Aku Akashi Seijuurou mencintai Kuroko Tetsuya sampai setengah gila. Mencintai Tetsuya yang mencintaiku apa adanya. Tapi, kegoisan dan keangkuhanku membuat Tetsuya memilih untuk lepas dariku.
.
.
.
Disclaimer:
Time When I Regret belong to Fukuzatsuna Ai
Kuroko no Basuke belong to Fujimaki Tadatoshi
Warning : AkaKuro, Yaoi, Out of Character
.
.
.
Dalam rumah besar bagai istana yang didirikan khusus untukku, aku merasa begitu kosong. Rumah besar ini begitu hampa, tak ada kehangatan dan juga kebahagiaan yang kudapat disini. Aku benar-benar sendiri dan kesepian saat ini. Semuanya berantakan dan tak lagi berada pada tempatnya, kacau meski tak sekacau hatiku. Aku memecat semua pembantu yang lalu lalang di rumahku, tak ingin ada orang lain yang tahu, seorang Akashi Seijuurou yang sempurna kini terpuruk dan menderita.
Pikiranku berkelana jauh ke masa lalu. Dulu pernah ada seseorang bersamaku, menghabiskan sepanjang waktunya untuk melayaniku. Semua kenangan tentang dia berputar-putar seperti gasing menyerbu otakku yang sering aku banggakan itu. Rasanya sungguh memuakkan sekaligus menyakitkan. Entahlah, kalau ini memang masih bisa di sebut sakit. Karena aku merasa kalau aku sebenarnya merasa sangat menderita.
Kembali terngiang-ngiang dikepalaku satu sosok wajah yang dulu sempat terabaikan olehku, sesosok wajah yang hangat dan penuh cinta, seseorang yang sudah kusia-siakan. Ia seperti mentari yang menyebarkan sinar yang lembut. Terang dan hangat. Ia begitu manis dan penuh kelembutan. Mata biru langitnya yang selalu menatap teduh, dan sikapnya yang selalu menomor satukan aku diatas kepentingannya. Namun kenapa air mataku mengalir mengingat wajahnya?
Dia yang kucintai, namun telah memilih pergi karena kesalahanku sendiri.
Aku Akashi yang sempurna menagis karena seseorang. Aku bukan lagi diriku yang multak dan absolut tanpa dia. Dia merenggut semuanya, membawa pergi Akashi yang keras dan kuat, meninggalkan Akashi yang lemah dan terpuruk.
Mungkin inilah yang dia rasakan dahulu saat aku mengabaikannya. Rasanya sungguh menyakitkan, dan terkadang ketika aku mengutuk diriuku sendiri aku mendengar suaranya disini. Aku mendengarnya berkata dan memanggilku yang selalu mengacuhkannya. Terdengar menakutkan sekaligus memilukan, saat aku terus mendengar suaranya yang seakan bersamaku. Suara merdu yang mengajakku berbicara padahal aku tahu hanya ada aku sendiri disini. Apakah aku sebegitu rindu pada sosoknya yang telah pergi?
.
.
.
"Seijuurou-kun, kau sibuk? Ini aku sudah menyiapkan makan siang untukmu" pemuda itu berujar tak kurang dengan senyum manis yang setia dibibirnya, namun tak terlalu kentara. Tertutupi oleh wajah datarnya yang menutupi setiap ekspresi yang dimilikinya tapi jelas senyum tipis itu tulus adanya. Dan Seijuurou terlalu malas untuk menghadapi pemuda yang terlalu berisik menurutnya. Si pemuda itu tak mau menyerah begitu saja ia terlalu keras kepala untuk di abaikan Seijuurou begitu saja, ia terlalu khawatir akan kesehatan suami yang sangat di cintainya itu
"Seijuurou-kun, makanlah dulu. Nanti kau sakit. Pekerjaanmu bisa kau tunda nanti bukan?" ucapnya kembali mengulang permintaan yang sama dengan nada yang halus. Namun Seijuurou justru semakin kesal terhadap pemuda yang berstatus sebagai istrinya itu. Ia menggeram menutup layar laptop yang sedari tadi di gelutinya dan melempar nampan yang di berikan istrinya tersebut.
"Kau sungguh mengganggu, Tetsuya. Seperti aku pernah mau memakan masakanmu saja. Aku tak sudi kau perhatikan seperti itu. Ingatlah, aku menikahimu karena terpaksa. Jangan bersikap seperti seorang istri padaku karena aku tak suka. Tidak sama sepertimu,aku bukan gay bodoh yang ikhlas saja dinikahkan dengan pria lainnya yang tidak ku kenal. Aku masih normal dan masih ingin menjalani hidup dengan normal.Mungkin kau jatuh cinta padaku. Tapitidak denganku. Jangan perlihatkan cintamu yang menjijikkan itu padaku. Aku tak akan sudi punya istri sepertimu. Aku punya segalanya dalam kehidupanku dan semua menghilang karenamu, Tetsuya." Maki Seijuurou pada istrinya yang kini mulai berlinangan air mata.
Seijuurou selalu merasa bahwa istrinya inilah yang telah mengambil hidupnya. Kebebasannya. Gaya hidupya. Ia masih muda, dan sekarang ia harus berkeluarga terikat janji sehidup semati dihadapan hukum dan di hadapan Tuhan bersama Kuroko Tetsuya atau yang sekarang dengan penuh kebencian harus ia sebut Akashi Tetsuya, anak dari teman baik orang tuanya yang meninggal setahun yang lalu. Akashi Masaomi ―ayah Seijuurou― sangat kasihan pada Tetsuya yang hidup sebatang kara setelah kepergian kedua orang tuanya. Maka dari itu ia ingin anaknya Seijuurou menjaga Tetsuya dengan menikahinya. Dan menjadikan anak dari temannya itu sebagai bagian dari keluarga besarnya.
"Seijuurou-kun… aku tahu kau tak mencintaiku, tapi aku hanya berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Karena aku ingin berterima kasih padamu, yang telah bersamaku semenjak kepergian kedua orang tua ku" isak Tetsuya sepeninggal Seijuurou. Air mata tak henti mengalir dari manik sebiru langit miliknya. Ini memang salahnya karena telah membuat Seijuurou terpaksa menjalani kehidupan bersamanya.
"Seijuurou-kun, maafkan aku bila mengikatmu karena aku juga tak mampu untuk melepasmu" Tetsuya menggenggam dadanya yang terasa sakit dengan luka yang serasa menghancurkannya.
.
.
.
Aku kembali merenung, menyesal. Ya, mungkin kata-kata itu yang bisa tepat untukku kini. Aku hanya bisa mengenang semuanya dalam ingatan karena bagimanapun kini aku tak lagi bisa meraihnya, karena penyesalan datangnya memang terlambat bukan? Kini saat aku bisa mengerti ketulusan dari setiap tindakan yang Tetsuya berikan padaku, aku menyadari kalau dulu Tetsuya benar-benar mencintaiku dan ingin menjadi istri yang terbaik bagiku dulu. Betapa halus perhatian Tetsuya yang berusaha memberikan yang aku butuhkan. Bagaimana Tetsuya begitu menghargaiku dulu, sehingga tak sekali pun Tetsuya menceritakan perlakuan yang ia dapat dariku. Dan aku tahu, betapa Tetsuya itu mencintaiku saat itu. Sesuatu yang kusia-siakan dulu dan kini sangat kusesalkan. Kenapa Akashi Seijuurou yang sempurna bisa begitu bodoh saat itu?
Aku ingat bagaimana aku menolak untuk menerima segala perhatian Tetsuya. Awalnya memang karena aku tak suka, aku membencinya yang telah mengambil hidup yang awalnya hanya milikku, namun akhirnya perasaan itu berubah. Aku menolak perhatian dari Tetsuya karena aku tak sudi untuk mengakui bahwa jauh di dalam lubuk hatiku aku mulai menyayanginya.
Aku ingat bagaimana Tetsuya menghampiriku setiap pulang kerja, membuka sepatuku yang sengaja kubiarkan tetap terpasang saat aku tidur. Aku hanya ingin diam-diam diperhatikan. Namun aku terlalu gengsi untuk mengakui bahwa ia ingin diperhatikan oleh Tetsuya, karena tanpa aku beri tahu pun aku tahu Tetsuya akan melakukan yang terbaik bagiku. Karena seorang Akashi Seijuurou tahu Akashi Tetsuya sangat mencintainya.
Menyadari hatiku yang mulai berubah membuatku semakin ingin membenci Tetsuya. Karena laki-laki itu telah berani mencuri hati dan pikiranku. Karena di setiap yang kulakukan selalu ada Tetsuya. Aku marah pada diriku yang tak bisa berhenti memikirkan Tetsuya. Tetsuya sedang apa? Melakukan apa? Hal itu membuatku semakin frustasi dan berharap mungkin lebih baik jika Tetsuya menghilang saja, agar tak ada lagi Tetsuya yang harus dipikirkan otakku setiap harinya.
Air mataku mengalir lagi. Hei, Tetsuya. Akashi Seijuurou yang dulu membencimu kini menangiskan air mata untukmu. Aku yang terkenal sebagai sosok tenang, tegas dan absolut. Namun kini aku sang manusia absolut pun bisa luluh juga. Aku menangisi ketidakkeberdayaanku untuk pemuda yang kucintai. Pemuda yang kini keberadaanya entah dimana. Aku menangis bukan karena lemah, namun aku menangis karena ia menyadari perasaanku, aku mencintai dia. Dia yang kembali bernama Kuorko Tetsuya. Dan aku tahu, sudah terlambat bagiku menyadari semuanya.
.
.
.
"Sialan! Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah mencampuri urusanku, Tetsuya. Cukup di rumah saja aku melihat wajahmu yang memuakkan itu. Tak usah mencari perhatianku dengan membawakan bekal makan siang untukku ke kantorku. Kau kira aku sudi memakan makananmu!" siang itu Tetsuya membawakan bento untuk Seijuurou, karena suaminya itu tidak memakan sarapannya dan makan malam pun dilewatkannya.
"Maafkan aku Seijuurou-kun" bibir Tetsuya gemetar. Air mata kembali mengalir membasahi wajahnya. Seijuurou pun memalingkan wajahnya. Air mata seseorang memang tak pernah sanggup untuk Seijuurou lihat. Siapapun itu. Segera saja ia mendekati istrinya. Bukan untuk meredakan tangisnya. Namun untuk kembali memakinya
"Kau terlalu sering menampakkan air mata buaya mu itu, Tetsuya! Pikirmu aku akan kasihan padamu? Ah memang itu yang kau harap bukan. Aku menghiburmu" ucap Seijuurou menyeringai mengejek. Dan tanpa aba-aba, ia langsung menyambar bibir istrinya kasar. Ciuman pertama mereka, namun jauh dari kata manis. Seijuurou mendesak Tetsuya, menuntut pemuda itu membalasnya. Lidahnya memaksa masuk kedalam rongga mulut Tetsuya.
"Bukannya kau menginginku, Tetsuya. Balas aku…" paksa Seijuurou, menekan lidah Tetsuya agar ikut bermain bersamanya.
Ruang kerja Seijuurou tertutup rapat, sehingga tak seorang pun di luar sana yang mengetahui apa yang di lakukan oleh Sejuurou terhadap istrinya.
Tetsuya yang tak berdaya apa-apa tak mampu menolaknya. Bahkan saat Seijuurou melepas seluruh pakaiannya dan menjamahnya dengan kasar. Menyetubuhinya di atas meja kantor yang kini berantakan seraya mengumpat kata-kata kasar padanya. Kata-kata kotor yang tak pantas untuk terucap terlontar dari bibirnya untuk si biru yang terluka fisik dan hatinya. Tidak ada kenikmatan Tetsuya rasakan. Hatinya miris, tubuhnya diperlakukan dengan kasar oleh Seijuurou. Dia menyetubuhinya tanpa perasaan seperti sakit di hatinya jauh lebih sakit lagi dengan semua perlakuan Seijuurou padanya.
'Sebenci itukah kau padaku, Seijuurou-kun?'
.
.
.
Air mataku masih terus mengalir. Semua memang salahku. Aku yang menyakitinya. Pemuda sebaik dan serapuh dia, aku perlakukan seolah ia tak punya hati. Aku memang hanya memikirkan diriku sendiri. Aku memang egois. Aku mutlak itu yang selalu ku katakan. Aku hanya berpikir betapa aku marah karena harus terikat dengan seseorang yang tak aku cintai. Aku marah karena harus terjebak bersama gay bodoh yang mengaku mencintaiku. Aku tak ingin terjerat dalam sebuah hubungan dengan seseorang pemuda yang tak kukenal sama sekali. Dan kemarahan terbesarku pada diriku sendiri, yang mencintai gay yang merebut hidupku.
Aku mengutuknya yang telah membawa hidupku bersamanya. Namun aku juga tak bisa berkata apa-apa setelah kini aku menyadari betapa ia berharga. Aku benci untuk mengakui, ya dulu aku begitu benci mengakui aku menyayanginya. Dan lihat apa yang aku dapat karena mempertahankan gengsiku, aku menderita.
Tetsuya…
Hebatnya dirimu yang mengubahku. Kau berhasil membuatku mencintaimu. Bahkan sangat mencintaimu. Aku tergila-gila padamu, ah mungkin aku sudah gila seutuhnya. Aku bahkan tak pernah peduli lagi pada hidupku semenjak kau pergi dariku. Andai kau tahu Tetsuya aku punya pengakuan kecil untukmu. Dari awal kau hadir di hidupku aku sudah berubah. Seakan saat itu telah dimulai duniaku memang hanya bersamamu. Tetsuya, cintamu menggugah hatiku, sadarkan aku betapa sebenarnya aku membutuhkanmu.
.
.
.
"Hiks… hiks…" tangis Tetsuya masih belum reda, setelah Seijuurou menjamahnya dengan sangat gila. Entah sudah yang keberapa kalinya Seijuurou melakukannya semenjak kejadian yang petama kali di kantornya. Namun tetap saja, tak ada keromantisan yang terasa. Yang ada hanya amarah yang meledak-ledak. Tetsuya bahkan merasa jauh lebih hina dari seorang pelacur yang menjajakan diri di jalanan. Seijuurou benar-benar menghancurkan dirinya.
"Seijuurou-kun, aku akan membebaskanmu" ucap Tetsuya dengan suara yang bergetar. Menyentakkan Seijuurou yang tengah mengancingkan bajunya. Menghentikan detak jantung Seijuurou meski hanya sementara sebelum akhirnya berdetak kencang, namun bukan karena ia marah seperti sebelumnya, namun lebih karena perasaan sesak yang melandanya secara tiba-tiba. Dadanya terasa berat. Kenapa ia seperti tak bisa bernafas.
"Ceraikanlah aku, sesuai keinginanmu, aku― aku membebaskanmu. Aku tahu kau menderita bersamaku, sekarang kau boleh ambil lagi kebebasanmu. Kau bisa berkencan dengan bebas bersama pacarmu, ke bar dengan teman-temanmu atau segudang rencana lainnya yang ingin kau lakukan, tanpa perlu ragu dengan status kau adalah suamiku dan aku sebagai istrimu. Surat cerai kita kukirimkan padamu tak perlu repot mengurus semuanya anggap sebagai rasa terima kasihku karena telah menampungku selama ini. Semoga kau bahagia Akashi-san"
Dan setelah itu Tetsuya berlalu pergi, meninggalkan Seijuurou dengan segala kekosongan dan kehampaan yang tak pernah ia duga. Tetsuya pergi tanpa menyadari bahwa ia juga membawa separuh dari nyawa Seijuurou bersamanya. Seijuurou kalah, dan ia tak tadapat lagi mengembalikan semuanya. Seijuurou menyesal namun ia juga tak bisa menahan Tetsuya, Seijuurou sadar diri, dia sudah banyak menyakiti sosok sebaik Tetsuya.
.
.
.
PRANGG…
Sebuah figura foto melayang menjadi objek pelampiasan emosiku, pecah hingga akhirnya tak berbentuk. Itu adalah foto aku yang tengah tersenyum penuh kemenangan, foto itu seperti tengah mengejekku yang saat ini merasakan kekalahan yang paling besar dalam hidupku. Menghina aku yang tengah menderita, karena dengan bodohnya menyia-nyiakan sosok yang berharga bagiku. Aku bermain-main dengan perasaannya. Seolah hati manusia itu seperti batu, yang tak akan pernah hancur.
Bahkan batu karang di lautan juga akan hancur bila terus dilebur oleh ombak?
Dan aku menyadari itu, hati Tetsuya telah terlanjur hancur karena perbuatanku. Jika hatiku bisa dikatakan tak lagi berbentuk. Lalu bagaimna dengan hatinya?
Enam bulan hidup tanpa Tetsuya sebagai pendamping hidup. Melepaskan Tetsuya sebagai mantan istriku adalah hal terbaik yang bisa kulakukan demi Tetsuya. Itu kehendakku dulu dan Tetsuya mengabulkan permintaanku, dia baik sekali bukan? Namun, aku tak pernah mendapatkan kebebasan yang dulu aku harapkan. Aku justru malah semakin terikat. Oleh sesuatu yang bahkan lebih kuat dari pada apa yang selama ini ia bayangkan. Hatiku telah memilih untuk terikat selalu pada Kuroko Tetsuya.
Dan Aku Akashi Seijuurou yang mutlak benar-benar telah menambatkan seluruh cinta yang ku punya hanya untuk dia, Kuroko Tetsuya.
.
.
.
Sekarang Seijuurou kembali kekantornya. Meski hatinya sedih, namun kerja tetaplah kerja. Ia tak bisa begitu saja membolos meski hatinya sehancur dunia yang mau kiamat. Ia tetap Akashi Seijuurou yang di kenal orang-orang, mutlak,absolut, dan sempurna. Tak ada yang tak bisa dilakukannya. Hanya dirumhanya Sejuurou bisa menjadi dirinya sendiri dan melampiaskan seluruh perasaannya. Diluar itu ia tetap sama dari penampilannya.
Siujuurou mengemudikan mobilnya dengan pelan. Melihat keadaan sekitar yang tetap berjalan seperti biasa, meski hidupnya tak lagi sama. Waktu terus berputar tapi rasanya tidak bagi Seijuurou, waktunya telah lama berhenti dan entah kapan akan hidup lagi.
Hingga matanya secara tak sengaja melihat orang yang selama ini dicarinya di sebuah persimpangan jalan. Seseorang yang lenyap begitu saja dari rumahnya, namun meninggalkan jejak yang kuat dihatinya.
"Tetsuya" gumamnya, dan tanpa pikir pajang Seijuurou langsung menepikan mobilnya dan hendak menemui pemuda yang kini teramat di cintainya. Namun langkahnya terhenti saat menyadari Tetsuya tak sendiri. Ia bersama dengan seorang pemuda lainnya. Terlihat sekali sinar bahagia di mata Tetsuya. Kebahagiaan yang ia yakin tak pernah di rasakan Tetsuya saat bersamanya.
Entah keberuntungan atau apa ternyata Tetsuya juga melihat keberadaan Seijuurou. Keduanya mematung sesaat sampai seulas senyum mengembang dibibir Tetsyuya untuk menyapa Seijuurou.
"Akashi-san, sedang apa kau disini?" tanya Tetsuya
Sebutan Tetsuya untuknya terasa menyakitkan di telinganya. Tapi seulas senyum Tetsuya justru lebih merobek hatinya 'bahkan setelah semua perlakuanku padamu, kau masih bisa tersenyum padaku Tetsuya? semakin jelas saja kalau aku ini adalah pria yang tak berguna' batin Seijuurou
"Ini rute perjalanan kerjaku, Tetsuya. Kau sendiri?" tanya Seijuurou
"Kami sedang mencari cincin untuk pernikahan. Dan kebetulan aku lapar jadi kami ke sini. Ah iya, kenalkan, dia Aominde Daiki calon suamiku" ucap Tetsuya, dan Death! Seijuurou merasa ia merasa telah mati saat itu juga. Ia memang sudah sangat terlambat.
"Selamat ya, Tetsuya, Aomine-san" ucap Seijuurou sambil tersenyum menyakitkan. Ya, ia tahu sekarang beginilah rasanya di sakiti oleh orang yang kau cintai.
"Trims, Akashi-san"
"Kalau begitu, aku pergi dulu" ucap Seijuurou tak mampu menahan air matanya lagi. Ini sudah sangat menyakitkan. Ya, ia sangat menyakitkan. Rasanya ia ingin mati saja. Ya, Tetsuya akan menikah, itu artinya tak ada lagi kesempatan. Kesempatan yang yang kedua, tak berlakukah itu baginya? Bukankah setiap manusia berhak untuk berubah?
Setelah Seijuurou berlalu Tetsuya masih bergeming. Aomine menepuk pundak Tetsuya untuk menyadarkan pemuda itu dari lamunannya"Apakah tidak apa-apa kau bohong seperti itu ,Tetsu? aku tahu kau masih mencintai mantan suamimu itu" ucap Aomine sambil memeluk Tetsuya yang berlinang air mata.
"Tidak apa-apa Aomine-kun. Aku hanya ingin menguatkan diriku sendiri, hingga kebohongan itu mengalir dengan mudahnya. Maafkan aku sudah mengaku-ngaku akan menikah denganmu. Aku hanya tak ingin memaksakan cintaku lagi"
"Aku hanya tak ingin kau menyesal, Tetsu. Aku dan Satsuki selalu ada untukmu" ucap Aomine dan mengacak rambut Tetsuya
"Cintaku untuk Seijuurou benar-benar terasa berat bagiku, Aomine-kun"
Dan dalam hatinya Tetsuya, masih memendam rasa itu dalam hatinya. Ya, dalam hati ia masih berharap Seijuurou menjemputnya dan kembali merajut kenangan indah bersamanya. Namun ia juga sadar diri dengan semua perlakuan Seijuurou selama ini, bagaimana laki-laki itu sangat membencinya. Bisa bertegur sapa dengan baik seperti tadi Tetsuya sudah sangat bersyukur. Itu adalah pertama kalinya Seijuurou menyapanya tanpa tatapan kebencian yang ditujukannya pada Tetsuya.
.
.
.
Sementara Seijuurou? Ia mulai uring-uringan. Kekalutannya bertambah. Ya, ia merasa seperti mati. Nyawanya tak lagi ada. Ya, semua hilang semenjak Tetsuya mengatakan akan menikah. Menggagalkan? Siapa dia yang akan menggagalkan pernikahan pemuda yang bahkah tak pernah merasakan bahagia ketika hidup bersamanya.
Ingin rasanya Seijuurou berteriak. Ia ingin mengembalikan waktu, jika kekuatan itu memang ada. Ia ingin mengembalikan istrinya disisinya. Dan tak akan pernah menyakitinya lagi. Ia berjanji tak akan melukai Tetsuya lagi. Namun bukankah itu semua sudah terlambat.
Penyesalan tinggal penyesalan. Dan semua hanya sebatas itu sekarang, dan Seijuurou sekarat pada hatinya. Dan Akashi melampiaskannya dengan melemparkan segala yang ada di meja kantornya hingga beterbangan. Berusaha membiarkan semua berjalan tapi hal itu justru semakin merajam hatinya. Ternyata ia memang belum bisa mengikhlaskan Tetsuya bersama orang lain selain dirinya.
'Tetsuya, aku benar-benar mencintaimu hingga menjadi setengah gila. Apa yang harus kulakukan agar kau bahagia, bukan dengan orang lain tapi denganku.'
'Tetsuya tahu bukan aku ini seorang yang egois. Semua yang aku inginkan harus aku dapatkan. Jadi bagaimana aku harus mendapatkan milikku kembali?'
'Tetsuya, harusnya kau jangan menikah dulu dengan orang itu. Tunggu aku memperbaiki diriku. Bersabarlah terhadapku, dan jadilah bagian dari hidupku lagi'
'Tetsuya, sungguh Aku Akashi Seijuurou menyesal telah menyia-nyiakan dirimu dulu. Kini aku kembali untuk mengucapkan, maukah kau kembali menjadi istriku lagi Kuroko Tetsuya'
A/N
Akhirnya di publish juga. Sebenarnya sudah lama Ai nulis fanfic ini. Pas lagi buka draf cerita yang udah Ai tulis, Ai pikir cerita yang satu ini menarik. Apa lagi bikin Akashi yang biasanya sempurna jadi kayak gini rasanya, gimana gitu. #dilempar gunting sama Akashi.
Mungkin bagi yang merasa pernah baca, mungkin kita berteman di Facebook, soalnya Ai juga update cerita ini di Facebook dengan tokoh yang berbeda dan jalan cerita yang sedikit di ubah.
Dan Ai mau lihat respon teman-teman buat fic ini. Kalau misalnya bagus, mungkin Ai bakal update chapter Akashi dan Kuroko bersatu kembali.
Arigatou udah baca minna.
