Vanessa tidak percaya bahwa menghirup aroma kopi bisa menimbulkan halusinasi, tetapi dengan apa yang tengah ia rasakan, menurutnya; Tiada yang tak mungkin. Dengan secangkir Espresso hangat dalam tangannya yang ia senderkan pada meja kecil mereka, ia mengamati Monty Monogram menyeruput kopinya sendiri.
Rambut pemuda itu bersih, potongannya rapih. Ia tidak bisa mengekspektasi hal yang lebih rendah dari seorang pemuda yang lahir dari keluarga militer dengan potongan rambut rapih (seakan itu hal yang mutlak) Bulu matanya itu cukup panjang, matanya yang bagaikan batu spinel biru, menyimpan banyak kebaikan yang terpancar di dalamnya.
Ia terbangun dari lamunannya ketika Monty membuka bibirnya (yang tipis dan bersih dari indikasi seorang perokok)
"Aku dengar kau berada di dalam sebuah band?" Monty menaruh cangkirnya di atas meja dan mendongakkan wajahnya untuk menghadap dirinya. Vanessa segera menyuruput sejumlah kecil kopinya dan melakukan hal yang sama seperti pemuda di hadapannya. Ia mengangguk pelan, mengontrol ekspresi wajahnya datar.
"Band dengan genre apa?" Tanyanya lagi, wajahnya menampakkan keingintahuan yang tulus. Vanessa menyelipkan sebilah rambutnya ke belakang telinga.
"Punk, Rock, Metal, Screamo, terkadang Indie,"
"Indie?" Monty mengangkat alisnya dan Vanessa tersenyum kecil.
"Yeah, salah satu anggota band ku terobsesi dengan Indie,"
"Huh, tell me about it, teman sekelasku tidak bisa berhenti bicara soal Indie music." Ujar Monty dengan wajah faux-kesal dan tersenyum kecil. "Apa kalian sudah mulai rekaman dengan lagu sendiri?"
"Belum, mostly masih nge-cover,"
"Oh? Nge-cover apa aja?"
"Sleeping With Sirens, Bowling For Soup, Senses Fail, TDCC, Bombay Bycycle Club, Bastille, One Republic, dan lain-lain,"
"Oh wow, aku tidak mengenali beberapa dari yang kau sebutkan," Komentar Monty membuatnya tertawa kecil. Monty tersenyum menampakkan giginya dan mengangkat cangkirnya lagi. Pemuda tersebut melirik ke dalam cangkirnya dan bertanya; "Kau mau kuambilkan Espresso lagi?"
Vanessa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan menjawab "Monty Monogram, kau terlalu memanjakanku,"
Wajah Monty berubah jahil dan berpura-pura kaget "Oh, tenang saja, ketika sampai di counter, aku bilang semuanya dibayarkan olehmu!" Merekapun melepaskan tawa yang merdu di telinga masing-masing.
Selanjutnya percakapan mereka berubah lebih jahil dan ringan, bahkan Vanessa melontarkan beberapa lelucon dan cerita lucu tentang kecerobohan ayahnya dan Monty menyisipkan sudut pandang ayahnya sendiri dalam cerita tersebut; menghasilkan sebuah cerita yang kadar konyolnya dua kali lipat.
"...kau tidak akan bertanya apakah aku work out kan? Karena aku tidak melakukan hal itu."
"Waah? Really? Tapi kau terlihat fit!"
"You didn't just check me out," Vanessa bercanda, menuduhnya.
"Pfft, no, aku hanya penasaran,"
Waktu berjalan dengan cepat, bahkan tanpa mereka sadari, keduanya berharap saat ini bisa dibekukan; ketika mereka bisa dengan bebas berbicara satu sama lain tanpa ada yang menghalangi, entah itu konflik antarkeluarga ataupun segala hal janggal dalam dunia ini.
Namun kemudian percakapan mereka berbelok tajam hingga mereka mulai pedas terhadap satu sama lain. Terdiam, hening. Entah kenapa mereka menemukan diri mereka di jalan belakang cafe. Mungkin ketika mereka tengah sibuk mempertahankan diskusi hangat mereka, Agent P mengalokasikan mereka tanpa sadar.
"Mau jalan lagi kapan-kapan?" Tanya Monty memecah keheningan.
"Of course! Kabari aku," jawab Vanessa sambil menyodorkannya secarik kertas berisi kontaknya.
Mereka tersenyum pada satu sama lain, mengantisipasi pertemuan mereka selanjutnya.
Authoress Note: Yay for brainfart! Monty and Vanessa are my favorite pairing after Jeremy and Candace :") this scene is actually and extension of a song-scene in Sipping with the Enemy episode.
