DISCLAIMER : TITE KUBO.
WARNING : OOC, AU, GAJE, MISSTYPO (maaf kalau ada kekurangan pengetikan)
RATE : M (for safe)
ATTENTION : Fic ini adalah fiksi belaka, jika ada kesamaan atau kemiripan situasi dan cerita dengan fic lain atau cerita lain dalam bentuk apapun itu tidak disengaja.
.
.
.
"Nnggh… Grimm…"
Desahan panas terdengar dari kamar hotel itu. Kamar yang dipesan dengan kelas President Suite dan pastinya kedam suara tidak aka nada seorangpun yang mengganggu privasi mereka. Kalau sampai ada, berarti mereka sudah siap menantang kematian. Apalagi laki-laki berambut biru itu terlihat sangat sangar dan menakutkan. Namun bagi gadis berambut hitam pendek itu, semuanya bukan masalah.
"Sebentar lagi sayang…"
Mereka berdua sudah berada dalam surga dunia yang tidak dapat ditolak siapapun. Gadis itu masih berusaha menahan desahannya. Tapi tetap tidak bisa. Rasanya sulit menahan desahan yang ingin keluar. Apalagi pria itu terus mendesaknya. Memasuki dirinya dengan paksa dan lebih dalam. Gadis bermata indah dengan iris ungu gelap itu hanya berusaha memejamkan matanya dan memeluk kuat leher pria bermata biru itu. Ini memang sudah di luar batas. Tidak memang di batas yang sangat terlarang. Tapi baik pria maupun gadis ini sama sekali tidak menghiraukan batas itu. Bagi mereka kesenangan dunia yang sesaat ini tidak boleh dilewatkan barang sedetikpun.
"Cepatlah sedikit… a-aku… ha… rus pulang…" ujar gadis mungil itu dengan susah payah. Kakinya terus memeluk erat pinggul laki-laki yang berada diatasnya itu.
"Tenang… aku akan carikan alasan untukmu. Kakek itu tak akan marah padamu karena pulang kemalaman 'kan?" balas pria berambut biru itu.
"Tetap… saja… arghh!" desahan terakhir rupanya dia telah mencapai batas. Pria itupun juga sama. Mereka sudah mencapai batas akhirnya.
Setelah satu putaran, pria itu mencium dengan nafsu bibir gadis mungil itu.
Ini adalah malam-malam biasa yang mereka lalui. Setidaknya memang selalu dilalui gadis ini. Baginya tak ada yang lebih baik dari ini. Meskipun dia sadar, tak ada gunanya melakukan hal yang tentu saja dilarang oleh siapa saja. Apalagi umurnya yang masih sangat muda. Tidakkah itu akan merusak dirinya sendiri?
Tapi memang tidak. Dia tak peduli.
Tak ada yang dipedulikannya lagi.
Sejak 11 tahun yang lalu. Semuanya terasa kosong. Kekosongan yang tak bisa diisi apapun dan siapapun. Kosong.
.
.
*KIN*
.
.
Setelah sampai di mansion megah itu, pria itu menurunkan gadis mungil itu dari motornya. Gadis itu keluar dengan anggunnya dan mengecup sekilas bibir pria yang kelihatan menyeramkan itu.
Masih, gadis mungil itu melingkarkan kedua tangannya dileher pria itu. Ciuman kali ini memang sangat panas. Meskipun sebenarnya mereka baru saja melakukan adegan yang lebih panas dari ciuman ini. Lidah mereka saling bertautan dan bibirpun ikut berpagutan. Mereka merasa tak ada apapun yang melarangnya. Siapa? Tidak ada.
"Kalian tahu kalau melakukan perbuatan mesum adalah tindak pelanggaran. Bisa dipenjara tahu!" sindir seseorang dari arah pintu masuk utama mansion itu.
Gadis itu menghentikan aksinya dengan setengah kesal. Lalu melirik kebelakang punggungnya siapa yang menyindirnya seperti itu.
"Kurasa sudah saatnya kita berpisah." Bisik mesra pria berambut biru langit itu.
"Ayolah Grimmjow. Jangan katakan hal yang seperti itu. Jadi… besok sudah kau putuskan mau tidur dengan siapa?" ujar gadis itu manja. Masih melingkarkan kedua tangan mungilnya dileher pria itu. Dan pria yang dipanggil Grimmjow itu melingkarkan kedua tangannya pula dipinggang kecil gadis mungilnya.
"Hmm… entahlah. Aku sudah tidur 3 malam denganmu. Tia jadi marah 'kan? Aku tahu aku adalah pria mempesona, tapi… kau juga harus memikirkan pelajaranmu kan? Lagipula… kau masih punya banyak cadangan kalau kau tidak sabar denganku." Jelas Grimmjow.
"Hmm... baiklah. Kalau boleh tidak tidur denganku besok, tapi jangan tidur dengan melirik gadis sadis dibelakangku ya…"
"Aku dengar itu brengsek!" sela suara gadis lain.
"Selamat malam my Princess…" satu kecupan singkat mendarat dibibir gadis itu.
Gadis berambut hitam itu melepaskan pelukan tangannya dan melambaikan tangannya pada motor sport berwarna biru metalik itu.
Setelah yakin motor itu pergi menjauh dari halaman utama mansion megah ini, gadis itu baru berbalik dan menatap malas dengan seorang gadis berambut orange panjang yang sedang bersedekap dada memandangnya malas pula.
"Kau benar-benar menikmati harimu sebagai pelacur?" sindir gadis berambut orange panjang itu.
"Yah. Memang salah? Aku kan tidak melakukan tindak kejahatan yang berlebihan. Daripada melihat wajahmu di rumah seharian itu lebih membosankan." Balas gadis mungil itu.
"Rukia… kau tentu tahu Kakek sangat mencemaskanmu. Kenapa tidak sekali saja kau bertingkah yang benar." Nasihat gadis itu.
Gadis mungil bernama Rukia itu menghentikan langkahnya ditangga menuju pintu utama mansion itu. Lalu melirik malas kearah gadis disampingnya.
"Inoue Orihime. Jangan karena kau sepupuku jadi kau seenaknya menceramahiku. Dan ditambah lagi, kau bukan termasuk nama Kuchiki. Jadi jangan seenaknya bicara padaku!"
"Karena kau Kuchiki makanya aku bicara begini. Kau yang nantinya akan mewarisi nama Kuchiki."
"Yang tahu aku akan mewarisi itu hanya aku. Kau tidak perlu sok ikut campur. Urus saja urusanmu sendiri. Bukankah kita ini rival? Jangan pura-pura bodoh. Aku tahu Kakek merencana ingin membandingkan aku dank au untuk memegang nama Kuchiki. Kalau kau sudah tahu, tidak usah sok perhatian padaku. Hime-sama!"
Rukia berbalik dan langsung meninggalkan sepupunya−Inoue Orihime didepan pintu gerbang itu sendiri.
"Dasar pelacur!" bisik Orihime kesal.
.
.
*KIN*
.
.
Jadi…
Kuchiki Rukia dan Inoue Orihime adalah sepupu. Ayah Rukia adalah kakak dari Ibu Inoue. Tapi kedua orangtua mereka meninggal karena kecelakaan yang sama. Kecelakaan tragis. Kejadiannya tidak ada yang tahu karena tidak ada saksi mata seorangpun. Satu-satunya yang selamat dari kejadian itu adalah Rukia seorang. Saat itu Rukia tidak sengaja ikut dalam rombongan itu. Tapi ketika kecelakaan terjadi, Rukia mendadak tidak bisa bicara dan trauma dengan mobil. Meski sudah 11 tahun berlalu, Rukia masih takut mobil dan tidak bisa naik mobil. Sebenarnya hanya Rukia yang ingat kecelakaan itu bagaimana terjadinya. Karena selain mobil keluarga Rukia, ada korban lain yang tertabrak. Seorang wanita yang menyelamatkan anaknya. Tapi Rukia tak bisa memberikan kesaksian apapun.
Selain karena usianya baru 6 tahun dan trauma mendalam itu, Rukia tak bisa mengingat apapun dengan jelas.
Jadi keluarga Kuchiki yang sekarang tinggal Kuchiki Ginrei, kakek dari Rukia dan Orihime. Hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta. Karena Kuchiki adalah bangsawan ternama di Jepang yang menguasai perekonomian Jepang. Kuchiki punya berbagai macam perusahaan besar yang memiliki cabang dimanapun. Dan ditambah lagi kenyataan bahwa kekayaan Kuchiki tak akan habis 7 keturunan. Hidup Rukia dan Orihime bak seorang putri kerajaan. Apapun yang mereka inginkan selalu ada. Bahkan mereka hampir punya semua yang diinginkan anak gadis seusia mereka.
Rumah Kuchiki sendiri tak tanggung-tanggung. Megah dan mewah bak sebuah istana kecil. Yah mansion Kuchiki yang berada dipinggir kota Tokyo. Mansion ini sendiri berbentuk letter U. gedung Timur adalah kediaman Orihime. Gedung Barat adalah kediaman Rukia. Dan gedung utama adalah kediaman Kuchiki Ginrei. Mereka punya spa, kolam renang, dojo, lapangan golf, tempat gym, hall dansa, dan semua tempat yang pasti dimiliki orang kaya lainnya. Dan perlu dicatat itu adalah ruangan digedung pribadi mereka. Wah… terbayang tidak bagaimana kayanya Kuchiki itu?
Pelayannya sendiri tidak terhitung jumlahnya. Masing-masing ada beberapa pelayan yang melayani Rukia dan Orihime juga kakek mereka. Dan mereka juga punya kepala pelayan masing-masing. Hanya saja, Rukia seringkali tidak menuruti apapun yang dijadwalkan pelayannya.
Rukia masuk ke mansion utamanya dan berjalan menuju gedung pribadinya. Semua pelayan yang melihat Rukia pasti akan menunduk penuh hormat. Ise Nanao kepala pelayannya mengikutinya dari belakang. Rukia melepas tas sekolah, jasnya, sembarangan. Yah tentu saja akan ada pelayan setia yang memungutinya kan?
"Nona Rukia. Apa benar anda masih tidak ingin seorang butler?" Tanya Nanao ragu. Yah sudah hampir 3 tahun belakangan ini Rukia tidak mau butler, yaitu pelayan pria yang melayani dirinya 24 jam dimana saja dan kapan saja. Butler biasanya akan setia pada majikannya dan selalu ada disamping majikannya. Sebenarnya 3 tahun lalu Rukia punya butler. Tapi dia meninggal karena kecelakaan mobil. Entah bagaimana caranya butlernya yang sangat dia cintai itu meninggal karena kecelakaan mengerikan itu. Dan naasnya, butlernya meninggal bukan karena mengantarnya. Karena Rukia selalu naik motor ataupun kendaraan bukan mobil jika kemana saja.
"Pasti Kakek yang bilang 'kan?" kata Rukia malas.
"Tapi Nona… anda harus punya satu untuk membantu anda disekolah maupun dimana saja. Karena Nona Orihime sudah meminta butler yang baru untuknya."
Lain halnya dengan Orihime. Dia selalu punya butler yang baru. Entah kenapa kalau dia tidak suka, dia akan menggantinya yang baru. Baginya tidak sulit karena kakek pasti akan mengabulkan permintaan kecil itu.
"Yang mau 'kan dia? Kenapa aku ikut-ikutan? Sudahlah. Jangan ganggu aku sampai besok pagi!" kata Rukia sinis sambil menutup kedua pintu kamar pribadinya.
Nanao hanya diam dan mengucapkan selamat malam setelah pintu itu ditutup.
Kamar Rukia sendiri megah bukan main. Satu ranjang ukuran king size da nada kanopinya bak tempat tidur putri sungguhan. Ruang tamu kecil dengan sofa besar, TV ukuran besar, kamar mandi mewah, kloset pakaian yang pastinya menyimpan harta karun.
Kamar Rukia memang sama seperti kamar Orihime. Hanya sedikit beda desain. Dan… Rukia menghempaskan tubuh mungilnya diatas kasur dengan seprai 100% sutra kualitas super.
Matanya perlahan terlelap. Hari ini memang lelah. Tapi… yah… tidak seberapa dengan kegiatannya tadi dengan Grimmjow. Meski sering melakukan hubungan intim, tapi mereka sama sekali tidak punya hubungan. Mereka tidak peduli pasangan mereka tidur dengan siapa saja. Apalagi Grimmjow berbeda 3 tahun dengan Rukia. Rukia tahu itu. Tapi kebiasaan ini tak bisa dihilangkan. Dia sudah ketergantungan dengan hal itu. Apalagi jika saatnya dia kumat dan trauma mengerikan itu kembali terjadi. Satu-satunya obat yang bisa menenangkannya hanya hal itu. Hanya itu. Jadi Rukia tak peduli dengan siapa dia melakukannya asal perasaan menyakitkan itu bisa hilang seperti angin.
.
.
*KIN*
.
.
"Nona Rukia!"
Beberapa pelayan lain tampak sibuk berteriak sana sini karena Nona mereka kabur dengan motor ungu kesayangannya tanpa didampingi siapapun. Rukia memutar gas motornya secepat kilat. Lalu secara otomatis gerbang utama mansion itu akan terbuka lebar.
"Maaf Tuan Besar… Nona Rukia… dia…" pelayan pria yang berpenampilan formal dengan jas hitam dan kemeja hitam itu, Karena memang itu adalah seragam pelayan Kuchiki, tampak gugup dan ketakutan menghadapi kakek berusia 70 tahun ini yang sedang tenangnya menyesap teh hitam dan membaca Koran dihalaman pribadi gedungnya. Menikmati taman sejuk di suasana pagi ini.
"Biarkan saja. Sebentar lagi dia pasti akan pulang." Ujar Ginrei. Yah dia memang cinta pada cucunya. Bahkan dia sedih bila cucunya selalu merasa bersalah jika diingatkan dengan kejadian dulu. Mungkin karena Ginrei sendiri merasa tidak tega dengan anak yang ditinggal mati orangtua mereka. Jadi jalan satu-satunya hanyalah memanjakan mereka.
.
.
*KIN*
.
.
Belum sampai jauh dari mansion itu, bahkan belum terlalu jauh dari gerbang itu, Rukia mendadak mengerem. Karena tanpa ragu didepannya berdiri seorang pemuda dengan tuksedo hitam lengkap. Pria itu berambut orange dan bersedekap dada tanpa ekspresi.
"Hei! Mau mati ya! Minggir cepat!" teriak Rukia dari dalam helmnya.
"Maaf Nona, anda harus ikut saya!" jawab pria itu mantap.
"Apa? Kenapa aku harus ikut kau! Enak saja! Memangnya kau tidak tahu siapa aku?" bentak Rukia.
Tapi pria itu hanya tersenyum sekilas. Menarik tangan Rukia agar turun dari motor dan mengikatnya dengan borgol. Rukia berteriak sekencangnya. Tapi siapa yang mau dengar? Itu adalah pinggir kota. Pria itu mendudukan Rukia diatas motor dan pria itu sendiri yang mengambil alih motornya. Tangan Rukia yang diborgol dipegang dengan sebelah tangan pria itu agar tidak jatuh.
Ternyata mereka kembali ke mansionnya. Rukia masih berteriak sana sini karena merasa diculik. Tapi tidak satupun yang mendengarkan Rukia.
Setelah tiba didepan pintu masuk utama mansion itu, pria itu melepas helm dan borgol Rukia. Lalu membopongnya dibahu pria itu. Rukia terus meronta kesal karena diperlakukan seperti korban penculikan.
Setelah sampai didalam ruang tamu utama, tampak kakeknya sudah menanti dengan pelayan setianya, Chojiro Sasakibe itu. Pria berambut orange itu menurunkan Rukia yang sepertinya masih mengamuk itu.
"Kakek apa-apaan sih! Siapa pria brengsek menyebalkan ini? Kenapa dia menculikku dengan tidak sopan begitu!" teriak Rukia kesal karena aksi menyebalkan itu.
Ginrei menoleh pada pria yang ditunjuk oleh Rukia yang masih kesal dan marah luar biasa itu.
"Maafkan saya Tuan Besar. Saya tidak tahu cara yang seperti apa yang aman untuk membawa Nona Rukia. Maafkan kalau cara saya tidak sopan." Ujar pria itu lembut dan hormat.
"Tidak apa-apa. Rukia memang harus seperti itu baru menurut." Jawab Ginrei enteng.
"Apa? Kakek! Kenapa Kakek ini menyuruh orang asing membawaku dengan tidak hormat begitu?" masih Rukia marah-marah tidak jelas.
"Kakek memanggilku? Bukannya aku harus pergi sekolah?" sela Orihime yang baru menuruni tangga dari gedungnya. Rukia tambah terbelalak. Kenapa lagi Orihime belum keluar dari gedung ini?
"Baiklah. Karena semua sudah berkumpul, akan Kakek jelaskan. Suruh dia masuk," perintah Ginrei pada Chojiro.
"Baik." Jawab Chojiro patuh.
Lalu dari arah belakang, ada seorang pria berkulit pucat dan berambut hitam yang keluar. Pakaiannya sama seperti pria berambut orange yang membawa Rukia layaknya buronan itu. Rukia mulai memandang kesal dengan tindakan aneh dari kakeknya ini. Rukia bersedekap dada menunggu apa maksud kakeknya ini. Kenapa ada 2 orang asing yang datang kerumahnya seperti ini.
"Karena Orihime mau pelayan baru, jadi Kakek sudah menyiapkan pelayan baru untuknya dan untukmu. Rukia," jelas Ginrei.
"Apa? Yang benar saja! Yang pesan 'kan dia? Kenapa harus pesankan aku juga? Tidak mau! Memangnya aku mau ada pria menyeramkan yang membuntutiku kemana-mana? Tidak mau!" tolak Rukia mentah-mentah.
Sejak tidak punya pelayan pribadi baru, Rukia memang tidak mau pelayan lain. Dia tidak bisa melupakan pelayannya yang lama. Meski memang… dia sangat merasa kehilangan. Makanya Rukia tidak mau ada pelayan baru menggantikannya.
"Rukia. Kau harus pikirkan dari sekarang. Harus ada orang yang menjagamu. Apalagi kau adalah pewaris Kuchiki. Kakek tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi denganmu. Makanya Kakek ingin ada orang yang melindungimu." Jelas Ginrei lembut.
"Aku tidak mau dilindungi siapapun. Kakek puas? Aku hanya mau satu pelayan. Dan aku Cuma mau pelayanku yang lama!" ujar Rukia bersikukuh.
"Kau tidak punya pilihan. Kalau kau tidak mau pelayan pribadi, biarkan Kakek yang jadi pelayan pribadimu agar Kakek yakin kau tidak apa-apa," ujar Ginrei serius.
"Apa?Kakek tidak sungguh-sungguh 'kan?" kali ini Rukia yang gugup. Kakeknya adalah tipikal orang yang serius dalam kata-kata. Dan berpendirian teguh pada pilihannya. Mungkin sifat itulah yang menurun pada Rukia.
"Apa kau pernah melihat Kakekmu main-main?" Tanya Ginrei balik.
Rukia diam. Kali ini dia mati kutu. Bagaimana caranya agar kakeknya tidak ikut campur urusannya?
"Yah. Kau pasti tidak punya pilihan 'kan? Baiklah. Orihime, kau sudah dapat pelayan barumu." Kata Ginrei pada cucunya satu lagi.
Orihime tampak menyukai salah satu dari pelayan baru itu. Matanya terus memantau salah satu dari kedua pria tampan itu.
"Apa aku boleh memilih siapa yang jadi pelayanku Kek?" pinta Orihime dengan wajah malu-malu. Tentu saja dia sudah punya pilihannya sendiri. Sejak awal dia hanya ingin satu orang itu.
"Tidak boleh! Kalau yang harus memilih ya aku! Kan aku yang terpaksa memilih. Kakek menyuruhku pilih pelayan 'kan? Baiklah aku pilih. Aku mau dia." Tunjuk Rukia pada pria orange disampingnya itu.
Mata Orihime membulat dan kaget. Sejujurnya dia tidak suka dengan pernyataan Rukia.
"Apa kau suka pelayan itu?" Tanya Ginrei ingin tahu.
"Tidak. Aku tidak suka! Tapi aku ingin memberinya pelajaran." Rukia menendang kaki pria berambut orange itu. Tentu saja dengan spontan pria itu mengaduh kesakitan sambil berusaha mengusap kakinya yang ditendang Rukia.
"Pelajaran pertama karena menculikku! Lain kali jangan seperti itu! Kau mengerti!" bentak Rukia pada pelayan barunya.
Sejujurnya, Rukia juga tak suka dengan pelayan baru. Dia lebih suka sendirian tanpa ada yang mengikutinya kemanapun. Tapi kakeknya terus memaksa seperti itu dengan menyebalkan. Lihat saja. Otoriter kakeknya sudah mulai dijalankan. Rukia meninggalkan ruang tamu utama itu menuju pintu keluar, tentu saja diikuti oleh pelayan barunya.
"Syukurlah dia suka. Aku sudah tahu watak cucuku." Gumam Ginrei.
"Apa Kakek… sudah merencanakan ini sebelumnya?" Tanya Orihime ragu-ragu.
"Yah. Aku sudah lama khawatir dengan Rukia. Kelakuannya makin hari makin tidak terkendali sejak ditinggalkan pelayan lamanya itu. Syukurlah Rukia tidak bisa menolaknya kali ini. Karena Kakek memang sudah merencanakan pelayan itu untuknya. Kurosaki Ichigo. Punya sifat yang sama dengan pelayan lamanya… Shiba Kaien." Jelas Ginrei.
Meskipun begitu, sejujurnya Orihime-lah yang ingin pelayan itu. Dialah yang ingin pria berambut orange itu jadi pelayannya. Kakeknya masih sama. Kakeknya masih lebih peduli pada Rukia ketimbang dirinya. Hanya Rukia. Hanya Rukia seorang.
.
.
*KIN*
.
.
Rukia berteriak sekencang mungkin diluar mansionnya. Hidupnya kali ini akan berjalan menyebalkan! Bagaimana tidak? Jika pelayan ini mengikutinya kemanapun?
Argh!
Kali ini Rukia menjambak rambutnya sendiri.
"Nona?" panggil pelayan barunya itu khawatir.
"Apa! Kenapa kau yang harus datang! Kenapa Kakek yang menyuruhmu! Argh! Aku benci KAKEK!" teriak Rukia frustasi.
Alasan pertama kenapa Rukia tidak suka pelayan barunya ini adalah sikapnya yang membawa Rukia tadi. Dan tanpa sadar, Rukia terpaku saat menatap wajah pelayan ini.
Alasan kedua. Karena pelayannya ini mengingatkannya pada mantan pelayan sebelumnya. Rukia awalnya ingin menolak pelayan ini, tapi seketika, keinginan untuk memilikinya langsung terbit. Apalagi Rukia lihat Orihime melayangkan permintaan tadi pasti karena melihat pelayan ini. Rukia sudah tahu watak Orihime yang ingin pria tampan untuknya.
Kalau saja Orihime tidak bertindak kekanakan begitu, tentu saja Rukia tak akan kena imbasnya. Dia benar-benar kesal kali ini.
"Namamu?" kata Rukia sinis.
"Kurosaki… Ichigo." Jawab pelayan baru itu.
"Kurosaki?" ulang Rukia.
"Ada yang aneh Nona?" Tanya Ichigo.
"Pertama! Aku tidak suka naik mobil. Jadi usahakan bagaimana caranya jangan menunjukkan mobil padaku. Yang kedua aku tidak suka dibuntuti dengan jelas, jadi atur jarakmu. Yang ketiga, jangan mendekatiku kalau aku tidak memanggilmu. Aku punya kebiasaan mengerikan! Yang keempat. Perintahku mutlak! Jadi jangan coba-coba membantah kalau kau tak mau mendapat akibatnya! Yang kelima…"
Rukia diam sejenak.
"Yang kelima… nanti saja!" kata Rukia.
Pelayannya kali ini memang terlihat agak lugu. Dia juga diam saja ketika Rukia menendangnya tadi. Bahkan tidak komentar apapun dengan syarat dari Rukia.
Mereka begitu sama. Sangat sama. Apa yang akan terjadi selanjutnya dengan pelayan barunya ini?
.
.
*KIN*
.
.
Continue..
Astaga! kenapa malah buat baru lagi?
pasti yang ini juga banyak typo dan tentu saja kalimat yang tidak efisien... ahhahahaha
kebiasaan sulit hilang. *ckckckckc*
tapi saya berusaha untuk membuat tulisan yang baik. makanya rajin-rajin dibikin cerita biar biasa. hehehehe
alasan banget ya?
ok deh. gak banyak cincong. saya cuma mau publish cerita yang udah lama saya imajinasikan. ok?
jadi silahkan dikripikin banyak-banyak...
Jaa Nee!
