Untouched Red's Geisha
.
.
Anna Kim
YunJae and Other
.
.
Warning :
Hanya cerita yang milik saya/Boys Love/Mature/Rape/menyajikan sedikit adegan kekerasan/Seting tempat dan latar cerita sesuai dengan imajinasi saya selaku penulis/Cerita fiksi jika terjadi dikehidupan nyata hanya kebetulan semata/DLDR!
.
.
Namja tampan pemilik postru tubuh tegap itu melangkahkan kakinya dengan tegas, menapaki jalan berkelok yang dipinggirnya berjajar rapi pohon birch menjulang tinggi lengkap dengan daun rimbunnya, sinar matahari seakan tak terasa saat rimbun dedaun pohon menjulang itu menutupi awan. Menyamarkan silau mentari dibalik rimbun daun hijaunya. Mata kecil namun terlihat tajam mungkin lebih terlihat seperti mata musang meneliti hamparan luas di depannya. Tanah lapang yang ditumbuhi rumput hijau terselip bunga liar dengan dominan warna kuning di antaranya dan puluhan pohon birch yan sebagian sudah berusia tua, hal itu terlihat dari kulit batangnya yang sudah mulai memutih. Pemandangan alam yang mampu menyejukkan mata.
"Sayang jika tempat ini di ubah menjadi hotel." Yoochun, namja yang sedari tadi berdiri tenang mengikuti langkah namja di depannya angkat bicara, meski tangannya masih sibuk mengutak-atik tablet apple yang sedari tadi di bawanya.
"Jung Group hanya sedikit mengubahnya. Bukankah hotel yang akan ku dirikan tidak akan menghilangkan unsur alamnya." Namja tampan berjas mahal itu bermonolog dengan nada tegas dan berwibawa. Penjelasan yang cukup membuat Yoochun terdiam dan lagi-lagi harus mengakui kejeniusan Jung Yunho, namja dewasa yang menjabat sebagai presdir Jung Group.
Satu jam yang lalu keduanya baru tiba di pulau Nami, pulau kecil yang menjadi tujuan wisata karena terkenal dengan keindahan panorama alamnya. Hal itu lah yang membuat Jung Yunho tertarik untuk membangun hotel yang nantinya akan menjadi tempat menginap rekan-rekan bisnisnya dari luar negeri saat berkunjung ke negaranya. Hitung- hitung sebagai daya tarik para investor asing.
"Ck, kau selalu menang Jung." Yoochun tersenyum tipis, namun nada ucapannya menunjukkan kesan sedikit tidak suka.
"Kau tau itu Park Yuchun." Senyum sinis tersungging dibibir hati Yunho.
Untuk berapa saat keduanya saling terdiam menikmati hembusan angin sejuk, hal yang jarang didapat jika berada di tengah kepadatan kota Seoul. Hingga akhirnya tawa renyah yang membahana dari mulut kedua namja dewasa itu, yang ternyata bersahabat baik.
.
.
.
Malam menjelang, membiarkan sang surya kembali dalam peraduanya. Yunho masih berkutat dengan laptopnya, ruangan yang berdominan kayu yang menjadi kamarnya saat ini cukup membuatnya nyaman di tambah atap yang terbuat dari genteng dan disebagian di seling dengan sulur daun anyaman, seakan menambah rasa sejuk jika dibanding dengan atap yang terbuat dari beton. Tidak salah rekomendasi dari Changmin adik sepupunya jika berada di pulau Nami akan lebih baik menginap dipenginapan sederhana yang mengusung bangunan Hanok, selain lebih asri juga menghadirkan ketenangan tersendiri.
.
"Hey Jung. Pukul 22.00, saatnya bersenang-senang." Yoochun yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Yunho menepuk bahu namja tampan pemilik mata musang itu lengkap dengan senyum tak biasanya.
"Maksudmu?" Yunho mengalihkan fokusnya pada laptop yang masih menyala dimana terdapat design bangunan hotel yang akan dibangun, kemudian menatap tak mengerti pada sahabat yang sekaligus merangkap sebagai sekertarisnya itu.
"Ayolah! Apa kau kira semua ocehanku tentang penginapan kecil ini hanya bualan. Come on Jung saatnya bersenang-senang." Yoochun menarik paksa lengan Yunho yang sepertinya sedang malas meladeni sahabatnya itu jadi Yunho lebih memilih untuk ikut.
Yunho masih tidak mempercayai alasan Yoochun mengajaknya menginap di penginapan yang terletak di ujung pulau yang terlihat sangat sederhana dari luar terkurung di dalam pagar berdinding batu bata dengan ukiran patung di setiap pucuknya bahkan sebagiannya sudah di tumbuhi lumut hijau. Meski terlihat sederhana tapi ternyata begitu banyak pengujung yang menginap, bahkan Yunho berapa kali berpapasan dengan pejabat daerah dan orang penting lainya, meski dirinya juga merupakan orang yang tak kalah pentingnya.
Alasan Yoochun yang terbilang terlalu berlebihan. Yuchun haya menjelaskan padanya jika penginapan ini memiliki tradisi nyaris mengadaptasi jaman dinasti Joseon. Oke, Yunho membenarkan itu karena dirinya yang sudah hampir satu hari berada di sana, semua tempat yang bercorak tradisional, jamuan makan, bahkan para pekerja penginapan ini semuanya masih memakai pakaian tradisional. Yunho bisa merasakan jika dirinya seolah terbawa di era Joseon.
Konsep yang menarik untuk menarik minat wisatawan begitulah yang dipikirkan Yunho. Namja tampan itu jadi ingin bertemu langsung dengan pemilik penginapan yang tidak memiliki nama ini, yah satu keunikan lagi. Penginapan ini seakan begitu misterius hingga tidak ada papan nama yang menggantung di atas pintu gerbang utama hanya tertulis 'Red paradise' seakan begitu banyak makna misterius di balik namanya.
Namun bukan itu alasan utamanya. Ada hal yang tersembunyi di dalam penginapan ini, yang sepertinya sudah menjadi rahasia umum. Dimana setelah pukul 22.00 malam akan ada pertunjukan dan jamuan para gisaeng dan Yoochun bilang ada salah satu gisaeng tercantik yang belum tesentuh. Baiklah gisaeng. Bahkan untuk wanita penghiburpun istilah zaman Joseon yang di pakai. Sungguh trick pemasaran jitu. Begitulah pikiran Yunho kembali bermain.
Sebenarnya Yunho sedikit penasaran akan cerita Yoochun. Salah satu gisaeng tercantik yang ternyata namja dan anehnya sosok yang diterangkan Yoochun berbeda dengan gisaeng lain. Lagi-lagi menurut Yuchun. Jika yang lain di sebut gisaeng maka pengecualian untuknya orang-orang lebih makan menyebutnya Red Geisha. Dan alasan kenapa diberi nama seperti itu Yoochun tidak mau bercerita lebih mendetail, namja bermarga Park itu hanya tersenyum sok misterius.
"Nanti kau akan tau sendiri alasannya jika sudah meihat langsung."
Hal yang membuat penasaran lainnya adalah pengunjung harus membayar mahal jika ingin melihat langsung wajah sang red geisha yang sengaja mengenakan cadar, dan red geisha baru akan membuka penutup wajahnya saat bersama seorang pembayar. Baiklah kata pembayar lebih mahal dalam arti seseorang yang akan membayarnya dalam bilik pribadi.
Meski Yoochun tidak menjelaskan secara mendetail namun Yunho cukup menyimak perbincangan para tamu penginapan yang seakan tak pernah bosan membahas sosok Geisha misterius itu, meskii di luar terlihat tak perduli namun hati Yunho cukup tergelitik akan rasa penasaran.
Geisha bukan gisaeng? Karena sosok itu memiliki darah Jepang.
Namja yang lebih cantik dari yeoja sekalipun.
Keindahan ragawi yang tak terbantahkan.
Reinkarnasi bidadari khayangan.
Ayolah Yunho mulai jengah dengan pujian-pujian namja-namja mata keranjang yang rata-rata sudah berumur itu terhadap sosok yang bahkan belum mereka lihat. bagi Yunho mau seindah dan sesempurna apapun sosok itu dirinya tetap Geisha, sang penghibur yang menghasilkan uang lewat seni tradisional yang kebanyakkan disalah artikan. Bukankah ada banyak jenis Geisha?
Memory ingatan Yunho berputar kembali saat dirinya tadi siang sedang menikmati pemandangan kolam ikan di belakang penginapan. Gemericik air kolam yang diterjunkan dari bambu seakan memperkokoh unsur alam, begitu menyejukkan.
.
"Seharusnya hari bergulir lebih cepat."
"Kenapa? Anda sudah tidak sabar menanti malam tuan Ming?"
"Haa.a... kau pandai menbak pengacara Lee. Aku sudah tidak sabar untuk melihat sosok red Geisha. Kau tau aku sengaja menginap di sini hanya untuk melihatnya ditengah kunjunganku ke Seoul dan rasanya aku akan mati penasaran jika pulang ke China tanpa melihatnya kekekk..." pria China itu terkekeh geli, seakan yang mereka bahas adalah hal yang lulu.
"Yah, kau harus menguras habis uangmu jika ingin menghabiskan satu malam bersamanya." Pengacara yang di panggil Lee menundukkan wajahnya lesu, mungkin dirinya sadar diri jika tidak akan mampu membayar.
"Aku tidak setuju dengan kata menghabiskan satu malam. Bukankah sang pembayar hanya akan bebas berfantasi dengan melihat kemolekan tubunnya dari balik skat kaca hem?"
"Yah, setidaknya itu lebih baik dari pada kami yang nanti hanya melihat permainan musiknya dengan wajah yang tertutup cadar."
"Haa.a... jangan lupa pengacara Lee, kita juga membayar mahal untuk itu."
'Haa.a..." kor tawa renyah membahana dari keduanya yang sedang duduk menikmati makan siang di tengah paviliun benuansa outdoor 'Red Paradise' tanpa menyadari jika sedari tadi Yunho yang berdiri di pinggir kolam mendengarkan perbincangan keduanya.
'Bodoh sekali mereka, apa isi otak kepala mereka hingga mau membayar mahal namun tanpa menyentuh. Apa sosok itu begitu istimewa. Katakan jika itu artinya dia belum tersentuh. Ck, mau untung banyak tapi tidak mau rugi. Dia lebih menjijikkan dari pelacur emperan sekalipun.' Yunho membatin geram, hal yang seharusnya tidak perlu ia pusingkannya.
.
.
.
Ruangan berukuran besar bernuasa tradisional, bahkan kursi dan meja pun terbuat dari kayu. Sepanjang mata melihat terpajang lukisan-lukisan mahal dengan gambar alam dan juga peradapan masyarakat korea pada era dinasti Joseon. Di sudut-sudut ruangan di percantik dengan rak dengan ukiran kuno yang di dalamnya berjajar apik guci-guci dengan berbagai ukuran yang juga terlihat kuno sekaligus antik, jangan lupakan lampion yang menggantung seakan menambah kesan malam temaram di era Joseon.
Yunho yang sedang duduk di sudut ruangan satu meja dengan Yoochun. Namja tampan pemilik kerjaan bisnis itu enggan bergabung meja dengan tamu lain, meskipun meja di ruangan itu tidak lebih dari empat yang masing –masing hanya di tempati tiga sampai empat orang. Dan tentunya tamu istimewa yang bisa berada di sini. Pengunjung penginapan yang membayar mahal untuk jamuan malam ini.
Yunho bisa melihat jika semua orang yang berada diruangan yang sama dengannya adalah pejabat pemerintah dan pengusaha dari luar negeri, bahkan semuanya bersimpati dan mengenal Yunho mengingat Yunho sebagai pembisnis yang diperhitungkan di negeri gingseng ini.
Yoochun terlihat santai menyeruput arak dari cawan keramik dan memakan berbagai hidangan yang terasji apik di atas meja. Masakan kerjaan dengan berbagai menu, sementara Yunho hanya menatap datar sekelilingnya. Fokus mata musangnya menatap panngung yang masih tertutp tirai merah yang berjarak dua meter di depannya. Panggung yang tingginya tidak lebih dari tinggi lututnya.
"Bersabarlah, sebentar lagi para bidadari itu akan keluar." Yoochun bicara disela pengunyahan pangsitnya, Yoochun seakan bisa membaca mata Yunho.
"Ck, aku tidak sedang menunggu, mereka sampa saja dengan pelacur. Hanya sedikit berkedog keanggunan dengan mengusng tema tradisional." Yunho berucap sinis. "Tujuan mereka sama, menjajakan tubuhnya demi lembaran won" Yunho mengakhiri ucapan tajamnya dengan ikuti menyeruput secawan arak.
"Yah, apa katamu Jung. Jangan sampai nanti kau menjilat ludahmu sendiri, jika sudah melihat sang red geisha." Yoocuhn bersungut-sungut di tengah pengunyahan kudapannya.
"Never!" bibir hati itu berucap tegas.
.
.
Para pasang mata di salah satu bilik penginapan itu tak pernah lepas dari para gisaeng yang dengan gemulai melenggak lengggok di atas panggung, menari selaras dengan irama musik, seluruhnya memandang kagum kepada keenam giaeng berhanbok warna terang yang sedang menari kecuali Yunho. Namja tampan itu justru merasa jijik melihat gisaeng-gisaeng itu yang menurutnya berdandan terlalu berlebihan. Ck, seharusnya Yunho sadar jika memang seorang gisaeng dituntut untuk berpenampilan mencolok terleih memakai gincu merah menyala.
Yunho melirik jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tanganya waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. baru satu setengah jam dirinya duduk namun Yunho sudah merasa bosan. Terlebih matanya jengah saat melihat para tamu yang sedang menyantap hidangan ditemani para gisaeng tak terkecuali Yoochun. Yunho menatap iritasi pada sahabatnya itu yang dengan bebas mencium bibir berpoles liptik merah itu seakan mengabaikan keberadaanya.
"Ck, ayo kita kembali ke kamar, ini membosankan." Yunho beranjak namun dengan cepat tangannya di tahan oleh gisaeng yang menemani Yoochun, tindakannya sontak membuat Yunho menatap tajam dengan isyarat mengatakan 'Singkirkan tangan kotormu itu'. Seakan mengerti gisaeng berhanbok merah muda cerah itu melepaskan tangan Yunho.
"Tuan belum melihat pertunjukkan utama, apa Tuan yakin mau meninggalkan tempat ini sebelum melihatnya."
Yunho mengerti apa yang di masksud dengan melihat-nya. Tentu saja Dia sang red geisha. 'Seberapa istimewanya pelacur itu'. Yunho kembali mengumpat dalam hati.
"Aku-..."
.
Treng... treng... treaaangg... traammm...
Trengg...nggmmm... draammm...
.
Suara Yunho seakan tercekak ditenggorokan, saat mendengar irama indah mengalun merdu, sontak Yunho menghentikan ucapanya yang terpotong, membuat kepalanya menoleh kesumber suara. Dan mata musangnya di buat tak mampu berkedip.
Seakan terhipnotis Yunho kembali mendudukkan diri di kursi, tatapan Yunho tidak berbeda dengan tamu lainnya. Dunia mereka seolah terhenti saat itu juga kala melihat sosok indah bahkan sangat indah tengah duduk anggun di atas ambal mahal sambil memainkan gayageum, jari-jari lentik putih pucatnya begitu terampil memetik kedua belas senar dari alat musik tradisional itu hingga menciptakan nada indah yang mampu menghanyutkan jiwa-jiwa yang ada diruangan itu termasuk Yunho.
Sontak keadaan menjadi hening. Semua mata tertuju pada sosok indah itu, bahkan para gisaeng yang mendampingi mereka seakan terlupakan. Cadar tipis warna putih bersulam bunga sakura yang menutupi sebagian hidung bangir hingga bibirnya seakan menambah kesan misterius dari sosok indah itu. Meski sebagian wajahnya tertutup cadar namun tak mampu menyembunyikan kesempurnaan rupawan sosok itu. Mata bulat dengan mutira kelam itu seakan berhasil menyedot jiwa hingga kedasar, alis tebal terlihat tak ubahnnya bak semut yang berbaris rapi. Bulu mata lentik yang menjadi payung kelopak doe eyes indah itu. Mata tajam Yunho bisa melihat wajah rupawan yang terbayang di balik cadar tipis itu. Bibir merah merona yang tertimpa cahaya temaram begitu penuh dan lembut.
Rambut coklat almound sebahu yang di biarkan tergerai. Halus dan berkilau, bahu yang sedikit terkespos bebas, membuat tatto di punggungnya sedikit mengintip. Kimono merah berbahan sutra licin dengan corak bintik hitam yang melekat di tubuhnya dibiarkan sedikit melorot di bagian bahunya mengekspos leher jenjang hingga tulang selangka yang putih bersih tanpa cacat. Menghasilkan kesan seksi sekaligus indah di saat bersamaan, potongan kerah kimono memanjang yang sedikit mempetontonkan lekukan dada bidang sedikit berisinya.
'Beautiful namja.' Sedikit kalimat itu yang mampu berbisik di hati kecil Yunho saat melihat bagian dada sosok menawan yang masih asyik memainkan alat muski gayageumnya dengan hikmat.
Glup
Yunho harus bersusah payah menelan air liurnya saat melihat kaki telanjang putih mulus tanpa alas itu, terusan kimono yang hanya sedikit tersingkap seakan membiarkan lekukan kaki jenjang indah itu terkespos bebas. Yunho belum pernah melihat yang senidah ini. Yang mampu di simpulkan Yunho untuk sosok di depannya saat ini hanya satu kata 'sempurna'
"Dia red Geisha. Kau sudah bisa menyimpulkan kenapa dia dinamai red geisha." Yoochun berbisik di telinga Yunho, Yah, Yunho mulai bisa menyimpulkan. Red yang berati merah warna yang menegaskan keberanian bisa juga di artikan sebagai gairah dan bentuk keseksian sekaligus keindahan. Kimono merah, bukan hanya selembar kain tak bermakna.
"Malam ini kau bisa memiliknya Yun. Jika kau mau, kau tau.. semua tamu tidak lebih kaya darimu. Kau berkuasa Jung." Yoochun tersenyum tipis di ujung kalimatnya, mengabaikan Yunho yang masih diam membeku.
Yoochunpun tersenyum puas kala melihat gurat kegelisahan lewat bahasa tubuh Yunho. Yoochun yakin jika saat ini tubuh Yunho sudah mulai bereaksi, terbukti keringat yang mulai menetes dari pelipisnya di tambah mata ajam Yunho yang tak berpaling sedikitpun.
"Aku berharap kau bisa memilikinya malam ini. Memiliki dalam arti benar-benar memiliki tuan Jung." Senyum mitersius terukur di bibir namja bermarga Park itu.
Bukan tanpa alasan Yoochun bicara seperti itu, mengingat peraturan yang tidak boeh dilanggar oleh tamu saat mengabiskan satu malam dengan red Geisha itu. Menghabiskan satu malam bukan berati berhak mencumbu wujud indah itu seutuhnya meski telah membayar mahal. Jika di sini mereka hanya bisa melihat tubuh indahnya yang masih berbalut kimono dan tertutup cadar. Bagi tamu yang membayar lebih dalam arti menikmati satu malam bisa berada ditempat satu bilik dengan sang red Geisha, meski berada di satu bilik namun di batasi dengan skat kaca bening yang tidak bisa di pecahkan atau di tembus benda apapun dan pintu yang bahkan tidak bisa di dobrak. Membuat sosok red Gisaeng benar-benar terlindungi dari pembayar yang mungkin akan bertindak nekad saat tak kuasa menahan hasrta untuk memiliki sosok indah itu.
.Sang pembayar bisa melihat keseluruhan wujud sempurnanya dan bisa beronani di ranjang yang di sediakan sambil membayangkan sosok indah yang juga bertingkah lugu namun sensual secara besamaan, dia yang berada di peraduan nyaman yang terpisah skat kaca dari sang pembayar.
Bisa melihat namun tidak mampu memiliki sepenuhnya. Pembayar di bebaskan untuk melakukan fantasi liarnya akan sosok red geisha, tanpa mampu menyentuhnya sedikitpun.
Dan Yoochun sudah pernah penjadi pembayar, dirinya rela menghabiskan tiga bulan gajinya atas dasar rasa penasaran, namun hasilnya dirinys harus rela keluar bilik di waktu dini hari dalam keadaan lemas karena berulang kali mencapi klimaks tanpa bisa menyentuh. Dan Yoochun benci itu, kini dirinya yakin jika Yunho mampu benar-benar memiliki Geisha itu dengan caranya, bahkan jika itu harus dengan menghancurkan penginapan ini. Yoochun sangat tau watak seorang Jung Yunho.
.
.
.
Doe eyes kelam itu menatap dalam manik musang yang menatap tajam padanya. Meski di batasi skat kaca, namun dirinya bisa merasakan aura kuat yang mendominas namja tampan itu. Yah, tampan kali ini dirinya harus mngakui jika pembayarnya malam ini memiliki paras dan gestur tubuh sempurna. Tubuh tegapnya yang berbalut kemeja putih bersih, kerah dengan kancing atas yang membuka hingga memperlihatkan jakun gagah yang tebalut kulit tan bahkan otot-otot lengannya terlihat gagah tercetak di balik kain tipis yang membungkus tubuhnya.
Tidak dipungkiri jika ia merasa gugup. Entahlah ia tidak mampu membaca tatapan mata musang itu. Seakan tatapan itu mampu menghunus jantungnya. Ia mencoba menghembuskan nafas pelan, samar hingga membuat Yunho tak menyadarinya. Bagaimanapun ia adalah seorang red Gisaeng. Meski namja yang duduk angkuh di atas ranjang itu mampu mengusik hatinya, namun ia harus tetap bersikap wajar. Setelah menunggu cukup lama berbeda dengan malam bulan sebelumnya. Yah, ia hanya akan menyajikan kemolekan tubuhnya satu malam dalam satu bulan bagi pembayar. Ia menerka-nerka sang sosok pembeli. Mungkinkah ahjussi-ahjussi tambun seperti biasanya mengingat biasanya mereka yang berkantong tebal.
Hening, tidak ada yang mau bicara, meski lonceng jam dinding terus berbunyi. Sudah pukul 03.40 pagi. Jika biasanya saat ini ia sudah lega dan bebas beristirahat karena pembayarnya sudah lemas dalam waktu tak kurang dari satu jam. Pembayar yang datang terlambat. Pukul 03.20 menit Yunho baru memasuki bilik. Berbeda dari pembayar sebelum-sebelumnya yang sudah stand by di tempat pukul 01.00 malam. Sekelebat pertanyaan memenuhi benak sosok indah itu.
"Kim Jaejoong."
Deg..
Jantung sang red geisha seolah di buat berhenti berdetak saat suara bass pembayar itu menyebutkan namanya dengan tegas, membuatnya yang tengah duduk di tepi ranjang dengan kaki menggantung itu sontak mendongak ke atas. Doe eyes kelamnya menatap lekat mata musang Yunho, dan demi Tuhan ia bisa melihat senyum tak biasa terukir di bibir serupa hati itu. Senyum yang mampu membuatnya takut.
'Kenapa dia tau namaku...' ia membatin, tanganya mulai meremas kain sperai yang menjadi alas duduknya. Tidak ada yang tau identitasnya. Bahkan eommonimnya sendiri yang mengatur kerahasiaan identitasnya. Nyonya Kim selaku pemilik penginapan yang tak lain adalah Eommonimnya. Dan para pekerja penginapan yang tak akan mungkin membocorkan identitasnya.
"Geisha merah yang tak tesentuh, sekarang akau memahaminya." Yunho kembali menunjukkan senyum misteriusnya. Lagi–lagi Yunho menyimpulkan jika Kim Jaejoong sang Geisha yang sering memakai kimono merah itu alasan kenapa di sebut red yang berati merah. Tak tersentuh, karena benar saat ini Yunho berada terpisah ranjang dengan-nya yang dibatasi skat kaca transparan. Melihat tanpa mampu menyentuh. Rasa penasarannya terjawab sudah.
"Aku sudah membayar mahal, sekarang buka cadarmu! Aku ingin melihat wajahmu." Kalimat tegas kembali terucap dari bibir hati Yunho.
Ia, adalah Jaejoong yang menyimak setiap ucapan yang terucap dengan nada menuntut itu tak mampu menolak, dengan menahan detak jantungnya yang semakin menggila Jaejoong melepas cadar yang menutupi sebagian wajahnya.
Yunho tersenyum puas melihat tangan putih mulus Jaejoong yang sedikit bergetar.
"Dongakkan wajahmu!"
Dengan perlahan Jaejoong mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk, membuat keseluruhan wajahnya bebas di tatap oleh sang pembayar.
Yunho menatap tak berekedip pahatan sempurna yang berjarak berapa meter saja di depannya. Begitu cantik, bibir plum semerah cerry yang tadinya tersamar kini telihat jelas. Yunho mengakui jika Jaejoong berhasil menggerakkan jiwa namjanya. Jaejoong adalah sesuatu yang paling menarik untuknya hingga di usianya yang menginjak 31 tahun.
"Tunjukkan keahlian mu. Untouched red's Geisha."
Jaejoong mengerti apa artinya. Jaejoong hanya ingin memulai dan mengakhirinya dengan cepat. Entah kenapa untuk pembayarnya kali ini Jaejoong merasa segan dan malu jika harus bertingkah liar dan menggoda. Jika bisa Jaejoong ingin lari keluar dari bilik ini, atau mungkin pergi jauh dari penginapan yang sudah membelenggu hidupnya. Perkerjaan kotor yang mau tak mau di jalaninya demi membiayai adiknya yang terbaring lemah di rumah sakit karena penyakit leukimia yang terus menerus memakan habis tubuh adiknya. Keputusan yang bahkan di tentang oleh Nyonya Kim. Dan tentu Abojinya di surga membenci jalan hidup yang di pilihnya. Kesulitan ekonomi bukan menjadi alasan untuk menghalalkan segala cara demi mendulang jutaan Won.
Tapi jika Jaejoong tidak menyusun trick ini, maka penginapan tua peninggalan Albojinya tidak akan di lirik oleh wisatwan. Lalu dari mana Jaejoong harus membayar biaya rumah sakit adiknya yang sangat mahal. Albojinya yang masih memiliki darah Jepang hal itu yang membuatnya memilih ia lebih nyaman dengan panggilan geisha dari pada gisaeng.
'Apakah malam ini aku sedang mendapatkan karma ku.' Jaejoong menggigit bibir bawahnya, untuk menghalau rasa gugupnya. Tindakan Jaejoong sepertinya di salah artikan oleh Yunho. Yunho menganggap Jaejoong sedang mulai melancarkan aksi menggodanya.
'Baiklah, aku tergoda dengan benda kenyal yang kau gigit.'
Dengan lambat jari-jari lentik Jaejoong mulai melonggarkan simpul obienya yang mengikat erat pinggang rampingnya. Hanya melonggarkan belum melepaskan. Jaejoong melakukakanya dengan wajah menoleh kesamping, dirinya enggan melihat Yunho. Selanjutnya dengan gemetar Jaejoong melonggarkan kerah kimononya, membuat bahu hingga tulang selangkanya terekspos indah.
Mata Yunho tetap pokus pada Jaejoong yang tengah memulai aksi live shownya. Saat dengan pelan Jaejoong menyelusuri leher jenjangnya dengan tangannya sendiri. Mengusap berulang-ulang bibir merah alami tanpa polesan lipstik. Iris hasel kelam itu sedikit melirik pada Yunho. Jaejoong mulai panik karena pembayar sebelumnya sudah melucuti pakaian saat di tahap ini, namun Yunho masih belum bergeming.
Chup..
Slup..
Chup..
Lidah lunak Jaejoong mulai menari-nari di jarinya sendiri, mengecup kesepeuluh jarinya bergantian. Mengulumnya keluar masuk bibir mungilnya hingga menimbulkan decakan erotis.
Jaejoong membiarkan bibir hingga perpotongan dagunya dipenuhi lelehan salivanya sendiri. Oh, bahkan miliknya di balik komono sudah menegang akan rangsangannya sendiri. Bagaimana mungkin Yunho masih terlihat santai.
Jaejoong tidak kehabisan akal, dengan sengaja dirinya menyilangkan kakinya membuat belahan kimono tersingkap hingga meperlihatkan paha porselennya. Dengan aksi nakal yang lebih berani.
Ahh..
Cherry lips itu mengalunkan desahan samar yang terdengar sexy saat Jaejoong membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Memposisikan kepalanya di pinggiran ranjang sementara tubuh hingga kakinya berada di tengah ranjang. Jaejoong mendongakkan wajahnya. Doe eyesnya melihat Yunho dengan posisi terbalik. Dan sepertinya usahanya tidak sia-sia, terbukti karena Jaejoong mulai melihat celana dasar hitam sang pembayar mengembung. Jaejoong girang, karena ia mampu membuat bagian vital Yunho bangun, meski biasanya di tahap ini pembayar lain sudah langsung mencapai klimaksnya, sehingga Jaejoong tidak perlu sampai bertelanjang. Namun Yunho berbeda.
Jaejoong menekuk kedua kakinya, membuat telapak kakinya menahan di atas ranjang, tindakan yang sukses membuat turun kimononya hingga kini paha sekalnya tidak hanya mengintip seperti saat dirinya duduk namun sudah terekspos bebas hingga pinggulnya. Memperlihatkan celana dalam hitam press yang dikenakannya.
Doe eyesnya menatap sayu, desahan-desahan halus semakin berisisk meluncur dari cerry lips merahnya, sesekali Jaejoong menggesek-gesekkan kedua belah pahanya dan meliukkan tubuhnya. Jaejoong tidak perduli jika malam ini dirinya akan bertindak liar, yang Jaejoong pikirkan adalah secepatnya menyelesaikan live shownya. Bahkan kimono merah yang membungkus tubuh atasnya sudah melonggar hampir lepas seiring dengan simpul obie yang semakin mengendur. Membiarkan dua pucuk pink pucatnya yang sudah mencuat terpampang bebas.
Jaejoong terus melancarkan aksi menggodanya, berharap Yunho segera bertindak dengan fantasinya sendiri. Jaejoong tidak perduli lagi akan kondisi Yunho, sepertinya Jaejoonglah yang justru terjebak dalam fantasi yang di buatnya sendiri.
Jaejoong terus meliuk-liukkan tubuhnya, menyentuh sendiri bagian-bagain sensitifnya. Tubuh porselennya sudah nyaris terekspos keseluruhan. Tubuhnya yang semakin memanas membuat geliatannya semakin tak beraturan.
Ahh.. ahh..
Dengan doe eyes terpejam Jaejoong asyik memilin putingnya sendiri, meliuk indah di atas ranjang hingga membuat bedcover putih itu tak berbentuk. Melupakan hal penting akan posisinya sebagai Geisha yang justru larut dalam dunianya sendiri hingga Jaejoong mulai sadar, seolah dirinya kembali tertarik ke alam nyata dari mimpi biru.
Jaejoong menghentikan aksinya dengan deru nafas terpacu. Peluh menetes membuat surai coklat almound sebahunya nayris lepek. Jaejoong yang tersadar mulai membuka kembali doe eyes kelamnya, berusaha meneliti sekelilingnya, tepatnya melihat sang pembeli sejauh mana tergoda dengan aksi liarnya yang nyaris tak terkendali.
Deg.
Doe eyes indah sedikit sayu Jaejoong di buat membuka lebar, saat tak melihat Yunho di tempatnya tentu saja tempat yang di maksud adalah ranjang sebrang yang berbatas skat kaca dan pintu dengannya.
Pluk..
Jaejoong memalingkan wajahnya kesisi ranjang, saat indra pendengarnya menangkap sesuatu benda yang tidak berat jatuh ke lantai tepat di sisi ranjangnya.
Kemeja putih
Bukankah seharusnya Jaejoong sendiri di areanya.
HAH.
Jaejoong sontak mendudukkan diri, saat matanya melihat sang pembayar. Yunho berdiri angkuh di sisi ranjangnya dengan keadaan tubuh atas yang sudah polos. Jaejoong bisa melihat dada bidang dengan kulit tan yang di aliri lelehan peluh. Membuatnya Yunho terlihat sangat jantan.
Dan Jaejoong kembali tersadar, wajahnya memucat seakan bisa membaca hal selanjutnya yang akan terjadi, Jaejoong sontak berusaha merapikan kembali kimonoya setidaknya menutupi bagian-bagian tubunya kembali.
"Tu-an.. ke-napa bisa... seharusnya.. anda ti-dak bisa masuk.. . Tuan.." cerry lips itu bergetar dan terbata, Jaejoong sudah menggeser tubuhnya membuat punggungya membentur kepala ranjang dan tersudut di sana. Kedua tangannya mencengkram erat potongan leher lebar kimono di dadanya. Jaejoong semakin takut saat melihat seringaian Yunho dan tatapan musang yang seakan hendak mengulitinya hidup-idup.
"Kau terkejut hem? aku harus mengakui jika pertunjukkanmu benar-benar memacu gairahku, tapi..." Yunho menggantung kalimatnya "Aku tidak akan puas jika tidak menyentuhnya secara nyata."
Deg.
"Andwaeyo... eommonim!" Jaejoong menatap panik pintu bilik yang tertutup membuat dirinya terkurung bersama Yunho. Jaejoong masih tidak mampu mencerna bagaimana bisa pembayarnya masuk ke areanya, tidak mungkin ibunya memberikan kunci. Dari awal Jaejoong sudah curiga, Pembayarnya bahkan mengetahui namanya. Jaejoong semakin takut, bahkan tubuhnya sudah semakin bergetar. Jaejoong hanyalah namja belia berusia 19 tahun yang belum lama menamatkan bangku SMA, dirinya bahkan belum pernah berciuman, semua aksi liarnya di pelajarinya dari beberapa video porno yang di belinya. Jaejoong tidak rela jika kesucianya ternoda dengan cara hina seperti ini.
"Tingkahmu saat ini sangat berbeda dengan sebelumnya my Geisha.." Yunho menatap lekat manik doe eyes Jaejoong yang bergerak gelisah. "
"Ba-gaimana bi-sa.. pergi! Tuan melanggar peratu-ran. Jebal jang-an mende-kat.." Jaejoong semakin membuat tubuhnya tersudut di kepala ranjang. Doe eyesnya sudah mulai berkaca-kaca, dirinya tidak harus menangis. Tapi saat ini Jaejoong benar-benar takut melihat pembayarnya yang menatapnya dengan ekepresi yang mampu membuat Jaejoong merasakan firasat buruk.
"Karena aku Jung Yunho!"
.
.
Arghh...
Jaejoong merintih saat merasakan sakit di kedua lututnya yang bergesekan dengan lantai, Yunho yang menyeret kedua kakinya saat tubuhnya dalam keadaan terlungkup. Saat Jaejoong mencoba untuk kabur dengan mengedor-gedor pintu.
Bruk
"Andwae.. jangan lakukan tuan.. hiks..." tangisan yang sedari tadi ditahanya seakan pecah begitu saja, kritstal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipi pucatnya. Jaejoong yang sudah tergolek lemah di atas tempat tidur setelah Yunho menyeretnya dan menghempaskan tubuhnya. Yunho mengunci pergerakan Jaejoong. Tangan kekarnya mencengkram dua pergelangan tangan jaejoong dengan hanya menggunakan satu tangan. Sementara tangan satunya mengapit rahang Jaejoong, membuat namja cantik itu menatapnya.
Tangisan Jaejoong, ekspresi kesakitan Geisha itu justru semakin menaikkan libidonya.
"Aku tidak akan memperlakukanmu dengan lembut karena seorang Geisha tidak pantas mendapatkannya. Jadi nikmati rasa nikmat sekaligus sakitnya cantik. Kau tidak akan melupakan malam ini seumur hidupmu Jaejoongie." Mata musang itu menatap tajam hasel kelam yang membelakan lebar balik menatapnya. Yunho bisa melihat ketakutan besar lewat dua hasel kelam itu.
"Jangan.. hiks.. hiks... eommonim.. hiks... tolong Joongieeaakhhgghhhhhh!"
Jaejoong merasakan perih dikulit kepalanya saat helaian rambutnya di tarik tangan berotot yang kini menahan tengkuknya. Memaksanya melahap habis kejantanan Yunho. Terbatuk hingga nyaris tak mampu benafas, air mata yang tumpah seiring dada yang semakin sesak. Kedua tangan gemetarnya mencoba menahan pinggul Yunho yang tak henti menghujam cepat, memaksa Jaejoong mengoral kejantanannya. Sungguh Jaejoong merasa sangat terhina.
.
Tubuh dengan warna tan itu tak henti mengucurkan peluhnya, membuat kulit warna eksotisnya mengkilap tertimpa sorot lampu. Sesekali butiran bening itu mengucur dari ujung helaina rambutnya. Mata musangnya menatap lekat sosok tak berdaya di bawahnya. Jaejoong yang nyaris tak sadarkan diri.
Tubuh keduanya yang menyatu dalam keadaan polos, pinggul kokoh Yunho yang terus menghentak-hentak makhluk indah tak berdaya di bawahnya. Membuat kejantannya melesat sejauh mungkin merasuki tubuh Jaejoong.
"A-ppoh..." rintihan pilu yang sesekali masih terdengar dari cerry lips Jaejoong, suara yang biasanya terdengar merdu kini terasa begitu menyayat.
Surai almound Jaejoong yang sudah mengacak, menutupi sisi pipi pucatnya, darah yang mengering dari sudut bibir bengkaknya yang terluka akibat gigitan Yunho dan gigitanya sendiri. Tubuh indah yang di penuhi mani, peluh dan bercak merah itu bergerak pasrah seirama hentakkan pinggul Yunho.
"Ohh... kau sangat menggairahkann...shh.." Yunho bicara ditengah desahan nikmatanya. Tangan kokohnya mengapit rahang Jaejoong, tatapan puas terpancar dari mata musangnya melihat wajah tak berdaya Jaejoong yang baginya terlihat sangat cantik saat dalam keadaan tersiksa seperti ini. Leher jenjang yang teruka akibat gigitannya sesekali masih meneteskan cairan pekat berwarna merah. Tanpa ragu lidah lunak Yunho menjilatnya, membuat Jaejoong semakin tersiksa atas rasa sakit yang mendominasi tubuhnya.
"Buka matamu. AKU BILANG BUKA MATAMU!" Yunho meninggikan nada bicaranya saat tak mendapatkan respon dari Jaejoong.
Perlahan doe eyes yang sudah memerah itu membuka, tatapan yang begitu kosong dengan air mata yang tak pernah surut mengalir dari pupilnya.
"You're mine."
Mmphhh..
Yunho kembali menyesap bibir Jaejoong, dengan hujamannya yang semakin dalam dan cepat. Jaejoong semakin merasakan sakit dan perih di lubang pembuangannya. Yunho yang merasukinya tanpa perisapan matang membuat lubang analnya benar-benar sakit, meski terselip rasa nikmat saat kejantanan Yunho berulang kali menyentuh sesuatu di bagian terdalam analnya. Rasa yang baru pertama kali di rasakannya, suatu kenikmatan yang membuat Jaejoong melayang.
Jaejoong mengingat kembali perkataatn Yunho. "Nikmati rasa nikmat sekaligus sakitnya."
Dan Yunho benar-benar membuktikan ucapanya.
Perih, sakit, lelah dan nikmat. Empat rasa berbeda yang menguasai tubuhnya melebur menjadi satu. Kesadaran yang nyaris menghilang sering dengan tenaganya yang terkuras habis karena menangis dan mendesah.
"AGHHHKK!"
Jeritan untuk kesekian kali, kali ini lebih keras saat gigi-gigi Yunho menggigit keras pucuk nipplenya di sertai dengan tubuhnya yang teasa penuh. Jaejoong bisa merasakan cairan hangat memenuhi lubang analnya. Bolehkah Jaejoong berharap penyiksaan ini sudah berakhir. Harapan yang melaju seiring dengan saat mata haselnya benar-benar tertutup. Jaejoong sudah berada di ambang batas pertahannaya namja cantik itu terkulai tak sadarkan diri tepat di saat Yunho mecapai klimaks keduanya.
.
.
.
Yunho mengancingkan dua kancing terakhir kemejanya. Membuat tubuh manlynya kembali terbungkus rapi. Gurat lelah sama sekali tidak terlihat di wajah tampannya. Mata musangnya menatap lekat tubuh lemah yang tergolek di atas tempat tidur, tanpa kain penutup. Pahatan yang sempurna bagi Yunho. Kepuasan tersendiri saat melihat hasil karyanya di tubuh porselen sang Geisha yang berhasil di sentuhnya. Yunho menatap puas cairan miliknya yang masih mengalir di sela anal Jaejoong yang memerah.
BRAK!
"JOONGIE! Hiks.. mianhe.. nak.. mianhe.. hikaa..."
Sosok yeoja berhanbok sederhana itu menghambur memeluk Jaejoong , putra sulungnya yang tergolek tak sadarkan diri. Pintu yang di bantingnya dengan kasar hingga menimbulkan bunyi dentuman keras membentur dinding. Dengan cekatan tangan tuanya menarik seprai membungkus tubuh polos putranya karena selimut yang sudah tergeletak jauh di lantai.
"Ampuni aku hiks... mianhe Joongie.. hiks... anakku hikks... bangun nak!" Nyonya Kim memeluk erat tubuh Jaejoong membawa di atas pangukanya.
"Kau kejam. Kau bukan manusia Jung Yunho." Mata bulat nyonya Kim menatap nyalang Yunho yang berdiri diam, hatinya sedikit tergetar melihat ekspresi terluka wanita paruh baya itu. Wanita yang merupakan ibu dari Kim Jaejoong.
"Aku hanya ingin memberi sedikit pelajaran padamu nyonya Kim dan juga putramu bahwa menjadi geisha itu tidak semudah yang kalian pikirkan. Ada harga yang harus di bayar." Bibir hati itu berucap tenang.
"Hiks... Joongie.. anakku.." Nyonya Kim terus memeluk Jaejoong yang terlihat benar-benar mengenaskan, kulit porselenya yang biasanya selalu memancar indah bercahaya kini terlihat pucat dan dipenuhi bercak merah, jemari nyonya Kim mengusap gemetar bibir terluka putranya bahkan ada lebam di garis rahangnya. Jaejoong yang terpejam seakan tubuhnya tak bertulang, terkulai mengikuti pergerakan nyonya Kim.
Cup cup.. cup..
Berulang kali nyonya Kim mengecup tangan pucat putranya yang terkulai, ibu mana yang hatinya tidak teriris saat melihat keadaan darah dagingnya dalam keadaan mengenaskan.
"Sudah saatnya."
Sreak..
"ANDWAE! KEMBALIKAN PUTRAKU! Jangan bawa pergi Joongieku!" Nyonya Kim jatuh terduduk di atas ubin lantai dingin, tangannya menggenggam tangan Jaejoong yang terkulai di gendongan bridal Yunho.
"Kau tenang saja Nyonya Kim, seperti yang telah kita sepakati. Aku akan menanggung biaya rumah sakit putra bungsumu dan juga menjamin hidup kalian seumur hidup."
"TIDAK! Aku tidak penah mengatakan menyetujuinya meskipun kau akan meratakan penginapan kami hiks.. kau memutuskannya sepihak Jung." Nyonya Kim semakin histeris.
"Itulah Jung Yunho." Bibir hati Yunho berucap datar namun terdengar nada penekanan didalamnya.
Cup
Yunho menegcup singkat kening Jaejoong yang tertutup poni panjang, tubuh lemah yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya. Kain putih menjuntai yang menutupi tubuh polos Jaejoong sedikit di rapikannya agar mempermudah Yunho saat membawa malaikat rapuhnya.
"Jaejoong akan baik-baik saja bersamaku. Karena aku akan menikahinya." Yunho melangkahkan kakinya berjalan keluar bilik, meninggalkan nyonya Kim yang semakin meraung. Sepertinya Nyonya Kim tak mampu bangkit untuk mengejar Yunho yang membawa putranya, kakinya terasa lumpuh akibat terlalu shock, hanya mata bulatnya yang di penuhi linangan air mata menatap sendu punggung Yunho yang membawa putranya melangkah semakin menjauh.
.
.
.
Yunho memandang bagunan 'Red Paradise' yang semakin mengecill hingga menghilang berupa titik-titik hitam. Saat helikopter yang di tumpangi meninggalkan pulau kecil itu. Pulau yang menyertakan bidadari yang terperangkap dalam tubuh Geisha. Sosok rupawan yang berhasil mencuri hatinya.
Yoochun,
Yunho tersenyum kecil saat mengingat perdebatannya dengan sahabatnya itu. Dirinya yang langsung menemui nyonya Kim setelah usia pertunjukkan, untuk mengintimidasi sang pemilik penginapan agar mengabulkan keinginannya. Kemulusan rencana kilatnya yang tak di pungkirinya tidak akan sukses jika tanpa campur tangan sahabatnya itu.
Yunho menatap penuh cinta sosok yang tegolek di pangkuannya. Sesekali tangan Yunho merapikan kain lebar yang membalut tubuh Jaejoong, melilitkan hingga leher. Yunho tidak ingin sang pengemudi helikopter di depannya melihat tubuh Jaejoong.
"Mianhe.. aku menyakitimu.. Jung Yunho hanya ingin memiliki Kim Jaejoong dengan caranya."
Cup
Bibir hati itu menempel singkat di cerry lips pucat Jaejoong. Setelah berbisik di telingan Jaejoong, meskipun pada kenyataanya sosok indah itu tidak akan mendengar.
"Selamat datang di sangkar emas Jung Yunho. My Geisha." Bibir hati itu tertarik membentuk seutas senyum tipis. Mata musangnya menatap jauh kedepan dengan sesuatu pemikiran yang tersusun di benaknya.
.
Sang surya yang mulai mengintip di upuk timur, bertanda jika pagi akan segera hadir menggantikan rembulan malam. Laju helikopter yang mengudara semakin jauh menuju satu titik 'Seoul'. Membawa dua insan yang akan memulai kehidupan dan cerita baru.
.
.
.
Epiloge
.
.
Yunho bukan tipe namja yang suka ikut campur atau perduli dengan orang lain, namun kali ini saraf tubuhnya seakan di paksa bergerak saat indera pendengarnya mendengar jeritan. Yunho memarkir asal mobilnya di pinggir jalan lengang, mengejar sosok bayangan berpakaian merah yang hilang tertan gelapnya malam di kelokan gang sempit. Sosok yang berlari ketakutan di susul beberapa pria di belakangnya.
Dinginya suhu kota Nagoya yang memasuki musim dingin seakan tak dirasanya. Jaket kulit dan syal abu di lehernya setidaknya cukup menghalau rasa dingin ditengah kaki jenjangnya yang menapak semakin cepat, tidak mau kehilangan sosok berpakaian merah itu.
Mata tajam Yunho mentap nyalang kawanan pemuda yang mengepung seseorang yang tersudut di dinding gang buntu, tangan Yunho terkepal saat melihat tangan-tangan pemuda itu mulai menjelajahi lekuk tubuh sosok itu, Yunho bisa melihat kulit putih bersih yang terlihat akibat kimono yang tersingkap. Begitu terpancar di bawah sorot lampu yang bergantung di dinding gang.
Secepat kilat Yunho menghajar berandalan itu, membuat ketiganya nayaris menemui malaikat mautnya jika tidak segera kabur.
"Kau tidak apa-apa?" Yunho mengulurkan tanganya, berjongkok di depan sosok rapuh yang masih meringkuk, menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya. Membiarkan surai hitam sepanjang perpotongan lehernya berkilau.
"Em..."
'Cantik' satu kata sederhana itu yang terbesit di benak Yunho saat menatap keseluruhan wajahnya. Kulit wajah putih bersih dengan mata hasel kelam dan bibir merah yang terlihat begitu lembut dan kenyal.
"Apa kau manusia?"
Bibir plum itu tersenyum tipis mendengar pertanyaan aneh Yunho, bukan tanpa alasan Yunho bertanya demikian Yunho menyangka jika sosok indah di depannya mungkin saja bidadari yang tersesat ke bumi. Bahkan Yunho masih tertegun saat ia mulai beringsut bangun dari berjongkoknya.
Mata musang Yunho baru menyadari pakaian tak biasa yang dikenakan sosok indah itu. Komono merah, bukankah perayaan tahun baru sudah lewat. Melihat keseluruhan wujudnya Yunho menyadari satu hal jika ia masih belia, tubuh mungil yang hanya setinggi dadanya. Yunho menebak jika sosok di depanya masih berusia belasan tahun.
"Aku Yunho." Yunho mengulurkan tanganya begitu saja.
"Watashi Jaejung desu." Sosok indah itu membungkuk tanpa membalas uluran tangan Yunho.
"Jejung." Bibir hati itu berucap lirih, melafalkan nama ia yang baru saja mengenalkan diri dengan nama 'Jejung' tanpa sadar jika sosok itu sudah melangkah sedikit menjauh darinya.
"Arigato gozaimashita." Jejung sekali lagi membungkukkan badanya, sebelum membalikkan tubuhnya dan beranjak pergi namun dengan cepat lengannya di cekal Yunho. Untuk beberapa saat keduanya saling bertatapan, seakan melupaka waktu yang terus bergulir. Jejung seolah bisa membaca apa yang ada di benak Yunho.
"My Geisha."
Cup
Jejung mendaratkan kecupan singkat di pipi Yunho dan melempar senyum menawannya sebelum benar-benar melangkah pergi dan menghilang. Menyisakan Yunho yang masih terpaku.
.
.
Yunho memarkir mobilnya di tepi jalan, di bawah pohon sakura yang gundul berselimut salju, pikirannya masih melayang di kejadian berapa jam lalu.
'Jejung.' Nama itu seakan mampu menghipnotisnya, membuat otaknya tak berhenti memikirkannya.
.
.
"Ha.a..a... kita berhasil!" berapa kawanan pelajar yang masih mengenakan seragam berjalan beriringan di tepi trotar, rona kepuasan terihat jelas di wajah mereka.
Tunggu.. Yunho melihat dia, Jejung berada di antara rombongan pelajar yang ternyata masih duduk di bangku junior high school itu terlihat dari celana seragam yang berpotongan rendah dan logo sekolahnya. SMP GINKA Yunho tau sekolah itu. Merupakan sekolah unggulan di kota Nagoya.
Dan darah Yunho di buat mendidih saat melihat wajah tak asing, remaja laki-laki itu yang Yunho ingat adalah mereka yang terlibat mengepung Jejung.' Ternyata mereka berteman dan satu angkatan' mata Yunho semakin memicing tajam, menyimak obrolan mereka yang tedengar samar.
'Aku yakin pertunjukkan drama kita akan meraih juara satu ha.a... kau hebat Jejoong san!"
'Yahhaa... kau terlihat layaknya Geisha sungguhan ha.a..."
"Kita rayakan dengan makan!" kor serempak membahana dari para pelajar itu diikuti Jejung yang juga ikut tertawa renyah.
'Drama? Jadi kejadian tadi hanya akting untuk drama dan aku... Oh...' Yunho memukul setir kemudinya, mata musangnya fokus menatap sosok indah yang masih mengenakan kimono merah itu 'Jejung.. Jaejoong.'
'Suatu saat kita akan bertemu lagi.. Joongie.' Yunho menginjak pedal gasnya membuat mobilnya melaju cepat meninggalkan jalanan pinggiran kota Nagoya yang mulai lengang. Menyisakan kepulan asap putih yang tersamarkan kabut salju.
.
.
Apa yang terjadi di masa depan, tidak jarang merupakan gambaran di masa sebelumnya. Hanya terkadang manusia tidak sadar jika bayangan masa depannya sudah terkonsep dengan sesuatu yang tak di sadarinya di masa lalu.
Hal yang tidak sengaja dan sesuatu yang tadinya di anggap keisengan semata, bukan tidak mungkin berubah menjadi kenyataan yang mungkin merupaka titik awal berubahnya garis dan takdir hidup seseorang.
.
.
.
~YunJae~
.
.
Note : saya akan sangat berterima kasih jika reader berkenan meninggalkan jejak untuk ff ini. Saya mengemasnya dengan sedikit berbeda. Bagimana hasilnya? So review ^^
