Sehun tidak begitu mengingat pertemuan pertamanya dengan Jongin.

Jongin hanya… begitu terang. Begitu berkilau.

Diantara puluhan kepala asing, ialah satu-satunya yang tertangkap jelas dalam netra Sehun.

Ketika Kim Jongin berdiri lantang diatas sofa dan berdecih, "Makan saja swag bodoh kalian!"

Itulah saat dimana Sehun berpikir akan menjadikan Jongin teman dekat.


Two Thousand and Thirteen
byunpies storyline


Oh Sehun and Kim Jongin.

Another EXO members and Red Velvet's Bae Joohyun.

Heteronormative!AU.

BoyxBoy.

.

It's more like SeKe!Kai and SeKe!Sehun, so there's no specific mark about the couple.

You can imagine it with what you want to.


It's a long damn story from 2013.


Junior high school yang Sehun masuki bukanlah pilihan murni dari ia sendiri.

Semua orang selalu mengatur kehidupannya dan Sehun telah terbiasa untuk menunggu, membiarkan orang lain yang memilihkan jalan hidup baginya. Dia sama sekali tidak terpaksa. Dia hanya—mungkin, menjadi sedikit terlalu biasa.

Yang dipilihkan orangtuanya adalah sekolah negeri yang reputasinya amat terkenal dan Sehun masuk tanpa perlu bersusah payah membayar lebih, meski dia harus bersaing dengan banyak sekali orang dan beberapa kali sempat khawatir terlempar keluar dari tempat nilainya berdiri. Ketika beratus-ratus murid baru yang lolos diumumkan dan Bae Joohyun termasuk salah satu dari mereka, Sehun langsung saja menerima sekolah barunya.

Joohyun tidak pernah mengatakan kemana dia akan bersekolah dan Sehun juga tidak pernah bertanya, namun setelah mendengar pengumuman, anak perempuan itu sama saja gembiranya dengan Sehun.

"Kita satu sekolah lagi!" Joohyun menjerit-jerit senang di telepon. Dia terdengar nyaris menangis saking bahagianya. "Bahkan tanpa janjian terlebih dulu! Seperti takdir juga ingin menjodohkan kita!" Sehun hanya tertawa mengiyakan.

Hubungan mereka memang berjalan seperti drama.

Sehun tahu Joohyun tidak berekspektasi akan bersama lagi. Anak perempuan manis itu sejak awal terlihat begitu pasrah dengan hubungan mereka, tahu kalau-kalau suatu waktu mereka bisa saja mendadak kandas.

Karena Oh Sehun tidak pernah begitu menginginkan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Bila dia harus melakukan sesuatu demi kepentingannya yang harus mengorbankan Bae Joohyun sekalipun, ia pasti akan tetap melakukannya.

Tapi meski kasarnya mereka selalu berjalan sendiri-sendiri, sejauh ini hubungan mereka baik-baik saja. Seperti ada tali merah tak kasat mata yang terus menghubungkan mereka untuk berada di jalan yang sama.

Meski begitupun, Oh Sehun tidak pernah begitu menginginkan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Sehun suka menari. Sehun suka keju.

Sehun suka Bae Joohyun.

Tapi dia hanya suka. Oh Sehun tidak pernah mencoba mengambil keputusan lebih untuk mempertahankan apa yang dia suka.

Sehun tidak mencari tahu kemana Joohyun akan bersekolah karena pada akhirnya dia tidak akan bisa kukuh memaksa masuk sekolah yang sama.

Bahkan meski semua orang menyuruhnya berhenti menari sekalipun, Sehun tetap akan melaksanakannya.

Namun sejak Sehun menginjak sekolah barunya dan mencoba masuk ke klub tari, ia kemudian bertemu Kim Jongin.

Dan Sehun akhirnya mulai mengambil keputusannya sendiri.


Jongin satu-satunya yang menolak keras ide hip hop yang diusulkan lebih dari dua pertiga anggota klub. Selain Sehun, hanya anak tan itu yang begitu.

Sehun sangat cinta lagu klasik, sementara hidupnya didedikasikan penuh untuk menari dalam alunan jazz. Dia selalu menyukai fakta akan tubuhnya yang meliuk indah dalam lagu-lagu bertempo lambat dan rumit, lurus dan stagnan, bukannya melompat liar dalam lagu-lagu keras dan penuh teriakan bising.

Namun semua orang bersikeras. Laki-laki tidak menari jazz.

"Memangnya kenapa?" Jongin menaikkan sebelah alisnya. Sehun bercerita dengan canggung ketika klub telah berakhir dan menyisakan mereka berdua, sedang mengutuki keputusan lagu hip hop yang ditetapkan. "Aku mulai menari umur empat tahun. Di awal aku sangat suka jazz, tapi seterusnya aku malah lebih menggeluti balet."

"Balet?" Sehun terkejut.

Jongin tersenyum. Setengah menyeringai, seperti tengah mengejeknya. "Kenapa? Kau juga mau bilang balet bagi laki-laki itu menjijikkan?"

Tidak, Sehun tidak berpikir begitu. Sehun selalu suka bagaimana semua penari balet melenturkan tubuh mereka dan berputar-putar ditengah panggung seperti angsa. Sehun ingin begitu, tapi dia tidak selentur itu. Dia agak terlambat ketika memulai hobi menarinya hingga terlambat melenturkan diri.

Membayangkan Jongin berputar membuatnya terperangah. Takjub.

"Kau bisa balet?" tanya Sehun, alih-alih menjawab pertanyaan sarkas dari Jongin sebelumnya. "Kau bisa berputar di atas kakimu—?"

Jongin kelihatan geli. "Pirouette hanya gerakan dasar, tahu tidak?"

Lalu Jongin menyalakan musik dari ponselnya. Sehun segera mengenali, itu orkestra Swan Lake versi opera, langsung Jongin putar di bagian penutupnya. Lagu yang sebenarnya begitu pasaran, namun memiliki kesulitan yang cukup tinggi bagi penari biasa.

Tapi sepertinya tidak bagi Kim Jongin yang sekarang telah berdiri di tengah ruangan itu.

Jongin terlihat begitu lentur, begitu lembut, begitu memukau, begitu membuat Sehun terhanyut dalam tariannya. Bagian penutup yang tragis dan menyayat hati dari tarian inilah yang menjadi favorit Sehun.

Jongin tentu menyukainya juga, karena alih-alih menjadikan tariannya sebagai ajang diri, ia lebih terlihat menikmati dan terbawa perannya sendiri.

Sehun mengira Jongin akan mengambil peran Pangeran Siegfried. Namun setelah beberapa saat barulah ia menyadari Jongin sejak awal menarikan bagian Odette.

Ekspresi Jongin begitu sedih bahkan ketika ia berputar dua kali diatas satu kaki dan membuat seluruh rambutnya melayang tak seimbang. Sehun terhanyut sampai tidak sadar menangis sedikit. Ia tersentak dan membersut hidungnya ketika Jongin mengakhiri tariannya, berhenti disana, menertawakannya.

"Apa-apaan, Kim Jongin. Kau jadi perempuan?"

"Bagian Odette lebih menyentuh untukku." Jongin menyeringai lagi, terlihat lelah dan bahagia. "Dan kalau aku jadi Siegried, aku tidak akan membuatmu menangis seperti ini."

Sehun tertawa mengiyakan. Dia juga tidak suka Siegfried yang cinta buta. Siegfried hanya menyukai luaran Odette, terbukti dari ketidakmampuannya mengenali penyamaran Odile yang memang sempurna. Siegfried tidak pernah sungguh-sungguh mencintai sepenuh diri Odette dengan hatinya.

Meski begitu, Odette tetap mencintainya. Cinta sejati mereka terbentuk hanya karena hati Odette yang tulus.

"Aku harap aku punya seseorang seperti Odette," ujar Sehun, sama sekali tak nyambung dan tak masuk akal.

"Aku harap aku bisa jadi seperti Odette." Jongin menimpali dengan lebih tak masuk akal lagi.


"Aku tahu kau."

Sehun mendongak dari novel pinjamannya, "Apa?"

Ini jam istirahat dan Sehun tidak sengaja berpapasan dengan Jongin ketika dia baru saja keluar dari perpustakaan. Anak itu tiba-tiba menariknya duduk di pinggir lapangan, bersila di samping Sehun sambil mengamati anak-anak yang tengah bermain futsal, namun tangan kanannya sibuk memainkan jemari kiri Sehun yang tidak memegang novel.

Sejujurnya Sehun tidak tahu apakah mereka memang seharusnya sedekat ini.

Mereka kemarin hanya berbicara tentang menari, tentang Swan Lake dan Odette, mereka hanya berjalan bersama hingga gerbang sekolah dan berpisah disana.

Tapi sekarang—entah kenapa dia hanya membiarkan Jongin berlaku semaunya.

"Aku tahu kau," Jongin mengulang, tangan kirinya masih meremat jemari kiri Sehun seolah dia sedang gugup entah untuk apa, "Bahkan sebelum kau datang padaku dan memperkenalkan diri di ruang latihan kemarin."

Sehun hendak bertanya maksudnya ketika gerombolan senior melewati mereka berdua.

"Hei, Kim Kai!"

Jongin mengangkat tangannya yang bebas, "Halo, Minho, Jonghyun—oh, kau sekarang bergabung dengan mereka, Kibum?"

"Sopan sekali," Sehun mendesis. Kim Jongin begitu bar-bar dan seenaknya, sesungguhnya perilakunya ini sangat bertolak belakang dengan seluruh tata krama yang ditanamkan keluarga Oh di kepala Sehun.

Tapi dia tidak jadi menegur Jongin ketika salah satu senior itu berpaling padanya dengan mata memicing, "Oh Sehun?"

Sehun terkejut, dia tidak mengenal orang ini, "Ya?"

Yang lainnya ikut menatap dia. "Apa? Oh Sehun?" Sekarang nyaris semua orang yang berada di pinggir lapangan seperti mereka juga ikut menatapnya.

"Dia Oh Sehun yang itu?"

"Yang benar saja, Oh Sehun?"

Sehun mengedarkan pandangan hanya untuk menatap puluhan mata yang terkejut dan terpana.

Situasi macam apa ini?

Dia beralih pada Jongin. Tapi temannya itu malah menarik sudut bibirnya.

Kim Jongin menyeringai penuh kepuasan, tangan kanannya sekarang menggenggam jemari Sehun erat sembari berkata keras-keras, "Benar, Sunbaenim, Sehunku memang Oh Sehun yang itu."

Pembicaraan berakhir dengan teriakan anak-anak yang sedang bermain futsal—seseorang tampaknya berhasil membobol gawang lawannya. Semua yang berada di pinggir lapangan termasuk para senior barusan segera saja teralihkan atensinya.

"Mereka mengenalku?"

Sehun mencoba berbisik setelah gerombolan senior tersebut pergi.

Jongin balik menatap Sehun, alisnya terangkat, "Semua orang tahu Oh Sehun." Nadanya datar saja seperti sedang membicarakan yang seharusnya. Tapi Sehun seperti tersetrum mendengarnya.

"Apa? Kenapa?"

"Nah," Novel yang terabaikan di pangkuan Sehun ditarik Jongin, tapi pemiliknya sedang terlalu bingung untuk peduli. "Kau selalu tampil setiap ada kesempatan. Ditunjuk menari, menyanyi, mewakili semua lomba. Kau sudah seperti maskot emas bagi sekolahmu, lalu apalagi yang kau harapkan tentang popularitasmu?"

Sehun diam. Tapi wajahnya jelas tengah memancarkan curiga yang amat kuat karena Jongin segera melanjutkan ocehannya,

"Aku tahu kau pulang pergi ke sekolah dengan mobil jemputan bersama teman-temanmu. Aku tahu kau selalu jajan bubble tea cokelat tiap pulang sekolah. Masih juga tidak percaya?"

Sehun masih terdiam. Tapi sekarang matanya membulat sempurna.

"Dan sebetulnya, Oh Sehun, bukan aku dan teman-temanku saja yang memperhatikanmu—bahkan hanya berjalan dari gerbang sekolah ke mobil jemputanmu saja kau tampak seperti model catwalk, sialan, siapa yang tidak bisa mengabaikan Oh Sehun kalau kau selalu terlihat seperti tokoh utama dalam drama?"

Sehun menarik nafas, aura pahit Jongin entah mengapa terasa begitu kuat dan mencekik. Mungkin itulah yang membuat semua orang bahkan para senior menyeganinya. Tampang Jongin bahkan selalu datar dan mengintimidasi seperti hendak menelan semua orang hidup-hidup.

"Kim Jongin, aku hanya selalu tampil di lingkup sekolah, bukannya di televisi."

"Lalu?" Tampaknya teman barunya ini begitu menyebalkan, dia sekarang memainkan lagi jemari kiri Sehun tanpa menatapnya sama sekali, "Aku selalu mendengar tentang Oh Sehun yang tampan, Oh Sehun yang pintar, Oh Sehun yang seperti ini, seperti itu, sampai muak rasanya. Berita itu datang dari mulut ke mulut, tahu."

Sehun masih mencoba menyangkal, "Aku tidak tahu aku seterkenal itu." Dia memang benar-benar tidak tahu.

Tapi Jongin malah menyeringai, "Berarti kau juga tidak tahu kalau kau selalu jadi bahan masturbasi banyak orang, ya?"

Sehun terlalu terkejut untuk bereaksi hingga terdiam sebentar—

"APA?!"

Lewat beberapa menit ketika dia akhirnya melepaskan kasar tangannya dari genggaman Jongin dan berteriak.

"Dengar," Sekarang Jongin mencondongkan tubuhnya pada Sehun, dia jelas hendak mengabaikan ucapan tak senonohnya barusan. "Sekolah ini punya banyak pemangsa, kau sebaiknya jangan jauh-jauh dariku."

"Aku ini laki-laki," Sehun tidak tahan untuk tidak mengumpat juga akhirnya, "Brengsek."

Apa-apaan? Kenapa teman baru yang dia inginkan malah begitu mengerikan? Kenapa dia malah tiba-tiba mendapat hinaan?

Tapi begitu melihat telapak tangan Jongin yang bergetar, Sehun segera saja tahu mengapa anak itu begitu senang menggenggam tangannya.

"Mungkin sebenarnya, Kim Jongin, kau yang harusnya jangan jauh-jauh dariku."

Sehun hanya berkata begitu sembari meraih tangan Jongin untuk digenggam lagi, tapi efeknya pada aura suram Jongin begitu hebat.

Kim Jongin tersentak, menatap pada jalinan tangan mereka dengan terkejut, untuk mengangkat wajahnya dan menatap lagi pada Sehun.

"Tampaknya kau harus mengurangi kadar kesempurnaanmu dulu untuk bisa bersanding dengan orang sepertiku, Oh Sehun."

Tapi Jongin sekarang tersenyum manis. Balas menggenggam jemari kiri Sehun dengan tangan kanannya yang masih gemetaran.

Aura kuat dan segala sinisme yang ia keluarkan sejak awal tiba-tiba menguap begitu saja.

Sehun tidak tahu apa maksudnya. Yang dia tahu, anak bernama Kim Jongin ini jelas membutuhkan seseorang.

Sama butuhnya seperti dia.


Kedekatan Jongin dan Sehun sebenarnya terjadi begitu saja. Tidak ada yang benar-benar pertama memulai, mereka hanya langsung berbincang dan merasa cocok, kemudian mulai pergi bersama. Tiba-tiba saja mereka telah bertukar nomor ponsel dan line.

"Aku di kelas tujuh-dua." Jongin menyebut ketika Sehun bilang dia dari tujuh-lima.

Setelah percakapan mereka yang terakhir, Kim Jongin tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat seperti kucing liar yang menjadi manis.

Mungkin hanya kepada Sehun, karena dia masih saja memasang muka penuh intimidasi bila dia sedang bicara dengan orang lain.

Jongin selalu dapat menemukan Sehun dimanapun dia berada. Sebenarnya Sehun merasa agak terganggu, dia bahkan belum sempat mendekatkan diri dengan teman sekelasnya yang lain dan teman barunya ini terus saja menculiknya sesuka hati, tapi dia hanya akan membiarkan Jongin berlaku semaunya.

"Oh, kau sekelas dengan Joohyunnie," Sehun lebih terdengar seperti menyatakan daripada bertanya.

Jongin agak mengernyit. "Joohyunnie?"

"Iya, pacarku."

Kening Jongin semakin mengernyit lagi, "Aku tahu." Hidungnya mendengus dan dia seterusnya diam.

Sehun menggumam bingung, dia tidak merasa pernah menceritakan tentang Joohyun. "Aku tidak pernah bilang padamu."

"Siapa yang tidak tahu pacar Oh Sehun?"

Suara Jongin terdengar begitu sinis hingga Sehun merasa salah bicara. Tapi Kim Jongin memang selalu begitu.

Terkadang dia berlaku sangat manis, manja, dan menempeli semua orang. Kemudian di lain sisi dia akan menjadi begitu cuek dan menyebalkan. Dia selalu seenaknya sendiri.

Sehun terus mengusap dada karenanya.

Menjadi teman terdekat seorang Kim Jongin yang dipilih dari beratus-ratus orang di dekatnya adalah suatu kehormatan. Tapi perlu Sehun akui, ada banyak hal darinya yang perlu disusun ulang untuk bisa berteman dengan Jongin.

Standar Kim Jongin yang liar sesungguhnya seratus delapan puluh derajat berbeda dengan standar Oh Sehun yang kaku dan penuh wibawa.

"Aku salah bicara lagi?" Sehun bertanya meski dia sudah tahu jawabannya. Jongin hanya berdeham. Tidak menatap pada Sehun, malah mengalihkan wajahnya ke samping untuk mengamati daun-daun yang ditiup angin.

Sehun mengulurkan tangan dan mengusap lembut kepala Jongin.

"Maafkan aku."

Meski Jongin selalu bersikap kasar dan cara bicaranya pun seperti anak jalanan, sebenarnya Jongin butuh diperlakukan lembut. Sehun hanya langsung tahu dengan sekali lihat.

Anak seperti Jongin selalu butuh kasih sayang lebih.

Biasanya Jongin akan langsung luluh bila Sehun sudah bersikap seperti itu padanya. Dia akan jadi liar lagi dan menyandarkan tubuhnya pada Sehun seperti biasa.

Tapi Kim Jongin akan jadi berpuluh kali lipat menyebalkan bila alasannya merajuk adalah Bae Joohyun.

"Jangan ngambek terus," bujuk Sehun. Dia hanya berusaha menghibur Jongin yang hatinya terus memburuk sejak tadi, semakin diperparah oleh Joohyun dengan gerombolan temannya yang melewati mereka berdua dan cekikikan pada Sehun. "Mereka memang selalu seperti itu."

Jongin diam. Dia masih merajuk. Sehun jadi bingung membujuknya bagaimana lagi.

"Jangan merasa jadi obat nyamuk begitu, Jongin. Joohyun tidak akan menyuruhmu menjauh dariku."

Lagipula Jongin tidak perlu jauh-jauh karena Sehun bahkan tidak pernah berduaan lagi dengan Joohyun sejak masuk sekolah ini. Dia terlalu sibuk bersama Jongin, bahkan meski mereka hanyalah sebatas kenalan klub dan tidak sekelas.

Sehun selalu berharap teman dekatnya dapat membaur baik dengan kekasihnya.

Namun kalau untuk Kim Jongin, sepertinya akan selalu jadi mustahil.

"Jangan bicarakan dia di depanku." Kata Jongin akhirnya, ketika Sehun meraih jemari anak itu dan menggenggamnya.

"Kenapa?"

"Aku tidak suka perempuan."

Sehun terbahak. Dia menepuk-nepuk punggung Jongin keras sekali sampai anak itu berdiri dan memukul Sehun balik, menjadikan mereka berbagi pukulan hingga beberapa saat. Sakit, tapi setidaknya Jongin jadi tidak menyimpan marahnya sendiri.

Jongin yang perajuk, mungkin sebenarnya hanya cemburu karena dia pikir Sehun akan jadi lebih memperhatikan orang lain, meski dia tidak pernah mau mengakuinya sendiri.

Tapi tidak begitu. Sehun tahu kalau dia tidak akan pernah begitu.

Sejak ada Kim Jongin, selalu ada bagian lebih dalam diri Sehun yang akan selalu memprioritaskan sahabatnya itu lebih dari apapun.


To Be Continued


I really want to make it in oneshoot, but it were too long—I can't make smth in one file with words that more than 10K. It's my first time making hetero!au with straight!sehun as the centric, so please tell me what did you think abt this fic.

p.s. i've published this story 2 days ago and got deleted (also acc suspended) maybe bcs of spam. (i published 3 stories at the same minute hehe, so stupid, right?) but anyway, i've put some additional part this time.

So please let me know your thoughts!

Sukabumi—27.07.2018
byunpies