Disclaimer
.
WinterMemories
.
Vocaloid is not mine
But belongs Vocaloid
.
Pairing
Luka x Miku
.
Don't Like, Don't Read
.
Enjoy!
"Aku... menyukai musim dingin...
Karena aku ingin perasaanku membeku...
Dan tidak merasakan apa-apa lagi..."
"Organ tubuh Megurine-san semakin lama semakin melemah... aku takut dia mengalami sebuah penyakit serius... "
"Apa... Apa dokter tidak bisa menyembuhkannya? Berapa pun biayanya, akan Saya bayar!"
Dokter itu menatap laki-laki -berambut biru tua, dan memiliki warna mata yang senada dengan rambutnya, lalu mengambil selembar kertas dari laci meja kerjanya "Maaf, penyebabnya saja, kami belum mengetahuinya... Saya sendiri heran. Kalau di lihat dari gejala, dan fungsi organ tubuhnya, kami baru bisa menyimpulkan kalau ini adalah penyakit turunan."
"Tidak mungkin! Apa dokter tidak melihat saya? Buktinya saya baik-baik saja! tidak pernah ada penyakit seperti ini dalam keluarga saya!" bentak lelaki itu.
"Kami baru menyimpulkan saja... ini juga belum tentu benar." ujar sang Dokter menenangkan "Nah, untuk sementara waktu, Megurine-san harus tinggal di rumah sakit ini... yah, mungkin sampai musim dingin tiba." Tambahnya.
"Selama itu?" tanyanya lagi "Kenapa gadis kecil seperti dia bisa mendapatkan penyakit kutukan seperti ini? Bayangkan, dia masih berumur 10 tahun! Orang tuanya sudah meninggal, dan satu-satunya yang dia punya hanya Saya!" keluhnya sambil memegang kepalanya dan mengacak-ngacak rambut birunya.
Dokter itu mendekati lelaki itu dan mengusap punggungnya "Saya mengerti beban yang Anda rasakan, Kaito-kun... tapi... Ini yang terbaik untuk Megurine-san... adik anda..."
Lelaki itu hanya mendengus pelan "Baiklah... terima kasih atas waktunya dokter... permisi..." ujarnya sambil berlalu.
Begitu dia menutup pintu itu, dia langsung menyenderkan tubuhnya di tembok. Merasakan dinginnya tembok itu. Tidak lama, dia langsung terduduk sambil memegangi kepalanya yang tiba-tiba merasa pusing dan sakit.
"Luka..."
. . .
Seorang gadis berambut Pink panjang itu menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Dia melihat daun-daun sudah memerah, dan mulai berguguran ke tanah. Tidak lama, dia melihat sepasang anak kecil yang bermain dengan riang di bawah pohon itu.
"Andai... aku bisa seperti mereka..." gumamnya sambil tersenyum pahit.
"Luka..." ujar seseorang dari belakangnya.
Gadis itu menoleh "Kaito Nii-chan!" serunya "bagaimana nii-chan? Aku sudah boleh keluar dari rumah sakit ini? Aku ingin bermain seperti anak-anak itu!" ujarnya riang sambil menunjuk ke luar jendela.
Lelaki yang di panggil Kaito Nii-chan itu hanya tersenyum dan membelai kepala Luka lembut "belum saatnya..." gumamnya pelan.
"Jadi... aku harus berada di rumah sakit ini lagi? Sendiri?" tanyanya.
"Kau tidak sendiri... masih ada Nii-chan, Kan?"
"Tapi... kapan aku akan keluar dari rumah sakit ini?"
"Secepatnya..."
Skip Time 5 years later...
Musim gugur sudah berganti menjadi musim dingin. Pagi ini butiran-butiran salju sudah mulai turun dari langit.
"Nii-chan... aku berangkat dulu ya!" seru seorang gadis berambut Pink panjang sembari memakai sepatunya.
"Iya... Oiya! Kau sudah bawa obatmu?"
"Sudah kok. nii-chan tenang saja." jawabnya sembari tersenyum dan berlalu.
"Oke, hati-hati di jalan..."
. . .
Luka –gadis berambut Pink panjang- itu mulai menelusuri jalan setapak yang biasa dia lalui saat pergi ke sekolah. Dia merapatkan mantelnya dengan harapan rasa dingin di tubuhnya akan berkurang. Tapi dia mulai ingat sesuatu kalau rasa dinginnya tidak akan pernah hilang. Tidak akan pernah...
Luka mulai menengadah, dan melihat pohon sakura yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Seperti mati. Tapi tidak lama kemudian, dia melihat sebuah kuncup bunga sakura yang belum mekar. Wajar, karena sekarang masih musim dingin. Dia harus menunggu 1 bulan lagi untuk melihatnya mekar. Tapi... akan kah dia bertahan selama itu?
"Andai aku bisa hidup lebih lama lagi..." gumamnya sembari terus berjalan menelusuri jalan setapak itu. Begitu dia sampai di pertigaan jalan itu, tiba-tiba seorang gadis berambut hijau teal panjang –yang diikat 2 ke samping- berlari dengan kencang di hadapannya, dan tidak lama kemudian, gadis itu terpeleset, dan jatuh.
GUBRAAK! BUGH!
"ADUH!"
Luka agak terkejut begitu dia melihat gadis itu terjatuh. Dengan segera, dia langsung berlari mendekati gadis itu "Ka-Kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
"Aduh... eh, nggak apa-apa kok. Hehehe... aku memang sering jatuh..." jawabnya sembari menerima uluran tangan Luka. Tidak lama dia berdiri, dia sudah terjatuh lagi "Aw... aduh... kayaknya aku memang kikuk..." gumamnya pelan sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Luka hanya terdiam, memutarkan kedua bola matanya, dan mengulurkan tangannya lagi untuk yang kedua kalinya.
Gadis itu menerima uluran tangan Luka dan segera berdiri "Terima kasih!" ujarnya sembari tersenyum manis.
"Sama-sama..." balas Luka dingin sembari kembali berjalan meninggalkan gadis itu.
"Hey! Tunggu dulu! Aku harus berterima kasih padamu!" seru gadis itu sembari berlari, menjajari langkahnya dengan langkah kaki Luka.
"Kau sudah berterima kasih tadi." Gumam Luka datar.
"Oh, ayo lah! Aku harus membalasnya! Oh! Aku lihat seragammu dan seragamku sama! Apa kau bersekolah di Vocaloid Gakuen?" tanya gadis itu girang.
"Ya." Jawab Luka singkat.
"Wah! Kalau gitu kita sama, dong! Kita berangkat bareng, yuk! Oiya! Aku lupa memperkenalkan namaku! Namaku Hatsune Miku. Kamu?"
"Namaku Megurine Luka, dan, Hatsune-san, aku tidak mau berangkat denganmu. Maaf. Tapi aku lebih senang berangkat sendiri. Tidak ada alasan untuk itu. Bye." Jawabnya sembari berlalu, meninggalkan Miku yang hanya bisa bengong di tempat.
'Tidak pernah kusangka ada orang yang dingin seperti itu!' seru Miku dalam hati.
. . .
Luka berjalan masuk ke ruangan kelasnya. Kelas X-1. Begitu memasuki kelas, dia melihat bahwa anak-anak kelasnya masih belum datang semua. Luka menghela nafas pendek, dan langsung duduk di bangku kesayangannya yang berada di ujung. Begitu dia duduk di sana, dia langsung merebahkan kepalanya di atas meja. Merasakan dinginnya mejanya sendiri.
"AAH! TERNYATA KAU SEKELAS DENGANKU!" seru seseorang yang sukses membuat Luka kaget.
'Tunggu... suara ini...' Luka langsung menengadah, dan dia menemukan sosok gadis berambut hijau teal panjang yang sudah dia kenal tadi pagi. Hatsune Miku... Luka langsung memegangi kepalanya yang langsung terasa sakit.
Miku berlari dengan girang ke arah Luka "Hey! Aku tidak ingat kalau aku sekelas denganmu! Oh, mungkin karena aku murid baru di sini, ya? Hehehe..."
Luka mendengus pelan "Pergi lah, Hatsu-"
"Panggil aku Miku-chan, ya! Dan kamu akan aku panggil Luka-chan!" potong Miku cepat.
"Tidak, terima kasih, Hatsune-san." Gumam Luka.
"Kau dingin."
"Yes, I'm..."
"Kau-" Belum sempat Miku meneruskan ucapannya, Luka langsung bangkit dari tempat duduknya dan langsung melangkah pergi. "Kau mau ke mana?" tanya Miku heran.
"Ke tempat di mana aku bisa merasa sendirian." Jawab Luka dingin, sembari berlalu.
Miku menghela nafas pendek, dan duduk di bangku Luka seenaknya "Huh... padahal aku ingin membalas kebaikannya tadi pagi." Keluhnya.
Tidak lama, seorang gadis berambut honey blond pendek –dengan pita besar yang ada di atas kepalanya- mulai mendekati Miku "Hey! Kau pasti anak baru di kelas ini! Oiya, perkenalkan, aku Kagamine Rin." Sapanya sembari mengulurkan tangannya.
"Ah! Aku Hatsune Miku! Panggil aku Miku-chan saja, ya!" ujarnya riang sembari menerima jabatan tangan Rin.
"Kalau begitu panggil aku Rinny saja. aku suka di panggil seperti itu." Ujarnya sembari tersenyum "Oiya. Kulihat, kau mencoba mendekati Megurine-san..." gumam Rin sembari duduk di kursi depan Miku.
"Oh itu... itu karena aku ingin membalas kebaikannya tadi pagi."
"kebaikan? Megurine-san melakukan kebaikan? Kebaikan apa?" tanya Rin kaget. Miku pun mulai menceritakan setiap detail kejadian yang dia alami tadi pagi "Wow... aku kaget, ternyata Megurine-san bisa membatu orang juga." Ujar Rin sembari terkekeh kecil.
"Lho? Memangnya kenapa?" tanya Miku penasaran.
Rin melirik Miku, kemudian memerhatikan keadaan sekitar "Megurine-san itu gadis paling dingin, paling tidak peduli dengan orang lain, dan paling ketus di Vocaloid Gakuen ini. Dia selalu menarik diri dari orang lain. Bahkan kami, teman-teman sekelasnya pun jadi bingung kalau mau bergaul dengan dia. Seakan-akan dia berkata 'Jangan dekati aku. Tinggalkan aku sendiri.'" Jawab Rin kemudian "Bahkan, kalau ada orang yang menembak dia, dia hanya bilang 'Tapi 1 bulan lagi aku akan mati, lho...' lalu pergi bagaikan angin musim salju." Tambah Rin sembari menopang dagunya dengan tangan kanannya.
"Benarkah?" tanya Miku tidak percaya.
Rin mengangguk "Tapi mungkin dia menarik diri karena sebuah penyakit yang dia sembunyikan dari kami semua." Gumam Rin kemudian.
"Penyakit?"
"Iya, katanya –ini cuma katanya, ya! Katanya dia punya penyakit aneh yang tidak bisa di sembuhkan dengan obat apa pun. Bahkan dokter ternama pun, angkat tangan menangani penyakit itu." Jawab Rin.
Miku terdiam sesaat.
Apa itu sebabnya?
. . .
Begitu bel istirahat berbunyi, Luka langsung keluar dari kelasnya, dan berjalan menelusuri koridor sekolahnya. Dia berjalan pelan menuju ruang perpustakaan yang berada di ujung koridor ini. Dia hanya ingin sendiri.
"Luka-chan!" seru seseorang dari belakangnya.
Luka menoleh dan hanya mendengus keras "Hatsune-san... ada apa?" tanyanya begitu Miku sudah berdiri di hadapannya.
"Ano... Aku suka Luka-chan!" jawab Miku polos.
Luka terdiam. Dia mengerjap sesaat, lalu hanya bisa mendengus kecil untuk yang ke sekian kalinya "Jangan bercanda. Aku benci itu." Ujarnya ketus. Luka langsung berbalik, dan kembari berjalan.
"Hehehe... Luka-chan tahu saja kalau aku bercanda."
"dasar gadis bodoh."
"Huh! Luka-chan jahat!" serunya sembari mengembungkan sebelah pipinya.
"Aku memang jahat. Lalu kenapa kamu masih mau mengikutiku, Hatsune-san?" tanya Luka sembari terus berjalan.
"Entah lah... aku rasa Luka-chan orang yang baik." Jawab Miku sembari tersenyum.
Luka terdiam mendengar ucapan Miku. 'Tadi dia bilang aku jahat, sekarang dia bilang aku orang yang baik? Hah... yang benar saja!' batin Luka. Begitu mereka sampai di ruang perpustakaan, Luka –yang memang punya kepentingan di sana- langsung duduk di salah satu kursi, dan langsung menyambar buku tebal yang ada di hadapannya. Sedangkan Miku –yang tidak punya kepentingan sama sekali- cuma duduk di kursi yang berada di depan Luka, dan mulai memerhatikan Luka sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Sana pergi. Aku benci saat aku di ganggu saat membaca." Usir Luka ketus.
Miku terdiam sesaat "Kamu benci bercanda, dan kamu benci di ganggu saat membaca... kalau gitu apa yang kau sukai, Luka-chan?" tanya Miku kemudian.
"Ketenangan." Jawab Luka singkat.
"Cuma itu?" tanya Miku kaget. Bayangkan saja, dari sekian kesenangan yang ada di dunia ini, dia HANYA memilih ketenangan?
Luka mengangkat wajahnya sebentar, lalu menunduk lagi "Dan... musim salju..."
. . .
Luka mulai mencoret-coret sebuah buku yang ada di hadapannya dengan perasaan kesal, dan mulai menulisnya dengan beberapa kata. Well, paragraf lebih tepatnya. 'Ini adalah hari ke 21, semenjak Hatsune-san pindah ke sini... dan selama itu, dia selalu menempel denganku. Heran! Rasanya aku sudah mengusirnya dengan berbagai cara. Tapi kenapa dia tidak kunjung menghilang? Menyebalkan! Tapi walau pun begitu... entah kenapa aku merasa nyaman di dekatnya. Awalnya dia memang menyebalkan, mengganggu, dan berisik. Tapi lama kelamaan, aku jadi merasa terbiasa. Ku pikir... dia tidak buruk juga untuk seorang "Teman" perempuanku. Ya, teman perempuanku yang pertama.
Tapi keresahan ini... tidak bisa aku hilangkan... aku takut bersamanya. Aku takut kalau nantinya aku jadi takut kehilangannya. Takut kehilangannya? Memangnya dia siapanya aku?'
TENG... TENG... TENG...
Luka menutup buku Diary-nya dengan cepat. Dia tersadar dari apa yang selama ini dia kerjakan. Ternyata pelajaran Fisika yang digemarinya tadi tidak mendapatkan perhatian sama sekali. Dia malah sibuk menulis di buku Diary-nya.
"Ya! Sampai di sini dulu pelajaran kita hari ini. Selamat sore anak-anak!" seru seorang pria yang di kenal sebagai guru di Vocaloid Gakuen.
Begitu guru itu keluar kelas, murid-murid pun langsung bergegas membereskan buku-buku, dan alat tulis mereka.
"LUKA-CHAN! PULANG BARENG, YUUK!" seru Miku sambil melambaikan tangannya ke arah Luka.
Luka yang tengah membereskan barang-barangnya pun hanya bisa menghela nafas pendek. Dia tidak bisa marah begitu saja pada Miku. Kalau dia marah, bisa-bisa penyakitnya bisa kambuh lagi...
"Luka-chan! Pulang bareng, yuk!" ajak Miku lagi. Kali ini Miku sudah berada di sebelah meja Luka. Tersenyum manis ke arahnya.
"Hatsune-san... kenapa kau tidak pernah bisa membiarkanku sendirian?" tanya Luka tanpa mengalihkan pandangannya dari tasnya.
"Entah lah... aku merasa aku tidak bisa membiarkanmu sendirian." Jawab Miku polos "Lagi pula, aku takut kalau nanti kamu menangis meraung-raung kalau ku tinggalkan." Tambahnya.
Luka meringis "Yang benar saja..."
"Ayo lah! Sekaliiiii~ saja!" pinta Miku.
"Memangnya kenapa kamu ingin sekali pulang bersamaku?" tanya Luka geram. Dia tidak bisa membiarkan Miku terlalu masuk ke dalam kehidupan pribadinya.
Miku tidak menjawab, dan hanya menggembungkan pipi kirinya. Sedangkan Luka cuma bisa memutar kedua bola matanya "Ayo lah... aku ingin pulang bersamamu!" pinta Miku lagi.
Luka memerhatikan Miku dengan tatapan kesal "Terserah lah!" ujar Luka ketus sembari memakai jaketnya, syalnya, dan langsung beranjak dari kelas.
Miku tertawa kecil sembari mengikuti langkahnya.
.
Di luar bangunan sekolah...
"Wha! Saljunya turun!" seru Miku girang "Lagi dong saljunya!" serunya lagi, sambil meloncat-loncat layaknya anak kecil.
"Saat seperti pun kau bisa tetap bersemangat, ya..." gumam Luka pelan.
"Iya dong! Karena itu instingku!" seru Miku sambil terus berlari.
"Insting?"
"Iya! Hidup, dan Mencintai! Itulah instingku! Jadi apa pun yang terjadi, aku akan tetap bahagia, bersemangat, dan tetap senang!"
Luka cuma bisa diam melihat tingkah laku gadis yang ada di hadapannya. Sebenarnya dia juga merasa senang saat salju turun. Karena saat itu... dia...
"LUKA-CHAN!"
Luka menoleh, dan yang terjadi selanjutnya adalah Miku yang langsung melemparkan bola salju dengan sekuat tenaga pada luka.
"YAY! LUKA-CHAN KENA!" serunya kemudian sembari berlari-lari ke sana dan ke mari.
"Kau..." geram Luka. Tanpa aba-aba, Luka langsung mengambil sebongkah salju dari bawah kakinya, dan langsung melemparkannya sekuat tenaga pada Miku. Miku cuma bisa tersenyum miris sambil membersihkan salju yang ada di kepalanya. Tanpa aba-aba berikutnya, Luka langsung mengambil sebongkah salju lagi, dan langsung melemparnya bertubi-tubi pada Miku.
"Huaaaa! Luka-chan ngamuk!" seru Miku sambil tertawa.
"Kebahagiaan... kesenangan... semua itu... semua itu akan berakhir!" teriak Luka sambil terus melemparkan bola salju pada Miku "Apa kau tidak pernah berpikir kalau suatu saat nanti, kebahagiaan dan kesenangan itu akan menjadi kesedihan? Segala kesenangan dan kebahagiaan itu akan menghilang!" teriak Luka lagi. Kali ini ada setetes air yang turun ke pipinya yang mulus "Apa kau tidak takut kalau semuanya akan hilang tanpa bekas? Kalau begitu Kan... kalau begitu Kan... kalau begitu lebih baik tidak punya apa-apa sejak awal!" teriak Luka untuk yang terakhir kalinya, dan dia langsung jatuh terduduk.
Miku yang melihat itu langsung berlari mendekati Luka "Luka-chan! Kau tidak apa-apa?"
"Apa kau tidak takut... kalau kenangan itu hilang? Dan bahkan akan menjadi kesedihan yang mendalam?" ujar Luka balik bertanya pada Miku.
Miku tersenyum "Tidak, kok. soalnya, aku lebih takut lagi kalau aku tidak punya kenangan apa-apa... saat aku kembali pada yang kuasa." Jawab Miku.
Luka terdiam mendengar ucapan Miku "Aku... nggak pernah punya kenangan seperti itu..." gumamnya pelan.
"Kalau begitu, biar aku yang buatkan untukmu." Ujar Miku pelan sembari menggenggam tangan Luka dan tersenyum lembut.
Luka menatap Miku dalam diam. Baru kali ini dia merasakan perasaan seperti ini... perasaan yang... hangat... "Aku... suka musim dingin..." gumamnya pelan sembari menunduk. Miku hanya bisa menatap Luka tanpa berkomentar. Menunggu kalimat selanjutnya yang akan di ucapkan oleh Luka "Aku suka musim dingin... karena aku ingin perasaanku membeku... dan tidak merasakan apa-apa lagi. Karena ku pikir lebih baik perasaanku membeku."
"Kenapa?" tanya Miku kemudian.
"Aku... tubuhku mengidap penyakit aneh... penyakit ini membuat semua organ tubuhku menjadi lemah dan rusak... terutama jantung. Operasi apapun tidak bisa mengubah keadaan. Kalau masuk angin, aku harus berbaring berminggu-minggu. Bahkan kadang aku harus di rawat di rumah sakit. Bergerak sedikit saja seperti tadi, aku langsung pusing tujuh keliling. Keadaan ini semakin lama semakin sering kualami. Nanti... kalau aku tidak bisa pergi ke sekolah seperti biasa... ku pikir aku akan sendirian saja..." Luka terdiam menatap Miku, dan langsung menempelkan keningnya ke kening Miku sambil tersenyum "Jadi ku pikir... kalau aku menyerahkan segalanya... aku akan baik-baik saja... tapi sepertinya... aku salah, ya?"
Degh... Degh... Degh...
Aduh... apa yang terjadi dengan hatiku? Kenapa aku langsung berdebar begitu mendengar kata hati Luka? Tapi jujur... aku senang... sangat senang saat kau mengatakan itu, Luka-chan... aku ingin... lebih dekat denganmu... aku ingin lebih mengenalmu... aku ingin menjadi penyemangat hidupmu... setidaknya... biarkan aku membuat sebuah kenangan untukmu... sebuah kenangan indah yang tidak akan pernah kau lupakan... kenangan... saat bersamaku...
TBC
Yak! Sekian dulu fanfic dari Iko-chan! xD
Cerita ini sebenarnya terinspirasi dari lagu Soundlessvoice (Kagamine Len), proof of life (Kagamine Rin),dan, winter sonata (Ryu). Emang sih, sedikit nggak nyambung juga ke ceritanya... (bukan sedikit, tapi banyak!) tapi entah kenapa aku ingin membuat cerita yang sedih tentang Luka dan Miku. (walau pun ceritanya nggak ada sedih-sedihnya). Yosh! Chapter berikutnya akan aku usahakan feelingnya dapet! (w)b (walau pun nggak yakin juga, sih...)
Okok~ Time to Review! Review anda sangat berarti untuk saya! (OwO) Dan review anda juga akan mempercepat keluarnya chap berikutnya! *plak
Dan terima kasih untuk semua orang yang telah me-Review fic saya yang ke 1, dan yang ke 2! Saya sangat berterima kasih! (QwQ) *hagu semua orang yang Udah nge Review*
