Nothing is perfect. Life is messy. Relationships are complex. Outcomes are uncertain. People are irrational.

Hugh Mackay


.

.

Tangled Heart

Present by

Hiname Titania

Disclaimer

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Warnings

OOC, AU, misstypo(s), etc.

Don't Like Don't Read.

No Plagiatism.

SASUKE HAREM

Jika kalian kuat melihat Sasuke bermesraan dengan gadis yang bukan favorit kalian, maka fanfic ini untuk kalian.

Jika ada kesamaan cerita atau tokoh itu murni ketidaksengajaan.

.

.


Ya dia melihat, tapi dia tetap diam di tempatnya. Adegan di depannya sekarang seperti adegan di drama-drama romantis yang sering ditonton adiknya. Biasanya dia hanya akan menjadi penonton saja tapi sepertinya situasinya sekarang memaksanya menjadi salah satu pemeran dalam drama romansa tersebut, lebih tepatnya sebagai pemeran antagonis yang selalu menyebabkan ketidakharmonisan antara dua tokoh utama yang saling jatuh cinta.

Sungguh dia tidak ingin ikut andil dalam drama ini, tapi sekali lagi situasi yang memaksanya. Jadi akhirnya dia harus melakukan tindakan yang akan membuat Hanabi menyumpah serapahi sang tokoh antagonis.

"Sasuke," panggilnya dengan nada tak sabar.

Gadis berambut merah muda itu kian menguatkan pelukannya pada

Sasuke. Dia bisa melihat air mata yang terus terjatuh dari kedua matanya. Jujur dia merasa simpatik tapi tindakannya jelas tidak menunjukkan rasa simpatinya. Sebentar lagi orang tua Sasuke akan tiba dan dia tidak ingin mendapatkan amarah dari mereka.

"Sasuke-kun, aku sangat mencintaimu." Isakan gadis itu semakin parah. "Kumohon jangan tinggalkan aku."

"Sakura," balas Sasuke kemudian Sasuke membisikkan sesuatu pada telinga sang gadis. Mereka tampak romantis dengan salju yang turun sebagai background adegannya.

Tak lama kemudian gadis bernama Sakura itu melepaskan pelukannya.

Sasuke lalu berbalik dan berjalan ke arahnya sementara dia bisa melihat mata emerald Sakura menatapnya penuh dengan berbagai macam emosi.

Seandainya saja dia bisa, dia akan meminta maaf. Tapi kata itu tidak ada dalam perannya, tidak ada dalam kamus seorang tokoh antagonis sepertinya. Jadi yang bisa dilakukan hanyalah berjalan bersama Sasuke tanpa menengok ke belakang sekalipun.

"Lupakan dia," tuturnya kemudian pada Sasuke ketika mereka sudah berada di dalam limosin yang menjemput mereka. Ya kata-kata seperti itulah yang biasa dikatakan tokoh antagonis.

Sampai saat ini dia telah memainkan perannya dengan baik.

Mungkin dia bisa memenangkan sebuah piala oscar jika dia terus memainkan perannya sebaik ini.

.

.

Hinata melepaskan tas selempangnya dan menghempaskan tubuhnya pada kasur berukuran king-size-nya. Tangannya langsung merogoh saku roknya kemudian mengeluarkan iphone-nya.

Dia mulai mengetik.

Happy birthday.

Kemudian mengirimkannya pada sebuah nomber yang dihapalnya betul.

Beberapa menit kemudian setelah selesai mandi Hinata segera mengecek iphone-nya. Tersenyum kecil ketika dia melihat sebuah pesan masuk.

Hinata membalas pesan tersebut.

Semoga tahun ini dan seterusnya akan menjadi tahun yang baik untukmu. Aku menyayangimu.

Lalu dia tekan kirim

"Apa Tou-sama sudah pulang?" tanya Hinata pada salah satu pelayannya ketika dia hendak makan malam di ruang makannya yang tampak begitu luas untuknya seorang.

"Maaf Hinata-sama," tuturnya dengan nada sendu. "Hyuuga-sama tidak akan pulang sampai akhir pekan."

"Ah." Hinata mengangguk-ngangguk mengerti. "Tidak apa-apa."

Saat-saat seperti ini dia berharap Hanabi ada bersamanya.

"Ne, Obaa-san, apa kau sudah makan?" tanya Hinata kemudian.

Wanita yang sudah hampir berkepala empat itu menggeleng.

"Nah kalau begitu mengapa kau tidak duduk dan makan malam bersamaku?" tawar Hinata dengan senyuman. "Kurasa makanan sebanyak ini tidak bisa kuhabiskan sendirian, ayo kita makan."

Wanita tua itu cukup ragu-ragu tapi kemudian Hinata mendudukkannya di kursi di sampingnya.

"Nah makanlah sepuasnya Obaa-san."

Kemudian dia dan wanita itu pun makan bersama sambil sesekali bercerita akan sesuatu.

.

.

"Sasuke, aku dengar kau berpacaran dengan seorang gadis miskin di sekolahmu?" tanya ayahnya dengan nada sinis.

"Aku sudah putus dengannya," jawab Sasuke dengan gejolak di hatinya.

"Bagus. Jangan macam-macam Sasuke, kau tahu aku bisa melakukan apa saja pada gadis-gadis yang kau pacari itu. Berhenti bermain-main. Ingat kau sudah bertunangan dengan anak sulung Hiashi. Apa kau ingin membuatku malu dengan berpacaran dengan seorang gadis rendahan sepertinya?"

Tangan Sasuke mengepal kuat. Dia ingin sekali menghancurkan sesuatu dengan kepalannya ini. Tapi tidak bisa dipungkiri apa yang dikatakan pria bajingan yang sayangnya adalah ayah kandungnya sendiri ini memang benar. Bahwa dia bisa melakukan apa saja bahkan hal paling menjijikan sekalipun.

"Kau bukan laki-laki biasa. Kau adalah seorang Uchiha, anakku. Ingat itu baik-baik."

Sasuke ingin sekali tertawa histeris. Lihat disini ayahnya berkoar-koar mengatakan bahwa dia adalah anaknya. Tapi selama ini yang dia rasakan, dia hanyalah adalah alat untuk Uchiha Fugaku mendapatkan kekuasaannya.

"Tentu. Klan Uchiha Yang Agung dengan orang-orang menjijikan di dalamnya."

Detik berikutnya Sasuke bisa merasakan pipinya yang berkedut-kedut panas akibat pukulan yang baru saja diterimanya.

"Jaga mulutmu!" Dia bisa melihat mata Fugaku yang berkilat merah dengan amarah. "Keluar!"

Sasuke berdecak kecil kemudian mengangkat dahunya dan pergi.

Keluarga macam apa yang tinggal bersamanya ini. Semakin lama Sasuke yakin dia akan kehilangan kesadarannya dan menjadi gila seperti kebanyakan orang-orang di dalam keluargannya.

.

.

In the lonely night

Two hearts

With broken soul

Looking at the empty street

And in that darkness

They found each other

.

.

Sasuke terdiam matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya. Malam Sabtu seperti ini dia biasanya akan berada di suatu tempat berkencan dengan Sakura. Tentu tanpa sepengetahuan ayahnya ataupun pengawalnya. Dia akan diam-diam menyelinap dan menjemput Sakura di rumahnya.

Dia akan merindukkan saat-saat seperti itu. Dia akan merindukkan Sakura. Tidak dia sudah merindukkannya sekarang. Dia merindukkan mata emeraldnya yang selalu bersinar ketika tertawa. Sasuke merindukkan rasa strawberry dari bibir merah ranumnya. Dia merindukkan mencium aroma green tea rambutnya dari shampoo yang selalu digunakannya.

Terdengar suara ketukan yang membuyarkan lamunannya.

"Sasuke-sama, ada tamu untuk anda."

Sasuke langsung bangun dari posisi tidurnya.

Mustahil. Apa jangan-jangan Sakura nekat datang ke rumahnya?!

Bagaimana jika sampai ayahnya melihatnya?!

Sasuke segera turun ke bawah dan berlari. Dia harus mengatakan pada Sakura bahwa yang dilakukannya itu adalah tindakan yang sangat bodoh dan sangat berbahaya. Gadis itu tidak tahu hal-hal kejam seperti apa yang bisa dilakukan ayahnya padanya.

Dan ketika dia membuka pintu mansionnya. Perasaannya bercampur aduk antara lega dan kecewa. Di hadapannya berdiri seorang Hyuuga Hinata bukan Haruno Sakura.

"Kau," wajahnya Sasuke langsung mengeras tak suka. "Mau apa kau kemari?"

"Hai Sasuke," jawab gadis yang mengenakan mantel bewarna violet dan syal putih itu. Tanpa menjawab pertanyaannya dia langsung masuk ke dalam rumahnya.

"Mengapa kau datang kemari?" tanya Sasuke lagi seraya menggenggam lengan Hinata menahannya untuk semakin masuk ke dalam.

Hinata tersenyum kecil kemudian melepaskan diri dari cengkraman tangan Sasuke. Kemudian dia berjalan dan menanyakan sesuatu pada butler-nya yang kebetulan berdiri tak jauh dari mereka. Seperti seorang tuan rumah gadis itu berjalan semakin dalam ke arah dapurnya.

Ketika Sasuke memasuki dapur gadis itu sudah menyibukkan dirinya dengan utensil dan dua piring.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan kekesalan yang tidak disembunyikannya. Gadis ini pikir dia siapa bisa seenaknya masuk ke rumah orang dan menggunakan dapurnya seperti pemiliknya.

"Ah Sasuke aku membeli Tteokbokki. Kau tahu? Jajanan Korea yang sedang terkenal. Aku membeli untukmu juga. Kau harus mencobanya."

Bukannya menjawab pertanyaan-pertanyaannya gadis itu terus mengalihkan topik.

"Keluar," usir Sasuke tak peduli.

Gadis itu menghentikkan kegiatannya kemudian menatapnya dengan mata amethyst besarnya seperti dia adalah sebuah alien yang baru saja mendarat di bumi. Kemudian terkekeuh kecil dan melahap makanan dokoki atau tokoki atau apalah itu dengan polosnya. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang baru saja dikatakannya. Tidak mendengar bahwa Sasuke baru saja mengusirnya.

"Hinata?" Suara Ayahnya menghentikan langkah Sasuke untuk manarik Hinata pergi.

"Ah Fugaku-Ojii-san," Hinata langsung membungkuk hormat dan tersenyum manis pada ayahnya. Gadis itu jelas pandai mencari muka.

"Sejak kapan kau disini? Seharusnya kau segera mengatakannya padaku Sasuke kalau Hinata ada disini ."

"Tidak apa-apa Fugaku-Ojii-san aku baru datang tidak lebih dari beberapa menit yang lalu."

"Oh begitu, kalau begitu kau bersenang-senanglah disini bersama Sasuke, Hinata. Ojii-san harus pergi ada urusan."

"Aku juga berniat seperti itu Fugaku-Ojii-san tapi sepertinya Sasuke tidak suka aku berada disini." Hinata melirik Sasuke dengan wajah polos dan sedih yang Sasuke yakin yang hanya dibuat-buatnya.

"Apa?" Terdengar nada berbahaya dari ayahnya.

Sasuke harus menelan ludahnya.

"Tidak itu hanya perasaannya saja. Tentu aku senang dia berada disini," dusta Sasuke berusaha meyakinkan ayahnya yang sudah menatapnya denga sinis.

"Jaga Hinata, Sasuke. Antarkan dia pulang juga nanti. Aku tinggal kalian di sini." Setelah itu dia pergi.

Sasuke mendekati Hinata dengan pandangan tajam yang sudah seperti siap membunuh. Hinata memutar kedua matanya kemudian kembali melahap makanannya.

"Kau tau kau bisa jatuh cinta padaku jika terus melihatku seperti itu," tutur Hinata santai dengan nada jenaka.

"Tch."

"Apa kau yakin masih tidak ingin mencoba Tteokbokki ini? Sayangkan kalau di buang, lagipula ini sangat enak kau harus mencobanya." Hinata menyodorkan sepotong Tteokbokki padanya dengan sumpitnya.

Bukan membuka mulutnya tapi Sasuke menyingkirkan sumpit itu dengan tangannya sehingga sumpit beserta Tteokbokki itu jatuh ke lantai.

"Hentikan aktingmu ini. Kau pikir aku bodoh? Kau nampak menjijikan dengan kepura-puraanmu itu."

Hinata menatapnya datar, tak ada ekspresi sakit atau emosi lainnya ketika seseorang berkata kasar seperti yang baru saja dikatakan Sasuke padanya.

"Kau benar," jawabnya datar sambil melahap makanannya

Kau benar hanya itu? Dari dulu Sasuke memang tidak pernah paham dengan pemikiran gadis ini. Dia gadis yang paling absurd dan abnormal yang pernah ditemui oleh Sasuke.

"Oh ya Sasuke aku ingin melihat kamarmu!" Serunya tiba-tiba bersemengat tidak sedatar sebelumnya. Hinata sudah terlebih dahulu meleset melewatinya sehingga Sasuke tidak sempat mencegahnya.

Ketika Sasuke memasuki kamarnya, Hinata dengan santainya sudah tiduran di kasurnya dan membuka-buka buku yang beberapa jam lalu sempat dibacanya.

"Eh aku tidak tahu kalau ternyata Sasuke menyukai buku-buku seperti ini? William Shakespear bukankan dia terlalu romantis untuk laki-laki sepertimu?" Komentarnya.

Sasuke sudah jengkel bukan main. Daritadi gadis ini bertindak seenaknya. Ia bahkan tidak pernah mengizinkan siapapun duduk di kasurnya baik itu sahabatnya sekalipun. Sampai sekarang tidak pernah ada yang berani tapi gadis ini benar-benar...

"The Tempest adalah karya William Shakespear yang paling kusukai."

Tidak disangka gadis ini juga ternyata menyukai buku itu.

Mata amethyst-nya besarnya menatap Sasuke, "kurasa cerita dengan tragedi lebih memberikan kesan yang lebih mendalam daripada happy ending. Bagaimana menurutmu?"

"Hn."

Sasuke kemudian berjalan dan duduk di kursi belajarnya. Tak lama kemudian dia menyalakan laptopnya dan memilih untuk memainkan game. Dia sudah menyerah untuk mengusir Hinata. Mungkin yang bisa dilakukannya sekarang adalah mengabaikan gadis itu.

"Apa sekarang kau mengabaikanku?" tanya Hinata kemudian.

Sasuke tidak menjawab. Dia kemudian memasang headset.

"Baiklah, kau sama sekali tidak menyenangkan," komentarnya.

Kemudian setelah itu Sasuke tidak mendengar Hinata mengoceh lagi. Syukurlah mungkin dia memutuskan untuk pergi dan keluar dari kamarnya.

Setelah beberapa menit berlalu bermain game Sasuke akhirnya menengok ke belakang memastikan keberadaan gadis itu yang ia kira sudah pergi tapi ternyata masih berbaring di tempat tidurnya membaca bukunya dengan serius.

Sasuke tertegun ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak bisa Sasuke jabarkan dari ekspresinya itu.

Hinata kemudian berdiri dan membenarkan rambut dan bajunya yang memang cukup berantakan.

Sasuke segera membuang mukanya tidak ingin ketahuan bahwa dia telah memperhatikan gadis itu.

"Sepertinya aku harus pulang sekarang." Saat Hinata berada di sampingnya tangannya kemudian menepuk-nepuk pelan pundaknya. "Kau tidak usah repot-repot mengantarku pulang. Dan tenang saja aku tidak akan melapor pada Fugaku-Ojii-san," tuturnya seraya tersenyum kecil padanya

"Sampai ketemu di Hari Senin Sasuke," bisiknya kemudian tangannya menarik dagu Sasuke dan mencium bibirnya lalu pergi.

Meninggalkan Sasuke dengan mata terbelalak. Dia segera menyusut bibirnya dengan punggung tangannya.

.

.

.

To be continued?


A/N: Hai minna-san! Yeay ketemu saya lagi. Kali ini saya lagi pengen bikin cerita yang complex. Beberapa akhir ini saya baca novel yang complex banget, saya jadi dibuat bingung sama perasaan masing-masing tokoh jadilah saya buat fic seperti ini, pengen bikin reader bingung juga hahaha *evil laugh*. Anyway makasih ya udah mau baca fanfic ini. Jika ada yang ingin kalian komentari atau tanyakan silahkan di kotak review. Sampai jumapa readers!