Disclaimer : Aoyama Gosho, pemilik sah hak cipta Detective Conan. Daku mah hanya sefruit people yang sangat menyukai karya beliau dan menyukai chemistry antara Shinichi X Shiho atau Conan X Ai. Hahaha mohon maaf yaa, namanya juga fanfic.
WARNING : OOC!
Niatnya sih mau jadi kayak cerbung gitu tapi gak tau yaa berapa chapter, namanya juga masih pertama kali nulis fanfic. Harap maklum dan mohon reviewnya yaa.
HEART
CHAPTER 1
AKU SUKA SEKALI
"Jangan lari, Haibara. Jangan pernah lari dari takdirmu."
Ai's POV
"Mimpi itu lagi!"
Aneh! Ini benar-benar aneh! Beberapa malam belakangan ini tidurku selalu tak tenang karena mimpi yang sama. Entah kenapa, aku selalu mendengar perkataan Kudo-Kun dalam mimpiku. Kalimat itu. Suara itu. Wajah itu. Semuanya selalu sama. Apakah aku mulai tidak waras? Ataukah rasa takutku mulai menguasai mimpiku juga?
"Sial!" aku mengumpat pada diriku sendiri karena melihat gelas di meja sebelah tempat tidurku kosong, tak tersisa air setetespun. Karena mimpi ini, aku sering merasa kehausan setiap bangun tidur. Kulirik jam dinding di kamarku, masih jam 3 pagi. Dengan terpaksa, aku bangun dari tempat tidurku, beranjak ke dapur untuk mengisi air dalam gelas kosongku ini, dan entah nantinya akan melanjutkan tidur lagi atau tidak.
Saat melewati ruang TV, aku melihat TV yang masih menyala, menampilkan barisan para semut dilayarnya, menandakan bahwa saluran TV tersebut sudah tidak lagi menayangkan acara apapun. Hakase pasti ketiduran saat menonton TV, sungguh kebiasaan yang buruk. Membuang-buang biaya listrik dan merusak kesehatan diri sendiri. "Hufffttt..." aku menarik nafas, berjalan menuju ke ruang TV untuk membangunkan Hakase agar segera pindah ke kamarnya sendiri.
"Hakase... Bangun! Segeralah pindah ke kamarmu. Kebiasaan burukmu ini dapat merusak dirimu sendiri!" ucapku dari jauh, berharap Hakase mendengar suaraku.
Tidak ada respon dari Hakase.
"Hakase... Banguu..." belum selesai aku mengatakan kalimatku, aku dikejutkan dengan pemandangan di depanku. Dia bukan Hakase!
Apa yang dilakukannya disini? Tidur di ruang TV rumah Hakase? Apa yang terjadi dengan tempat tinggalnya di rumah Mouri-San?
"Ah... Hoaahhmmm... Haibara, ada apa?" tanyanya padaku, setengah sadar, setengah mengantuk, saat melihat aku sedang menatapnya karena kebingungan.
"Apa yang kau lakukan disini, Kudo-Kun?"
Iya, benar sekali, lelaki yang berada didepanku saat ini adalah orang yang beberapa malam belakangan ini selalu muncul dimimpiku, Kudo-Kun.
"Tidur, tentu saja. Menurutmu?" tanya dia lagi sambil menatapku malas.
"Err..." aku memberikan death glare ku padanya. "Maksudku, kenapa kau tidur disini? Apakah Paman Detektif dan kekasihmu itu mengusirmu dari rumah mereka?"
"Bodoh! Kau ini terkena amnesia atau apa? Apa kau lupa Hakase tadi memintaku untuk menginap disini karena beliau tiba-tiba harus ke Fukushima untuk memperbaiki barang hasil temuannya? Hoaaahmmm..."
Aku mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Ah, Iya! Aku terlalu lelah hari ini, sehingga aku lupa jika Hakase pamit kepadaku untuk pergi ke Fukushima dan meminta Tuan Detektif didepanku ini untuk menjagaku yang akan ditinggal sendirian di rumah. Hakase, kau terlalu berlebihan saat memintanya untuk menjagaku.
"Hei! Kau ini! Sudah mengganggu tidurku dan sekarang kau malah melamun. Ada apa denganmu, Haibara?"
"Tidak ada, lupakan saja. Sebaiknya kau tidak tidur dengan keadaan TV masih menyala seperti ini. Kau membuat tagihan listrik Hakase akan membengkak nantinya. Lalu, tidurlah di kamar belakang, karena jika kau memaksakan untuk tidur disini, aku yakin besok kau akan terkena flu," ucapku sambil lalu, menjauhinya dan menuju ke dapur.
"Oh, apakah setiap dini hari kau berubah menjadi peri baik hati yang peduli terhadap orang lain dan akan kembali menjadi penyihir saat nanti ayam mulai berkokok?" tanyanya dengan nada mengejek.
"Tutup mulutmu itu!" makiku kepadanya sambil memberikan death glare ku dan sepertinya cukup ampuh, karena dia langsung meminta maaf kepadaku.
"Ah, gomen, Haibara. Aku hanya bercanda. Hahaha. Lagipula, apa yang kau lakukan sepagi ini?" dia menghampiriku setelah sebelumnya mematikan TV dan melihat jam ditangannya. "Ini masih sekitar jam 3 pagi."
"Bukan urusanmu!" aku menanggapi dengan malas. Bercanda katanya? Apanya yang lucu dari perkataannya tentang peri dan penyihir?
"Kau marah ya? Hahaha. Gomen gomen. Aku tidak bermaksud mengolokmu," ucapnya lagi, mendekatiku yang sedang menuangkan air ke gelas.
Aku tidak menanggapi perkatannya dan memilih pergi meninggalkannya setelah urusanku di dapur selesai.
"Hei, Haibara! Tunggu!" dia berusaha menghentikan langkahku dengan memegang lenganku, tindakannya ini membuat air yang ada di gelas yang kubawa tumpah dan mengenai piyamaku. Ada apa dengan Kudo-Kun pagi ini? Kenapa dia begitu menyebalkan.
"Ada apa lagi, Kudo-Kun? Kau membuat piyamaku basah!" ucapku agak kesal.
"Gomen," dia melepaskan pegangannya di lenganku kemudian mengambil sesuatu dari kantung celananya. "Ini, untuk megeringkan piyamamu. Kurasa kau harus segera mengganti piyamamu sebelum kau terkena flu karena kedinginan. Satu lagi, aku tidak suka kau meninggalkanku begitu saja ketika aku sedang berbicara," ucapnya dengan mimik muka yang serius.
Aku mengernyitkan dahiku karena merasa heran dengan perkataannya. "Apa yang mau kau bicarakan sepagi ini, Tuan Detektif?"
"Ano, karena kau tadi membangunkanku secara tiba-tiba..." dia menggaruk kepalanya dengan canggung kemudian melanjutkan kalimatnya, "aku jadi merasa lapar. Bisakah kau membuat sesuatu untuk aku makan?"
ASTAGA! Tuan Detektif didepanku ini benar-benar mampu menghancurkan moodku di pagi buta hari ini! Memimpikannya setiap malam, mengolokku mengenai peri dan penyihir, menumpahkan air hingga membuat piyamaku basah, dan sekarang meminta dibuatkan makanan!
"Kau! Apa kau pikir aku asisten pribadimu yang dapat kau suruh seenaknya untuk melayanimu selama 24 jam?"
"Ayolah, Haibara. Aku belum sempat makan malam, tadi Ran pulang telat dan Paman sedang bertemu teman-teman mahjongnya. Jadi aku ditinggal sendirian di rumah tanpa makanan. Saat Hakase menelepon untuk memintaku menginap disini, kupikir aku bisa menumpang makan malam disini, tapi ternyata sama saja keadaannya, Hakase bilang kau tidak ingin makan malam, jadi Hakase makan malam sendiri dan tidak ada yang tersisa disini. Kau adalah Watson ku, ingat kan?"
Tuan Detektif di depanku terlihat begitu menyedihkan hanya karena lapar dan terbukti setelah dia menceritakan nasibnya hari ini, perutnya berbunyi cukup keras, memprotes untuk minta diisi sesuatu yang mengenyangkan. Aku pun tersenyum melihat muka dia yang memerah akibat perbuatan perutnya itu.
"Baiklah, tapi aku harus mengganti piyamaku dulu sebelum aku benar-benar terkena flu karena kedinginan. Kau tunggu saja disini."
"Arigatou, Haibara. Kau memang Watson ku yang terbaik!"
Aku melambaikan tangan, tak begitu peduli. Watson apanya? Kalau bukan karena kekuatan Murder Magnet dari dirinya, mungkin hari-hariku saat mengecil kembali ini berjalan damai. Setiap bersamanya selalu saja ada kasus. Aku memasuki kamarku untuk mengganti piyamaku yang basah ini, kemudian kembali ke dapur untuk membuat makanan. Tuan Detektif ini sudah duduk manis di meja makan di depanku, setia menunggu makanan yang akan kubuat. Aku membuka kulkas dan melihat sisa adonan pancake yang telah aku buat kemarin namun masih cukup untuk membuat 2-3 porsi pancake lagi. Tapi...
"Apa kau mau membantuku, Tuan Detektif?" tanyaku kepadanya setelah mengeluarkan mangkok berisi adonan pancake dari dalam kulkas.
"Apa?" tanyanya kebingungan.
"Aku lihat, hanya ini yang dapat kubuat untukmu. Hakase belum membeli roti tawar, jadi aku tidak bisa memanggang roti untuk kau makan. Sereal untuk sarapan juga sepertinya habis. Disini juga tidak ada ramen cup karena kau pasti sudah tahu alasannya. Aku tidak membiarkan Hakase memakan makanan yang kurang sehat. Jadi hanya tersisa adonan pancake ini. Tapi aku lihat sepertinya kau tidak akan menyukai ini, jadi aku ingin kau membantuku," aku memberikan mangkuk berisi adonan pancake ini kehadapannya. "Aku sedang mencoba resep pancake terbaru dari majalah yang kubaca dan kau tahu? Ini adalah pancake kismis."
"Apa? Kismis? Bagaimana bisa aku memakannya sedangkan aku sungguh-sungguh tidak menyukainya!" dia melayangkan protes atas ketidak sukaannya pada satu jenis buah tersebut.
"Jadi kau tidak mau membantuku?"
"Maksudmu apa, Haibara? Membantu apa?"
"Yah, bantu aku untuk memakan pancake ini. Toh aku sudah menjelaskan alasannya dan akan membuatkan sesuatu untuk kau makan. Bagaimana?"
"Tidak! Aku lebih baik menahan lapar daripada..." aku mendengar sesuatu lagi dari perutnya, ingin rasanya aku tertawa, tapi ku tahan. Sepertinya perutnya kali ini benar-benar memprotes si empunya dan tidak ingin menerima jawaban tidak. Kasihan.
"Lihat siapa yang berkuasa? Perutmu atau egomu?"
"Sial! Baiklah, aku akan mencoba untuk memakannya!" dia mengalihkan pandangannya, entah melihat apa, sepertinya dia juga menyerah atas rasa laparnya. Aku tersenyum melihatnya.
Sekitar 10 menit kemudian, sepiring pancake kismis dengan madu sebagai topingnya dan dua gelas susu hangat tersaji di depan meja makan. Aku mengambil salah satu gelas berisi susu hangat tersebut dan menikmatinya. Sementara Tuan Detektif di depanku ini terlihat ragu-ragu saat akan memakan pancakenya.
"Hei, tadi kau bilang kau akan membantuku untuk memakannya. Kenapa sekarang kau malah terlihat ragu? Apakah seburuk itu pancake buatanku?" tanyaku yang mulai sedikit kesal melihat ekspresinya, yah walaupun aku tahu dia benar-benar tidak menyukai kismis, tapi aku kan sudah berusaha membuat makanan untuknya, ditambah segelas susu hangat! Catat itu, Tuan Detektif!
"B-baiklah, akan aku makan. Bukan masakanmu yang buruk, aku selalu menikmati masakanmu, tapi ini kismis. Arrgghh... Siapa peduli! Aku lapar!" jawabnya sambil memasukan potongan kecil pancake ke dalam mulutnya. Mendengar komentarnya mengenai masakanku entah mengapa malah membuatku tersipu. Ada apa denganku?
"Haibara..." dia menatapku setelah menelan pancakenya.
"Ada apa?" tanyaku, mulai menyadarkan diri.
"Ini enak sekali! Kau yakin memasukan kismis ke dalam adonan pancake ini?" ucapnya tersenyum lebar, senyum khas si Tuan Detektif ini, sambil menyendokan pancakenya lagi.
Perasaan aneh apa ini? Kenapa mendengar pujiannya tentang pancake buatanku bisa membuatku tersipu malu? Sadarlah, Ai Haibara, bukan, Shiho Miyano!
"Kau mau, Haibara? Ini ..." tiba-tiba dia menyodorkan potongan pancake ke depan mulutku, hendak menyuapiku.
"Tida..." belum selesai aku mengucapkan kalimatku, dia sudah memegang daguku dan memaksaku memasukan potongan pancake ini ke dalam mulutku. Astaga! Aku merasa wajahku memerah. Semoga dia tidak menyadarinya!
"Aku rasa kismis tidak seburuk ini. Yah, mungkin karena kau yang membuatnya, aku tidak yakin aku mau mencoba jika bukan kau yang membuatnya," ucapnya santai sambil memakan lagi pancakenya. Apa maksud perkataannya? Gila! Aku benar-benar tidak tahan lagi! Aku harus segera pergi dari hadapannya sebelum dia melihat wajahku yang sudah memerah ini!
"Hei, kau mau kemana, Haibara?" tanyanya heran melihatku yang terburu-buru pergi.
"Aku mengantuk. Kau kan bukan anak kecil lagi, Kudo-Kun. Jadi aku tidak wajib menemani kau makan," jawabku berbohong dan tetap tidak berani berbalik untuk menatapnya.
"Tapi aku ingin kau menemaniku makan. Aku sudah mulai terbiasa makan bersama Ran dan Paman, jadi ketika aku harus makan sendirian, aku merasa tidak nyaman. Ku mohon, Haibara. Temani aku makan," dia memohon padaku sambil menarik tanganku yang mulai berjalan menjauhinya. Ada apa dengannya pagi ini? Dia membuatku merasa aneh! Merasa malu! Merasa bahagia mendengar kata-katanya dan tingkah lakunya ini?
"A-ada apa denganmu, Kudo-Kun? Kenapa kau jadi manja seperti ini? Seperti bukan dirimu saja!" aku pura-pura protes, menahan perasaan aneh ini, semoga saja mukaku sudah tidak semerah tadi.
"Jangan-jangan kau ini bukan Kudo-Kun ya? Jangan-jangan kau si pencuri yang ahli menyamar itu?" pertanyaanku mulai terdengar konyol termasuk tingkah lakuku yang mulai tidak wajar, aku mencubit pipinya demi memastikan bahwa orag dihadapanku ini nyata.
"Hah? Apa-apaan kau, Haibara?" dia menghempas tanganku yang sedari tadi mencubitnya dan mengelus pipinya yang kesakitan karena ku cubit. "Bodoh! Apa rasa kantukmu menghilangkan logikamu sebagai ilmuwan? Tentu saja ini aku, bukan si pencuri sialan itu."
"Lalu, kenapa kau bertingkah aneh seperti ini?"
"Aneh bagaimana? Aku hanya minta dibuatkan makanan dan minta ditemani makan olehmu. Bagian mana yang aneh? Bukankah justru kau yang terlihat aneh? Jangan-jangan malah kau ini yang bukan Haibara, tapi si pencuri sialan itu?" Dia hendak membalasku dengan mencubit pipiku.
"HEY! Awas kalau kau berani menyentuhku!" aku memberikan death glare ku. Dia terlihat ketakutan dan lanjut memakan pancakenya dengan tenang. Aku pun terpaksa menemaninya, walaupun dalam hati aku juga merasa senang. Tunggu, apa aku bilang barusan, senang? Kenapa sih dengan diriku?
"Ano... Haibara."
"Apa?"
"Apa belakangan ini kau sedang ada masalah? Karena ku perhatikan, kau terlihat seperti kurang tidur, yah, walaupun biasanya kau memang sering sekali menguap, tapi belakangan ini sepertinya kau lelah sekali."
"Wah, wah, lihat siapa yang sebenarnya jadi peri baik hati sebelum ayam berkokok? Tumben sekali kau peduli pada hal-hal seperti ini. Ada apa, Kudo-Kun?" aku berusaha menahan rasa terkejutku, tidak biasanya dia peduli seperti ini.
"Aku serius, Haibara!" dia menghentikan makan pancakenya dan menatapku dengan serius.
Aku yang ditatap seperti itu langsung mengernyitkan dahiku, tidak mengerti maksud tingkah lakunya pagi ini. "Kau ini kenapa?"
"Aku tidak ingin kau memendam semuanya sendirian, seolah semua masalah yang ada di dunia berada di pundakmu. Aku hanya ingin kau menceritakan semua keluh kesahmu kepadaku. Aku siap mendengarkan semua masalahmu, mungkin aku bisa membantumu, aku kan detektif."
Tiba-tiba dia menggenggam tanganku dan aku sudah tidak dapat lagi menahan keterkejutanku terhadap perilakunya.
"Aku tahu kau bukan tipe wanita seperti Ran yang bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya ataupun menceritakan permasalahannya, tetapi kau pun harus mencoba untuk setidaknya sedikit terbuka pada orang lain, terutama padaku. Kita ini saling berbagi takdir, kau ingat? Jadi, aku harap, kau bisa memahami maksud pembicaraanku. Jangan memendam semua masalahmu sendirian, ceritakanlah kepadaku, Haibara," ucapnya lagi tanpa melepas genggaman tangannya terhadapku.
Aku tidak bisa berkata apa-apa, wajahku memerah.
"Maafkan aku yang tidak bisa bergerak cepat dalam menemukan informasi mengenai organisasi hitam itu, sehingga kau masih sulit untuk menemukan penawarnya dan sudah 3 tahun kita terjebak dalam tubuh kita yang mengecil ini. Mungkin ini yang membuatmu lelah. Maafkan aku, Haibara," aku mendengar nada sedih dalam ucapannya. Ya, sudah 3 tahun berlalu tetapi organisasi itu masih sulit untuk terlacak.
"Tidak, Kudo-Kun. Ini bukan salahmu! Aku yang salah karena hingga saat ini aku masih belum dapat membuat penawar obat itu. Maafkan aku membuatmu terjebak dalam tubuh itu selama 3 tahun dan membuatmu menderita. Maafkan aku," aku tidak bisa menahan rasa sedihku. Aku menangis. Sesuatu yang sangat jarang kulakukan. Aku merasa bersalah pada orang dihadapanku sekarang. Dia harus menderita selama 3 tahun karena obat buatanku. Dia harus membuat orang yang dia suka juga jadi ikut menderita karena harus menunggu dia yang tak kunjung kembali, padahal dia dekat sekali dengan gadis itu, tapi dia tidak bisa menceritakan yang sebenarnya kepada gadis itu. Aku pun teringat kakakku yang telah tiada. Jika bukan karena ingin mengeluarkanku dari organisasi terkutuk itu, mungkin dia masih ada disini, menemaniku. Semuanya karena kesalahanku.
"Tidak, Haibara…" dia memelukku dan membiarkan aku menangis di pelukannya. "Ini semua bukan salahmu. Maafkan aku yang dulu sempat menyalahkanmu karena obat itu dan organisasi itu. Maafkan keegoisanku yang selalu memaksamu membuat penawar obat itu. Maafkan aku, padahal kau pun sama menderitanya sepertiku, tidak, kau lebih menderita daripada aku. Maafkan aku dan keegoisanku. Maaf, Haibara," lanjutnya, yang malah membuatku makin menangis.
Hening.
Kita berdua tidak mengatakan apapun lagi. Biarlah hanya Tuhan yang tahu isi hati kita masing-masing. Aku pun sudah berhenti menangis, walaupun masih sedikit terisak.
Hening.
Aku masih berada dalam pelukannya.
Hening.
Aku baru menyadari jika sedari tadi dia memelukku erat.
Hening.
Aku merasa nyaman karena pelukannya menghangatkanku.
"A-ano… Kudo-Kun, mau sampai kapan kau memelukku?" aku akhirnya membuka percakapan, walaupun terpaksa, karena mungkin dia akan melepas pelukannya yang membuat diriku merasa tenang itu.
"Ah, gomen, Haibara," dia buru-buru melepas pelukannya dan aku sempat melihat semburat merah di pipinya setelah menyadari bahwa dia memelukku. Aku menahan tawaku melihat dia salah tingkah yang pura-pura sibuk memotong pancakenya menjadi beberapa bagian kecil padahal jelas sekali dia tidak fokus. Lucu sekali.
"Terima kasih, Kudo-Kun. Terima kasih karena kau peduli kepadaku," ucapku mencoba mengatasi kecanggungan ini.
"Tentu saja aku peduli, karena kau adalah Watsonku yang paling berharga!"
Eh. Mendengar ucapannya justru membuatku makin canggung. Kenapa aku merasa seperti terbang ke awan saat dia mengucapkan kalimat itu. "Kau adalah Watsonku yang paling berharga!" satu kalimat yang sukses membuat mukaku memerah lagi. Orang ini!
"Temani aku makan ya, Haibara," dia membuyarkan lamunanku. Ah, sial! Dia pasti melihat mukaku yang memerah ini! Dasar bodoh!
"B-baik," aku berusaha mengembalikan pikiranku ke mode normal, tapi sulit sekali. Sadarlah, Shiho! Orang di depanmu ini saja malah asyik melanjutkan makannya. Kau tidak perlu mengambil hati perkataannya!
"Apakah kau demam? Mukamu merah. Kau tidak apa-apa kan, Haibara?" dia menatapku dengan ekspresi khawatir dan mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku. TUNGGU! A-AKU TIDAK SIAP! Mukaku makin memerah dan bodohnya aku, bukannya menjauh, aku malah memejamkan mataku. Bodoh! Bodoh! Kau bodoh, Shiho! "Tapi ini tidak panas."
Eh? Aku membuka mataku dan kita saling bertatapan, dekat sekali, terlalu dekat malah. Ternyata dia memastikan suhu tubuhku dengan metode dahi ke dahi. Setelah itu dia melanjutkan makan lagi. Sialan! Santai sekali dia setelah membuatku memerah seperti ini, dia malah tetap asyik makan! Kau juga bodoh, Shiho! Apa sih yang kau pikirkan sampai kau berharap yang tidak-tidak?
"Bisakah kau mempercepat makanmu? Itu hanya 3 lapis pancake dan kau belum selesai makan juga walaupun sudah hampir setengah jam. Aku mengantuk," aku mencoba kembali menjadi diriku yang biasa, walaupun kejadian tadi masih menyisakan semburat merah dipipiku. Ku harap dia tidak menyadarinya, karena yang kutahu, dia sangat tidak peka. "Terus yang tadi itu apa?" terdengar suara yang entah darimana menghantui pikiranku. Iya, yang tadi itu apa ya?
"Yah, karena pancake buatanmu ini sangat enak, aku ingin menikmatinya lebih lama. Bukankah waktu berjalan terlalu cepat saat kau menikmati sesuatu, hingga akhirnya kau menyesal karena tidak dapat menikmati sesuatu itu dengan baik? Makanya aku tidak ingin menyesali hal tersebut," ucapnya santai, sambil melanjutkan makannya.
Apa-apaan dia itu! Apakah pancake itu benar-benar menarik perhatiannya hingga melupakan tingkah laku anehnya tadi?
"Oh, begitukah? Haruskah aku membuka toko pancake karena menurutmu pancake buatanku sangat enak hingga aku harus menemanimu makan 3 lapis pancake dalam waktu lebih dari 30 menit?" tanyaku dengan nada sinis.
"Oi! Oi! Bukan begitu! Baiklah, akan kupercepat makanku, karena peri baik hati di depanku ini sepertinya hampir berubah menjadi penyihir," jawabnya dengan muka mengejek, ciri khas dia.
"Terserah! Apa enaknya makan pancake yang sudah dingin seperti itu? Seharusnya kau habiskan langsung tadi selagi masih ha…" belum menyelesaikan kalimatku, lagi-lagi dia bertindak seenaknya dengan menyuapiku potongan pancake itu. Sialan bocah ini! Aku yakin mukaku pasti memerah lagi!
"Kau ini cerewet sekali. Bagaimana? Enak kan? Pancakemu itu selalu enak, walaupun sudah dingin. Aku suka," ucapnya sambal nyengir, ciri khas dia lagi.
Apakah mengumpat atas perbuatan yang menyenangkan hati itu melanggar hukum? Jika tidak, aku akan dengan senang hati mengumpati orang di depanku ini. Sialan! Kenapa sih suka sekali membuatku melayang dengan ucapan dan tindakannya? Sialan! Entah mukaku ini semerah apa sekarang, aku tidak tahu! Sialan!
"O-oh ya? Bukankah tadi kau tidak mau makan pancake ini karena terdapat kismis di dalamnya?" tanyaku dengan nada sinis tapi sebenarnya aku gugup sekali, aku bahkan tidak berani menatap wajahnya dan hanya menunduk.
"Yah, aku memang tidak suka kismis, tapi aku suka apapun yang kau buat," jawabnya santai, tidak peduli dengan pertanyaan sinisku itu dan melanjutkan makan potongan pancake terakhirnya. "Aku suka, Haibara. Terima kasih pancakenya enak sekali dan sekarang aku sudah kenyang. Terima kasih juga segelas susu hangatnya. Aku suka sekali, Haibara."
Kenapa dia harus terus mengulang kata suka! Kenapa aku jadi menganggap dia sedang menyatakan suka kepadaku, padahal jelas-jelas dia hanya menyukai masakanku. Bodoh kau, Shiho!
"B-baiklah, kalau sudah selesai, kau harus mencuci piringmu sendiri! Tugasku menemanimu juga sudah selesai, jadi aku akan kembali ke kamarku," ucapku buru-buru bangkit dan berlari meninggalkannya, aku tidak sanggup melihat wajahnya. Aku malu. Jangan sampai dia tahu mukaku sudah sangat merah.
"Jangan lari, Haibara. Jangan pernah lari dari takdirmu," ucapan seseorang dibelakangku itu menghentikan langkahku.
Aku berbalik untuk melihatnya.
Dia tersenyum menatapku.
CHAPTER 1 END
