"Komamura-taichou, aku membawakan file yang anda minta tadi,"
"Hn. Letakkan di sini. Aku akan memeriksanya setelah menyelesaikan berkas yang satu ini."
Kapten yang terkenal bertubuh besar dan tinggi, dengan rupanya yang menyerupai serigala mengangkat beberapa lembar kertas dokumen yang sedang dipelajarinya. Ia melirikkan kedua mata berwarna kuning keemasannya ke arah Momo Hinamori, mantan letnan divisi lima. Kuping super sensitif Komamura berderik, mendengarkan senandung kecil si gadis mungil sambil kembali ke balik meja kerjanya.
Sajin Komamura kembali mengarahkan matanya kepada berkas yang terpampang tepat di hadapan matanya. Tidak ada yang salah sama sekali dengan menjadikan Hinamori sebagai posisi ketiga di dalam divis tujuh dibawah pimpinannya. Jujur saja, keuletan Hinamori dalam melakukan pekerjaan dibalik meja seperti ini sungguh melebihi rata-rata dari letnan dan posisi ketiga pada semua divisi. Tidak. Bahkan mungkin melebihi kapten sekalipun.
Komamura tidak mengeluh. Tapi serangkaian kejadian yang telah lalu tidak pernah berhenti membuatnya teringat akan hari yang 'menentukan' bagi Hinamori beberapa bulan yang lalu.
"Komamura-taichou. Komamura-taichou."
Kapten yang dimaksud mengedipkan matanya beberapa kali dan membersihkan tenggorokannya. Ia kemudian membenarkan posisi duduknya, sambil bertanya di dalam hatinya: aku termenung? "Ya, Hinamori-kun?"
"Aku . . . Aku tidak sabar latihan nanti sore,"
Komamura ingin tersenyum. Tapi dia adalah Man of Duty. Jika di kantor ia akan bekerja selayaknya seorang pekerja. Ia membatalkan niatnya dengan kembali melayangkan matanya, membaca beberapa paragraf yang membutuhkan klarifikasinya. "Aku yakin selalu mengingatkanmu untuk berkonsentrasi selama di ruang kerja bukan, hinamori-kun?" dengan suara berat, ia membalas.
Hinamori menunjukkan raut merahnya. Ia merasa malu. Terus-terusan saja dia lupa. "B-benar. Maaf, taichou."
Komamura tersenyum tipis dari balik berkasnya, menggeleng kecil.
Jika dia telah kehilangan sahabat dekatnya, Tousen Kaname, paling tidak, tidak untuk ketiga anak ini. Momo Hinamori, Shuuhei Hiisagi, dan Izuru Kira. Benar sekali, ini semua bukan tanggung jawab Komamura. Tapi harga dirinya mengatakan bahwa 'ada' sesuatu yang harus dilakukannya untuk mereka bertiga. Sejak hari 'itu', ia secara tidak sadar berjanji untuk membimbing mereka, menuntun mereka bertiga keluar dari keterpurukan.
Semuanya dimulai satu setengah tahun Soul Society* setelah perang musim dingin melawan Aizen dan antek-anteknya . . .
.
.
Purge of Soul
1
a Bleach; Sajin Komamura tribute fic
Bleach©Tite Kubo
fic by Crow
Main Characters: Sajin Komamura
Momo Hinamori, Shuuhei Hiisagi, Izuru Kira
Secondary Characters: Semua shinigami, termasuk Ichigo dan Uryuu
Enjoy :)
.
.
Komamura menitipkan markas divisi tujuh kepada letnannya, Tetsuzaemon Iba. Pukul tujuh pagi. Ini adalah waktu bagi para kapten untuk berangkat menuju markas divisi satu untuk rapat mingguan, menyangkut berbagai macam masalah.
Para kapten bisa dengan mudah ber-shunpo menuju tempat yang dituju, tapi kapten Komamura—Komamura-taichou, menyukai rutinitasnya setiap hari senin pagi ini. Berjalan dengan santai, menikmati udara segar pagi hari. Walau memiliki rupa bestial, Komamura tumbuh dengan manjunjung tinggi sikap-sikap yang menunjukkan harga diri, tata karma, dan sopan santun.
"Ah, pagi yang indah, Komamura."
"Selamat pagi, Kyouraku." kapten serigala membungkukkan kepalanya sedikit terhadap Nanao Ise yang memberinya salam anggukan lebih dulu. "Jadi, bagaimana laporanmu?"
"Tidak banyak; masalah kecil. Tapi, aku memiliki permintaan khusus pada Yama-jii."
Mereka berdua mulai berjalan beriringan, dengan Ise yang mengikuti kaptennya sejauh satu meter di belakang. "Permintaan khusus? Seperti apa?"
Shunsui menggaruk dagunya dengan satu jari. Apakah itu karena gatal, atau mungkin hanya kebiasaannya, ia melanjutkan. "Belakangan ini, aku berpikir keamanan Soul Society sedikit goyah," Komamura mengangguk setuju. "Kau tahu, tidak cukup hanya dengan prajurit-prajurit shinigami yang menjaga seluruh penjuru Seireitei, ada saja cara bagi penyusup untuk memasukinya."
Shunsui Kyoraku menatap langitnya. "Sejak kedatangan Ichigo Kurosaki, apa yang kau pikirkan, temanku?"
Komamura pertamanya hanya menatap satu sisi wajah temannya yang seperti termenung. Tapi, ia kembali ke dalam pikirannya dan mencoba memberikan jawaban. "Ya. Aku tahu. Aku selalu menyadarinya. Ichigo Kurosaki. Aku tidak tahu apa yang dibawa anak itu, tapi sejak kedatangannya, Soul Society menjadi 'sedikit' sibuk."
Kyoraku tergelak di balik napasnya. "Menarik, ya? Karena itu aku ingin mengajukan tingkat keamanan yang dijadikan beberapa lapis. Aku tahu dari buku yang kubaca—err, Nanao-chan membacakannya kepadaku tentang Bakudou yang digunakan untuk melindungi Soul Society jauh di masa tiga ribu tahunan yang lalu. Saat itu, Seireitei tidak pernah goyah. Bahkan hubungan 'pahit' antara Shinigami dan Quincy seolah mereda atau menghilang—yang sebagaimana kita tahu terus berjalan selama ribuan tahun."
Kyoraku menggelengkan kepalanya, tersenyum tak percaya. "Hanya karena satu bocah Ryoka dan teman Quincy-nya, berbagai macam musuh bermunculan dan mencoba menggoyahkan keseimbangan Seireitei. Belum lagi 'orang itu' yang memang sudah dengan sengaja menginjak-injak harga diri kita."
Aizen. Komamura tak perlu bertanya. "Gagasan yang bagus sekali, Shunsui. Kau memiliki suaraku."
"A-hyaaa, sebenarnya aku merundingkannya berkali-kali dengan Nanao-chan. Ya, Nanao-chan?" kapten bermantelkankan kimono merah muda membalikkan tubuhnya dan tersenyum mesum kepada wakilnya. Ise menghela napasnya. Hampir tak ada yang bisa dilakukannya untuk mengurus yang satu ini.
Mereka bertiga kini menapaki ratusan anak tangga menuju bangunan utama tempat rapat biasa diadakan, markas divisi satu. "Kau sudah dengar kabar burung tentang apa yang akan dibicarakan Yama-jii nanti, Komamura?"
Kapten serigala menggeleng. "Aku lebih baik mendengar suitan burung secara harfiah, ketimbang secara non-harfiah mendengarnya. Apa itu?"
"Aku dan Ukitake sudah merundingkannya tadi malam. Nasib Momo Hinamori, letnan dari divisi lima akan ditentukan hari ini . . ."
"Nasibnya? Temanku, apa maksudmu?"
Nanao membuang tatapannya dengan gerak lambat. Momo adalah sahabatnya. Apapun yang terjadi dia tidak akan meninggalkannya begitu saja. Ise tahu kaptennya juga berpikir itu, tapi pertanyaannya: siapa yang bisa merubah keputusan komandan besar, Yamamoto-soutaichou?
Kyouraku meratapi anak tangga. "Gadis itu telah melalui terlalu banyak penderitaan dalam usianya yang masih tergolong muda . . ."
Sajin Komamura tidak mengerti. Apa maksudnya?
Kembali, dengan gaya santainya, Shunsui menepuk punggung sahabatnya. "Yaah, kita dengar saja dulu apa kata Yama-jii nanti."
"Momo Hinamori akan dilepas-tugaskan siang ini." suara Genryuusai Shigekuni Yamamoto menggema di dalam aula yang tak memiliki furnitur satupun. Kedua telinga serigala Komamura bergidik mendengarnya.
Komandan besar melanjutkan. "Ini adalah keputusan bulatku setelah memikirkannya dalam-dalam dan dengan konkrit. Momo Hinamori tidak diijinkan melanjutkan kewajibannya sebagai shinigami lebih lama lagi."
Seluruh kapten terdiam. Byakuya memejamkan matanya, berusaha meresapi setiap pengambilan tanggapan yang 'mungkin' akan dia ucapkan menyangkut keputusan ini. Begitupula dengan Sui Feng. Kyouraku dan Ukitake bertukar pandang, sebelum kembali melirik sensei mereka; merasa tak tahu harus merespon apa-apa. Dua wajah yang seolah berkata dengan jelas 'terserahlah': Kenpachi dan Kurotsuchi. Dan dua tatapan yang terbelakak lebar: Komamura dan Hitsugaya. Unohana hanya menatap lantai granit berwarna hitam dibawahnya, seolah bercermin kepada pantulannya.
Belum ada yang berani mengeluarkan kata-kata. Sedetik. Dua detik. Akhirnya Komamura melangkah maju. "Genryusai-dono, maafkan kelancangan saya. Apakah ini ada sangkut paut dengan fisik Hinamori-kun? Dan bila saya tidak salah dengar, menurut paparan Unohana-taichou, kondisi gadis tersebut kian membaik."
Toushiro Hitsugaya, kapten divisi sepuluh melirik sang kapten serigala. "Sanggahan yang baik," jawab komandan besar. "Berkas-berkasnya sudah masuk dari divisi empat mengenai kondisi fisik Momo Hinamori. Jika dipelajari lagi, ya, aku mengerti dengan poin-mu, Komamura-taichou. Tapi yang rusak pada diri gadis itu adalah 'mental'-nya. Jika kau mengingat apa yang telah dilaluinya sejak pengkhianatan Sousuke Aizen, aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Terlalu banyak. Terlalu banyak yang dilaluinya."
Yamamoto menunggu beberapa detik sampai Komamura kembali ke posisinya. "Unohana-taichou dapat menyembuhkan luka fisik seperti apapun, aku menjaminnya. Tapi tidak dengan luka di hatinya, aku yakinkan padamu."
"Tapi . . . Tapi, apakah ini keadilan?" Toushiro melangkah maju. Suaranya bergetar akan kemarahan dan ketidak percayaan. Kenpachi Zaraki menguap; Mayuri Kurotsuchi terkekeh. "Maksud saya, apakah anda bahkan bertanya kepada gadis yang dimaksud? Apakah dia akan setuju dengan keputusan ini."
Yamamoto berniat menjawab, namun Kurotsuchi membalasnya lebih cepat. "Hitsugaya-kun, apakah kau tahu dengan PTSD? Baiklah, aku akan bermurah hati padamu untuk menjelaskannya. Ijinkan saya, soutaichou?" Genryuusai mengangguk, memberinya tiket untuk berbicara. "Post-Traumatic Stress Disorder. Momo Hinamori mengidap ini. Oh, tidak. Unohana-taichou tidak mengurus ini; ini adalah urusanku. Jadi, ini adalah gejala yang ditimbulkan seseorang setelah melalui tekanan berat pada hidupnya. Kau tahu, 'kan, kehilangan Aizen memukul Hinamori-kun dalam-dalam sampai ke dalam tanah. Dan itu tidak bagus." Mayuri menggeleng prihatin.
Toushiro menajamkan matanya kepada saintis yang satu ini. Dia meledek Hinamori secara tidak langsung. Kyouraku menghela napas, dan Ukitake merasa tidak ingin melihat ataupun mendengar ini. "Rasa sedih, ketakutan, kepanikan, dan rasa malu. Ini adalah penyakit yang dideritanya sebenarnya. Aku sudah menelitinya, dan aku membawakanmu ini kalau-kalau kau ingin membacanya." Kurotsuchi berjalan ke arah si kapten mungil berambut perak dan menyerahkan berkas-berkas hasil studi mental Hinamori. "Pelajari itu, dan kau akan tahu kalau Hinamori-kun sudah tidak bisa menerima 'tekanan' lebih dari ini. Oh, tentu saja boleh kalau kau memang ingin melihatnya pergi lebih dulu."
"Kau!" Hitsugaya menyumpah di balik napasnya.
Genryuusai sebenarnya menghormati apa yang dilakukan kepala saintis Gotei 13, tapi orang itu sedikit tidak paham dengan yang namanya perasaan manusia. "Responmu, Hitsugaya-taichou?"
"Tapi, bagaimana dengan perasaannya? Apa memang seharusnya begitu?" Toushiro menggeleng. "Kalau begitu, kita ambil suara untuk menentukannya."
Terdengar suara erangan malas. "Ah, dasar bocah. Bahkan orang sepertiku saja tahu tidak ada gunanya berdebat dengan si pak tua." selagi menggaruk rambut panjangnya, Kenpachi menatap si kapten mungil. "Jangan buang-buang energimu. Perempuan itu akan lebih aman di luar pertempuran. Tapi kau malah tidak setuju. Aku tidak mengerti."
"Ini adalah masalah 'perasaan', Zaraki-taichou." diluar dugaan, Unohana merespon itu. Ia melangkah sedikit ke depan selagi kedua mata lembutnya terbuka secara perlahan. "Hitsugaya-taichou mengenal Hinamori-kun semenjak mereka masih kecil, dan ia hanya 'mengenal' Hinamori lebih lama dari siapapun. Dia mengerti perasaannya."
Kenpachi mendengus, tidak ingin berdebat dengan perempuan.
Kedua bahu Hitsugaya melemas, merasa bersyukur ada seseorang yang mendukungnya. Unohana menatapnya dan tersenyum setipis kertas.
Kali ini, Ukitake melangkah maju. "Sense-maksud saya, Yamamoto-soutaichou, aku sependapat untuk mengambil suara atas masalah ini. Aku harap anda mau mempertimbangkannya."
Mata Unohana dan mata Ukitake selalu bisa meyakinkan sang komandan besar tentang suatu hal. Sanggup meruntuhkan setiap keputusan yang telah ia buat, dan kembali menilai ulang semuanya. Dan, satu lagi . . .
Kyouraku melangkah sedikit ke depan, tersenyum lepas kepada mantan sensei mereka bertiga. Ya, yang satu lagi adalah senyuman milik Shunsui. "Kurasa aku tahu kearah mana suara terbanyak akan mengarah."
Komamura membersihkan tenggorokannya. "Untuk lebih meyakinkan keputusan kita pada persoalan ini, aku menawarkan diri untuk bertugas mengawasi sekaligus memantau kondisi Momo Hinamori. Terutama pada beberapa orang yang benar-benar mencemaskan rekan sesama shinigami-nya." ia melirik kepada Toushiro kecil. "Aku mengajukan permohonan untuk mutasi Momo Hinamori dari divisi lima menuju divisi tujuh sebagai posisi ketiga. Dengan segala prestasi yang pernah dicapainya, aku rasa tidak akan ada masalah pada anggota reguku mengenai penempatannya yang tiba-tiba."
Sang kapten serigala melanjutkan. "Divisi tujuh, sebagai Divisi Keadilan dan Pertahanan Umum Soul Society kerap kali memiliki segunung arsip mengenai keamanan dan tindak kriminal di Rukongai. Jujur saja, Tetsuzaemon bukanlah orang dibalik meja dan sefleksibel diriku. Selain keamanannya terjaga, Momo Hinamori bisa menyalurkan enerji-nya terhadap sesuatu yang positif ketimbang terus meratapai nasibnya di divisi lima. Dan itu hanya akan kulakukan lantaran aku mengerti dengan baik bahwa Momo Hinamori adalah seseorang yang mantap dalam bekerja dengan arsip-arsip disekitarnya. Dan ia senang melakukannya, bila saya tidak salah dengar."
Shunsui memukulkan satu kepalan pada telapak lainnya, lalu menunjukkan jarinya kepada Komamura, tersenyum bangga akan sesuatu. Seperti berkata: 'itu baru ide.' "Nah, kurasa sudah waktunya mengambil suarau." ujarnya, melirik Yama-jii.
Bahu komandan besar turun sejauh beberapa millimeter. Melihat itu, Hitsugaya merasa sedikit lega. "Aku terima poin-mu, Komamura. Sangat bagus. Dan, ya. Aku mengerti dan tahu dengan baik mengenai segunung arsip yang menyerbu divisi-mu." kali ini Unohana mengecek senyuman yang lumayan lebar ditunjukkan oleh kapten junior mereka. "Dan, aku juga tidak mengacuhkan prestasi Momo Hinamori sebagai asisten dari Aizen dulu. Pekerjaannya sangat baik, dan aku puas. Aku hanya mengkhawatirkan keselamatannya."
Dengan itu, sang komandan besar mengangguk ke arah semua kaptennya. "Baik. Pengambilan suara secara musyawarah dimulai. "Yang setuju dengan mutasi Momo Hinamori menuju divisi tujuh dibawah kepemimpinan Sajin Komamura-taichou dipersilahkan mengacungkan tangan."
Hitsugaya, Shunsui, Ukitake, Unohana, dan lalu Komamura. Yamamoto memperhatikan sisa kapten lainnya. Byakuya membuka matanya. "Tidak rasionalis rasanya melepas salah satu dari lulusan terbaik akademi shinigami. Dan aku yakin dengan mengganti suasana akan menciptakan nuansa baru baginya." Byakuya kembali memejamkan matanya, mengangkat tangan sebatas dada. "Satu suara dariku."
Sui Feng mengangkat tangannya pula. "Aku juga setuju." ia menyadari tatapan dari beberapa kapten yang nampak terkejut: Hitsugaya, Shunsui, dan Ukitake. "Apa, kalian pikir aku tidak punya hati?"
Yamamoto mengangguk mengerti. Dia kemudian menatap dua sisa anggota Gotei 13. Zaraki mendecak malas sembari mengangkat tangannya. "Terserahlah."
Kurotsuchi menggeleng pasrah. "Aku sudah membuktikan bahwa 'mental' gadis itu akan hancur jika menerima tekanan lebih dari ini. Aku tidak tanggung kalau nantinya ada yang menangisi kematiannya." ia lantas mengangkat tangannya juga, walau secara ogah-ogahan sambil membuang muka.
"Baiklah. Keputusan bulat dengan suara mutlak. Mulai hari ini Momo Hinamori resmi menjadi anggota divisi tujuh dibawah kepemimpinan Sajin Komamura-taichou. Dengan ini rapat ditutup, dan semua kapten dibubarkan."
Dengan cepat, sang komandan besar berbalik, haori kaptennya tersibak dengan gagah. Di belakang, letnannya, Sasakibe mengikuti. "Sampaikan juga hasil jajak pendapat ini pada rapat para letnan nanti sore, Sasakibe."
"Baik, Yamamoto-dono."
"Genryusai-dono!"
Sang komandan berhenti, dan membalikkan tubuhnya untuk mendapatkan tubuh besar Sajin menyambutnya. "Komamura."
"Maaf."
"Untuk apa?"
"Aku tadi hanya bertindak sesuai dengan apa yang hatiku katakan."
Memang tipis, tapi Yamamoto memberikannya senyuman yang jarang diperlihatkan kepada orang lain. "Tidak perlu khawatir, Sajin. Aku mengenalmu sebaik aku mengenal Kyoraku, Juushiro, dan Retsu. Aku menghormati niatmu. Tapi,"
"'Tapi', Genryusai-dono?"
"Tapi, mengapa kau bersikeras melakukan ini . . . Dia bukan siapa-siapamu, benar?" sang komandan mengangkat sebelah alis matanya. "Katakan padaku, Sajin, apa yang kau pikirkan?"
"Justru, kupikir, karena dia bukan siapa-siapa. Agar tidak terulang . . ." Komamura merunduk, teringat akan seorang sahabatnya yang tenggelam di dalam 'keadilan' butanya. "Aku hanya tidak ingin lagi ada yang . . ."
"Gadis itu bukan Kaname." mata Komamura terbelakak, mendengar nama itu diucapkan sekali lagi.
Komamura tahu apa yang menyebabkan sahabatnya menjadi seperti itu. Dendam. Dendam menggelapkan mata seseorang. Kesedihan. Kesedihan membuat orang berubah drastis. Kekecewaan terhadap hidup, satu hal yang sulit dialihkan dari ratapan.
Komamura menggeleng. Akhirnya ia jujur pada dirinya sendiri bahwa ia memperlakukan Hinamori sama seperti Tousen. Rapuh oleh kesedihan dan ratapan. "Maaf . . ."
Komandan besar tergelak singkat dan kecil. "Karena itu kutanya, mengapa kau meminta maaf?" kali ini ia menggeleng. "Aku masih belum bisa mencabut keputusanku secara penuh. Jika sesuatu menyerang mentalnya lagi, itu akan memperburuk nama kita sebagai shinigami kepada masyarakat luas. Kita ada untuk membawa keseimbangan terhadap 'tiga dunia', bukan jadi bahan gosip sehari-hari. Jangan beranggapan bahwa ini kasar, namun mau tidak mau, gadis itu bisa saja harus menerima nasibnya suatu hari."
Apa ia akan membiarkan ini begitu saja? Komamura entah mengapa merasa tidak bisa melepas pikirannya dari Tousen. Dari bagaimana kehidupan yang tidak begitu adil menerpanya, dan bagaimana ia mencari pelarian demi 'keadilannya'. Tousen adalah sahabatnya. Kehilangan dirinya meremukkan hati Komamura. Apakah itu juga akan dirasakan Hitsugaya-taichou bila kehilangan Hinamori-kun? Pemuda itu akan sehancur diriku.
"Aku menunggu jawabanmu, Sajin. Cepat atau lambat." ia memutar tubuhnya, menyadarkan Komamura dari lamunannya. Dengan segera sang kapten serigala membungkuk dan memberi hormat.
Hitsugaya kini (yang hanya tinggal berdua di ruang aula para kapten bersama Retsu Unohana) menghampiri senior kaptennya. "Komamura-taichou,"
"Ya?"
Ragu-ragu, Hitsugaya merundukkan kepalanya. Merasa heran, Komamura mengarahkan kedua matanya pada Unohana yang tersenyum lembut. "T-terima kasih." membuang mukanya, Hitsugaya melanjutkan. "J-jika bukan karenamu, Yamamoto-dono pasti akan . . ."
Sajin menggerakkan tangannya sedikit ke atas, dan dengan cepat Hitsugaya sedikit menghindar. Dia tidak suka kepalanya dielus-elus oleh orang—khususnya yang lebih tua. Dia benci diskriminasi umur. Tapi perkiraannya salah. Komamura menepuk satu bahu Toushiro dan tersenyum tipis. "Tidak usah dipikirkan."
Toushiro pergi dari ruang aula, meninggalkan Komamura dan Unohana berdua. "Jujur saja, saya terkejut mendengar anda akan 'menampungnya'. Saya juga khawatir dengan perkembangan kesehatan dan mentalnya jika terus berada di di markas divisi lima, di ruangan dimana ia biasa bekerja bersama Aizen . . ."
Komamura memberikan jalan kepada kapten perempuan tersebut dan merekapun kini berjalan berdua, keluar dari ruangan. "Lalu, apa yang akan anda lakukan? Saya mencemaskannya."
Komamura tersenyum. "Jangan memaksakan dirimu, Unohana-taichou. Pasien lain masih menunggumu di antrean." Unohana merunduk dan tersenyum. "Aku akan coba lakukan sesuatu menyangkut persoalan ini."
Unohana berhenti dan menghadap ke arah Komamura yang seketika berhenti beberapa senti di depannya. "Katakan saja padaku jika membutuhkan bantuan, Komamura-taichou. Kita semua . . ." Unohana membuang wajahnya untuk sedetik sebelum kembali menatap mata emas si kapten serigala. "Kita semua telah disakiti Aizen. Jadi, tidak salah juga jika kita berbagi pada akhirnya untuk meringankan beban satu sama lainnya."
"Akan selalu kuingat."
Untuk sekejap Unohana melihat kilauan tak kasat mata yang ditunjukkan sepasang bola emas di wajah Komamura. Dia kehilangan sahabatnya. Rasanya pasti sangat menyakitkan. Dan, Unohana, dengan segala pengetahuannya terhadap bidang keperawatan tidak dapat menyembuhkan luka yang satu itu. Sama seperti luka yang diderita Hinamori. Kehilangan seseorang yang berarti di dalam hidup. Ia lantas menyentuh lengang Sajin dengan lembut. "Saya turut berduka atas kepergian Kaname-taichou."
Mendengarnya, Komamura seperti tersedak. Dengan kuat, ia berusaha menenangkan postur tegapnya tanpa terdengar sekali isakan ingusnya. Sekali lagi, Komamura membersihkan tenggorokannya. Ia mempersilahkan Unohana untuk kembali berjalan selagi ia menemaninya disamping. "Itu sudah lama sekali: satu setengah tahun yang lalu. Dan, anda sudah mengucapkannya dulu padaku. Kita . . . kita semua di sini berusaha melupakannya."
Unohana merunduk sedikit, memperhatikan lantai berkayu jati yang mereka lintasi. "Saya mengerti. Tapi, anda tidak pernah melupakannya sedikitpun, Komamura-taichou. Dan saya khawatir, itu jugalah yang dialami Hinamori-kun."
"Aizen." Unohana mengangguk terhadap perkataan Komamura. Ia menggeram layaknya serigala, menunjukkan sisi bestial-nya yang jarang diperlihatkannya. Mendengar nama itu saja, membuat darahnya mendidih. Mau sampai mana bajingan itu ingin menyengsarakan mereka semua?
"Jangan terlalu menekannya. Dia sudah cukup tertekan hanya dengan semua kenangan pahit itu. Diserang dengan serius oleh sahabat semasa kecilnya sebanyak tiga kali tidak bisa membuat banyak orang bertahan. Belum lagi sosok yang begitu dikaguminya menghilang, dan yang rupanya berkhianat pada akhirnya. Belum dihitung dengan puluhan luka-luka yang disebabkannya kepada tubuh mungil Hinamori." Unohana menggeleng tidak percaya, bagaimana bisa ada seseorang yang begitu tega merencanakan semua itu. "Seperti kata Yamamoto-sensei tadi, itu sudah lebih dari cukup."
" . . . Aku bahkan tidak pernah berpikiran untuk memaksanya menyadari itu semua. Aku mengerti." mereka tiba diluar bangunan, matahari cerah dan langit biru terang yang menandakan pukul 11 pagi menjelang siang telah tiba. Komamura harus segera menuju markas divisi lima untuk membawakan kabar ini pada Hinamori. "Terima kasih, Unohana-taichou. Berbicara denganmu selalu bisa melepaskan ketegangan."
"Hanya itu yang kubisa. Kalau begitu sampai jumpa, Komamura-taichou." Unohana membungkukkan kepalanya sedikit, sebelum ber-shunpo ke markas divisi empatnya.
Komamura menghirup napas panjang dan menghembuskannya. Ia berjalan menuju markas divisi lima.
Dia senang berjalan, tidak buru-buru. Berharap saja, Tetsuzaemon menyelesaikan beberapa berkas; dia tidak biasa berhubungan baik dengan dokumen-dokumen. Belum lagi dihitung sifat pemalas bawaannya dari divisi sebelas.
AN: Ok, cut sampai disitu. Hehe, yang ngebaca fic Koma pertama saya mungkin sadar perbedaan jauh antara gaya menulis kedua fic ini. Yep, inilah tulisan saya yang sebenarnya. Nothing good, but I hope you like it.
Chapter tentang Hinamori ini mungkin saya bagi dua dan langsung dilanjutkan dengan bagian Hiisagi dan Kira. Baiklah, kalau ada yang bertanya-tanya ini fic tentang apa. Ini adalah kisah mengenai Sajin Komamura, our favorite furry captain. Fic ini tentu saja berpusat padanya, jadi jangan terkejut kalau Komamura punya rahasia dan power-up di dalam dirinya.
FYI, draft fic ini sudah selesai. Dibagi menjadi tiga Arc. Pertama, Komamura dan tiga muridnya (Hinamori, Hiisagi, dan Kira). Kedua, Arc mengenai turnamen besar Soul Society untuk menunjukkan divisi mana yang terbaik. Pertarungan panas para kapten dan wakil kapten bisa diharapkan di Arc kedua ini. Dan terakhir, Arc pemilihan kapten baru. Dan terakhir Epilogue.
Hanya tinggal mencari waktu untuk menulisnya. Paling lama, paling lama ya, tiap chapter akan diapdet perminggu. Jadi bagi readers yang kebetulan suka dengan Komamura dan berniat melanjutkan membacanya, mari ditunggu masukannya.
Oh ya, mengenai pairing saya belum yakin juga. Yang pasti ini adalah fic tentang Komamura, bisa jadi itu dengan wanita shinigami lainnya, dan persahabatan dengan shinigami pria lainnya. I'm open y'know? So yeah, critics and comments are always welcome. See you.
