Di sinilah kami. Duduk di sofa ruang tamu rumahku. Entah apa maksud ayah menyuruhku untuk berpakaian resmi malam ini, dan kini terlihat dua orang asing tengah duduk di depanku. Siapa mereka? Suasana hening menyelimuti kami, entahlah aku dapat merasakan hawa tak enak di ruangan ini dan aku pun merasakan firasat buruk.
"Sakura, kenalkan ini adalah Uchiha Mikoto, dan Uchiha Itachi." Ucapan ayah memecah keheningan di antara kami.
Kupandangi wanita yang ayah maksud dengan tatapan datarku dan mengabaikan senyuman lembut yang wanita itu berikan padaku, lalu kualihkan tatapanku pada pria muda yang sedang menatapku aneh.
Kembali kutatap ayah. "Siapa mereka, Ayah?"
Kulihat ayah menghela napas panjang, lalu beliau menatapku dalam. "Keluarga barumu, Sakura ... mereka ibu dan kakak baru untukmu."
Seketika itu pula tubuhku bagai tersambar petir. Apa maksudnya ini? Ibu baru? Kakak baru? Aku menatap ayah tak percaya. Kecewa! Sungguh aku sangat kecewa padanya! Bagaimana mungkin wanita yang sedang tersenyum sok manis itu menjadi ibuku? Dan dia? Pria itu akan menjadi kakakku? Cih, jangan bercanda!
Kukuasai kembali diriku yang sempat shock, lalu kutatap mereka datar tanpa ekspresi, aku tidak ingin memerlihatkan wajah menyedihkanku karena mendengar kenyataan pahit ini. "Sejak kapan?"
Ayah memandangku lembut, dan entah sejak kapan aku benci senyuman ayah kali ini. "Mikoto adalah teman ayah semasa kuliah dulu, setelah lulus kuliah Mikoto pergi ke Amerika dan kami tak pernah berjumpa lagi sampai tiga tahun yang lalu kami berjumpa. Dan Sakura ... ayah telah menikahi Mikoto di New York dua tahun yang lalu. Mulai sekarang, hormatilah dia sebagai Ibu barumu, mengerti?"
Ketika aku akan menjawab penuturan ayah, tiba-tiba saja wanita bernama Mikoto itu menggenggam tanganku. Berani sekali dia! Kutatap wanita itu dingin dan tajam, namun sial! Sepertinya dia mengabaikan ketidaksukaanku.
"Sakura, kau mengingatkanku pada Mebuki. Kalian sangat mirip, aku jadi merindukan ibumu." Kutatap wanita di depanku dengan bingung. Apa maksudnya? Dia mengenal, Ibuku? "Hm, aku mengenal ibumu, Nak. Dulu aku, Kizashi dan Mebuki adalah sahabat, namun karena ayahku menyuruhku melanjutkan pendidikanku di luar negeri membuatku terpaksa meninggalkan mereka."
DEG!
Apa? Mereka sahabat? Sahabat? Apakah seperti ini yang dinamakan sahabat di mana wanita ini dengan entengnya menyebut dirinya sebagai sahabat ibuku, tapi kenyataannya kini dia telah menikah dengan ayah ketika Ibuku sudah tiada? Cih, wanita ini adalah sahabat terburuk yang pernah ada.
"Nah Sakura, sekali lagi ... mulai sekarang hormatilah Mikoto sebagai ibumu, dan Itachi sebagai kakakmu." Sudah cukup! Ucapan ayah membuatku muak!
Kututup mataku sejenak, lalu kembali membukanya dan langsung kutatap wanita di depanku ini sinis. "Ibu? Siapa? Dia? Tch, ibuku hanya Haruno Mebuki, bukan dia! Dan kau ... jangan harap aku akan menganggapmu ada, apalagi menganggap kau adalah ibuku. Ingat itu, Nyonya Uchiha." Desisku tajam. Kulihat wajah wanita di depanku ini memucat, dan wajah pria muda di sampingnya mengeras menatapku dingin. Tch, siapa peduli.
"Jaga bicaramu, Sakura!"
Kutatap ayah tak percaya, dia membentaku! Sekali lagi dia ayahku Haruno Kizashi membentaku hanya karena isteri dan putera barunya? Ya, Tuhan aku tak percaya ini.
"Aku tidak peduli. Aku tidak peduli dengan semua ini!" ujarku sedikit membentak mereka, lalu kuberikan sebuah seringaian sinis pada mereka. "Aku tidak peduli kalian mau melakukan apapun, tapi jangan sekali-sekali Ayah dan kau Nyonya Uchiha memasuki kamar ibuku, jangan sekali-sekali merubah apapun yang telah Ibuku tata di rumah ini, dan satu lagi aku tegaskan padamu Nyonya Mikoto ... jangan harap aku menganggapmu ibuku, apalagi memanggilmu IBU karena yang aku tahu ibuku hanya satu, itu adalah Haruno Mebuki. Tidak ada yang lain!"
"CUKUP, HARUNO SAKURA!" ayah membentaku lagi dan itu membuat seringaian pedih tercetak semar di bibirku.
Aku menatap ayah datar. "Apa? Apa kau keberatan dengan itu, Ayah?"
"Kau keterlaluan, Sakura. Apa~~"
"Jika Ayah memang tidak suka dengan peraturanku, baiklah. Aku akan angkat kaki dari rumah ini!"
Ayah menatapku tak percaya, dan kulihat ayah menatapku sedih. "Sakura, ayah ..."
"Saya permisi." Potongku telak. Aku berdiri dan melangkahkan kakiku menuju kamarku yang berada di lantai dua. Aku muak, sungguh! Aku tak percaya ayah melakukan ini. Sial! Kenapa air asin brengsek ini tidak mau berhenti? Aku benci ini! Ibu ... apa yang harus kulakukan?
Naruto © Masashi Kishimoto
Story by UchHaruno Misaki
Love Step Brother's
Warn : AU, Typo, OOC, etc.
Multichapter
SasuSakuIta
.
Chapter 1
.
Aku Sakura, Haruno Sakura lebih tepatnya. Putri tunggal dari Haruno Kizashi, pengusaha yang lumayan sukses di Asia. Umurku saat ini telah menginjak 19 tahun, aku telah lulus pendidikan S1 tahun kemarin, jangan menatapku aneh karena dari TK aku memang sering loncat kelas di umurku yang masih muda. Aku terhitung anak jenius.
Saat ini aku sedang melanjutkan pendidikanku untuk mendapatkan gelar S2, tapi jujur aku tak ingin menceritakan kehidupan perkuliahanku karena tidak ada yang menarik selain aku menyamar menjadi orang biasa di sana. Kenapa? Simpel, aku tidak ingin semua orang tahu bahwa aku adalah putri tunggal dari seorang pengusaha sukses, ditambah penyamaran ini mampu menyelamatkanku dari banyak pihak yang iri pada kedudukan ayahku. Maksudku, jika banyak yang tahu jika aku adalah putri seorang Haruno Kizashi maka keselamatanku akan terancam.
Ayahku pernah berkata di luar sana banyak sekali yang mengincarku untuk dijadikan titik tumpu kelemahan ayahku yang notabenenya adalah seorang pengusaha sukses. Sabotase di dunia bisnis sudah menjadi rahasia umum.
Dulu, aku hanya hidup berdua dengan ayahku karena ibuku sudah meninggal di usiaku yang baru menginjak umur 5 tahun. Ya, setidaknya tidak untuk kali ini. Sudah dua tahun dari kejadian di mana ayah membawa keluarga baru untukku.
Uchiha Mikoto, ibu tiriku dia baik namun sampai saat ini entah mengapa aku belum bisa menerimanya. Aku merasa mengkhianati mendiang Ibuku jika aku menerima dia menjadi Ibu baru di hidupku. Dan Uchiha Itachi ... pria berumur 28 tahun itu awalnya dia bersikap enggan padaku mengingat dulu pertemuan awal kami sangat tidak menyenangkan, tapi percaya tidak percaya kini kami berdua akrab. Aku merasa nyaman dengannya, dia pria yang baik dan kini sedikit demi sedikit aku bisa menerimanya sebagai saudaraku. Ya, walau kadang aku masih bersikap tak acuh padanya, tapi dia bersikeras mengakrabkan dirinya padaku.
Kupoles bedak tipis pada permukaan kulit wajahku, hari ini ayah dan istrinya berencana pergi ke Kanada entah untuk perjalanan bisnis atau bersenang-senang. Entahlah, aku tak tertarik dengan kehidupan mereka, lagipula dengan mengabulkan persyaratanku dulu ketika mereka memberikan kabar bahwa mereka telah menikah itu sudah lebih dari cukup. Cukup karena aku merasa puas apa yang menjadi hak mendiang ibuku masih terlindungi.
Tapi satu hak Ibu yang tak bisa kulindungi, tersenyum miris kutatap wajahku di depan cermin ketika aku merasa sangat menyesal karena aku tidak mampu mempertahankan hati ayah untuk tetap menjadi milik ibuku. Maafkan aku, Ibu.
Berdiri di depan meja rias dan merapikan sedikit penampilanku, terutama rambut pink panjangku yang terikat tinggi bagai ekor kuda dengan poni yang jatuh di kedua sisi wajahku. Setelah merasa cukup, kulirik jam yang telah menunjukkan pukul empat sore. Ini sudah waktunya aku ke toko.
.
"Sakura!"
Kuhela napas jengah dan dengan berat hati kubalikkan tubuhku. Kutatap mereka yang sedang membenahi koper-kopernya di ruang tamu dengan tatapan bosan tanpa minat.
"Ada apa?"
Ayah menatapku sekilas, "Kemarilah, Sakura." Kulangkahkan kakiku menghampiri mereka dan duduk di sofa dengan bosan.
"Sayang, tolong dasiku?" kulihat ayah meminta isterinya untuk membenahi dasinya yang tak rapi, dan wanita berambut raven panjang yang tengah memasukan sesuatu ke dalam koper itu langsung menghampiri ayah dan membenahi dasi ayah dengan telaten. Tch, ini benar-benar memuakkan!
Kemudian ayah menatapku, "Sakura, kau tahu 'kan sekarang ayah dan emm, Mikoto akan ke luar negeri?"
"Hm," sahutku tanpa minat.
"Ayah akan di sana cukup lama, emh sekitar setengah tahun. Kau tak perlu khawatir, Itachi akan menjagamu selama ayah pergi." Ujar ayah, dan itu sukses membuatku menatapnya tajam.
"Sekalian saja kau tak usah pulang! Aku pergi!"
Tanpa menghiraukan panggilan ayah, langsung kulangkahkan kakiku keluar rumah dan mengabaikan eksistensi Itachi yang berdiri di ambang pintu. Aku muak dengan semuanya!
.
.
.
.
.
Akhirnya sampai juga. Ya, di sinilah aku berdiri, di sebuah toko bunga dengan desain rumah kaca sederhana dengan nama 'Cherry Flowers' ini adalah toko bunga milikku. Karena setelah pulang kuliah aku tak memiliki aktivitas apapun, jadi kuputuskan untuk membuka toko ini. Ya, sebenarnya ini adalah toko milik Ibuku dulu karena Ibuku telah tiada, ayah menjual toko ini, tapi tahun kemarin aku memaksanya untuk kembali mengambil alih toko ini atas namaku. Awalnya ayah menentang keinginanku dengan alasan aku adalah seorang tunggal ahli waris perusahannya jadi untuk apa aku membuka toko ini, namun ketika kembali aku menyinggung pernikahannya, dengan tak rela akhirnya ayah membiarkanku kembali membuka toko ini.
Kini aku tengah fokus untuk mengembangkan bisnis rumah kaca penuh bunga ini. Awalnya memang berat, karena ibuku dulu kebanyakan hanya menjual beberapa bunga dan tanaman hias hasil dari rumah kaca ini kepada sahabat-sahabatnya, tetapi setahun belakangan ini aku berusaha mengembangkannya, dengan dibantu beberapa koneksi ayah di bidang pemasaran.
Toko kami menawarkan pasokan bunga-bunga ekslusif dan berkualitas ke semua pihak. Pada akhirnya ada beberapa hotel besar, rumah makan, dan butik- butik terkenal yang menerima pasokan tetap kami setiap saat untuk menghias tempat mereka dan juga selalu mengambil bunga dari tokoku ini untuk taman-taman yang ada di sana.
Bisnis rumah kaca ini berkembang bukan hanya karena menjual bunga-bunga hasil rumah kaca ini, tetapi juga memasok tanaman-tanaman yang indah untuk hiasan hotel. Selain itu aku juga menerima tender untuk memasok tanaman bagi event-event tertentu, seperti untuk dekorasi pernikahan, pesta, dan sebagainya. Dan sekarang aku sudah bisa menggaji beberapa pegawai untuk membantu kami.
"Selamat sore, Sakura-nee!"
Kutolehkan kepalaku ke ambang pintu toko, dan langsung kusunggingkan senyum lebar ketika Sarutobi Mirai remaja laki-laki tengah menatapku dengan matanya yang sayu, ya dia adalah pegawaiku satu-satunya di rumah kaca ini. Ya, karena jika tidak ada panggilan untuk mendekor tempat para klien kami aku hanya memperkerjakan Mirai dan diriku sendiri untuk penjualan perhari di rumah kaca ini. Lagipula para pegawaiku yang lain memang kupekerjakan hanya jika ada panggilan mendekorasi saja.
"Hai, Mirai." Sapaku padanya, lalu aku kembali menata bunga-bunga dan membiarkan Mirai memindahkan pot-pot bunga yang belum sempat dia bereskan kemarin toko ini harus cepat tutup karena hujan.
"Bagaimana dengan kabar ibumu, Mirai?" tanyaku di sela kegiatan menata bunga-bunga di atas meja.
"Ah, ibu sudah lebih baik. Terima kasih, Sakura-nee!"
Kualihkan tatapanku padanya, lalu kuisyaratkan agar Mirai menghampiriku. "Kemarilah,"
Mirai meletakkan pot terakhirnya di ujung dekat pintu, mengelap tangannya pada apron putih yang kami kenakan selama kami bekerja menata bunga atau pot.
Mirai berjalan ke arahku. "Ya?"
Kuusap pipinya yang sedikit cubby, lalu mencubit hidungnya gemas. "Kalian, maksudku kau dan ibumu adalah keluarga keduaku setelah ayah dan mendiang ibuku, Mirai. Jika ada sesuatu jangan sungkan meminta bantuan padaku, ya?" ucapku tulus.
Kulihat Mirai menatapku sendu. Hah, anak ini apakah dia sedang menggodaku dengan wajah tampannya itu? Dasar. "Jangan menatapku seperti itu, atau aku akan menciumu di depan umum." Godaku menetralisir suasana.
Mirai tertawa kecil dengan rona merah yang terlihat semar di kulit wajahnya. Ah, aku mencintai anak ini, dia sudah kuanggap sebagai Adikku sendiri. Sarutobi Mirai adalah remaja laki-laki yang berumur tiga tahun di bawahku dan saat ini dia masih sekolah di Tokyo International High School, lahir dari pasangan Sarutobi Asuma dan Kurenai Yuuhi. Paman Asuma adalah supir pribadi di rumahku, dulu sebelum kecelakaan lalu lintas merenggut paman Asuma dari kami, maksudku ... aku, Mirai dan bibi Kurenai.
Saat ini akulah yang membiayai seluruh kebutuhan bibi Kurenai dan Mirai. Awalnya mereka menolak, namun karena aku ini adalah tipe gadis keras kepala maka mereka tak bisa membantah keinginanku, lagipula aku sudah sangat akrab dengan keluarga Sarutobi sejak aku kecil. Tak jarang aku bermain dengan Mirai, walau usianya lebih muda dariku, tapi percaya atau tidak Mirai begitu mengerti diriku. Maka dari itulah aku sangat mencintai bocah ini.
"Kau sudah terlalu banyak membantu kami, Sakura-nee." Gumamnya pelan.
Kuacak rambut hitam legamnya gemas, "Itu sudah kewajibanku." Suara lonceng pintu terbuka mengalihkan tatapanku dari Mirai, lalu setelah melihat bahwa para pelanggan mulai memenuhi toko bunga ini, kembali kutatap Mirai. "Kurasa cukup kita membahas hal ini, sekarang kita harus memberikan pelayanan baik pada para pencinta bunga itu."
Mirai tersenyum kecil dan menatap para pelanggan itu dengan matanya yang berbinar. "Baiklah! Ayo kita bekerja!" dan ucapan penuh semangatnya membuatku tergelak, bukan hanya aku, para pelanggan yang mendengar suara Mirai pun ikut tergelak.
Hahh, aku suka suasana seperti ini. Beginilah setiap harinya, toko ini walaupun sederhana ternyata cukup banyak pecinta bunga datang sebagai pelanggan di setiap harinya. Melihat para pelanggan yang tersenyum dengan bunga di tangan mereka, itu adalah pemandangan favoritku. Ya, setidaknya aku lebih betah berada di toko bunga kecil ini daripada di rumah yang selalu sepi walau bertambah dua anggota baru.
Rumah kaca ini adalah rumah keduaku...
.
.
.
.
.
"Wahh, ramen ini enak sekali! Aku mau tambah lagi!"
Aku tersenyum kecil melihat Mirai melahap ramen mangkuk ketiganya dengan semangat. Ya, setelah menutup toko karena ini telah pukul delapan malam dan itu adalah waktu tutupnya toko bungaku, aku mengajak Mirai makan malam di restoran Ichiraku langgananku.
"Bagaimana sekolahmu, Mirai?" tanyaku di sela memakan ramenku.
"Semuanya baik-baik saja, dan kau tahu? Lusa nanti aku akan melaksanakan Touring ke Okayama Castle." Imbuhnya dengan mata berbinar.
"Benarkah?" tanyaku antusias.
Dia mengangguk mantap dan kembali menyantap ramennya. Kuusap kepalanya lembut dan itu membuatnya menatapku dengan kedua pipinya yang merona semar. "Makanlah yang banyak, aku tidak ingin kau sakit." Ucapku lembut.
Mirai menelan sisa ramen di mulutnya, lalu menatapku dalam. "Terima kasih, Sakura-nee."
Biip, biip!
Kuronggoh ponselku kerika mendengar bunyi pesan masuk, dan sedikit mengerenyit kubaca pesan yang ternyata dari Itachi.
From : Itachi-nii
Sakura, maaf karena malam ini aku lembur dan mungkin aku akan pulang besok pagi. Apa kau tidak apa-apa sendirian di rumah?
Kuulas sedikit senyum getir, lalu jari-jemariku langsung menari di atas layar ponselku.
To : Itachi-nii
Hm, tak apa. Lagipula sendirian di rumah sudah biasa untukku, ya jika kau lupa itu Itachi-nii. Jangan terlalu keras bekerja, dan jangan lupa minum obatmu. Jangan sampai Vertigomu kambuh, itu akan merepotkanku.
Lalu langsung kumatikan ponselku dan kembali memakan sisa ramen yang berada di mangkuk. Hm, setidaknya malam ini aku bisa leluasa berada di rumah tanpa mereka, ya kecuali para maid dan butler keluargaku.
.
Setelah mengantar Mirai pulang dan menjenguk bibi Kurenai, kini aku telah memasuki pelataran rumahku. Haah, hari ini lelah sekali rasanya. Mungkin karena tugas kuliah, dan kegiatanku menjaga toko bunga membuatku sedikit lelah.
Kuparkirkan mobil Audi putihku di garasi, lalu keluar dari mobil dan menguncinya tentu saja. Ketika hendak memasuki rumah, tiba-tiba saja kedua alisku mengerenyit ketika melihat sebuah mobil sport biru dongker yang sangat asing terparkir sembarangan di halaman rumahku.
Mobil siapa itu? Mungkinkah Itachi? Tapi mobil itu bukan milik Itachi, ah apa mungkin itu teman Itachi? Kulirik jam tanganku yang telah menunjukkan pukul sebelas malam, mengedikkan kedua bahuku tak peduli, akhirnya kuputuskan untuk memasuki rumah tanpa mengacuhkan siapa pemilik mobil itu.
.
Saat kulangkahkan kakiku memasuki rumah suasananya sangat sepi. Eh? Kemana para maid dan butler rumah ini? Sedikit mengerenyitkan dahi, sejurus kemudian kutepuk dahiku pelan ketika menyadari sekarang telah memasuki akhir musim semi dan itu artinya para pekerja di rumah ini telah mengambil hari libur mereka selama seminggu.
Haah, ini adalah kesempatanku untuk bersantai tanpa ada yang mengganggu. Baiklah, langkah pertama yang harus kuambil adalah ... berendam air hangat. Pasti sangat segar.
Kembali kulangkahkan kakiku menuju kamarku yang berada di lantai dua dengan santai, namun ketika aku hendak menapaki anak tangga pertama, tiba-tiba saja aku mendengar suara-suara aneh yang kuyakini berasal dari kolam renang. Eh? Siapa yang berada di sana? Bukankah para pekerja tidak ada di rumah kecuali satpam rumah ini?
Sedikit takut, kulangkahkan kakiku mendekati pintu kaca yang berada di sisi kanan ruang tamu. Ketika telah sampai, dengan pelan kubuka pintu kaca yang menyambungkan langsung dengan kolam renang.
Tap!
Mataku sukses terbelalak lebar melihat sesuatu yang tak pantas kulihat kini tengah terpampang jelas di depanku. Di sana, di dalam kolam renang lebih tepatnya seorang pria dengan gaya rambut raven aneh bak bokong ayam tengah berada di posisi membelakangiku tengah mencumbu seorang wanita berambut pirang pucat di sisi kolam renang! Demi Tuhan! Siapa dia! Berani-beraninya mereka berbuat hal hina di rumahku! Di kolam renangku! Kurang ajar!
Splash!
Kulempar sandal rumahku pada mereka dan sukses membuat mereka sadar akan kehadiranku. "BRENGSEK! Apa yang kalian lakukan di rumahku?!" teriakku penuh amarah.
Kulihat wanita setengah telanjang itu menatapku bingung, lalu kualihkan tatapan mataku pada pria yang ... APA? K-kenapa wajahnya sangat tak asing?
"I-Itachi?" pekiku tak percaya. Hei! Apakah Itachi merubah gaya rambutnya? Brengsek! Aku tak percaya Itachi sebejat ini, dan hey! Sejak kapan Itachi memiliki sebuah seringaian menyebalkan di bibirnya itu?
To be continue
A/N : Hai! Well, apakah ada yang sadar bahwa Sasa telah menghapus fic Sasa yang Love Step Brother's? Hehe, oke ... jadi gini. Sasa ngerasa fic itu perlu dirombak ulang, dan inilah hasil rombakkan Sasa, tentu dengan plot yang baru, karena plot yang dulu udah mentok dan basi -,- Semoga suka, dan pliiiiiis jangan tanya kapan Sasa lanjut fic Sasa yang lain, ya? Sasa janji akan lanjut semua fic Sasa, tapi ngga sekarang karena Sasa lagi kehabisan feel gara-gara test sekolah seminggu terakhir ini yang buat Sasa down. Segitu aja, semoga suka dan terima kasih.
Salam hangat,
UchiHaruno Misaki.
[PS : Sarutobi Mirai di sini Sasa jadiin gender cowok soalnya dia punya wajah yang tampan sekaligus imut xD]
