punya calon."
"HAH?! SERIUS KAU?!" Mata aquamarine milik Ino membeliak kaget.
Tenten juga membulatkan bola matanya. Dia goyangkan lengan Sakura kencang. "CERITAKAN PADA KAMI! AYO CEPAT."
Sakura mengangguk malas, baru saja mulutnya terbuka untuk bicara sampai tiba-tiba kalimatnya tertahan oleh sebuah dering ponsel. Tangannya terulur untuk mengambil ponsel miliknya di meja.
"Ponselku, ummm.. ini dari calon my husband. Sebentar."
Ia angkat ponselnya sampai nada dering yang terdengar kini berhenti. Ino dan Tenten menatap Sakura dengan pandangan ingin tahu.
"Ya hallo? Iya sayang... aku lagi berkumpul sama teman-temanku nih. He'em... Iyaaa... sebentar lagi aku pulang. Ish dasar gombal! Haha bisa saja... Ha'i.. ha'i... dah sayang... emmmmuachh."
Wanita berdress lengan pendek biru pastel selutut itu mengakhiri telponnya dengan sebuah kecupan jarak jauh. Ino mendecakan lidahnya tak percaya dan Tenten memandang Sakura takjub.
Asal kalian tahu saja. Sakura sangatlah pandai dalam berakting. Ponselnya berdering bukan karena ada yang menelpon, tapi karena sebuah alarm yang di setelnya secara sengaja dari rumah. Ia sengaja melakukan ini semua untuk mengalihkan perhatian mereka. Dirinya sudah memikirkan kebohongan ini matang-matang saat Ino mengajaknya dan Tenten untuk berkumpul. Dan, ia tahu pasti arah pembicaraannya ke arah mana. Pasti ujung-ujungnya Sakura yang di nasehati dan diberi motivasi apalah itu. Ia malas memikirkannya.
Antara mau memberikan senyuman atau meringis gelisah takut ketahuan, ia bingung sekarang. Bagaimana ini? Dirinya sudah terlanjur bohong. Sakura muak bila harus mendengarkan pertanyaan 'Kapan nikah?' , 'Kapan punya pacar?' , 'Umurmu sudah pas Sakura' , dan blablabla.
"Bulan depan kita triple date yuk! Kebetulan aku sedang banyak libur, Sai-kun juga."
Ucapan yang keluar dari Ino kontan membuat Sakura tersedak kecil. Beda dengan reaksi Sakura yang nampak terkejut, Tenten malah gembira.
"Boleh tuh! Aku jadi bisa mengumbar keromatisanku nanti bersama Neji-kun. Lihat pembalasanku nanti Ino!"
"Haha iya, iya. Terserah." Ino menjawab seadanya. Aquamarine miliknya memperhatikan Sakura yang seperti melamun. Pandangannya terlihat kosong. Maka dari itu ia menoel pundaknya. Tapi Sakura tetap bergeming.
Apa tadi katanya? Triple date? Bulan depan? Gila! Yang benar saja, mana mungkin dia bisa menemukan pria yang mau berpura-pura menjadi kekasihnya dalam waktu secepat itu. Pria yang dekat dengannya saja hampir tidak ada sama sekali. Sakura tahu dirinya terlalu perfeksionis dalam hal memilih pasangan hidup. Tapi, semua itu ia lakukan untuk masa depannya juga. Dirinya tak mau asal dalam memilih urusan penting yang satu ini. Makanya sampai sekarang dirinya masih single. Karena selama ini belum ada satu pun pria yang mampu meluluhkan hatinya.
"Sakura?"
Kami-sama.. kenapa hidup ini rumit sekali sih? Sakura menggigit buku jarinya gelisah.
"Hei, Sakura?"
"Sakura!"
"Eh iya apa?" Sakura mengalihkan pandangannya pada Ino dengan kaget.
"Haish kau ini. Bagaimana? Bulan depan kita triple date. Sekalian aku mau lihat rupa calon suamimu."
Mati kau Sakura.
Mata Ino menyipit dan Sakura bergerak salah tingkah. "Apa jangan-jangan pacarmu tidak lebih tampan dari Sai-kun ya? Makanya kau melamun lalu berpikir ulang untuk mengajaknya?"
Bukan karena itu! Dasar bodoh. Aku melamun karena tak tahu harus mengajak siapa.
"Hei! Tampanan Neji-kun daripada Sai si tukang senyum itu tahu."
Sreek.
Sakura bangkit dari duduknya lalu menyambar tas kecil putihnya. "Ehem. Girls. Aku pulang duluan ya. Kepalaku pusing karena terlalu banyak minum."
Sakura pun meninggalkan Ino dan Ten-ten yang terheran-heran karenanya.
"Ten.."
"Ya?"
"Kau percaya akan hal Sakura bicarakan tadi?"
Tenten memutar bola matanya. Dia seruput mango juice miliknya. "Entahlah. Tapi siapa yang tahu kan, kalau Sakura memang sudah benar-benar memiliki calon suami tanpa sepengetahuan kita."
.
.
Wanita cantik berhelaian pink kini tengah menyetir dengan gelisah didalam mobil. Konsentrasinya buyar dan pecah saat mengingat Ino yang mengadakan acara triple date.
"Damn it. Darimana aku mendapat laki-laki yang mau menjadi pacarku dalam waktu sesingkat itu!?"
Pikiran yang mengerut terus saja keluar dari dalam otaknya tanpa ia bisa kendalikan. Apa sebaiknya dia jujur saja, kalau ia hanya bergurau soal yang tadi? Tapi kalau dia jujur mau taruh di mana muka dan harga dirinya nanti. Bisa-bisa ia di cap sebagai wanita yang suka berhalusinasi tinggi hanya karena tidak memiliki seorang kekasih.
"Hahh! Lama-lama aku bisa gila!" Ia acak rambut pinknya.
Bukk!
Dahinya sedikit terantuk pada setir yang di genggamnya. Kedua bola matanya membulat. "Apa aku baru saja menabrak seseorang?"
Tangannya memukul kepalanya sendiri, dan merutuk 'bodoh' berkali-kali pada dirinya sendiri, kenapa ia sampai tidak fokus menyetir seperti ini. Dengan tangan gemetar, ia membuka sealt-bealt yang terpasang. Dibukanya pintu mobil. Sakura berjalan sampai kaki jenjangnya berhenti di depan mobilnya. Dirinya berjongkok untuk melihat sesosok pria berjas hitam rapih tergeletak tak berdaya di hadapannya. Posisinya menyamping dan Sakura tak berani untuk melihat wajah lelaki itu.
Glek! Ia telan ludahya susah payah. Telunjuknya menoel pundak pria itu sekilas. "Hei... kau tak apa-apa?"
Pria itu masih diam tak berkutik.
Lantas Sakura bangkit berdiri. Ia cengkram rambutnya frustasi. "Haaahh! Jangan bilang kalau dia mati?!"
"YA AMPUN! TEME?!"
Sakura melonjak kaget dengan kehadiran seorang pria berambut kuning jabrik yang langsung rusuh melihat temannya itu. Pria yang kita ketahui bernama Naruto Uzumaki itu mengguncang-guncang tubuh temannya dan berteriak 'Teme' berkali-kali, sampai Sakura sendiri meringis tak nyaman karena merasa bersalah. Ia gigit jari telunjuknya. Jangan sampai pria aneh berambut kuning ini melapor pada polisi, bisa gawat dia.
"Kau?!" Mata saphire milik Naruto memincing pada Sakura.
"Umm... y-ya?"
"Kau harus tanggung jawab! Kalau temanku ini kenapa-napa gimana? Astagaa. Kau tidak tahu ya temanku itu siapa?"
Sakura memutar bola mata sambil menghela. "Memangnya dia siapa? Artis? Anak presiden? Anak mentri? Oke. Aku. Minta. Maaf. Puas? Aku akan ganti rugi biayanya. Berapa?" Sakura mencari sesuatu pada isi tas yang dibawanya.
"Simpan uangmu itu. Kau pikir dia semiskin itu sampai tidak bisa membiayi dirinya sendiri?"
"Yasudah! Lalu apa!?"
"Asal kau tahu, saat kau menabraknya sampai pingsan begini, dia berniat untuk membawa calon istrinya dalam waktu tiga jam. Dan sekarang, gara-gara Teme pingsan, calon istrinya akan berangkat ke New York!"
Sakura terdiam. Ia mencerna baik-baik. "Tunggu sebentar. Calon istri?"
Pria itu mengangguk sekali. "Yap."
"Kalau wanita yang kau maksud memang benar calon istrinya temanmu itu, lantas kenapa dia malah pergi ke New York? Ck. Wanita macam apa dia." Komentar Sakura tak habis pikir. Kalau dia di posisi wanita itu, mungkin dirinya akan senang dan memilih tidak keluar negeri sama sekali daripada tidak menikah.
"Calon istrinya itu akan berangkat untuk menyelesaikan kuliahnya. Teme sama sekali belum pernah mengenalkan kekasihnya pada keluarganya. Maka dari itu... ini kesempatan terakhirnya." Pria berambut kuning itu berkata dengan sedih.
"Lalu apa urusannya kau menceritakan segala tentangnya kepadaku?"
Naruto tidak menjawab pertanyaan Sakura. Iris biru langitnya malah memperhatikan wanita cantik berhelaian pink itu dengan seksama dari atas ke bawah. Begitu seterusnya, sampai membuat Sakura bergidik. "Apa kau lihat-lihat?"
"Sudah kuputuskan."
Maaf Teme. Tapi ini yang terbaik bagimu, daripada kau bersama Karin.
.
.
.
.
"Namamu siapa?"
Pertanyaan itu meluncur bebas oleh seorang wanita cantik berumur tiga puluhan ke atas untuk dirinya. Ya, untuk seorang wanita bernama Sakura Haruno yang sedang dilanda perasaan gugup sekaligus canggung. Saat ini, ia berada didalam ruang tamu mewah milik kediaman Uchiha. Dan ia tak punya pilihan lain saat Naruto mengancamnya ke polisi dengan tuduhan mengendarai mobil dengan keadaan mabuk. Tentu saja Sakura tak mau, dan pasrah saja saat disuruh datang ke alamat ini. Ia paling anti dengan yang namanya berurusan polisi dan segala jenisnya.
"S-Sakura Haruno.. Bibi, Paman."
"Wahh! Kau pintar sekali memilih calon istri yang cantik seperti dia, adikku!" Pria berambut raven panjang dengan garis mata di kedua bawah matanya berseru senang. Tak dapat Sakura pungkiri, jika ia tampan.
"Diamlah."
Suara itu berasal dari sebelahnya.
Setelah bercekcok ria dengan Naruto, baru ia ketahui pria raven emo yang ditabraknya secara-tidak-sengaja adalah Uchiha Sasuke. Naruto bilang padanya bahwa Sasuke adalah salah satu dari sekian polisi di kota Tokyo yang akhir-akhir ini sering masuk tv karena ketegasan dan ketampanannya yang tidak main-main. Sakura tidak dapat memastikan bahwa ucapan Naruto itu benar atau tidak, ia jarang sekali menonton tv, tentu saja karena dirinya sibuk bekerja sebagai dokter di salah satu rumah sakit terbesar Tokyo.
"Itachi, jangan seperti itu pada Sasuke. Nanti dia jadi malu. Sudah yuk kita ke kamar. Sepertinya Yuki-kun ingin tidur."
Satu lagi, seorang wanita cantik berambut coklat panjang yang berada di hadapannya merayu dengan lembut. Sakura tebak, pasti Itachi adalah suami dari wanita ini, dan Yuki-kun adalah... anaknya. Hahh, apa ini nyata? Keluarga ini terlalu sempurna. Semuanya cantik dan tampan.
"Tidak ko, Bu."
"Ssstt! Sudah. Kamu ngantuk itu. Tuh lihat matanya kelihatan lelah gitu. Ayo."
"Heemmm... padahal Yuki masih ingin melihat calon istrinya paman Sasuke yang cantik itu." Anak laki-laki berusia 4 tahun itu merajuk dengan menggembungkan pipi tembamnya.
"Nanti kapan-kapan dia bakalan datang ke sini lagi. Iya kan Ayame?" Itachi melirik Ayame memberi persetujuan. Ayame tersenyum manis dan mengangguk sebagai jawaban.
Mata oniks milik Yuki berbinar-binar. "Hontou ni?"
"Iya, tanya saja."
"Bibi-bibi!" Yuki memanggil Sakura dengan sebutan jahanam itu tanpa merasa bersalah.
Sudut perempatan siku-siku mulai terbentuk di dahi Sakura. Apa katanya? Bibi? Dengan tangan terkepal tapi mengeluarkan senyum manis Sakura menjawab lembut, "Iya?"
"Kapan-kapan kita main bersama ya?"
Sakura membuat tanda bulatan dari ujung jempol dan telunjuknya kepada Yuki. "Oke."
"Asyiiikkk! Aku bakalan punya bibi yang cantiik." Yuki bangkit dan menghampiri Ayame serta Itachi yang sudah berdiri daritadi.
"Hap. Iya. Nanti kamu juga bakalan punya sepupu sebentar lagi." Itachi melingkarkan kaki Yuki di lehernya lalu tertawa kecil bersama Ayame yang mengamit lengannya, mereka berjalan menuju sebuah kamar di lantai atas.
Kembali ke tempat Sakura berada.
"Jadi... kapan?" Fugaku‒ayah dari Sasuke dan Itachi‒berkata dengan suara dalam. Dingin dan terkesan kontradiktif. Matanya yang seakan-akan bisa membaca apa yang Sakura pikirkan, membuatnya agak takut.
"Huh? Kapan? Apa mak—"
"Secepatnya."
Selaan Sasuke membuatnya menoleh dengan kaget.
"Segitu tidak sabarnya ya, ingin memiliki Sakura seutuhnya, Sasuke?" ucap Mikoto tertawa kecil.
Sasuke melirik Sakura lewat ekor matanya. "Hn."
"Baiklah. Lebih cepat memang lebih baik."
"Apa pekerjaanmu, Sakura?" Fugaku kembali bertanya. Tapi Sasuke berhasil mengalihkan pembicaraan.
"Tousan. Sudahlah, jangan membuatnya tidak nyaman. Pembicaraan selesai. Kami pamit."
Tangan dingin milik Sasuke mencengkramnya supaya bergegas mengikutinya tanpa banyak bicara.
Sakura tentu saja protes sambil memukul lengan pria itu, tangannya agak sakit. "Hei! Mau ke mana?"
"Ikut aku."
"Paman. Bibi. Aku pulang dulu. Permisi." ucap gadis manis itu dari jauh sambil membungkuk sedikit.
.
.
"Mana kuncimu?"
Mereka telah sampai di depan mobil mini merah milik Sakura. Pria itu butuh penjelasan secara masuk akal untuk ini semua. Seharusnya yang dibawanya ke rumah adalah Karin, bukan gadis aneh berambut merah muda sepertinya.
"Untuk apa?"
Angin malam sedikit berhembus menerpa lengannya yang terekspos, Sakura bersidekap, dirinya tak habis pikir. Setelah diseret-seret dengan tak sopan keluar dari rumah pria itu dan sekarang tanpa minta maaf, Sasuke meminta kunci mobilnya. Bolehkah ia meninju pria ini? Kalau bisa sampai ia memohon maaf padanya karena telah berbuat lancang. Tapi mengingat pekerjaan yang dimiliki Sasuke membuatnya harus menpis jauh-jauh pikiran itu.
"Berikan saja."
Sakura memutar bola mata dan akhirnya dengan sangat terpaksa menyerahkan kunci itu padanya. "Ish. Iya-iya. Nih."
Setelah pintu mobil terbuka, Sasuke masuk lebih dulu ke dalam mobil lalu diikuti Sakura setelahnya.
"Kau siapa?" tanya Sasuke sesudah didalam mobil.
"Untuk apa kau menanyakan hal itu?" Sakura enggan menjawab.
"Di mana Karin?"
Sakura berdecak. Ia putar posisinya menjadi serong kiri menghadap pria arogan itu. Nadanya naik satu oktaf. "Karin? Kau gila! Aku saja tidak tahu Karin itu siapa."
Sasuke mendengus. Tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Sakura, ia bersidekap. "Aku tidak sebodoh itu. Calon istriku adalah Karin. Bukan wanita aneh dengan rambut gulali sepertimu."
"Apa kau bilang?!"
"Tsch."
"Hei! Dengar ya! Teman pirangmu yang bodoh itu tiba-tiba menyuruhku untuk pura-pura menjadi 'calon istri' di hadapan keluargamu!" jelas Sakura emosi. Jantungnya menggebu-gebu tak karuan karena ia sedang amat kesal hari ini.
Pria itu terdiam sejenak. Dia sedang berpikir, dan satu nama melintas di otaknya, "Naruto?"
"Mana kutahu!"
Tangan Sasuke mengepal, sudut perempatan siku-siku mampir di keningnya. Ia sudah tahu dengan pasti, siapa dalang dari semua ini.
Dobe sialan.
TO BE CONTINUED
a/n:
Hahh?! Cerita macam apa ini? *tepaarr* Abaikan judul diatas, aku ngambil judul lagunya jessica eonni wkwk #peace;) bingung mau ngasih judul apeh.. Aku tau ide pasaran sangaatttt.. tapi aku pengen publish, gimana dong? (Emang ada yg mau baca? *hiks*) Gpp.. aku menulis karena aku senang. Dan aku akan tambah senang jika kalian mau meninggalkan jejak. Aku masih amatir, butuh banyak masukan. Ni ff ga bakalan panjang ampe puluhan, ga kuat bikin yg konfliknya panjang dan gak selesai2 :D niatnya cuma pgn bikin cerita yg ringan2 aja ko, trus aku juga ga menjamin ini bakalan sedih or komedi #masagitu #tendangauthorgaje
Yaudah segini aja, sampai bertemu di chapter selanjutnya!
Review please... *_*
