Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto.
Disclaimer: Based on Cantarella by Rukishido.
Warning: AU, possible to be OOC.
"Hmm." Hinata bergumam sambil melihat pantulan dirinya di cermin.
Gadis itu tersenyum saat memperhatikan rambutnya, merasa puas akan karya Kurenai-san yang telah menyanggulnya dengan sangat rapi. Sedikit helaian indigo dari rambutnya dibiarkan tergerai manis di kedua sisi telinga Hinata, berdampingan dengan anting perak yang indah yang ia kenakan malam itu. Poni ratanya disisir menyamping, memperlihatkan alisnya yang rapi dan membuat wajahnya yang manis itu terlihat lebih dewasa. Masih berkat bantuan Kurenai-san, gadis itu memajukan wajahnya ke cermin demi melihat lebih jelas rona violet dari eye shadow yang disapukan tipis ke kedua kelopak matanya. 'Kurenai-san benar-benar profesional,' puji Hinata dalam hati karena wanita yang ia panggil Kurenai-san itu telah membuatnya merasa lebih cantik malam ini.
Hinata jarang menggunakan makeup dalam kesehariannya, namun ia tahu jika banyak wanita menggunakan blush color untuk membuat pipi mereka nampak merah merona. Namun Kurenai-san berkata kalau pipi Hinata telah memiliki rona merah alami sehingga ia tidak menambahkan riasan yang tidak perlu ke wajah Hinata, hanya bedak tipis saja untuk mencegah wajahnya mengkilap. Puas dengan wajahnya, gadis itu lalu mengambil sebuah lip gloss dari atas atas meja yang ada di sebelah cermin, membuka penutupnya, lalu menyapukan lip gloss tersebut ke bibirnya. Tidak berlebihan, hanya olesan tipis, namun dapat membuat bibir pink alami Hinata menjadi lebih segar dan mengkilap.
Ia lalu kembali memperhatikan rambut dan wajahnya, dan lagi-lagi tersenyum. Hinata jarang merasa dirinya cantik, namun malam ini, entah kenapa ia merasa dirinya sedikit berbeda dengan riasan dan tatanan rambut yang baru baginya malam itu. Riasan dan tatanan rambut yang membuatnya terlihat lebih dewasa dan cantik. Dan Hinata suka.
Gaun berwarna violet lembut tanpa lengan itu menambahkan kesan dewasa pada Hinata. Bagian atasnya sedikit ketat, namun di bagian pinggul sampai lutut mulai melebar. Gadis itu menyukai gaun yang dikenakannya, yang lagi-lagi disarankan oleh Kurenai-san. Ketika iris bulan Hinata menangkap hiasan berwarna perak yang tersemat indah di bagian pinggul gaunnya, ia jadi teringat sesuatu. Gadis itu lalu membuka laci meja yang ada di dekatnya dan mengambil sebuah kotak berwarna merah marun lalu membukanya. Jarinya-jarinya dengan indah mengambil sebuah kalung yang ia tahu merupakan peninggalan dari mendiang sang ibu. Ia menutup mata sejenak sambil mendekap kalung itu di depan dada, lalu berusaha untuk mengenakannya di leher tanpa bantuan siapa pun. Silver sederhana dengan liontin berbentuk tetes air bertengger manis di lehernya sekarang dan Hinata tidak bisa untuk tidak kembali tersenyum.
Setelah benar-benar puas dengan penampilannya secara keseluruhan, Hinata lalu melihat jam yang ada di dinding kamarnya. Sudah hampir jam 8 malam dan ia berjanji kepada Neji-nii untuk keluar dari kamar sebelum jarum pendek berhenti tepat di angka delapan dan berarti, ia harus segera bersiap. Hinata menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ini sudah waktunya.
Tanpa menunggu lebih lama, Hinata lalu mengenakan high heels berwarna violet dengan hiasan mawar yang mengikat pergelangan kakinya, yang telah Kurenai-san persiapkan senada dengan warna gaunnya. Jika bukan karena ia sudah belajar untuk terbiasa mengenakan sepatu wanita sejak remaja, mungkin ia akan kesulitan berjalan dengan sepatu bertumit tinggi dan runcing itu. Lagi, ia sangat beruntung memiliki Kurenai-san.
Hinata merasa tidak perlu untuk kembali melihat pantulan dirinya di cermin. Ia lalu menyambar sebuah tas kecil berwarna putih dengan rantai perak yang pendek sebagai talinya. Setelah itu, ia segera keluar kamar untuk menemui kakaknya yang sudah menunggu.
"Bagus kau tidak terlambat." Sebuah suara sedikit mengagetkan Hinata. Ia tahu itu suara kakaknya.
Gadis itu tersenyum sopan kepada pria di hadapannya lalu menjawab, "I-iya, Neji-nii."
Iris bulan milik pria itu memperhatikan Hinata untuk beberapa saat, meneliti penampilannya dari atas hingga ke bawah sebelum akhirnya ia mendesah kecil. Adik kecilnya kini telah semakin dewasa dan penampilannya malam itu sangat sempurna. Ia berharap tidak ada yang berani menggoda Hinata di pesta yang akan mereka hadiri sebentar lagi. Dan kalaupun ada, jas putih yang Neji kenakan sudah siap untuk menutup bagian tubuh adiknya yang terekspos. Ia ingin menyuruh Hinata untuk kembali ke kamar dan mengenakan mantelnya, namun pada akhirnya, pria itu hanya bisa pasrah karena waktu yang terus berjalan. "Ayo berangkat," ujarnya datar.
Knutschfleck
Prologue
Jam delapan lebih tiga puluh menit, Hyuuga bersaudara itu akhirnya tiba di mansion megah milik keluarga Uchiha, disambut oleh alunan musik klasik yang terdengar dari sebuah grup orkestra profesional. Hinata langsung terkesiap ketika menginjakkan kakinya di ruangan pesta tersebut. Ia tidak menyangka jika mansion yang terlihat mewah dari luar dapat disulap menjadi menara dengan kesan gothic jika dilihat dari dalam. Hiasan dan seluruh ornamen pesta itu, bahkan tirai besar yang menutup jendela, tak ada satu pun yang luput dari kesan gelap, hitam, merah tua, dan apapun itu yang berhubungan dengan gothic.
Hinata merasa salah kostum sebelum akhirnya ia dapat bernapas lega ketika melihat seluruh tamu undangan yang datang berpakaian dengan normal. Ternyata tidak ada dresscode walaupun gadis itu yakin tema pesta malam ini adalah gothic. Perhatian gadis itu lalu beralih menuju tangannya yang melingkar anggun di lengan sang kakak yang kini bergerak, memberikan tanda bagi gadis itu untuk berjalan ke tempat yang sudah dipersiapkan. Hinata yang mengerti akan hal itu lalu kembali berjalan dengan anggun mendampingi sang Hyuuga sulung.
Pesta yang tengah Hinata hadiri saat ini adalah sebuah pesta yang diselenggarakan oleh Itachi Uchiha. Keluarga Uchiha merupakan keluarga high class yang memiliki beberapa merk fashion gothic di bawah nama 'Amaterasu' yang tidak hanya terkenal di Jepang, namun juga terkenal sampai ke Eropa. Amaterasu menjadi salah satu merk fashion paling sukses beberapa tahun terakhir dan tahun ini, Amaterasu telah menembus pasar Amerika sehingga Itachi Uchiha merasa perlu menyelenggarakan sebuah pesta untuk merayakan kesuksesan baru keluarganya.
Dan karena ini merupakan pesta atas usul Itachi Uchiha, tak heran jika para tamu dengan gaun dan jas formal yang ada di pesta itu merupakan kumpulan pengusaha muda, atau mungkin sekedar relasi yang sengaja diundang oleh Itachi. Well, pesta ini sebenarnya hanya pesta biasa, bukan pesta yang ditujukan untuk orang-orang tua pemilik perusahaan.
Di sisi lain ruangan besar itu, tepatnya di dekat tangga, dua orang pria sekilas terlihat tengah berbincang sambil menikmati pesta. Seorang merupakan adik dari sang pemilik pesta dan seorang lagi merupakan salah satu anak laki-laki dari keluarga Sabaku.
"Little sweet Hyuuga finally shows up," gumam pria Uchiha itu dengan nada yang terkesan meremehkan sambil memperhatikan Hinata yang tengah menemani sang kakak berbincang dengan salah satu koleganya.
"Sasuke," ujar pria di sebelahnya dengan malas, "sudahlah. Dia masih inosen."
Terdengar kekehan kecil sebelum Sasuke kembali menjawab, "Yeah. Inosen dan naïve."
Hanya sebuah decihan yang terdengar dari mulut Sabaku Gaara sebagai balasan atas pandangan Sasuke terhadap Hinata.
"Jangan hanya karena sudah mengenalnya, maka kau jadi membelanya," ucap Sasuke lagi. Ia lalu menyandarkan punggungnya pada pegangan tangga sambil terus memperhatikan gerak-gerik Hinata.
Pria berambut merah itu menyeringai mendengar ucapan Sasuke. Ia lalu meneguk gelas berisi anggur yang sedari tadi ia pegang sebelum menjawab, "Aku tidak sekedar mengenalnya. Aku temannya."
Jawaban dari Sabaku itu lantas membuat Sasuke memutar bola matanya malas. "Don't wanna care."
Setelah hening beberapa saat, pria berambut merah itu lalu kembali berujar, "Let's play the game once more." Perkataan itu membuat Sasuke menatap Gaara melalui ekor matanya dan Gaara kembali melanjutkan, "Permainannya masih sama. Taklukkan dia dalam satu minggu dan kau akan mendapat hadiah."
Sasuke terlihat berpikir sejenak lalu mendecih untuk yang kesekian kalinya. "Tsk. Aku tak lagi tertarik dengan mobilmu."
Dan kini terdengar tawa kecil dari Gaara untuk yang kesekian kalinya. "We're no longer in high school. Kali ini, tentu saja bukan mobil yang akan aku tawarkan jika kau berhasil." Sebelah alis Sasuke terangkat, cukup bagi Gaara untuk tahu bahwa Sasuke menyimak. "Aku akan memberikan sesuatu yang besar sebagai hadiah sekarang."
"Hn?"
"Rancangan," ujar Gaara sambil menyeringai lebih lebar, "musim dingin terbaru."
Bola mata milik Sasuke melebar sesaat sebelum ia kembali memasang wajah stoic-nya. Jika ada pesaing Amaterasu yang paling tidak diinginkan di muka bumi, maka itu adalah 'Suna Gothic Fashion' atau yang biasa disingkat 'Goth S'. Pesaing hebat yang mungkin sebentar lagi akan dengan mudah menyusul Amaterasu ke pasar Amerika. Pernah terdengar kabar miring yang mengatakan bahwa Amaterasu dan Goth S memiliki perkumpulan pemuja setan dan bersaing untuk menarik banyak umat yang bisa membuat mereka terus menerus mengalami kesuksesan. Tapi itu tidak penting, hanya sekedar kabar burung. Kini yang lebih penting adalah ... seseorang dari Goth S menawarkan rancangan rahasia kepada seorang Uchiha. Goth S kepada Amaterasu. Oh, well...
"Jangan bercanda," jawab Sasuke.
"Aku tidak sedang bercanda."
Dan ketika pria berambut merah itu sudah mengatakan bahwa ia tidak sedang bercanda, Sasuke tahu bahwa Gaara benar-benar akan memberikan rancangan itu. Tentu saja jika sang Uchiha memenangkan permainannya. Hal ini membuat Sasuke berpikir. "Dan jika aku kalah?"
"Tentu saja, rancangan Itachi Uchiha akan ada di bawah nama Goth S musim dingin nanti."
Dan Sasuke pastikan, ia tidak akan kalah. Demi harga diri dan demi kekalahannya beberapa tahun silam.
Ketika perbincangan antara Neji dengan salah satu koleganya berakhir, Hinata nampak dikejutkan oleh kehadiran seseorang.
"Kau datang, Hyuuga," sapa orang tersebut. Sebuah kalimat sapaan yang tak terkesan ramah.
"Aku belum melihat Itachi," jawab Hyuuga Neji, mengambil topik baru dalam pembicaraan mereka yang dingin.
Hinata memperhatikan sosok yang berdiri di hadapannya dengan sedikit takut. Orang itu merupakan seorang pria dengan mata yang berwarna merah darah. Hinata yakin bahwa ia menggunakan lensa kontak. Pria itu juga mengenakan penutup mata berwarna hitam sehingga Hinata tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Rambutnya pun berwarna hitam. Hinata sebenarnya tidak yakin akan hal itu karena ketika diterpa lebih banyak cahaya, warna rambutnya menjadi kebiruan. Pakaiannya ... hitam. Kemeja berwarna hitam dengan vest berwarna hitam, celana hitam dan sepatu yang juga berwarna hitam. Kontras dengan warna kulitnya. Di tangannya tersampir sebuah coat yang juga berwarna hitam dengan sedikit warna emas di bagian kancing, pergelangan tangan, dan bagian bawahnya. Hinata bertanya-tanya mengapa pria itu melepas coat-nya dan membiarkan dirinya dibalut dengan pakaian serba hitam seperti itu. Sebenarnya bukan hak Hinata pula untuk menghakimi.
Melihat reaksi Hinata terhadap Sasuke yang sudah ia duga sebelumnya, Neji Hyuuga lalu menghembuskan napas kecil. "Ini Hinata, adikku. Dan Hinata, ini Sasuke Uchiha."
Gadis itu sedikit tersentak. "Ah, s-senang berjumpa dengan Anda, Uchiha-san," sapa Hinata sesopan mungkin tanpa tergagap sambil menundukkan kepalanya sekilas untuk menunjukkan rasa hormat.
"Aku yang seharusnya merasa senang, Hinata," balas Sasuke ramah sambil tersenyum tipis.
Hinata tidak menyangka pria yang kelihatannya menyerakam ini ternyata ramah dan sopan. Ia sedikit merasa lega lalu membalas senyum tipis Sasuke.
Setelah memberikan kesan yang Sasuke inginkan, tanpa menunggu waktu lama, Uchiha itu lalu membalikkan tubuhnya kepada grup orkestra yang bermain di ujung tangga dan membuat tanda 'V' menggunakan telunjuk dan jari tengahnya. Para pemain yang mengerti isyarat itu lalu mulai memaikan lagu lambat untuk berdansa seraya lampu di ruangan itu mulai meredup.
"Neji, boleh aku meminjam Hinata sebentar?" ujar Sasuke sambil menawarkan tangannya kepada Hinata. Gadis itu tahu bahwa itu merupakan sebuah tawaran untuk berdansa. Ia lalu menolehkan kepalanya ke arah Neji untuk meminta izin dan kakaknya itu mengangguk sebagai jawaban. Menolak Uchiha di pestanya sendiri bukan merupakan ide yang bagus. Neji tidak punya pilihan lain.
Setelah mendapat persetujuan, Hinata lalu menerima uluran tangan Sasuke dan berjalan mengikutinya ke tengah ruangan. Musik yang dimainkan sangat lembut dan membuat semua orang ingin berdansa.
"Sudah rileks?" tanya Sasuke ketika mereka sudah sampai di tengah ruangan. Tangannya ia tempatkan secara perlahan di pinggang Hinata, membuat jantung Hinata berdebar lebih cepat.
"Uhm." Gadis itu mengangguk. "Maaf atas sikapku tadi. Aku t-tidak bermaksud seperti itu, Uchiha-san," ucap Hinata dengan penuh sesal. Tangannya menyentuh pundak Sasuke dengan sedikit ragu.
"Pernah berdansa sebelumnya?"
"Hanya b-beberapa kali," jawab Hinata ketika mereka sudah mulai berdansa. Gaun yang Hinata kenakan bergoyang seiring irama dansa mereka. Warna gaun manis itu nampak sangat kontras dengan outfit yang dipilih Sasuke.
"Hanya beberapa kali dan kau sudah bisa berdansa dengan baik," puji Sasuke sambil menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Hinata. Pria itu dapat mencium wangi lavender yang menyeruak dari tubuh Hinata dalam jarak sedekat itu. Wangi yang sangat lembut dan membuat Sasuke ingin menyentuhkan indra penciumannya ke leher putih Hinata yang memikat.
"U-Uchiha-san..." bisik Hinata ketika Sasuke kini berdansa tanpa arah. Ia lebih suka menikmati wangi gadis itu ketimbang dansanya.
"Hinata, kau tak mengingatku?" Napas hangat Sasuke terasa di leher Hinata saat pria itu bertanya.
Hinata terdiam untuk mengingat nama Sasuke Uchiha, namun ia mengerutkan alisnya karena ia benar-benar lupa. Ketika gadis itu hendak menjawab untuk mengungkapkan penyesalannya pada Sasuke karena tidak mengingatnya, manik bulan Hinata menangkap seorang pria berambut merah yang tengah bersender di dekat tangga. "Gaara-senpai?" gumam Hinata pelan dan itu bukan merupakan jawaban yang Sasuke inginkan.
Sasuke lalu memutar tubuh mereka untuk mendapatkan posisi arah Hinata sebelumnya dan melihat Gaara yang sedang tersenyum tipis dengan gelas anggur di tangannya. Pria raven itu mendecih. Kenapa bisa Hinata mengingat Gaara namun melupakannya padahal Sasuke pun merupakan senior Hinata saat mereka masih di sekolah.
A/N
Ahh, bukan fic fluffy.
Hai, Minna-san! Kalau ada yang pernah baca fic Cantarella buatan Rukishido dari fandom Bleach pasti bakal gak asing deh sama ini. Terima kasih buat Ruki-chan yang udah ngizinin aku buat bikin fic ini. Hehe... Fic ini terinspirasi dari Cantarella, tapi aku coba buat bikin alurnya berbeda, karena di sini tokoh utamanya ada tiga. :)
Baiklah, semoga fic ini bisa menghibur. Berikan kesan kalian lewat review yaa hehehe, dan sampai jumpa di chapter depan! :D
