:: Obsession ::

.

Story by Ryuu Sakamaki

1+ Words

Disclaimer :

Pemain yang saya gunakan di dalam cerita milik mereka sendiri.

Warning!

Typo(s), Judul dengan alur cerita tidak sesuai, OOC, OC,
Non Baku, dan kekurangan lainnya bisa kalian temukan di dalam cerita.

.

JIKA TIDAK SUKA DENGAN PAIRING YANG SAYA GUNAKAN, SEBAIKNYA KLIK 'KEMBALI'.
JIKA MASIH NGEYEL DAN NGEREVIEW NGGAK JELAS, BERARTI −MAAF SEBELUMNYA− ANDA TIDAK PUNYA MATA.

.

Little Note : Dilarang mengcopy paste isi dari fict ini.

And, here we go…

.


Chapter 1 : Meet you


.

"Ibu, aku mohon hiks...Jangan tinggal...Jongie hiks...Ibu. Jongie mau dengan...Ibu hiks...Ibu."

Wanita dewasa itu kemudian menghentikan langkah, tatkala pelukan di kaki kanannya semakin mengerat. Dengan wajah tanpa belas kasihan, ia mendorong anak kecil yang memeluk kakinya hingga kedua siku itu mengeluarkan darah yang tidak bisa di bilang sedikit.

Melihat ada kesempatan untuk menjauh dari sang anak, wanita tersebut segera memasuki taksi tanpa berucap sepatah katapun ataupun sekedar melirik anaknya yang terduduk di halaman rumah akibat perbuatannya, dan taksi yang di naikinya kini melaju kencang.

"IBU...JANGAN TINGGAL JONGIE HIKS...IBU"

Ia bangkit dari duduknya dan berlari.

Anak kecil itu terus berlari sekuat ia mampu meski pergelangan kaki kanannya yang membiru, ia masih setia menggerakkan kedua kakinya.

Tidak ada satupun yang ia pikirkan selain wanita yang telah melahirkannya 5 tahun yang lalu.

Anak kecil yang sudah pandai berbicara itu butuh Ibunya, sangat membutuhkan seseorang di sisinya.

BRUKK

"HIKS...IBU, JANGAN TINGGAL...JONGIE HIKS...IBU~"

Ia terjatuh dalam keadaan tengkurap/?, mukanya yang menyentuh aspal di penuhi oleh luka dan darah yang mengalir.

Kondisi tubuhnya yang lain juga tidak lebih baik dari wajahnya dimana dahi yang terbentur batu berukuran sedang tak henti mengeluarkan darah.

Tangisan pilu memecah keheningan jalan, ia menangis bukan karena luka di tubuhnya, melainkan sosok Ibu yang selalu tersenyum menenangkan untuknya, telah pergi meninggalkannya.

Orang-orang yang berlalu lalang menatapnya dengan pandangan berbeda.

Suara bisik-bisik menyakitkan pun bisa ia dengar dengan jelas, namun ia hanya seorang anak kecil yang di tinggal sang Ibu, satu-satunya orang yang berharga di hidupnya.

Sebenarnya ia mempunyai seorang Kakak dan juga Ayah.

Namun kedua orang itu tidak seperti sang Ibu yang selalu ada untuknya, mereka lebih memilih menyibukkan diri dengan urusan masing-masing yang tidak ia mengerti, bahkan menghabiskan waktu bersama mereka bisa di hitung dengan jari.

Ia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi dadanya terasa menyakitkan.

Begitu menyesakkan seakan oksigen di sekitarnya menghilang.

Hingga malam tiba, ia masih berada disana dengan posisi yang sama ketika dirinya terjatuh dan suara isakan lirih itu masih terdengar meski samar.

Mukanya yang memucat tidak ia hiraukan, luka dengan darah yang telah mengering ia abaikan, kini sinar di matanya telah menghilang, tergantikan akan kekosongan seperti yang dirasakan hatinya.

"Aku benci Ibu, Ayah juga Kakak. Aku benci mereka semua."


= 12 Tahun Kemudian =


"S-Sunbae, ini untukmu. A-Aku membuatnya sendiri"

Pemuda tampan berkulit putih pucat dengan rambut hitam acak miliknya, sorot mata setajam elang menatap kotak bekal milik salah seorang siswi yang terlihat merona dengan tatapan datar andalannya.

Suara bisik-bisik siswa-siswi disana terdengar, mengenai bagaimana siswi itu begitu berani memberikan Kotak Bekalnya ke Pangeran Sekolah, atau reaksi seperti apa yang akan di berikan oleh orang yang paling di puja di sekolah ini.

"Suga"

Pemuda berkulit seputih susu dengan rambut merah miliknya, yang tengah sibuk menulis lirik lagu dengan headphone menutup sebelah telinga kirinya, tanpa banyak bicara menghentikan kegiatannya dan berjalan menuju bangku di depannya, tempat pemuda yang memanggil namanya itu duduki.

Mengalungkan headphone di lehernya, dengan kasar ia mengambil kotak bekal berwarna pink itu, hingga sang siswi tersebut mundur beberapa langkah akibat perilaku kasar Suga.

"Apa yang ingin kau lakukan dengan ini? Seperti biasakah?"

Suga memainkan kotak bekal di tangannya dan melirik sepupu pemuda yang sebelumnya duduk santai di bangkunya itu kini menghampiri mereka dengan seringaian terpatri di wajahnya.

"Ada apa lagi, Suga?"

Luhanー sepupu dari Sehunーmenatap siswi yang bersurai coklat itu dari atas kebawah, seakan menilai penampilan siswi kelas X yang terlihat jelas di bet lengan atas sebelah kanan.

"Kurasa kau cukup pintar untuk tau apa yang terjadi" sindir Suga sembari menatap apa yang tengah pemuda campuran itu akan lakukan pada siswi tersebut.

"Aku memuji keberanianmu, tapi sayangnya kau salah target sayang" bisik Luhan di telinga siswi yang tengah menundukkan kepalanya, berjengit/? kaget ketika hembusan nafas itu menerpa titik sensitifnya.

Tangan Luhan meraih kotak bekal yang dimainkan Suga dan membuka penutupnya.

Kerja keras semalaman yang di buat oleh siswi malang itu, terlihat berantakan karena di permainkan Suga sebelumnya.

"Menjijikkan" komentar Sehun dengan ekspresi datar ketika melihat bentuknya yang menyedihkan.

Siswi itu ingin menangis dan segera pergi dari sini.

Harga dirinya secara tak langsung telah diinjak-injak oleh para pangeran di hadapannya.

Terlebihー

"WOA~"

"Hahahaha, kasihan sekali ya perempuan itu. Apa ia sebegitu miskinnya hingga tidak mempunyai air dan memilih mandi menggunakan makanan?"

"Kasihan sekali ya? Siapa suruh berani melakukan hal bodoh seperti itu kepada Pangeran?"

"Sayang sekali makanannya di buang, tapi jika penampilan menjijikan seperti itu, aku pasti akan melakukan hal yang sama"

ーisi dari kotak bekal miliknya di tumpahkan begitu saja oleh Luhan kepuncak kepalanya di depan siswa-siswi yang menyaksikan kegiatan tersebut.

"Ups, maaf tanganku tergelincir"

Dengan raut wajah tanpa dosa, Luhan berucap demikian dan berhige five dengan Suga.

Sementara itu, Sehun hanya menatap kejadian di hadapannya bosan dan kembali melanjutkan kegiatan memainkan psp di tangannya yang sebelumnya di usik dengan pernyataan cinta secara tak langsung.

Tanpa banyak bicara siswi itu segera berlari meninggalkan kelas tersebut dengan rasa malu yang membuncah ketika ejekan itu mengiringi kepergiannya, air mata yang sedari tadi ia tahan terjatuh sudah.

Harga dirinya benar-benar tidak ada harganya di depan mereka, sebegitu berkuasakah mereka hingga melakukan itu padanya? Jeritnya dalam hati, meski dirinya sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan itu sendiri.

BRUKK

"Hiks...Maaf, hiks..."

"Ada apa denganmu, Krystal?"

Mendengar suara berat yang tak asing merasuk telinganya, Krystalーsiswi sebelumnyaーmendongakkan kepalanya dan menemukan sosok pemuda asing yang menatapnya dingin dengan guru matematikanya berdiri di sebelah pemuda itu.

"Kenapa di kepalamuー"

SRETT

Tubuh Krystal menegang ketika sapuan dari sapu tangan menyentuh wajahnya yang kini berada di genggaman tangannya.

"Bisa kita pergi sekarang, Saem?"

"Ah baiklah, mari lewat sini dan Krystal sebaiknya kau membersihkan dirimu"

Krystal mengangguk kecil mendengar ucapan sang guru dan menatap sapu tangan yang sebelumnya di berikan pemuda asing itu secara tak langsung.

Ketika di perhatikan lebih detail, sapu tangan itu terlalu sederhana namun sebuah jahitan berinisial L.J terukir disana.

"Apa ini inisial namanya? L.J? Tapi, saputangan ini terlihat sudah lama meski bersih" gumamnya lirih sembari memeluk sapu tangan yang membuat jantungnya berdetak cepat.

"Ah aku menyukainya, menyukai pemuda itu"

Seakan melupakan kejadian yang sebelumnya ia alami, Krystal yang masih setia memeluk sapu tangan itu kembali melangkah cepat menuju kamar mandiーtujuan awalnyaーdengan background berbunga-bunga.


_Obsession_


PROKK

PROKK

PROKK

Suara tepuk tangan yang cukup keras, membuat suasana kelas yang sebelumnya bising seketika menghening.

Para murid serentak kembali ketempat masing-masing meski suara gerasak-gerusuk/? masih terdengar.

Sang guru melihat para muridnya secara keseluruhan dan menghela nafas ketika 3 orang yang tak memperdulikan kehadirannya dan 2 orang lainnya yang tak berada di bangkunya−bolos−.

Dimana Sehun salah satu diantara 3 orang tersebut memilih menyibukkan diri dengan psp di tangannya.

Lalu ada Suga yang memasang raut wajah setres ketika tak menemukan kosa kata yang tepat untuk kelanjutan liriknya.

Dan terakhir, Luhan yang tempat duduknya tak jauh dari sang sepupu dan juga Suga, memilih merayu seorang siswi yang duduk di belakang bangkunya yang kini merona hebat.

"Baiklah, selamat pagi"

"Pagi, Saem" serempak murid-muridーpengecualian tiga orang yang sebelumnya di sebutkan dan dua orang lainnya yang tak berada di tempatーdi kelas tersebut membalas sapaan guru yang terkenal Killer meski dengan nada berbeda-beda.

"Kali ini kita kedatangan murid baru dari SMA Woolim, Bapak harap kalian bisa berteman baik dengannya. Silahkan perkenalkan dirimu"

Sehun yang mendengar kelasnya kedatangan murid baru, melirik pemuda itu sekilas dan kembali melanjutkan ke kegiatan awalnya, tampak tak terlalu peduli dengan pemuda asing yang kini berdiri di depan kelas.

Berbeda dengan Sehun, Luhan dan Suga memilih menghentikan kegiatannya dan memfokuskan diri pada anak baru berkulit tan eksotis itu.

Pemuda asing yang berdiri di samping sang guru tersebut, menatap datar orang-orang yang akan menjadi penghuni kelas yang sama dengannya.

Ekpresi antara rasa penasaran, kagum, iri, dan mencemoh bisa ia lihat dengan jelas, tatapan yang membuat ia merasa muak melihatnya.

Sepasang manik coklat beningnya menatap datar ke seorang pemuda yang acuh tak acuh dengan kehadirannya, namun ia tak tertarik untuk mengetahui alasannya.

"Kim Jongin"

"..."

Suasana yang semula hening, semakin menghening ketika dirinya selesai memperkenalkan diri−menyebutkan namanya−.

Bahkan Sehun telah mem-pause gamenya dan menatap pemuda asing itu datar yang di balas tak kalah datar oleh Jongin.

"Hanya itu?"

Jongin hanya mengangguk kecil tanpa menatap sang lawan bicara yang bertanya kepadanya.

"Ekhm, kalau begitu kau bisa duduk di sebelah Baekhyun"

Tatapan selama beberapa detik itu segera diputus oleh Jongin ketika pemuda baby face mengangkat tangannya.

Selangkah demi selangkah, Jongin menghampiri meja Baekhyun yang berada di barisan 2 paling belakang dekat dengan jendela mengabaikan tatapan dari 'penghuni kelas' terhadapnya.

Tepat saat Jongin melewati meja pemuda berkulit putih pucat itu, ia sempat mendengar orang itu bergumam lirih namun penuh penekanan yang sepertinya di tunjukan untuknya, karena bangku di sebelah pemuda itu kosong.

"Welcome to the Hell"

Dan Jongin sadar, hidupnya memang terlahir untuk tidak bisa terlepas dari masalah.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


END


Hallo all, maybe I can introduce my self.

Previously, i don't like if you call me as author, just Ryuu oke?

Dan saya masih baru di dunia per-fanfic-an.

Jadi jika ada kekurangan, mohon di maklumi dan mohon bimbingannya.

Salam kenal.

The last, Mind to review?