Itachi PoV

Seminggu lalu adalah ulang tahun adik kesayanganku yang ke tujuh belas. Dan lihatlah anak manis itu kini sudah bukan anak-anak lagi, tubuhnya bertambah tinggi dan terlihat gagah, lehernya lebih jenjang dan dadanya terlihat sedikit kekar, ketampanannya yang sudah dibawa sejak kecil kini semakin bercahaya, suaranya terdengar lebih rendah, tatapan matanya lebih sayu, dan dia sedikit lebih pendiam dibandingkan masa kanak-kanaknya dulu.

Adikku yang manis.

Dan setelah hari itu juga, aku mulai merasa ada yang aneh didalam diriku tiap kali melihat sosok indah itu, berada didekatnya membuatku sangat tidak nyaman, mendengar suaranya membuat sekujur tubuhku bergetar hebat.

Karma.

Dulu, dialah yang selalu berlari ke arah ku, mengejarku, bermanja padaku, menyambutku pulang, bermain, mandi bersama, hingga diam-diam masuk ke kamarku karena ia takut tidur sendirian. Kini, entah sudah berapa lama aku tak bertemu dengan adikku yang seperti itu, sedemikian kejamnya waktu merebut adik manisku dari surgaku. Walaupun, dimataku dia tetap adikku yang manis, manja dan cengeng.

Aku merindukan semuanya. Tidak, aku ingin lebih dari itu—mungkin.

"Itachi, malam ini ada rencana?" Tanyanya.

Aku sedikit mengangkat kepalaku dari koran yang kubaca, dan kulihat adikku sedang menenggak sebotol jus tomat kesukaannya dengan hanya memakai singlet untuk menutupi tubuhnya. Aku merasa air liurku mulai berkumpul dimulutku dan aku hanya bisa menelannya. Kulit putih dan mulus tak ternoda itu, aku tak kan membiarkan siapapun menyentuhnya.

Kecuali aku.

Aneh? Tentu saja, aku kakaknya namun memiliki hasrat yang berbeda pada adikku sendiri. Tapi, persetan. Salahkan Kami-sama yang menciptakan adikku sedemikian indahnya hingga makhluk manapun tak kan tahan berlama-lama berada didekatnya. Aku ingin semua yang ada dalam dirinya. Aku ingin menodainya. Tak boleh ada yang memiliknya selain aku. Aku ingin mematahkan sayapnya hingga ia tak bisa terbang dan menyerahkan hidupnya untukku.

Kakak yang jahat. Itulah aku.

"Entahlah, mungkin aku akan ke rumah Deidara karena ada bahan yang harus ku diskusikan untuk seminar akhir pekan mendatang.." Jawabku sambil kembali membaca koran yang tadi sempat terjeda.

Sedikit menaikkan mataku dibalik kertas besar dihadapanku, aku melihat adikku mengerutkan bibirnya. Manis sekali kan? Memang ia hanya bisa menunjukkan sikap manjanya pada kakaknya saja. Hanya padaku. Aku .

"Jadi, kau tak punya waktu untukku?" Tanyanya lagi.

Aku mengangkat bahuku.

"Begitulah, Maaf Sasuke.." Jawabku singkat.

Siapa yang tahan berdua dengan makhluk berbahaya itu dirumah tanpa ayah dan ibu, malam hari dan disaat tubuhku bereaksi aneh pada adikku dan perasaanku berantakan jika memikirkannya? Terlalu beresiko. Aku bisa menyerangnya dan hancurlah duniaku. Image kakak sempurna yang sudah tertanam subur didalam diri Sasuke akan pecah berkeping-keping jika hal hina tersebut terjadi. Aku harus hati-hati.

Terdengar olehku, Sasuke menyudahi minumnya dan mengembalikan botol jus yang masih tersisa setengahnya tersebut ke dalam kulkas dan menutupnya. Dan tak kusangka ternyata ia berjalan ke sofa tempatku duduk dan menjatuhkan badannya dengan berat di sampingku. Lalu mengambil koran yang kubaca. Aku tahu ia sedang mencari perhatian padaku. Bukan hal yang aneh.

"Kenapa, Sasuke?" Tanyaku agak bingung.

Malaikat kecil itu menarik nafas berat, raut mukanya menggambarkan kegelisahan. Sepertinya ia ingin menyampaikan sesuatu tapi tak bisa. Aku tak ingin memaksanya.

"Berarti nanti aku sendirian?" Ia balik bertanya.

Aku tertawa kecil.

"Kau takut?" Ledekku iseng yang dijawab dengan death glare dari mata hitamnya.

Ia beringsut dan melipat lututnya ke dadanya.

"Aku tujuh belas tahun, Itachi.."

Aku hanya mengusap rambutnya dan menyentil keningnya dengan dua jariku. Kebiasaanku untuk menggoda adik kecilku sejak dulu. Walaupun Sasuke marah kuperlakukan seperti itu, tapi aku tahu ia tak membencinya. Aku tahu ia mengerti bahwa aku menyayanginya.

"Karena itukah kau tak memanggilku 'kakak' lagi?" Aku mengalihkan pembicaraan.

Sasuke memalingkan wajahnya dengan bibir yang berkerut manis. Tujuh belas tahun namun bagiku dia tetap adik kecil yang selalu membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari kakaknya. Akulah yang terdekat baginya. Bahkan dibandingkan kedua orang tua kami.

"Itachi, kau menyebalkan.." Hanya itu yang menjadi jawabannya.

Sepuluh menit berlalu dan Sasuke tak juga beranjak dari sisiku, aku mulai merasa getaran itu datang lagi. Tubuhku mulai sedikit terasa panas, nafasku sedikit berat, sepertinya keringatku mulai membasahi keningku. Semoga Sasuke tak menyadarinya, atau ia akan khawatir padaku karena menganggapku sakit.

Ya, aku sakit. Sakit jiwa. Jatuh cinta pada adikku sendiri. Itu gila. Tapi, tak bisa dihindari lagi, aku tak bisa lari.

"Kalau begitu, aku pinjam laptopmu, jangan lupa modemnya.."

Setelah berkata begitu, Sasuke bangun dari duduknya, sedikit melegakanku. Dan kulihat ia berjalan menuju kamar mandi dengan handuk yang tersampir di pundaknya. Tentu saja tak lama kudengar pintu kamar mandi tertutup dan suara keran dan guyuran air mulai membuat gaduh kamar mandi.

.

.

.

.

Selepas makan malam.

"Sasuke, aku berangkat.." Pamitku sambil meraih kunci mobil yang tergantung di balik pintu kamar.

Yang kupamiti hanya meluruskan pandangannya ke laptop dengan jari yang cekatan menekan keyboard 'ASDW' sementara tangan kirinya intens menekan mouse dengan cepat. Begitulah, entah sejak kapan adikku ini jadi tergila-gila dengan game online. Tak masalah, toh kecerdasannya tak berkurang. Itu lebih baik dari pada ia menghabiskan waktunya di luar, bersama teman-temannya yang tak jelas pergaulannya. Aku tak ingin ia terjerumus ke pergaulan yang buruk.

"Kau kunci saja pintunya, aku tak kemana-mana lagi dan aku punya kunci cadangan kalau darurat.." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

Aku hanya mengangguk dan keluar dari kamar dan kudengar adikku berteriak kesal. Sepertinya karakter game nya mati, atau ia kalah perang, atau entahlah apapun itu. Aku menarik nafas panjang dan keluar rumah menyalakan mobil setelah mengunci pintu utama. Lalu berangkat.

Sebenarnya, urusanku dengan Deidara tak seberapa penting, aku murni hanya ingin menghindari Sasuke tanpa ayah dan ibu dirumah. Terlalu berbahaya seperti yang kubilang tadi, biasanya pun aku masih di kampus hingga larut malam, namun karena hari ini mata kuliahku kosong hanya beberapa make-up, maka sejak siang tadi aku sudah berada dirumah. Begitupun aku tak menyangka bahwa mendadak ayah dan ibu harus pergi ke Tokyo karena ada pertemuan penting dengan klien dari luar negeri yang akhirnya terpaksa 'menitipkan' anak bungsu mereka pada kakak sulungnya yang paling baik.

Menitipkan seekor kelinci pada seekor ular, itu baru benar. Mimpi buruk.

Aku hanya tak ingin menyerang adikku dengan buas. Aku akan bunuh diri jika melihat airmata mengalir dari matanya akibat perbuatanku. Itu saja.

Bodoh.

Setelah lampu rambu lalu lintas berganti hijau, saat itu juga aku tersadar bahwa ponselku tertinggal. Aku baru ingat bahwa aku mengecas HP ku di dapur karena kamarku digunakan Sasuke untuk bermain game di laptopku. Tak heran jika aku melupakannya. Aku pun memutar balik mobilku dan mengarahkan mobilku kembali menuju rumah.

Sesampainya dirumah, aku pun bergegas masuk dan berlari ke arah dapur dan mengambil ponselku, dan bermaksud mengembalikan charger ke kamarku. Aku pun naik ke atas menuju kamar.

"Nii-saann.."

Jantungku berdegup kencang saat ku sentuh anak tangga terakhir terdengar suara adik kesayanganku sayup-sayup memanggil namaku. Kekhawatirkan langsung menderaku, aku berfikir adikku kesakitan dan membutuhkan pertolonganku. Apa yang terjadi padanya? Apa dia baik-baik saja? Aku pun mempercepat langkahku dan langsung memutar kenop pintu.

Namun..

"Ahh.. Kakak.."

Aku membeku, suara itu sama sekali tidak menunjukkan rasa sakit, memang terdengar bergetar, namun bukan kesakitan, lebih terdengar seperti memohon, mendesah, meminta, melenguh. Aku mengurungkan niatku yang hampir menerobos masuk dan hanya membuka pintu sedikit. Perlahan menghindari Sasuke menyadari kedatanganku.

Spontan aku merasa lututku melemas. Pandanganku mengabur dan tanganku gemetar. Bagaimana tidak, kulihat adik kesayanganku yang manis, manja dan cengeng itu sedang berbaring dengan kedua kaki tertekuk dan terbuka lebar, matanya lurus ke arah laptop, tangan kirinya meremas sprei dan tangan kanannya—jelas sedang mengenggam kejantanannya.

Adikku sedang menyentuh dirinya sendiri.

Sesekali matanya terpejam dan saat itulah mulutnya mengeluarkan suara yang merangsang, wajahnya bersemu merah dengan keringat yang mengalir di keningnya. Lidahnya sedikit terjulur dan menjilat bibirnya sendiri lalu diakhiri dengan gigitan gemas di bibir bawahnya.

Pandanganku turun dari wajahnya ke bagian bawahnya, tangannya menggenggam penisnya yang tegang dan sedikit mengeluarkan cairan bening dari lubangnya, mengocoknya lambat dan cepat berirama, kali ini tangan kirinya yang semula meremas sprei pindah kearah skrotumnya dan ganti meremas benda bulat dibawah penisnya tersebut.

Adikku yang tak berdosa dan polos, ternyata tidak sepolos yang kupikirkan.

Baiklah, ia memang sudah dewasa, seminggu lalu dia berulang tahun yang ke tujuh belas, adalah suatu kewajaran jika ia memiliki orientasi seksual di usianya tersebut, aku tahu itu, tapi..

"NII-SAN.. Ahhhnnn…"

Tiba-tiba jeritannya menyadarkanku dari lamunanku, kurasakan celanaku mengetat pertanda kehidupan kecil dibawah perutku ini mulai bereaksi oleh informasi yang didapat dari indera penglihatan dan pendengaranku. Kali ini aku mengerti mengapa ia berteriak tak tertahankan, kulihat ia mengangkat kakinya hingga ke dadanya, dan jari tengahnya dimasukkan perlahan ke lubang kecil diantara belahan pantatnya. Sejenak, Sasuke gemetar dan menghentikan kegiatannya, sepertinya ia sedang berusaha menyesuaikan diri.

Tunggu! Sejak tadi, adik nakal ku ini memanggil namaku, kan? Teriakan tadi juga? Apa aku salah dengar? Aku terlalu tenggelam dalam keterkejutanku.

"Bergerak sekarang, kak.. Aku siap.."

Suara itu terdengar lagi, tak salah lagi, ia memanggil namaku, ia memintaku, ia berilusi seolah akulah yang ada didepannya, akulah yang melakukannya, ia menginginkanku. Tapi, kenapa harus aku? Memang aku orang terdekatnya, tapi aku kakaknya, selama ini ia selalu menganggapku begitu, atau ada hal lain yang tak ku ketahui? Apa mungkin saking ia menyayangiku dan mengagumiku lantas hingga saat ia menyentuh dirinya sendiri, akulah yang menjadi obyek imajinasinya?

"Hmnhh.. Kakak.. Nghh.. Te-Terus.. Ohhh.."

Aku memejamkan mataku, tak sanggup melihat lebih dari ini, suara itu begitu menggoda, jantungku seolah akan melompat dari dadaku, celana jeans ku mulai terlihat menggembung dan kurasakan celana dalamku lengket, dan penisku membengkak hingga terasa sakit. Ini tidak benar, aku terangsang melihat adikku yang sedang menyentuh dirinya sendiri. Aku ingin lari, aku berusaha mengumpulkan akal sehatku dan memanggil kembali niat awalku untuk ke rumah Deidara.

Ya, aku harus segera pergi dari situ sebelum Sasuke menyelesaikan kegiatannya, atau aku akan ketahuan mengintipnya. Aku melepas kenop pintu yang sejak tadi baru kusadari masih kugenggam kuat, berusaha menjauh dari situ sebelum lepas kendali. Sambil menyusun kembali nafas yang hampir saja kulupakan dan kaki yang gemetar aku pun mulai memindahkan kakiku dari tempatku berpijak.

"KAKAK.."

Sasuke kembali menjerit dan itu melumpuhkan seluruh akal sehat dan logikaku. Aku tak tahan lagi, ini mimpi buruk, seseorang tolong bangunkan aku. Namun, sebelum aku sempat menyadari apa yang terjadi bahkan belum sempat aku membuka mataku, ternyata aku sudah berada didalam kamarku, dan kulihat Sasuke terkejut dengan kehadiranku didepannya.

"Sasuke.."

.

.

.

TBC

Thanks for reading. Please leave review.

Saran untuk chap selanjutnya akan dipertimbangkan.