A Thousand Origami

Title: A Thousand Origami

Author: TTMilanie

Genre: angst, brothership, heartwarming

Length: twoshot

Cast:

Cho Kyuhyun as Lee Kyuhyun

Lee Donghae as Lee Donghae

Other

Disclaimer:

I own this fanfic, but casts aren't

Warning:

OOC, AU

Pairing: KyuHae brothership

A/N:

Intinya saya cuman lagi kangen sama brothership KyuHae yang sweet dan cheesy. Spesial untuk hari Minggu reader sekalian. XD

**_ JUST ENJOY _**

"Jika harapan untukku memang tak ada, bolehkah aku meminta harapan untuk orang lain? Aku ingin dongsaengku satu-satunya selalu bahagia…"

"Seribu bangau kertas yang kau buat akan selalu mengikat harapan kita, Hyung…"

.

.

"Cha, Kyuhyun-ie! Lihat, aku berhasil membuatnya dengan baik!"

Kyuhyun mendongakkan kepalanya setelah sedari tadi berkutat dengan buku tebal yang ia baca. Dilihatnya sang Hyung yang tengah menunjukkan sebuah bangau kertas berwarna putih di tangannya. Pemuda berambut brunette itu tampak tersenyum senang dengan hasil pekerjaannya, hingga ia tak memperhatikan kedua mata Kyuhyun yang telah melotot horror.

"Yak! Donghae Hyung! Darimana kau mendapat kertas untuk membuat bangau itu?!"

Donghae hanya menggedikkan bahunya dan menjawab dengan enteng, "aku sobek dari salah satu buku pelajaranmu."

Seketika Kyuhyun tampak panik dan buru-buru meraih bukunya yang tergeletak di hadapan Donghae. Ia membuka setiap halamannya dengan teliti untuk menemukan dimana yang tersobek. Hingga beberapa saat kemudian, ia melihat kertas di bagian paling belakang bukunya tampak tak utuh. Kyuhyun berdecak kesal meskipun dalam hati ia bersyukur karena Donghae hanya menyobek bagian glosarium yang tak terlalu penting.

"Hyung, jangan seenaknya menyobek bukuku! Bagaimana jika buku ini ternyata milik perpustakaan? Kau mau aku terkena denda karena sudah merusaknya, huh?!" cecar Kyuhyun

"Aku hanya mengambil kertas yang tidak berguna, Kyu. Lagipula kau mempelajari materi di buku itu, bukan glosariumnya!" balas Donghae tak mau kalah.

Pada akhirnya Kyuhyun memang hanya mendesah kesal. Ia mengacak rambut ikalnya dengan frustasi. Tak habis pikir kenapa di dunia ini ia memiliki seorang Hyung yang ceroboh dan gegabah seperti Donghae. Dan ternyata sang Hyung yang membuat kesal adiknya itu kini hanya nyengir tanpa rasa bersalah.

"Kau beruntung aku adik yang baik, Hyung…" ucap Kyuhyun

Donghae hanya tertawa. Lantas ia meletakkan bangau kertas hasil buatan tangannya di atas kusen jendela yang ada di sebelah tempatnya duduk. "Baguskan?" ia bertanya pada Kyuhyun yang hanya memutar bola matanya dengan malas. "Kau pernah mendengar legenda bangau kertas, Kyu?"

"Tidak!" jawab Kyuhyun tak acuh

"Katanya, jika kita berhasil membuat seribu bangau kertas, lalu merangkainya, maka harapan kita akan terkabul," ucap Donghae.

Kali ini Kyuhyun tampak tercenung. Ia menatap Donghae yang tengah menghadap keluar jendela. Sinar matahari senja yang menguning menembus benda kaca bening itu, menghangatkan dua bersaudara yang tengah terlarut dalam pikiran masing-masing. Kyuhyun bisa melihat sang Hyung tersenyum di sana, sembari jemari kurusnya mengusap sayap dari bangau kertas yang ia buat.

"Itu… hanya dongeng untuk anak-anak," Kyuhyun berucap.

"Ne, itu memang benar. Tapi tak ada salahnya kan, jika aku percaya pada hal itu? aku ingin membuat banyak bangau kertas agar harapanku bisa terkabul, Kyu," sahut Donghae

"Memangnya Hyung ingin minta apa?" tanya Kyuhyun

Donghae tampak memasang ekspresi wajah berpikir, "ada banyak hal. Aku ingin kau menjadi penyanyi, aku ingin kau semakin pintar, aku ingin kau bisa menjadi sedikit lebih tampan, dan aku ingin melihatmu selalu bahagia!" ungkapnya sambil memberikan senyum yang terkesan kekanakan.

"Huh, semuanya harapan untukku, Hyung? Lalu bagaimana denganmu sendiri?"

"Ah, kalau aku..." Donghae mengulurkan tangannya untuk mengusap gemas puncak kepala sang dongsaeng, "aku belakangan saja. Jika nanti harapanku untukmu sudah terkabul, aku akan memintanya untukku sendiri."

"Aissh… kau ini ada-ada saja, Hyung," Kyuhyun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, ia lantas membereskan semua buku yang baru saja dibacanya, lalu memasukkan ke dalam tas, "ayo kita pulang. Aku rasa perpustakaan akan tutup sebentar lagi."

"Ne, kajja!" Donghae melompat bangkit dan segera meraih pundak Kyuhyun untuk merangkulnya. Ia tak mempedulikan teriakan Kyuhyun yang memprotes perbuatannya tersebut dan hanya tertawa terbahak-bahak.

Teruslah tersenyum seperti ini, Hyung, Kyuhyun berucap dalam hatinya sembari ia berusaha keras untuk mempertahankan wajah yang datar, aku senang melihat senyumanmu.

Di malam harinya, seperti sudah menjadi kebiasaan, Kyuhyun akan berpindah ke kamar Donghae hanya untuk belajar. Padahal kamarnya sendiri lebih luas dan tenang, tapi entahlah, ia lebih senang berada di sana. Meskipun sang Hyung sering mengganggunya dengan suara nyanyiannya yang jelek, ataupun celotehannya yang terkadang kekanakan. Seperti kali ini, Kyuhyun duduk di lantai yang beralaskan karpet, tengah berkutat dengan puluhan soal matematika, sementara Donghae berguling-guling di ranjangnya, bercerita panjang lebar tentang sebuah film bertema alien.

Kyuhyun hanya mendengar sambil lalu, namun sesekali juga ia tersenyum geli ketika mendengar cerita Donghae bahwa alien sebenarnya adalah makhluk jahat berkepala besar dan berkulit hijau yang datang dari planet Mars untuk menginvasi bumi. Padahal selama sepuluh tahun Kyuhyun sekolah, sejak berada di SD hingga kini duduk di bangku kelas satu SMA, ia tak pernah mendapat pelajaran tentang keberadaan alien. Tapi entahlah, Donghae sangat mempercayai makhluk itu nyata.

"Kyu, apa yang akan kau lakukan jika alien datang kemari?" tanya Donghae. ia menjulurkan kepalanya hingga keluar ranjang untuk menjangkau Kyuhyun

"Mereka tidak akan kemari, Hyung," jawab Kyuhyun di tengah kesibukannya mengerjakan sebuah soal. Ia mendengar Donghae berdecak kecil dan mendaratkan pukulan yang sama sekali tak terasa di atas kepalanya.

"Kyunnie, kau tak asik. Kau terlalu realistis. Dunia ini tidak hanya seluas buku pelajaran yang kau baca, tidak hanya berisi masalah-masalah yang bisa diselesaikan dengan rumus-rumus Fisika itu, kau harus lebih sering bermimpi dan berimajinasi," ucap Donghae yang terdengar seperti sebuah ceramah.

"Aku tak tertarik dengan itu semua, Hyung…" balas Kyuhyun

Donghae beranjak dari posisi berbaringnya, melompat turun ke lantai, lalu merangkul leher Kyuhyun begitu saja hingga sang dongsaeng terpekik karena terkejut, "aigoo… sejak kapan adikku jadi membosankan begini! Sudahlah, simpan dulu bukumu dan bantu aku membuat origami kertas lagi. Aku masih membutuhkan sembilan ratus sembilan puluh sembilan origami!"

"Yak, yak, Hyung!" Kyuhyun hendak memprotes, namun Donghae tak peduli dan menyingkirkan semua bukunya dari atas meja belajar kecil itu, "aku masih harus mengerjakan banyak tugas!"

"Kerjakan saja besok, kau kan pintar," ucap Donghae tak acuh. Ia telah mengeluarkan setumpuk penuh kertas berbagai macam warna dari tas sekolahnya. Kyuhyun banhkan tak tahu kapan Donghae membeli benda itu. "Cha, ayo sekarang kita buat, Kyuhyun-ie!"

Kyuhyun akhirnya memilih untuk mengalah. Ia pun dengan malas-malasan membantu Donghae melipat kertas-kertas itu. Sesekali ia mendapat bentakan dari Donghae karena origami yang dibuatnya kurang bagus.

"Issh… kenapa kau bersemangat sekali membuat benda seperti ini, Hyung? Ini lebih sulit daripada mengerjakan soal matematika," keluh Kyuhyun sembari memandangi bangau kertas buatannya yang terlihat kusut dan tidak sebagus milik Donghae.

"Kenapa di otakmu itu hanya ada matematika, Kyu? Apa kau begitu mencintainya? Kalau begitu nikahi saja matematika!" gurau Donghae

"Itu karena kau membuatku tidak jadi mengerjakan tugas. Padahal kita bisa membuat ini di waktu senggang, Hyung," ucap Kyuhyun

Jemari Donghae yang sedari tadi bergerak-gerak untuk melipat kertas berwarna hijau itu menjadi terhenti. Ia mengangkat kepalanya dan memandang Kyuhyun dengan tatapan yang terlihat sayu, "aku hanya takut… aku akan lupa caranya membuat bangau kertas. Karena itu selagi aku masih mengingatnya, aku ingin membuatnya banyak-banyak. Bisa saja esok hari aku sudah melupakan segalanya, Kyu. Bukankah selagi ada kesempatan, kita harus memanfaatkannya dengan baik?"

Kyuhyun tercenung mendengar kalimat itu. Ia hanya memandang sang Hyung yang tersenyum senang ketika berhasil menyelesaikan origaminya yang kelima. Sementara origami milik Kyuhyun sendiri masih belum berbentuk, kecuali hanya selembar kertas yang teremas di tangannya. Ada sesuatu yang tiba-tiba berdesir di lubuk hatinya, sebuah perasaan sedih dan takut.

Ia ingin waktu terhenti di saat mereka sedang bersama. Kyuhyun seperti tak rela ketika ia melihat jarum jam kecil yang terduduk di atas meja nakas itu terus berputar. Karena ia tak tahu apakah keesokan harinya ia masih bisa melihat sang Hyung tersenyum atau bahkan menceritakan berbagai hal yang menurutnya sama sekali tak masuk akal lagi. Ia hanya takut tiba suatu saat dimana semua itu akan terlupakan.

"Kyunnie, kenapa kau diam saja?" Donghae mengibas-ngibaskan tangannya di depan mata Kyuhyun, membuat sang dongsaeng tersadar dari lamunannya.

"Ah, tidak, Hyung. Aku hanya bingung kenapa aku tetap tak bisa membuat bangau kertas ini. Coba lihat, bentuknya jelek sekali. Ini seperti seekor bangau yang baru saja terlindas roda bis!" kata Kyuhyun sembari menunjukkan origami buatannya yang memang sama sekali tidak indah; sebelah sayapnya tertekuk, bahkan kepala dan ekornya tak bisa dibedakan.

Donghae tertawa terbahak-bahak karenanya, "apa benar kau ini anak yang pintar, Kyu? Sini, biar aku mengajarimu. Suatu saat nanti, jika aku sudah lupa cara membuat origami, kaulah yang harus membuatkannya untukku hingga jumlahnya mencapai seribu ekor!"

"Kalau begitu aku ingin agar kau tidak lupa, jadi aku tak perlu membuat benda-benda ini," ucap Kyuhyun

Hingga beberapa menit berlalu, akhirnya Kyuhyun berhasil membuat bangau-bangau kertas dengan lebih baik. Ia melipat satu demi satu kertas yang tersisa, tanpa sadar, origami yang mereka buat telah berjumlah cukup banyak. Kyuhyun segera mengumpulkan semuanya, kemudian menghitungnya dengan teliti.

"Lima puluh delapan? Rasanya aku seperti sudah membuat lebih dari seribu ekor bangau," kata Kyuhyun setengah mengeluh, "kertasnya sudah habis, Hyung. Bagaimana kalau kita lanjutkan besok?"

Hening. Kyuhyun segera menolehkan wajahnya karena ia tak kunjung mendengar jawaban Donghae. Ia heran karena beberapa saat lalu Hyung nya itu masih saja cerewet saat mengajarinya membuat origami. Tapi ternyata Donghae sudah memejamkan matanya. Kepalanya bersandar pada ranjang, napasnya yang teratur menandakan ia sudah jatuh ke alam mimpi.

"Huh… akhirnya kau lelah dengan sendirinya," Kyuhyun berucap lirih, kemudian ia segera mengangkat tubuh sang Hyung ke atas pembaringannya agar bisa tidur dengan lebih nyaman. Setelah selesai memasangkan selimut, ia duduk di sisi ranjang dan menatap wajah polos itu, "Hyung… apapun yang terjadi kau tetaplah Hyung terbaikku," katanya sembari mengusap rambut brunette Donghae dengan lembut, "mimpilah yang indah dan di pagi hari kau akan cerewet dan kekanakan seperti biasa."

Kyuhyun beranjak untuk kembali ke kamarnya sendiri. ia membereskan buku-buku pelajarannya yang terserak di lantai, kemudian berjalan tanpa suara meninggalkan kamar itu.

"Lee Kyuhyun, cepat bangun, sayang!"

Nyonya Lee sibuk memukul-mukul pelan pantat putra bungsunya dengan gagang spatula. Kyuhyun yang nyatanya masih mengubur diri dalam selimut berwarna biru itu hanya mengerang dan lebih melesakkan wajahnya ke dalam bantal.

"Eomma, semalam aku begadang untuk menyelesaikan tugasku, sekarang biarkan aku tidur sedikit lebih lama lagi…" sahut Kyuhyun dengan suara serak khas orang yang baru saja terbangun.

"AigooEomma tidak pernah mendengarmu mengerjakan tugas hingga larut malam. Apakah tugas itu sangat sulit?" tanya Nyonya Lee yang hanya disambut gumaman tak jelas oleh Kyuhyun. Wanita itu kemudian menarik sedikit bibirnya, membentuk sebuah seringaian tipis, "kalau begitu, mungkin saja kepintaran anak Eomma ini sudah mulai meluntur. Karena itu kau jadi kesulitan mengerjakan tugas-tugasmu. Benarkan?" ia menggoda.

"Yak, Eomma!" seru Kyuhyun. Ia langsung bangkit dari tidurnya dalam sekali sentakan, "tentu saja aku masih tetap pintar! Itu karena Donghae Hyung memintaku untuk membantunya membuat banyak sekali bangau kertas!"

Nyonya Lee tertawa melihat reaksi Kyuhyun. Ia tahu putranya itu memang paling tidak suka jika ada yang meragukan kemampuan otaknya. "Arra, Eomma hanya bercanda, sayang. Baiklah, karena sekarang kau sudah bangun, cepat mandi dan turun ke bawah untuk sarapan. Ppali, nanti kau dan Hyung mu bisa terlambat tiba di sekolah!"

"Ne…" jawab Kyuhyun dengan malas. Ia mengusak rambutnya yang masih kusut, lalu melangkah gontai ke kamar mandi. Ada sedikit insiden karena mata Kyuhyun yang masih belum terbuka sepenuhnya itu tak mampu melihat lemari besar yang berdiri di depannya, sehingga ia harus merelakan kepalanya sedikit terantuk. Nyonya Lee hanya mendesah pelan dan segera keluar dari kamar Kyuhyun untuk menyelesaikan masakannya di dapur.

"Eomma… kau melihat scarf ku yang berwarna hijau…?"

Nyonya Lee menoleh ketika ia mendengar suara itu. Didapatinya Donghae sudah berdiri di belakangnya sambil membawa sebuah scarf di tangannya. Wanita itu tampak terkejut sejenak, namun dengan cepat ia menutupinya dengan sebuah senyum manis. Ia mengusap lembut pipi Donghae, kemudian menciumnya.

"Eommascarf ku…" Donghae mencoba berucap.

"Ne, Eomma tahu. Ini scarf yang kau maksudkan, sayang," jawab Nyonya Lee. Ia meraih kain berwarna hijau yang berada di tangan Donghae, kemudian memakaikannya di leher sang putra sulung yang hanya memandangnya dengan bingung.

"Apa itu tadi berwarna hijau?" tanya Donghae

Nyonya Lee mengangguk,, "iya, itu berwarna hijau," ucapnya lirih, ia memandang lurus ke arah mata Donghae yang tampak masih menunjukkan kebingungan, "tidak apa-apa. Mungkin kau tidak melihatnya dengan baik."

"Ah, aku… aku…" Donghae tergagap, ia mengusap tengkuknya dan menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah, "aku benar-benar tidak tahu jika itu berwarna hijau…"

"Ne, tak apa. Eomma sangat mengerti. Sekarang duduklah, Appa dan dongsaeng mu akan segera kemari," jawab Nyonya Lee. Ia lalu menarik sebuah kursi dan mendudukkan Donghae di sana. Setelah itu ia kembali sibuk berkutat dengan masakannya.

"Eomma, mian…" Donghae berucap pelan. Ia melihat bahu ibunya tampak sedikit gemetar dan suara isakan tertahan itu membuatnya semakin merasa bersalah, ia tahu sang ibu pasti sedang menangis, namun Nyonya Lee berusaha untuk menutupinya, "sepertinya aku semakin sering melakukan kesalahan. Jangan marah padaku, Eomma…"

"Aigoo, uri Hae jangan bicara seperti itu…" Nyonya Lee segera memeluk tubuh putra sulungnya itu dengan erat. Ia menciumi puncak kepala Donghae, sembari tangannya mengelus punggungnya lembut, "Eomma tak akan pernah marah. Eomma sudah mengerti, sayang. Jangan merasa buruk dengan hal ini. Eomma janji semuanya akan baik-baik saja…"

Donghae hanya mengangguk dalam pelukan sang Ibu. Sementara tak jauh dari mereka, Tuan Lee yang baru saja akan datang ke ruang makan menghentikan langkahnya dan memilih untuk bersandar pada dinding, mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan oleh isteri dan putra sulungnya. Pria itu mengerjapkan matanya cepat ketika merasakan penglihatannya memburam karena cairan bening itu.

"Appa…"

Tuan Lee mengangkat wajahnya dan menatap Kyuhyun yang sudah memakai pakaian seragam lengkap. Ia meraih pundak Kyuhyun, membawa anak itu ke dalam dekapannya, meskipun Kyuhyun masih tampak bingung, "tidak apa-apa, Kyu. Hyung mu akan baik-baik saja. Dia akan selalu bersama dengan kita."

Dan Kyuhyun mengerti. Ia sangat paham apa yang membuat kedua orang tuanya menangis seperti sekarang. Kini dirinya juga merasakan perih yang sama, bahkan ia cenderung lebih takut.

Kenapa kau selalu membuat kami seperti ini, Hyung? Apa yang bisa kulakukan…?

"Hyung, ingatlah untuk tidak kemana-mana, arra? Aku akan menjemputmu kemari setelah sekolah selesai!" Kyuhyun berucap saat ia mengantarkan Donghae ke ruang kelasnya.

"Aku mengerti, Kyu. Aissh… jangan perlakukan aku seperti anak-anak. Kembalilah ke kelasmu, kurasa bel masuk akan berbunyi sebentar lagi!" sahut Donghae sembari mengibas-ngibaskan tangannya untuk menyuruh sang dongsaeng pergi. Ia sudah jengah dengan Kyuhyun yang terkadang overprotective terhadapnya.

"Yak, aku serius-"

"Arraseo, aku sudah mengerti, Kyuhyun-ie. Sekarang cepatlah kembali sebelum songsaengnim datang dan menghukummu!" Donghae memotong ucapan Kyuhyun, setelah itu ia mendorong punggung adiknya hingga ke luar pintu kelas.

Kyuhyun hanya mendesah kecil, "ya sudah, aku pergi," katanya sebelum membalikkan badan dan berjalan menuju ruang kelasnya yang terletak di lantai pertama.

Donghae kembali ke bangkunya dan menyiapkan buku-buku pelajaran karena sebentar lagi kelas akan dimulai. Ia tersenyum saat melihat selembar kertas kosong terselip diantara literature yang dibawanya. Segera saja tangannya meraih kertas itu dan melipat-lipatnya dengan begitu terampil. Hanya butuh waktu sekitar dua menit, seekor origami bangau sudah selesai dibuatnya. Donghae meletakkan sang bangau di ambang jendela, menghadap keluar.

"Origami-yah…" ia berucap pelan dan mengelus kepala bangau kertas itu dengan ujung jemarinya, "buatlah Kyuhyun adikku, Appa, dan Eomma ku bahagia hingga nanti. Biarpun suatu saat nanti aku akan lupa pada mereka, aku ingin mereka tetap menyayangiku…"

Ia menghela napasnya berat, pandangannya tertuju pada pohon maple yang tumbuh di luar. Daun-daunnya yang berbentuk seperti jari tangan itu tampak mulai memerah, tangkainya rapuhnya berusaha untuk tetap melekat di ranting meskipun angin mulai menggoyahkannya. Donghae hanya tersenyum ketika ia melihat satu daun akhirnya gugur dan terbang begitu saja.

.

"Mwoo?! Aku harus tampil di acara kelulusan itu?!"

Kim Yesung hanya menutup telinganya ketika mendengar suara teriakan Kyuhyun. Ia meraih gulungan kertas yang tergeletak di atas meja, lantas memukulkannya ke kepala sang hobae, "hei, kau mau membuatku tuli ya?" tanyanya geram.

Kyuhyun mengusap tengkuknya dengan canggung ketika menyadari reaksinya yang terlalu berlebihan, "m-mianhe sunbae, hanya saja… aku masih siswa tahun pertama, kau memberiku kesempatan untuk tampil dalam acara sebesar itu?"

"Kau tidak perlu merasa ragu. Itu hanya pesta kelulusan yang biasa diadakan di sekolah kita. Tahun ini, kepala sekolah memang menginginkan konsep yang berbeda, dimana para hobae memberikan penampilan yang berkesan untuk kakak kelasnya. Aku memberi kesempatan yang istimewa untukmu. Bagaimana? Apa kau bersedia untuk tampil?" Yesung menaikkan sebelah alisnya, seolah ia sedang memberikan tantangan untuk Kyuhyun.

"Aku sangat ingin, sunbae…" Kyuhyun menundukkan kepalanya dan berucap lirih, "hanya saja… aku belum pernah tampil di depan banyak orang. Aku hanya sekedar suka menyanyi saja, aku tak begitu percaya diri. Apa menurut sunbae aku bisa menyanyi dengan baik?"

Yesung mendesah pelan, lantas ia meletakkan kedua tangannya di masing-masing bahu Kyuhyun. Ia tatap sepasang manik hitam itu lekat-lekat, "jika kau tidak pernah menunjukkannya kepada orang lain, siapa yang akan menilai suaramu? Kau tak akan tahu apakah suaramu itu bagus atau jelek. Tapi menurutku, kau sudah cukup bagus untuk tampil. Setiap kali aku mendengar nyanyianmu, lagu yang kau bawakan selalu terdengar nyaman. Kau memiliki pembawaan yang baik. Apalagi yang kurang, Kyu?"

Kyuhyun masih terlihat belum terlalu yakin. Ia memang suka bernyanyi, namun sekedar untuk menghilangkan rasa bosannya saat mengerjakan tugas. Hanya Donghae yang sering mendengarnya bernyanyi dan menurutnya ia memiliki suara yang bagus. Kyuhyun juga sebenarnya tidak berniat untuk bergabung dengan klub vocal. Itu karena ia diseret sang Hyung untuk masuk ke sana di awal tahun pelajaran. Padahal Kyuhyun sudah berniat memilih klub karya ilmiah. Membosankan, itulah komentar Donghae saat Kyuhyun lebih memilih sesuatu yang mengandalkan kemampuan otaknya.

"Pesta kelulusannya akan diadakan setelah ujian akhir, itu berarti sekitar dua bulan dari sekarang. Kau masih memiliki banyak kesempatan untuk berlatih," lanjut Yesung ketika ia melihat Kyuhyun hanya diam, "bukankah Hyung mu juga akan lulus tahun ini, Kyu? kau tidak ingin mengesankannya dengan penampilanmu? Kulihat kalian berdua ini akrab sekali. Dia pasti sangat senang jika melihatmu tampil di atas panggung."

"Eh?" Kyuhyun tampak tersadar.

Ia tahu sang Hyung sangat mengagumi suaranya. Beberapakali Donghae bahkan membawanya ke karaoke keluarga, hanya untuk mendengarnya bernyanyi selama lebih dari satu jam. Kali ini mungkin memang sebuah kesempatan yang bagus. Sejak awal Kyuhyun ingin membuat Hyung nya senang. Ia ingin melakukan apapun hanya untuk melihat secercah senyuman di bibir Donghae.

"Kau mau?" Yesung bertanya sekali lagi

Kepala Kyuhyun pun mengangguk pelan, "ne, sunbae. Tapi… bolehkah aku tampil membawakan laguku sendiri?"

"Apa kau memiliki lagu sendiri?"

"Saat ini memang belum, sunbae. Tapi aku akan membuatnya. Itu… adalah lagu yang spesial,"

Yesung terkekeh dan mengacak gemas rambut ikal Kyuhyun, "aku mengerti. Hingga menjelang ujian akhir nanti, aku akan membantu menyelesaikan lagumu. Kau bisa menanyakan apapun yang tidak kau mengerti."

"Ne, sunbae, gomawo!" Kyuhyun menundukkan kepalanya dengan hormat

.

Kyuhyun tergesa berlari menyusuri lorong sekolah. Ia menelusup di antara siswa-siswa lain yang tengah berjalan santai di sana, menunduk hormat ketika bertemu dengan guru, kemudian berlari kembali menuju ke sebuah kelas. Beberapa kali ia merutuk sendiri ketika menyadari dirinya sudah terlambat menjemput sang Hyung, padahal pelajaran telah berakhir tiga puluh menit yang lalu. Salahkan saja dirinya yang menghabiskan banyak waktu untuk membantu Victoria, seorang yeoja teman sekelasnya, mengerjakan tugas.

Karena terburu-buru, Kyuhyun secara tak sengaja menubruk seseorang yang kebetulan melintas di belokan lorong. Tubuh mereka terhuyung, namun keduanya bisa menjaga keseimbangan sehingga tak perlu jatuh.

"Kyuhyun-ie, kau baik-baik saja?"

Dengan segera Kyuhyun mengangkat wajahnya, "Sungmin sunbae?" ia terkejut ketika melihat seorang namja yang baru saja menjadi korban penabrakannya. Ia mengenal sosok bergigi kelinci itu sebagai salah seorang teman sekelas Hyung nya.

"Kau berlari-lari di lorong seperti itu, apa yang terjadi?" tanya Sungmin dengan wajah khawatir

"Aku hanya… ingin mencari Donghae Hyung. Apa dia masih di dalam kelas, sunbae?" tanya Kyuhyun sedikit tak sabar

Sungmin menggelengkan kepalanya, "tadi dia memang masih di sana. Tapi dia keluar tak lama setelah bel berbunyi. Ada yang aneh dengan Donghae, tiba-tiba saja dia menjadi bingung dan gelisah. Aku memanggilnya berkali-kali, tapi dia mengacuhkanku. Bahkan dia lupa tidak mengemasi barang-barang dan tasnya. Apakah mungkin dia pulang, Kyu?"

Tubuh Kyuhyun menegang. Wajahnya tampak memucat seperti tak dialiri lagi oleh darah. Debaran jantungnya mulai tak menentu, seiring dengan ratusan bayangan buruk yang melintas di kepalanya. Tidak, ia tahu benar meninggalkan sang Hyung berjalan sendiri adalah suatu hal yang paling tak diinginkannya. Ia ingat kondisi Donghae sangat tidak baik, dia bisa saja tersesat meskipun berada di lingkungan sekolah yang telah menjadi tempat belajarnya selama tiga tahun.

Lalu dimana Donghae? Kyuhyun tentu saja menjadi panik. Ia tak bisa membiarkan sang Hyung berada di luar pengawasannya. Bagaimana jika terjadi sesuatu? Bagaimana jika dia pergi berjalan tanpa arah?

"Kyu, kau kenapa? Sebenarnya ada apa?" Sungmin sedikit khawatir melihat Kyuhyun yang hanya berdiri terpaku.

"G-gomawo, sunbae. Mian, aku harus pergi sekarang!"

Tanpa menunggu jawaban Sungmin, Kyuhyun segera membalikkan badannya dan berlari kembali. Dengan tergesa ia menuruni tangga hingga nyaris bertubrukan dengan beberapa orang yang bersimpangan dengannya. Kyuhyun menelusuri setiap ruangan di lantai bawah, memperhatian setiap wajah yang ditemuinya untuk mencari keberadaan sang Hyung. Ia mencoba untuk pergi ke ruang klub vocal, mungkin saja Donghae kesana untuk melihatnya latihan menyanyi, tapi tak ada siapapun di sana.

Ia melewati ruang klub dance, berpikir bahwa Donghae berada di sana bersama sahabat baiknya, Lee Eunhyuk. Namun di tempat itu hanya ada beberapa orang siswa tahun pertama seperti dirinya yang tengah berlatih. Kyuhyun terus berlari hingga tanpa sadar ia telah sampai di halaman belakang sekolah. Tak ada siapapun di sana. Tak ada sang Hyung. Pemuda berambut ikal itu mencoba untuk menenangkan napasnya yang memburu. Keringatnya sudah bercucuran dan jantungnya berdebar tak karuan akibat rasa lelah yang bercampur ketakutan.

Kepanikan semakin melanda Kyuhyun. Satu hal yang mungkin terjadi, Donghae telah berada di luar sekolah. Dan tentu saja keadaan itu akan lebih buruk. Jika saja Donghae mengingat jalan pulang, ia bisa menarik napas lega. Namun bagaimana jika tidak? Kyuhyun mengusak rambutnya dengan frustasi. Kenapa dirinya sama sekali tak bisa menjaga sang Hyung?

"Hyung… kumohon, jangan membuatku seperti ini…" Kyuhyun menyeka peluh yang mengalir di dahinya dengan lengan bajunya.

.

Sepasang mata milik namja brunette itu tampak bergerak-gerak liar. Sementara tubuhnya gemetar karena diserang rasa takut. Dia, Donghae, yang nyatanya tengah terpaku di sebuah penyeberangan jalan. Ia terlihat sangat kebingungan, bagaimana dan mengapa dirinya bisa berada di tempat itu sama sekali tak diingatnya. Entah sudah berapa lama ia berdiri di sana, tak bisa melakukan apapun, karena bahkan ia tak bisa menyeberang. Tak ada satu orang pun yang berniat untuk membantunya, mereka hanya menatap Donghae dengan pandangan aneh, kemudian pergi begitu saja.

Bagaimana caranya melewati jalan yang penuh dengan mobil-mobil berseliweran itu? Donghae mulai merasakan kepanikan melandanya. Kemana ia harus pergi? Kemana ia harus pulang? Sungguh, semua terasa gelap, tak terbersit sedikitpun dalam ingatannya. Tanpa sadar air mata mulai mengaliri pipinya yang pucat, seiring dengan rasa sakit yang merayapi kepalanya.

"Kyu… Kyuhyun… Kyuhyun…" bisiknya kemudian. Hanya wajah sang dongsaeng yang saat ini muncul dalam kepalanya. Sosok yang selalu menuntun dan melindunginya, kemana dia kini? Kenapa dia tak datang di saat Donghae membutuhkannya?

"Kau harus berjalan ketika mobil-mobil itu berhenti, Hyung. Kau ingat kan? Lihat baik-baik hingga lampu yang bergambar orang berjalan itu menyala hijau!"

Kata-kata itu terbersit dalam ingatannya. Donghae tercenung sejenak, mencoba untuk meresapi apa yang pernah diucapkan oleh sang dongsaeng. Ia lantas mengedarkan pandangannya, berusaha untuk mencari lampu yang dimaksud oleh Kyuhyun. Tak lama mata Donghae melihatnya. Lampu lalu lintas yang tak jauh dari tempat ia berdiri. Hijau. Donghae mengenali warna itu. Warna yang menunjukkan bahwa pejalan kaki boleh menyeberang, sementara mobil-mobil harus berhenti.

Masih dengan rasa takutnya, Donghae mulai menapakkan kakinya pada aspal bergaris-garis putih itu. Ia terus melangkah hingga tanpa sadar dirinya telah berdiri tepat di tengah jalan. Hanya tinggal beberapa meter lagi Donghae akan tiba di seberang. Namun sekali lagi benaknya kalut, karena pikirannya tak mampu memproses kemana ia akan pergi setelahnya.

Sampai kemudian, ia mendengar suara deru kendaraan yang melaju sangat cepat. Sinar yang amat terang menerangi wajahnya dari samping. Donghae refleks menoleh, ia mendapati sebuah sepeda motor yang bergerak cepat bersiap untuk menyambar tubuhnya. Tak ada reaksi, ia tak bergeming sedikitpun dari tempatnya berdiri. Donghae merasa kaku, ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Hingga ia hanya bisa memejamkan mata dan menunggu apapun yang akan terjadi.

Grepp!

Donghae merasakan seseorang telah mendekapnya dengan sangat erat, menariknya entah kemana, kemudian ia seperti terhempas ke atas tanah. Sakit, tentu saja, karena tubuhnya membentur aspal yang cukup keras. Bunyi berdecit memekakkan telinganya, disusul oleh jerit beberapa orang. Donghae merasakan seluruh dunianya berputar, hingga ia tak mampu melihat apapun selain buram dan gelap.

"Hyung, Donghae Hyung! Buka matamu! Katakan kau baik-baik saja! Donghae Hyung!"

Seseorang mengguncangkan tubuhnya. Suara yang sangat familiar itu perlahan bisa ia dengar. Dekapan hangat yang juga dikenalnya itu membuat Donghae berani untuk membuka matanya. Setelah beberapa detik yang buram, akhirnya ia menemukan seraut wajah yang terlihat sangat panik. Kyuhyun, itu Kyuhyun, sang dongsaeng yang entah bagaimana bisa menyelamatkan dirinya.

"Donghae Hyung, ini aku… kau mengenaliku?"

Sebuah anggukan kecil menjadi satu-satunya jawaban Donghae. ia terlihat sangat shock, hingga ia hanya bisa memeluk erat tubuh Kyuhyun dan membenamkan wajah di dadanya. "Aku… aku takut… aku takut… takut…" Donghae berbisik dan menangis terisak-isak disana.

Kyuhyun mengusap lembut rambut sang Hyung dan membisikkan kata-kata untuk menenangkannya, "aku sudah berada di sini, Hyung. Kau tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja…"

Meskipun saat ini tanpa diketahui oleh Donghae, kedua mata Kyuhyun tengah menatap geram pengendara motor bodoh yang nyaris saja menimbulkan kecelakaan. Tentu saja, Kyuhyun melihat saat pria paruh baya yang sedang berdiri dengan canggung itu telah melanggar lalu lintas. Jika saja ia tidak bertindak cepat entah apa yang terjadi pada Hyung nya.

"Kalian tidak apa-apa?" seorang pria berbadan tegap yang memakai seragam khas kepolisian menghampiri mereka berdua. Ia terlihat cemas melihat Donghae yang terus menangis di pelukan Kyuhyun. "Bagaimana jika kupanggilkan ambulance? Aku rasa kalian harus diobati di rumah sakit."

Kyuyun hendak mengucapkan sesuatu ketika tiba-tiba ia mendengar suara teriakan Dongae yang teredam, "tidak! Aku tidak mau kesana! Aku ingin pulang… bawa aku pulang… bawa aku pulang, Kyu…"

"Kami tidak membutuhkan itu," Kyuhyun menjawab sang petugas polisi dengan sopan, "cukup tangkap saja orang yang hampir saja melukai Hyung ku."

Ia membantu Donghae berdiri, sebelum kemudian menaikkan tubuh yang gemetar itu ke punggungnya dan segera membawa sang Hyung pergi dari tempat mengerikan tersebut.

"Mianhe, Appa… ini semua adalah salahku…"

Tuan Lee hanya menarik napas berat. Ia mengusap wajahnya yang lelah, sembari sesekali ia mengerling sebuah pintu ruangan yang tertutup di sebelahnya. "Jangan menyalahkan dirimu seperti itu, Kyu…" ia berucap sembari menepuk pelan bahu Kyuhyun, "Appa merasa bangga karena kau bisa menjaga Hyung mu. Coba saja jika kau tak ada di sana saat itu, entahlah apa yang akan terjadi."

"Tapi, Hyung berada di sana karena aku terlambat menjemputnya. Aku… aku benar-benar takut, Appa. Aku tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Donghae Hyung…" Kyuhyun menangkup mulutnya dengan sebelah telapak tangan, mencoba meredam isakan yang siap keluar. Ia benci terlihat lemah, namun saat ini ia tengah merasa begitu tidak berguna.

"Tidak apa-apa, Kyuhyun-ah… saat ini Park uisa tengah merawatnya. Semua pasti akan baik-baik saja," kata Tuan Lee menenangkan.

Tak lama berselang, pintu kamar itu terayun membuka. Seorang pria muda yang memakai jas putih keluar dari sana dengan diikuti oleh Nyonya Lee.

"Bagaimana, Dokter Park? Apa Donghae baik-baik saja?" tanya Tuan Lee sedikit tak sabar

Dokter yang memiliki lesung pipit itu tersenyum dan mengangguk, "kondisinya stabil. Dia hanya mengalami sedikit lecet saja. Tapi, ada beberapa hal yang harus saya katakan pada Tuan dan Nyonya, ini… tentang penyakit yang diidap oleh Donghae…"

Nyonya Lee tampak memandang suaminya dengan sendu, sebelum kemudian ia mengangguk pada sang dokter, "baiklah, mari kita bicarakan di bawah, Dokter Park. Kyu, masuklah dan jaga kakakmu."

Kyuhyun hanya mengangguk, namun sebelum ia masuk ke dalam, Dokter Park mencengkeram lengannya dengan kuat. Seketika Kyuhyun mendesis ketika merasakan perih di sana.

"Kau juga terluka kan? Nanti akan kuobati. Jadi, jangan kemana-mana,"

"Ne, Jungsoo Hyung," kata Kyuhyun sembari menggaruk tengkuknya. Ia memang tak merasakan luka lecet di bagian lengan kirinya itu. Rasa sakitnya menghilang karena tertelan rasa khawatirnya pada sang Hyung.

"Jadi, apakah kesehatan anakku sudah menunjukkan perkembangan?" Tuan Lee bertanya ketika mereka bertiga telah duduk saling berhadapan di sofa ruang tengah.

"Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, Alzheimer bukanlah penyakit yang sembarangan. Dari kejadian kali ini, kita mulai tahu penyakit Donghae bertambah serius. Pada saat diagnosanya setahun yang lalu, ia masih melupakan hal-hal kecil seperti lupa pada isi percakapan yang baru saja dilakukan, tapi kini ia mengalami kesulitan membedakan warna dan bahkan lupa arah jalan pulang. Saya rasa, penyakit ini semakin berat, Tuan…" jawab Park Jungsoo seadanya karena memang ia tidak berbohong.

"Lalu kami harus bagaimana, uisanim?" Nyonya Lee bertanya dengan suara bergetar menahan tangis, "aku tak bisa diam saja melihat anakku sakit separah itu. Dia selalu merasa bersalah setiap kali ia lupa pada sesuatu. Tolong katakan apa yang harus kami lakukan untuk menyelamatkannya?"

"Saya menyarankan… sebaiknya dia dirawat di rumah sakit saja. Alzheimer memang belum ditemukan pengobatannya, tapi kita bisa melakukan terapi untuk membantunya mengingat kembali apa yang ia lupakan. Tapi memang… untuk saat ini, saya juga tak mampu berbuat banyak. Sebaiknya keluarga selalu memberinya perhatian, jangan biarkan ia terlalu tertekan dan merasa sendiri. Kebanyakan penderita Alzheimer bisa saja mengalami perubahan kepribadian. Dan lagi… Donghae mungkin akan melupakan kita semua. Karena itu… kita harus menguatkannya apapun yang terjadi…" jelas Jungsoo.

Nyonya Lee semakin terisak, sementara sang suami merangkul bahunya, "tidak… uri Hae pasti akan tetap kuat… dia tidak akan melupakan kita…" bisik wanita itu dengan penuh harap.

Kyuhyun yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan itu di ujung tangga hanya mampu terdiam. Ia merosot di sana, terduduk di atas lantai yang dingin sembari memeluk kedua lututnya.

"Hyung…" ia berbisik dan menangis seorang diri.

Berminggu-minggu kemudian, Donghae nyatanya telah kembali seperti sediakala. Ia tetap bersemangat dan ceria. Setiap malam mengganggu Kyuhyun belajar dengan ocehannya, memintanya untuk menyanyi, dan bahkan membuat bangau kertas. Ia tersenyum bahagia di depan kedua orang tua dan sang dongsaeng, bersikap seolah dirinya adalah remaja normal dan sehat.

Namun nyatanya, senyuman itu hanya untuk menyembunyikan keadaan dirinya yang semakin memburuk. Donghae, ia semakin sering melupakan sesuatu. Tak jarang ia memakai kaos kaki dengan warna yang berbeda, salah mengancingkan baju, tak bisa menggenggam sendok dengan benar, dan bahkan ia semakin sulit mengenali orang-orang yang sering ditemuinya. Penyakit mengerikan bernama Alzheimer itu sedikit demi sedikit menggerogoti setiap ingatan Donghae.

Dan mau tak mau, hal ini membuat Kyuhyun semakin menjaga Hyung nya. ia tak ingin melihat Donghae jauh darinya sedetikpun. Ia yang selalu memendam miris setiap kali melihat Hyung nya kebingungan dan gelisah, namun harus bersikap setegar mungkin agar keadaannya tidak bertambah buruk. Kyuhyun hanya berharap dan terus berharap, ketakutannya tak akan pernah terjadi. Donghae tak akan pernah melupakan dirinya dan juga keluarganya.

Di suatu sore, kedua bersaudara itu sedang berdiri di halaman rumah mereka, mengantar kepergian sang Appa dan Eomma yang harus kembali melanjutkan perjalanan bisnis. Nyonya Lee tampak tak rela meninggalkan anaknya selama hampir satu minggu. Tapi bagaimanapun, ia memang harus melakukannya hanya untuk kebaikan Donghae dan juga Kyuhyun.

"Hubungi kami jika terjadi sesuatu. Jaga Hyung mu baik-baik, Kyu… Appa dan Eomma sangat mengandalkanmu, sayang…" kata Nyonya Lee sebelum ia berjinjit untuk mencium kening Kyuhyun

"Aku mengerti, Eomma. Cepatlah kembali, kami akan menunggumu," sahut Kyuhyun

Nyonya Lee tersenyum dan mengangguk. Ia kemudian beralih pada Donghae. Dipeluknya dengan erat tubuh sang putra sulung, kemudian mencium kening dan pipinya, "kau akan baik-baik saja selama kami pergi kan? Tolong berjanjilah untuk tidak membuat kami cemas, Hae."

"Gwaenchana, Eomma. Jangan khawatirkan aku dan kembalilah setelah urusan kalian selesai," jawab Donghae sembari membalas pelukan Eomma nya.

Tuan Lee yang sedari tadi hanya diam di sisi sang istri pun bergerak untuk memeluk putranya. Ia mendekap Kyuhyun pertama kali, membisikkan kata-kata yang hanya dijawab Kyuhyun dengan anggukan pasti. Kemudian ia beralih pada Donghae. Didekapnya tubuh yang mungil itu erat. Seolah Tuan Lee takut Donghae akan menghilang jika pelukan itu terlepas.

"Semuanya akan baik-baik saja, Appa…" bisik Donghae

"Ya, kau benar. Kau akan baik-baik saja, anakku…" balas Tuan Lee

Kini saat keberangkatan pun semakin dekat. Tuan Lee sudah masuk ke dalam mobil, menunggu sang istri yang tampak masih sibuk menyampaikan pesan-pesan kepada dua orang putranya. Terkadang Nyonya Lee merasa sikapnya memang terlalu berlebihan, baik Donghae maupun Kyuhyun telah beranjak dewasa, namun tetap saja ia merasa cemas. Apalagi jika diingatnya salah seorang dari anak itu tengah mengidap penyakit yang parah.

Setelah mengecup mereka untuk terakhir kali, Nyonya Lee masuk ke dalam mobil, tepat di sisi suaminya yang duduk di kursi kemudi. "Sampai jumpa, sayang. Eomma menyayangi kalian berdua!" seru wanita itu dari balik jendela. Ia ingin sekali meminta agar suaminya tidak buru-buru menjalankan mobil itu. Namun apa boleh buat, nyatanya roda kendaraan mereka telah bergerak.

"Kau tidak perlu khawatir, sayang…" bisik Tuan Lee sembari menatap dua orang putranya yang melambai-lambai melalui kaca spion. "Kau percaya pada Kyuhyun kan? Dia pasti bisa menjaga Donghae."

"Ya… kau benar, yeobo…" bisik Nyonya Lee sembari memejamkan matanya untuk mengusir perasaan takutnya yang mulai tak menentu.

Di malam hari, rumah menjadi lebih sepi. Kyuhyun sedang sibuk di dapur, menghangatkan makanan yang telah disiapkan oleh Eomma nya. Sesekali ia melongokkan kepala untuk melihat keadaan Donghae yang duduk di sofa ruang tengah. Dilihatnya sang Hyung masih berada dalam posisinya, menonton televisi yang memutar acara anak-anak. Sesekali ia bisa mendengar tawa kecil Donghae, membuatnya ikut tersenyum senang.

"Mari makan, Hyung…" ucap Kyuhyun sembari membawa nampan yang penuh terisi makanan

"Ne, Kyuhyun-ie…" jawab Donghae

"Makanlah yang banyak. Eomma memasak makanan kesukaanmu. Lihat, ada banyak sayur-sayuran di sini," kata Kyuhyun sembari meletakkan lauk di atas nasi untuk Donghae. Ia kemudian meraih sumpit dan membantu Donghae untuk memegangnya. "Makanlah, Hyung…"

Donghae hanya mengangguk. Ia lantas menggerakkan sumpit di tangannya, bermaksud untuk mengambil nasi yang berada di mangkoknya. Namun kemudian, Donghae tampak bingung. Ia tak tahu bagaimana cara kerja sumpit tersebut. Beberapa kali ia mencoba mengambil apapun yang berada di mangkoknya, tapi ia tidak bisa. Hingga yang terjadi hanyalah makanan Donghae mulai tercecer kemana-mana.

"Akan kubantu, Hyung…" kata Kyuhyun sambil meraih tangan Donghae. Ia ambil sumpit itu, kemudian diletakkannya begitu saja. "Buka mulutmu…"

Donghae hanya menuruti apa yang dikatakan oleh Kyuhyun. Ia memakan apapun yang disuapkan sang dongsaeng padanya. Sementara Kyuhyun tak peduli pada rasa laparnya, bahkan ia lupa makanannya sendiri yang mulai mendingin.

Seperti biasanya, Kyuhyun berpindah ke kamar Donghae untuk belajar. Ia menenteng meja belajar kecilnya yang dipenuhi oleh buku-buku. Saat ia masuk ke dalam, dilihatnya sang Hyung tengah duduk di lantai sambil bersandar pada ranjang. Ada sebuah kertas yang tengah di genggam Donghae. Kyuhyun berpikir Hyung nya tengah membuat origami seperti biasa, namun nyatanya Donghae hanya meremas-remas kertas tersebut.

"Kenapa kau tidak membuat origami? Bukankah jumlahnya masih kurang banyak?" tanya Kyuhyun sembari duduk di hadapan Donghae.

Sepasang mata coklat itu menatap Kyuhyun lekat-lekat, "Kyu…" panggil Donghae dengan suara bergetar. Ia mengalungkan lengan kurusnya di leher Kyuhyun, kemudian menarik sang dongsaeng lebih dekat dengannya. "Maafkan aku… maafkan aku…" bisik Donghae berulang-ulang.

Kyuhyun merasakan tubuh mungil yang mendekapnya itu tengah gemetar dan suara-suara isakan tertahan yang memasuki gendang telinganya membuat ia yakin Donghae tengah menangis. Hati Kyuhyun mencelos. Ia merasakan perih yang begitu menyengat di sana. Seolah setiap tetes air mata Donghae yang terjatuh di bahunya memberikan hujaman tak terlihat yang menembus jantungnya.

"Kenapa kau meminta maaf…?" tanya Kyuhyun sembari membalas pelukan sang Hyung.

"Aku tak berguna…" jawab Donghae lirih, "aku tak berguna… aku lupa segalanya… aku bodoh… aku sangat bodoh…"

Kyuhyun memejamkan matanya rapat. Tak kuasa mendengar setiap kata yang terucap dari bibir Donghae. "Tidak ada yang mengatakan kau seperti itu, Hyung. Kau sangat berharga. Kau adalah Hyung terbaik yang pernah kumiliki."

"Jangan berbohong!" Donghae tiba-tiba saja membentak. Ia mendorong tubuh Kyuhyun sekuat tenaganya, "kau pasti malu memliki Hyung sepertiku! Aku tak berguna! Aku bahkan membuatmu selalu melindungiku, membuatmu kerepotan karena aku! Katakan kau benci padaku, Lee Kyuhyun!"

"…kebanyakan penderita Alzheimer bisa saja mengalami perubahan kepribadian…"

Kyuhyun teringat kalimat yang pernah diucapkan dokter Park Jungsoo beberapa waktu yang lalu. Ia menyaksikan saat Donghae menangis semakin keras, tangannya meraih apapun yang ada di dekatnya, kemudian dilemparkan ke sembarang arah. Kyuhyun dengan cepat melakukan tindakan. Ia meraih kedua tangan Donghae, menguncinya dalam genggaman kuatnya untuk mencegah ia melempar sesuatu lagi.

"Lepaskan aku! Kau membenciku… kau akan menjauh dariku! Kau tak akan mau memiliki Hyung sepertiku…" racau Donghae di sela tangisannya.

"Itu tidak benar, Hyung…" Kyuhyun mencoba untuk membujuk. Ia memeluk tubuh Donghae dengan erat, meskipun sang Hyung memberontak di sana, "aku tak akan pernah membencimu apapun yang terjadi. Biarpun kau lupa padaku, aku tidak akan peduli. Asalkan kau tetap bersamaku, asalkan aku bisa melindungi dan menjagamu, itu sudah cukup…" ucapnya dengan suara yang mulai terdengar gemetar.

"Pembohong! Kau pembohong! Apa kau buta, huh?! Kau tidak lihat bagaimana kondisiku sangat mengerikan!" teraik Donghae

Kyuhyun merasakan Donghae memukuli bagian dadanya dengan cukup keras. Ia tahan kedua tangan itu dan semakin mengeratkan pelukannya, "aku tak berbohong, Hyung. Aku juga tidak buta! Aku serius dengan semua ucapanku!" teriak Kyuhyun. Ia merasa begitu perih dengan setiap kata yang diucapkan Donghae, hingga tanpa disadarinya ia telah menangis.

Gerakan Donghae untuk terlepas dari pelukan Kyuhyun mulai terhenti. Ia menyerah di sana, membiarkan kehangatan tubuh itu melingkupi dirinya. Dirasakannya sentuhan lembut Kyuhyun yang mengusap punggung dan rambutnya berulang-ulang.

"Lalu apa… apa yang bisa kulakukan untukmu, Kyu…?" tanya Donghae

Kyuhyun menjatuhkan air matanya di antara helaian rambut brunette Donghae. Ia benci saat melihat dirinya cengeng di mata sang Hyung, namun apa boleh buat, Kyuhyun merasa dia sudah berada di ambang batasnya, "kau sudah melakukan banyak hal untukku, Hyung. Aku mohon… jangan merasa buruk karena justru akulah yang melindungi dan menjagamu. Aku melakukan semuanya dengan tulus, karena aku sayang padamu, Hyung. Jika kau ingin melakukan sesuatu untukku, cukup berbahagialah. Melihatmu tersenyum adalah caramu untuk menjaga dan melindungiku…"

"Aku begitu lelah… aku lelah melihat kalian sedih karena diriku. Aku tak bisa membuat kalian terus seperti ini…" ungkap Donghae dengan pilu, ia mencengkeram kuat kaos yang dipakai Kyuhyun di bagian punggungnya.

"Jangan takut, Hyung… kami semua akan tetap berada di sisimu. Tak akan ada yang meninggalkanmu. Aku janji…" bisik Kyuhyun tanpa sedikitpun keraguan dalam suaranya. Kyuhyun melonggarkan sedikit pelukan mereka, ia menghapus air mata di wajah Donghae dan tersenyum lembut ke arahnya, "kalau begitu, ayo kita buat banyak origami lagi, Hyung. Kita harus membuatnya hingga seribu ekor kan? Dan kita bisa mengucapkan permohonan setelah itu!"

Dan Donghae hanya bisa tersenyum setelahnya, ia usap air matanya dan memandang pasti ke arah Kyuhyun, "iya…", jawabnya singkat.

Hingga beberapa jam setelahnya, kamar itu telah berubah menjadi lautan origami. Ratusan bangau kertas terserak di lantai, beberapa diantaranya berjejer di atas meja. Kyuhyun, ia yang nyatanya melupakan niatnya datang ke kamar itu untuk belajar, dengan telaten melipat satu per satu kertas warna-warni yang tersisa. Sesekali ia tersenyum saat melihat sosok yang tengah tertidur dengan kepala bersandar pada bahunya.

"Mimpilah yang indah, Donghae Hyung… dan tetaplah mengingatku saat kau bangun nanti…" sepenggal kalimat yang senantiasa diucapkan Kyuhyun untuk Hyung nya. Sebuah harapan terbersit di sana, harapan yang tak akan pernah terkikis oleh waktu.

Mengukir kenangan sebanyak-banyaknya. Itulah yang ingin dilakukan Kyuhyun sekarang. Ia tak mau menyesal jika saja ingatan Donghae semakin menipis suatu saat nanti. Ia ingin menjadi orang yang menceritakan pada Hyung nya, menuturkan setiap cerita tentang mereka, semua moment yang kini telah diabadikan Kyuhyun dalam jepretan kameranya. Ia mengambil gambar Donghae yang tengah tersenyum riang di sana, bermain-main dengan anak-anak yang ditemuinya di taman.

"Kyu, kau tak ingin bermain?" tanya Donghae sembari melambaikan tangannya

"Aku duduk saja dan melihatmu, Hyung," jawab Kyuhyun sembari menjatuhkan dirinya di rerumputan yang lembut

Donghae tampak mengerucutkan bibirnya, "jangan bilang kau sedang mengerjakan matematika di tempat seperti ini!"

Kyuhyun hanya mengangkat sebelah alisnya, mengerling buku bergaris-garis yang tengah berada dalam genggamannya. Nyatanya itu sama sekali tidak terlihat seperti buku pelajaran, "tidak, aku hanya sedang menulis sesuatu, Hyung."

"Eoh?" Donghae tampak mengernyit. Ia berjalan menghampiri Kyuhyun dan duduk bersila di hadapannya, "kau sedang apa, Kyu?"

"Aku membuat lagu," jawab Kyuhyun sambil mengusak rambut ikalnya

"Jinja? Kau membuat lagu? Bisakah kau nyanyikan untukku?" pinta Donghae

Kyuhyun hanya terkekeh, "itu belum jadi, Hyung. Kau harus menunggu jika ingin mendengarkannya."

"Aissh… aku sangat penasaran, Kyuhyun-ie," sahut Donghae sembari menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

"Sudahlah, sebaiknya Hyung bermain lagi. Aku akan menunggu di sini hingga kau selesai,"

Menjelang petang, mereka pun meninggalkan tempat itu. Kini keduanya tengah berjalan untuk pulang ke rumah. Kyuhyun tak melepaskan genggamannya pada tangan Donghae, sementara sang Hyung sendiri tengah mengoceh di sisinya. Menceritakan setiap film yang pernah ia tonton kepada Kyuhyun, namun dengan alur yang salah karena Donghae tak bisa mengingatnya dengan baik.

"Kyuhyun-ie, bukankah kertas kita untuk membuat origami sudah habis? Berapa lagi yang harus kita buat?" tanya Donghae

"Kita membutuhkan tiga ratus tujuh puluh lima lagi, Hyung," jawab Kyuhyun

"Sebanyak itukah? Ternyata membuat seribu origami memang tidak semudah yang kubayangkan," ucap Donghae sembari terkekeh pelan.

"Tenang saja, kita pasti akan segera menyelesaikannya, Hyung…"

Donghae tersenyum setelahnya, kemudian ia menyeret adiknya menuju ke sebuh toko alat tulis. Mereka memilih kertas yang akan digunakan untuk membuat origami. Donghae lebih menyukai kertas yang berwarna krem sekarang. Kertas bernuansa lembut dan dihiasi oleh bunga-bunga kecil yang tergambar samar.

Setibanya mereka di rumah, Kyuhyun mendadak harus dikejutkan ketika ia melihat hidung Donghae telah mengeluarkan darah. Cairan berwarna merah gelap itu mengalir deras, bahkan hingga menetes ke baju yang dipakai oleh Donghae. Kyuhyun terlihat panik, namun ia mencoba untuk tetap tenang. Dengan hati-hati, dibimbingnya sang Hyung untuk duduk di sofa ruang tamu. Kemudian ia berlari untuk mengambil sebuah baskom yang berisi air hangat dan selembar handuk.

"Mendongaklah, Hyung," kata Kyuhyun sambil membantu Donghae mengangkat kepalanya. Ia mencelupkan kain handuk itu ke dalam air, memerasnya sedikit, sebelum mengusapkan lembut ke hidung Donghae.

"Aku tak apa…" Donghae mencoba berucap untuk menenangkan sang dongsaeng.

Kyuhyun hanya terdiam. Nyatanya ia mengetahui Donghae tengah berusaha untuk berbohong. Ia bisa melihat rona wajah Hyung nya semakin memucat. Keringat dingin mulai mengalir perlahan dari pelipis Donghae. Sementara darah yang telah berusaha dibersihkannya itu semakin banyak, bahkan kini air yang berada di dalam baskom telah berwarna kemerahan.

"Sakitkah? Katakan sesuatu jika itu sakit, Hyung," pinta Kyuhyun

"Sungguh aku tak apa," Donghae berucap lirih, ia tersenyum di antara kernyitan yang mulai muncul di wajahnya, "tetaplah… tetaplah di sini… Kyu…"

"Aku tak akan pergi kemana-mana. Tolong katakan padaku, bagian mana yang terasa sakit, Hyung. Jangan menahannya," Kyuhyun berkata seolah ia memohon

Donghae tak menjawab setelahnya, ia memilih untuk menyandarkan kepalanya pada dada Kyuhyun. Deru nafasnya mulai terdengar berat dan tak teratur, "dingin…" hanya itulah yang bisa dikatakannya.

Kyuhyun tercekat. Ia segera memeluk tubuh kecil yang ringkih itu seerat yang ia bisa. Diusapnya punggung dan rambut Donghae bergantian. "Aku akan membawamu ke rumah sakit, Hyung,"

Donghae menatap wajah Kyuhyun di sisa-sisa kesadarannya. Satu tetes air mata mengalir begitu saja. Ia tak mampu bernapas dengan baik dan memilih untuk terkulai di dalam pelukan hangat Kyuhyun. Ia bisa mendengar sang dongsaeng berseru, memanggil namanya berkali-kali. Namun rasa lelah yang dirasakan Donghae tak mampu dilawannya. Pada akhirnya kedua bola mata itu mengatup. Terpejam dengan sempurna.

"Hyung! Donghae Hyung!"

Kyuhyun berteriak panik. Ia berusaha untuk mengguncangkan tubuh Hyung nya, namun Donghae tetap tak bereaksi. Jantung Kuyuhyun mulai berpacu cepat akibat rasa takut, namun ia harus tetap tenang jika ingin menyelamatkan nyawa Donghae. Ia menggendong Hyung nya dengan mudah dan berlari untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.

"Kumohon… jangan sekarang, Tuhan… jangan sekarang…" Kyuhyun memohon dalam hatinya.

.

.

.

"kau siapa…? Aku tidak mengenalmu…"

T.B.C

A/N:

Lagi-lagi saya nulis cerita gaje XD… terlalu cheesy kah ff nya? nggak tahu kenapa saya kok seneng banget nyiksa abang saya, Mas Donghae, di setiap ff saya. Sekali lagi saya kasih tahu cerita ini adalah twoshot. Jadi, chapter yang akan saya update berikutnya akan menjadi chapter yang terakhir. Hihihihi…

Oh iya, adakah reader yang mau mengusulkan lagu apa yang akan diciptakan Kyu oppa dalam ff ini?

**Mind to RnR?**