Aku benci angka satu, dua, dan tujuh.
Aku benci bagaimana angka itu mengingatkanku padamu.
Angka itu mengingatkan pertemuan kita. Dan juga perpisahan yang sangat tidak kuinginkan. Tapi kamu begitu egois, kamu memilih dia, yang kuakui memang jauh lebih baik dariku. Aku hanyalah butiran pasir, jika dibanding dengan ia yang seorang bidadari.
Kenangan yang sudah kita buat sia-sia saja. Aku bodoh karena aku sudah termakan janji manismu. Aku bodoh karena kita sudah membuat janji tapi semua teringkari karena egomu.
Tidak, jangan sangka aku menyesal dan semua ini hanyalah salahmu. Aku tidak menyesal, dan ini jugalah salahku, karena cintaimu saja aku sudah keliru. Aku juga salah, karena aku singgah di hati yang tidak pantas untuk kumiliki.
Seratus duapuluh tujuh adalah koordinat garis bujur ibukota negara ini. Tempat dimana kita bertemu, saling mencinta, dan kemudian berpisahㅡdan kemudian kamu bertemu dengan penggantiku. Siklus percintaan memang takkan ada habisnya ketika kita menemukan jodoh kita bukan? Tapi kurasa siklusmu selesai disini. Karena sekarang, aku yang bodoh telah meneteskan air mata di kartu undangan pernikahanmu.
you're invited to the Wedding of:
Lee Minhyung
and
Na Jaemin
Wednesday, May the eleventh, two thousand and seventeen.
Lagi-lagi air mata ini jatuh. See? Aku memang bodoh. Aku masih mengharapkanmu yang bahkan sudah akan mengikat janji di hadapan Tuhan.
Aku bahkan belum menemukan penggantimu. Tapi secepat inikah hatiku harus dijungkir balikkan olehmu? Rasanya tidak adil, tapi tidak mungkin aku menentang pernikahanmuㅡkarena aku bukan Tuhan dan tentulah aku bukan siapa-siapamu lagi.
Aku pernah membayangkan di malam itu, ketika kita sedang berdua, lalu kau berkata, hei, ayo menikah kalau kita sudah dewasa nanti. Aku hanya tersenyum malu-malu, lalu terbesit dipikiranku saat aku dan kau ada di altar, lalu mengucap janji sehidup semati di hadapan Tuhan. Tapi sekarang rasanya hanya khayalan semata, karena aku bukan yang jadi pendampingmu di altar esok.
Minhyung. Terima kasih atas kesediaanmu untuk menerimaku singgah sementara. Kamu banyak mengajarkanku soal kebahagiaan, jadi rasanya tidak pantas kalau aku merusak kebahagiaan yang sudah kau temukan sekarang. Aku selalu sebut namamu dalam doaku, entah itu kemarin, sekarang, atau nanti di masa depan. Aku akan terus mencintaimu meskipun nanti aku akan menemukan penggantimu. Sebut saja aku munafik atau aku tidak tahu diri, tapi beginilah aku, Minhyung.
Semoga calon pendampingmu nanti adalah yang paling terbaik di antara yang terbaik. Semoga dia bisa membahagiakanmu sebagaimana kamu membahagiakanku dulu.
tapi janganlah kamu pernah lupa, 127 adalah temu dan pisah kita. 127 adalah kenangan. 127 adalah cintaku, yang kini bertepuk sebelah tangan. dan 127 adalah hal yang tak akan kulupa sampai aku menghembuskan nafas terakhirku nanti.
dari Lee Haechan, yang pernah kau cintai dan akan selalu mencintaimu.
selesai.
a/n:
Halo gais. Kembali lg dengan monstacookie si receh yg tiba" nulis fanfic sad. Sebenernya ini bkn fanfic sih sebelumnya, cuma curahan hati aku tp aku remake jg fanfic. Iya, aku lg patah hatiㅋㅋ
Ealah jd curhat. Dah ah, mohon dimaapkan kalo fanfic ini kesannya gaje dan kaku. Terima kasih buat yg sudah review di semua fanficku. Aku seneng liat review kalian, tp aku bingung mau bales review kalian. Aku ngetik ini dr handphone soalnya. Jd tolong di maapkan lg kalau kesannya aku sombongㅠㅠ
Oke deh, sekian terima gaji. Aku cinta kalian semua xD
