Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Saya kembali lagi! Dengan fic yang menurut saya aneh dengan memilih karakter yang membintanginya. Hahahahaha… oh ya, saya ucapkan terima kasih buat yang mereview chap saya sebelumnya. Ada review yang sangat membantu saya. Tapi sayang, saya tak bisa menerapkannya. Karena dapat berdampak dengan hilangnya kata dalam fic saya. Oke langsung saja, selamat membaca!

Insyaf

Naruto punyanya Masashi aseli

Ini fic buangan pikiran saya

Warning! OOC, semrawut, typo yang disengaja(mungkin) dan lain sebagainya

Suara air yang jatuh bergema di tempat dua pria yang berpakaian cukup aneh berada. Keduanya sedang duduk bersantai di salah satu sudut ruangan tersebut. Yang satu berambut perak dan membawa pedang sabit bermata tiga. Yang lain memakai penutup kepala dan penutup mulut. Mereka adalah Hidan dan Kakuzu. Salah satu dari anggota Akatsuki. Organisasi buronan kelas atas dunia shinobi.

" Hei, Kakuzu! Bisakah kau hentikan kerjaanmu itu. Aku muak melihatnya!" Protes Hidan. Kakuzu yang sedang bermain-main dengan uangnya mengalihkan perhatiannya. Sedikit tak suka kerjaannya diganggu.

" Apa urusanmu, Hidan?! Suka-suka aku mau bagaimana." Ucapnya. Hidan mendengus. Ia lalu merebahkan dirinya di atas rrumputan tempatnya berada. Ia seperti menerawang entah ke mana. Dan Kakuzu tahu hal itu. Penasaran, Kakuzu menanyakannya.

" Ada apa, he? Tak biasanya kau begitu." Hidan mendengus.

" Tumben sekali kau peduli padaku. Ada angin apa?!" Tanngapnya. Ganti Kakuzu yang mendengus.

" Ya sudah kalau begitu. Jangan ganggu aku!" Ucap Kakuzu kesal. Ia paling tak suka diganggu ketika bermesraan dengan barang kesayangannya. Tapi kini ia rela terganggu malah diabaikan. Semakin kesal ia.

Suasana menjadi sunyi. Tak ada yang bersuara di antara mereka. Keduanya terhanyut dalam pikiran masing-masing. Musik dari gemericik air seakan mengiringi kegiatan mereka.

Lelah dengan kegiatannya, Kakuzu mengikuti patnernya. Tiduran di atas matras rumput. Perasaan, ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Memikirkannya membuatnya menjadi aneh sendiri. Ia enyahkan perasaan itu. Yang terpenting, ia ingin lebih santai lagi.

" Ne, Kakuzu, kapan kau hanya mementingkan uang? Uang itu bukanlah apa-apa." Kata Hidan tiba-tiba. Kakuzu mendecih. Lagi-lagi Hidan berkomentar dengan kesenangannya. Apa dia juga tak melihat dirinya sendiri.

" Bukan urusanmu. Kau pun juga sama. Bisakah kau tinggalkan aliran sesatmu itu. Lagipula, yang namanya Tuhan itu tak ada. Jikalau ada pastilah itu uang. Dengan uang kau bisa mendapatkan segalanya. Dengannya kau dapat kekuasaan. Dengannya kau dapat menundukkan orang kuat. Bukankah begitu?" Komentar Kakuzu.

" Tuhan itu ada, Baka!" Sergah Hidan. Ia mendudukkan dirinya dengan tiba-tiba. Memandang Kakuzu dengan nyalang.

" Benarkah? Jika Tuhan memang ada apa buktinya? Jika Tuhan ada, pastilah tak ada orang yang sengsara, tak ada orang yang jahat, tak ada orang yang menindas orang lain. Tapi kenayataannya?! Buktikan padaku, dimana letak keberadaan Tuhan?" berjibun pertanyaan dilontarkan Kakuzu. Kebanyakan di dalamnya merupakan pemikirannya selama ini. Ia tanpa sadar juga mendudukkan dirinya dengan tiba-tiba. Hidan hanya tersenyum. Ia terkekeh.

" Ya ampun. Kau seperti mebuka kedokmu sendiri. Dasar! Ada. Dan itu semua adalah keadilan dan kebijaksanaan Tuhan. Semua ini diciptakan berpasang-pasangan. Ada yang lebih ada yang kurang. Ada yang sejahtera, ada yang sengsara. Ada yang kaya, ada yang miskin. Ada yang kuat, ada yang lemah. Seperti itulah keadilan dan kebijaksanaan Tuhan. Ia menciptakannya bukan tanpa tujuan. Masing-masing dari ciptaannya saling membutuhkan. Si kaya butuh si miskin. Kalau tak ada orang miskin, maka tak ada orang yang akan berdagang ataupun bertani ataupun apalah itu. Dan si kaya akan mati kelaparan. Apa bila tak ada si kaya, maka si miskin juga tak akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Siapa yang membeli dagangannya atau hasil usahanya kalau semua orang hanyalah orang miskin. Demikianlah dunia ini diciptakan. Untuk saling melengkapi antara satu dengan yang lain untuk kesempurnaan hidup. Si kuat ada untuk melindungi si lemah, si makmur ada untuk memakmurkan si sengsara, dan sebagainya. Semua itu adalah keadilan, kebijaksanaan dan pengetahuan Tuhan."

Hidan terdiam. Ia sudah selesai dengan kalimatnya. Menunggu respon dari Kakuzu. Kakuzu pun terdiam. Tak percaya dengan apa yang dia dengar.

" Lalu, apa kejahatan dan kebaikan juga merupakan keadilan dan kebijaksanaan?" Tanya Kakuzu lagi.

" Tidak."

" Kenapa?"

" Karena yang Tuhan hanya kebaikan saja. Ia menciptakan sesuatu pasti yang bermanfaat bagi kehidupan. Kejahatan adalah buah karya makhluknya yang buta dengan keberadaan-Nya." Hidan menerawang. Memandang langit jauh.

" Lalu kau sebut apa kau itu?"

" Hehe… Aku ini jahat. Aku yang memilihnya sendiri. Aku juga bingung dengan diriku. Kejahatan seolah merupakan inti dari diriku. Aku tak bisa jauh-jauh darinya. Aku terlanjur menyatu dengannya. Mungkin aku sudah menjauh dari Tuhan terlalu jauh. Hingga Tuhan juga menjauhiku amat sangat jauh sekali."

Lagi-lagi Kakuzu tertegun. Apa ini Hidan yang sebenarnya. Hidan yang maniak dengan membunuh orang lain. Hidan yang haus akan pertarungan. Hidan yang selama ini menjadi patnernya.

" Yare-yare. Kau ini sedang terkena apa, Hidan? Kau seperti bukan dirimu saja." Canda Kakuzu. Hidan terkekeh. Dia juga bingung. Ia juga bukan seperti ini perasaan.

" Entahlah, aku juga tak tahu. Aku hanya merasa hidupku tak lama lagi." Kakuzu terdiam. Ia sering mengalami ini. Orang yang mengucapkan kalimat ini. Tanda-tanda seperti ini sudah sangat familiar baginya yang sudah hidup ratusan tahun. Ia menghela nafas.

" Hah~ ya sudahlah. Mungkin ini memang takdir. Mungkin aku akan melakukan suatu kebaikan. Semoga saja Tuhan mau mengampuniku."

TBC

Hora! Akhirnya selesai. Bagaimana minna-san? Tuangkan di review ya. Saya Kazemaki Natoshi, mengucapkan terima kasih dan sekian.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.