Prologue : Sebuah Dunia Baru!
Gaaaah... Pandanganku benar-benar gelap. Aku tak bisa melihat apapun ataupun merasakan apapun. Apakah aku sudah mati? Entahlah... Yang jelas sebuah cahaya terang mulai menerangi mataku.
Eh semua yang kulihat hanyalah sebuah lapangan luas serba putih. Sepertinya tidak ada tembok ataupun pemandangan apapun. Hanya putih saja. Terkecuali untuk sebuah pintu kayu yang berada di hadapanku.
Aku merasa badanku bisa bergerak sedikit. Aku memaksa diriku untuk berdiri dan melihat pintu kayu yang ada di hadapanku. Aku mulai bisa mendengar suara air yang mengalir dari belakangku. Saat aku melihat ke belakang, ada sebuah sungai kecil yang mengalir. Di sisi lain dari sungai itu, ada sebuah pintu juga.
Aaah... Aku paham sekarang. Dulu teman 1 korps denganku pernah menceritakan pengalaman yang hampir sama dengan situasiku saat ini. Erm.. Pengalaman hampir mati atau semacamnya... Aku lupa.
Aku menepuk kepalaku; mencoba mengingat kembali apa yang terjadi... Yang kuingat adalah aku mendengar suara ledakan sebelum semuanya menjadi gelap. Jadi... Apakah aku mati karena ledakan? Eh?! Tunggu dulu... Apa aku benar-benar mati dalam ledakan itu? SIAL! Edward masih berhutang Rp.50.000 padaku! Kalau aku mati sekarang, berarti aku akan rugi... Tidak-tidak, aku harus keluar dari sini..
Tetapi pintu mana yang harus kulewati? Pintu kayu yang berada di hadapanku ataukah pintu kayu yang berada di seberang sungai?
Hmmmm... Aku mengelus-ngelus daguku sambil berpikir. Aku melihat sungai yang berada di belakangku sekali lagi. Airnya sangat jernih, aku bahkan bisa melihat ikan berenang di dalamnya.
Aaah benar juga. Selagi aku di sini, kenapa aku tidak menangkap beberapa ikan untuk kubawa? Gajiku sebagai tentara bayaran memang tinggi tetapi tidak cukup untuk menutupi biaya berobat adik perempuanku yang sakit-sakitan. Jika saja aku bisa menangkap beberapa ikan dan menjualnya...
"Zak Daveizwein" Sebuah suara yang sangat halus dapat terdengar di telingaku. Aku melihat kesampingku, seorang perempuan yang mengenakan gaun panjang berwarna putih dan bersayap putih berada di sebelahku. Dia hanya tersenyum padaku.
Aku langsung mencubit telinga perempuan tak dikenal ini.
"Aduh-aduh-duh, duh! Sakit!" keluhnya sambil mencoba melepaskan tanganku dari telinganya.
"Davei" ucapku membenarkan nama belakangku. "Zwein itu julukan yang diberikan oleh teman-teman 1 korps" Aku melepaskan tanganku yang mencubit telinganya sambil kembali memperhatikan ikan yang berenang di sungai.
"Ugh..." dia mengelus-ngelus telinganya yang sedikit merah. "Perkenalkan, namaku adalah Liza. Aku adalah malaikat penjagamu"
M-Malaikat penjaga... Aku kembali menatapnya. Dulu aku memang sering diberitahu jika tiap orang itu memiliki malaikat penjaga tetapi jujur saja, aku tak begitu percaya karena kupikir itu mungkin hanya usaha dari orang-orang untuk menakut-nakutiku yang waktu kecil terhitung bandel.
Wow... Jadi... Aku benar-benar memiliki malaikat penjaga... Huh... Dan dia adalah sesosok perempuan.
"Anu... Kau tidak minta untuk digaji kan?" tanyaku tanpa berpikir
"Tentu saja tidak. Tugasku hanyalah mengawasimu saja" jawabnya
"Kalau kau mengawasiku waktu mandi, aku akan mencubitmu lagi" balasku singkat
"Yah bisa dibilang aku pernah melihatmu wakt-" Liza langsung berhenti berbicara ketika dia melihat aku menatapnya dengan serius. "Ahahahah, bercanda! Bercanda! Ahahahaha"
Aku hanya terdiam. Banyak orang yang selalu mengatakan kalau para malaikat penjaga itu... Semuanya waras. Sepertinya aku telah membuat punyaku menjadi sakit jiwa selama 24 tahun...
Liza berhenti tertawa. Dia batuk sesaat kemudian kembali menatapku dengan tatapan yang sangat tenang.
"Zak, dengar. Kau berada di ambang hidup dan mati sekarang. Belum lagi ada kekuatan jahat yang membuat dunia sangat tidak stabil. Aku datang untuk memperingatkanmu, ketika kau tersadar kembali di dunia, dunia yang akan kau lihat nanti mungkin saja bukanlah dunia yang tak kau ketahui lagi" ucapnya masih dengan tenang
Yep... Kurasa aku telah membuat malaikat penjagaku menjadi sakit jiwa; aku sama sekali tak memahami apa yang dikatakannya barusan. Apaan-apaan itu? Dunia yang tak stabil? Satu-satunya hal yang tak stabil di sini adalah kesehatan jiwanya.
"Oleh karena itu, Zak..." Dia menutup matanya sesaat. "Kumohon saat kau kembali lagi ke dunia, jangan buat aku stress dengan tingkah bodohmu nak"
Liza mendekatkan jari telunjuknya pada dahiku. Dia membuka matanya dengan perlahan dan tersenyum sekali lagi.
"Ingatlah, aku akan selalu mengawasimu" ucapnya
"Erm... Anu... Kau tidak minta supaya kau dibayar kan? Gajiku sebagai tentara bayaran masih se-"
Aku merasa tubuhku merasa terdorong ke belakang oleh sebuah kekuatan yang tak terlihat. Dorongannya begitu kuat hingga aku justru menabrak pintu kayu yang ada di dekatku.
Kedua mataku benar-benar terbuka lebar sekarang. Ah? Langit biru yang indah. Aku melihat ke samping kiri-kananku. Tidak ada satupun orang di sekitarku, tetapi aku bisa melihat adanya setumpuk kayu yang masih mengeluarkan asap tak jauh dari tempatku terbaring. Sepertinya ada orang yang menemukanku dan membaringkanku di atas selimut sederhana ini.
Aku bangkit berdiri dan memeriksa pakaianku. Haah syukurlah, aku masih mengenakan seragamku. Kukira akan ada yang merampokku ketika aku tidak sadarkan diri. Perang terkadang sangat kejam seperti itu.
Badanku masih terasa sakit tetapi setidaknya aku bisa bergerak. Aku berjalan menuju tumpuan kayu yang masih berasap dan mendekatkan tanganku pada arang-arang hitam yang melekat dekat dengan kayu tersebut. Masih hangat... Sepertinya juga dipadamkan dengan terburu-buru.
Aku melihat ke sebuah batang kayu besar yang berada dekat sekali dengan tumpukan kayu api unggun. Ada sebuah piring sederhana. Aku mengendus-ngendus piring tersebut dan merabanya. Masih hangat juga dan masih berbau seperti makanan.
Tidak salah lagi... Pasti ada orang yang menemukanku. Tetapi siapa dan ke mana orang itu? Aku tidak tahu. Kuperhatikan lagi sekelilingku dengan teliti. Aku melihat ranselku tergeletak disamping sebuah ransel aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya. Setidaknya senjataku juga diletakan disamping ranselku.
Aku memeriksa isi ranselku; masih lengkap. Dengan senang aku memikul kembali ransel yang selalu bersamaku semenjak pertama kali aku menjadi tentara bayaran di punggungku. Aku mengambil senapanku dan memeriksanya. Pelurunya masih ada dan aku tidak melihat adanya tanda-tanda kerusakan. Hanya saja sedikit kotor karena tanah.
Heh, Karbin 49 memang senapan terbaik yang pernah ada. Meskipun sudah masuk lumpur sekalipun, senjata ini masih bisa berfungsi dengan baik. Cuaca ekstrim juga tidak akan mempengaruhi performa senjata ini. Ya baiklah aku akui cuaca ekstrim akan mempengaruhi kinerjaku karena aku memang kurang bisa beradaptasi dengan suhu dingin.
Aku mendengar suara langkah kaki kuda dari belakangku. Ada seseorang dari kejauhan datang menunggangi kuda coklat. Aku tak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas karena dia mengenakan helm besi yang menutupi seluruh wajahnya. Pakaian biru dengan celana hitam panjang ditambah dengan sepasang sepatu bot dari besi? Tangan kanannya memegang tombak.
Eeeh, kenapa orang itu memegang tombak dan berpenampilan aneh seperti itu? Ayolah, ini adalah jaman dimana orang-orang akan menggunakan tank untuk bertempur bukan kuda. Setidaknya, dia terlihat tidak berniat menyerangku.
Dia melambaikan tangannya padaku dan aku melambaikan tanganku kembali padanya sambil tersenyum ramah. Dia turun dari kudanya dan berjalan menghampiriku.
"Sudah bangun? Bagaimana kondisimu" suaranya yang sangat dalam sudah menjelaskan jika orang ini adalah laki-laki dan sapaanya saja sudah menjelaskan padaku jika dia mungkin yang menemukanku.
"Lebih baik" jawabku singkat. "Erm, kalau boleh kuketahui, dimana aku?"
"Padang rumput yang tak jauh dari ibukota"
Tunggu dulu... Ibukota... IBUKOTA?! Seingatku aku sedang disewa untuk bertempur dengan korps di barisan depan untuk menahan gelombang serangan dari negara musuh!
Aku langsung mengeluarkan peta dan kompas dari dalam ranselku. Orang ini sepertinya kebingungan melihatku mengeluarkan peta dan kompas.
"Erm... Tunggu dulu... Kita ada di dekat ibukota kan? Setahuku aku berada sekitar 2.900 kilometer dari ibokta. Berapa lama sebenarnya aku pingsan? Dimana kau menemukanku?" tanyaku
"Ah... 2 hari. Aku hanya menemukanmu di dekat reruntuhan sebuah kota tua yang tiba-tiba saja muncul" jawab orang itu
Kota tua yang tiba-tiba saja muncul? Kata-kata dari Liza kembali terlintas di pikiranku. Inikah yang dimaksudkannya dengan kondisi dunia yang tak stabil?
"Ngomong-ngomong, aku belum pernah pakaian aneh seperti itu sebelumnya ataupun alat-alat aneh yang kau bawa itu. Darimana kau sebenarnya?" tanya orang yang menyelamatkanku sambil berlutut melihat peta yang kubawa
"Eh, bisa kukatakan aku bukan berasal dari sekitar sini... Kemungkinan juga aku berasal dari tempat yang bahkan tidak pernah didengar oleh orang" jawabku
"Aku mengerti" balasnya. "Belakangan ini, hal-hal aneh mulai bermunculan di dunia. Ada sejumlah tempat-tempat yang berubah secara drastis. Hutan yang tak jauh dari sinipun tiba-tiba berubah menjadi kota tua"
Aaaah, aku paham sekarang. Jadi intinya dunia yang kuketahui sepertinya telah "bercampur" dengan dunia lain. Oke-oke, sepertinya malaikat penjagaku belum sepenuhnya gila. Berarti peta yang kubawa sama sekali tidak berguna karena bagaimanapun, aku yakin aku berada di dunia lain yang tak kukenal.
Orang ini masih mengenakan helmnya jadi aku tak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajahnya tetapi sepertinya dia kebingungan melihat isi peta yang kubawa.
"Kau... Berbakat dalam menggambar" ucapnya masih memperhatikan peta. "Daerah mana ini? Aku tak pernah mendengar satupun nama dari daerah-daerah yang ada di peta ini"
"Yah... Bisa dibilang aku mungkin berasal dari pecahan dunia lain" ucapku. "Ngomong-ngomong paman, apakah paman menemukan orang lain?"
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Aku menghela nafas. Sialan... Jika aku terdampar di dunia ini... Bagaimana dengan adik perempuanku? Dia adalah satu-satunya keluargaku yang tersisa dan dia sedang sakit-sakitan.
Aku harus bisa menemukan cara untuk kembali... Apapun yang terjadi. Tetapi darimana aku harus mulai?
"Untuk sekarang, lebih baik kita kembali ke kamp untuk melapor" ucap orang ini. "Aku yakin tuan puteri Alisha akan senang jika beliau bisa mendengar kabar darimu"
"Alisha?" aku menggaruk-garuk kepalaku
"Tuan puteri dari Kerajaan Hyland. Beliau menugaskan para pengintai untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika kau mengingat sesuatu, kumohon laporkan pada beliau" ucapnya
"Aaaah, baiklah. Aku mengerti" aku menganggukan kepalaku.
Aku dibawa oleh orang yang menyelamatkanku ke kota Ladylake. Kesan pertamaku? KOTA PALING KEREN YANG PERNAH KULIHAT! Maaf jika aku terlalu bersemangat. Tetapi kota ini benar-benar indah!
Kota ini terletak di tengah-tengah danau yang dihubungkan oleh sebuah jembatan megah. Dinding yang terlihat kokoh menjulang tinggi mengelilingi kota ini. Aku suka kota ini... Air di danaunya sangat jernih.
Orang-orang di dalam kotanya juga terlihat sangat ramah walaupun mereka menatapku dengan heran karena pakaianku yang sangat berbeda dan mungkin juga karena wajahku yang diberikan cat warna hijau belang hitam.
Aku sempat berbincang-bincang dengan orang yang menyelamatkanku tentang kota ini. Jujur saja, aku tak hafal nama orang yang menyelamatkanku ini. Dia berbicara sesuatu tentang legenda tua mengenai orang yang dijuluki Sheperd. Konon katanya ada seseorang berhasil mencabut pedang keramat ditengah-tengah kericuhan saat festival dan berhasil menenangkan kericuhan. Katanya juga, Sheperd memiliki kemampuan untuk mengendalikan kekuatan Seraphim; semacam makhluk gaib dengan kekuatan super!
Dari ceritanya, aku sudah bisa mengerti jika dunia ini benar-benar ini benar-benar berbeda dari yang kuketahui. Ini adalah sebuah dunia baru. Dunia yang benar-benar berbeda! Dunia yang sepertinya memiliki magic... Huh, keren juga. Tapi itu tak menyingkirkan kenyataan jika aku masih khawatir tentang adik perempuanku.
Begitu kami memasuki kamp pasukan Hyland, aku langsung diantarkan menuju ruang komando yang merupakan sebuah tenda terbesar. Di dalam tenda tersebut, seorang perempuan sedang memperhatikan peta di atas meja tepat di tengah-tengah tenda.
Aaaah, rambutnya pirang dan matanya hijau. Dia mengenakan pakaian berwarna merah. Dia sedikit terkejut melihatku dibawa masuk.
"M-makhluk apa itu?" komentarnya dengan kedua matanya yang terbuka lebar
"Oi... Aku ini manusia" keluhku
"Tuan Puteri! Hamba menemukan makhluk ini di dekat kota tua yang baru-baru ini saja muncul!" lapor orang yang menyelamatkanku
"Kau juga? Bisakah kalian mulai berhenti berbicara seolah-olah aku ini makhluk aneh?" protesku
Perempuan tersebut menganggukan kepalanya perlahan. Dia menatapku sekali lagi dari ujung kaki hingga kepala. Dia kemudian menggelengkan kepalanya sesaat dan kembali melihatku.
"Maaf, nama saya adalah Alisha Diipdha. Saya paham anda sangat lelah dan kebingungan sekarang tetapi saya harus bertanya beberapa hal pada anda" ucapnya
Aku mengangkat alis mataku dan menganggukan kepalaku sebagai pertanda jika aku memahaminya. Sebagai tuan puteri... Aku yakin dia pasti benar-benar khawatir jika hal-hal aneh yang terjadi akan membuat rakyatnya menderita.
Sama halnya dengan adikku. Aku sangat khawatir tentangnya sekarang dan aku akan melakukan apa saja supaya dia tetap sehat... Itu juga adalah penyebab kenapa aku menjadi tentara bayaran.
Kehidupan sipil tak cocok denganku dan satu-satunya kemampuan yang kumiliki adalah membunuh orang lain.
"Emm... Tuan..."
"Ah? Ya! Namaku? Zak Davei. Teman-temanku sering menambahkan Zwein pada nama belakangku. Senang bisa bertemu dengan anda!" balasku
Aku menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan oleh Alisha. Dia hanya bertanya darimana asalku ataupun apakah aku ingat bagaimana aku bisa ada di sini. Jujur saja, aku tak ingat bagaimana aku bisa ada di sini. Yang kuingat adalah aku pingsan dan ketika aku terbangun, aku sudah ada di dunia ini.
Alisha hanya menganggukan kepalanya mendengar setiap jawabanku. Dia benar-benar terlihat sangat khawatir akan beberapa hal. Aku bisa melihatnya dari matanya.
Saat aku sedang berbincang-bincang mengenai dunia baru ini, tiba-tiba saja terjadi guncangan tanah yang sangat kuat. Tak lama kemudian seorang prajurit Hyland berlari masuk dengan tergesa-gesa.
"Tuan Puteri! Ada makhluk-makhluk aneh bermunculan di alun-alun kota dan menyerang semua warga!" lapornya
Mendengar laporan tersebut. Alisha tanpa berpikir langsung mengambil sebuah tombak. Tatapan matanya berubah menjadi serius.
"Evakuasi semua orang dari area itu! Sekarang!" perintahnya dengan sangat tegas
"Segera!" jawab prajurit tadi berlari keluar dari tenda
Alisha menatapku yang masih kebingungan.
"Tuan Zak, untuk sekarang, anda juga akan dievakuasi" ucapnya
"Tunggu dulu. Aku juga tak bisa diam jika ada yang menargeti warga tak bersenjata" protesku
"Tetapi..." Alisha mengangkat alis matanya. "Kau sama sekali tidak membawa senjata"
Alisha benar-benar terlihat sangat ragu-ragu padaku. Aku hanya tersenyum dan menunjukan senjata kebanggaanku; Karbin 49 yang selalu kubawa saat bertugas di depan. Amunisinya juga masih banyak. Lagipula, semua orang di sini bertarung hanya menggunakan pedang, tombak, dan perisai. Yang perlu kulakukan adalah mendukung mereka dari jarak jauh.
Meskipun aku menunjukan senapanku, Alisha hanya terdiam sesaat kebingungan melihat senapanku.
"Kau akan... Bertempur dengan tongkat kayu?" tanya Alisha ragu-ragu padaku
"Kau bisa menganggap ini tongkat kayu, tapi tongkat kayu inilah yang akan menghabisi siapapun yang berani melukai orang-orang kota ini"
"Evakuasi dia" perintah Alisha sambil berlari meninggalkan kamp terburu-buru. Tanpa berpikir, aku juga langsung berlari menyusul Alisha. Para prajurit Hyland juga tampaknya tak pusing dengan keberadaanku karena mereka semua sedang berhamburan keluar kamp untuk mengevakuasi warga
Sesampainya aku di alun-alun kota, aku melihat sesuatu yang... Mengejutkan. Sejumlah laba-laba besar memenuhi alun-alun sedang mengejar para warga.
Situasinya benar-benar kacau. Para prajurit Hyland maju dengan berani menghadapi laba-laba yang menyerang tetapi tak peduli berapa kali senjata mereka menebas laba-laba tersebut, laba-laba tersebut sepertinya sama sekali tak terluka sedikitpun.
Alisha juga berusaha keras. Dia mengayunkan tombaknya dan menikam laba-laba tetapi tidak ada satupun yang terluka walaupun aku melihat dengan jelas mata tombaknya menembus beberapa ekor.
Apa yang terjadi? Laba-laba macam apa itu?! Apakah aku sedang berada dalam dunia dimana laba-laba adalah semacam pohon di dunia game yang tak bisa rubuh walaupun ditabrak dengan tank?!
Hei narrator! Pembaca! Iya! Kalian yang sedang membaca! Apa yang sebenarnya terjadi di sini?! Berhenti mengorek hidung kalian dan pergi telepon ambulan!
"Laba-laba macam apa ini?!" komentar salah satu pasukan
"T-tidak mungkin..." ucap Alisha. "Jangan-jangan... Hellion?!"
Seekor laba-laba melompat ke arah Alisha dari samping. Dengan cepat aku membidik laba-laba itu. Tepat saat Alisha menatap laba-laba tersebut. Aku menarik pelatuk senjataku.
DOR! Suara menggelegar dari senapanku dapat terdengar. Kilatan kuning dari moncong senapanku dapat kulihat untuk sesaat. Tembakanku mengenai laba-laba itu dan membuatnya terpental ke arah lain. Suaranya yang sangat kuat menarik perhatian semua prajurit yang ada dan juga laba-laba.
Aku tak berhenti menembak, aku terus menembaki tembakan beruntun ke arah kerumunan laba-laba. Tembakanku cukup kuat untuk membuat mereka terpental. Tetapi masalahnya adalah mereka tidak kunjung mati!
"Sial! Sial! Berhenti menggunakan mode dewa dan matilah kalian laba-laba sialan!" keluhku
Saat seluruh magazine senjataku telah kosong. Semua laba-laba yang ada melompat dengan sangat tinggi keluar dari dalam kota; kemungkinan melarikan diri.
Uap panas dapat terlihat mengepul-ngepul pada moncong senapanku. Aku dengan cepat mengganti magazine yang lama dengan yang baru dan mengkokang senjataku.
"Menyebar, formasi 2 orang! Aku akan menghubungi peleton 3 untuk bantuan dari samping. Perhatikan jarak minimum dan... Ah?" Aku berhenti berbicara karena menyadari Alisha dan yang lain menatapku. "Aaaah... Maksudku... Perintah anda selanjutnya Tuan Puteri!"
Alisha menggelengkan kepalanya untuk sesaat.
"Periksa apakah ada orang yang terluka!" perintahnya. "Tuan Zak tolong bantuannya untuk mengusir sisa-sisa hellion yang kemungkinan masih ada di kota!"
"Dimengerti!" balasku
"Orang aneh! Di sini!"
Aku berlari mengikuti arahan dari salah satu pasukan Hyland. Aku memang tidak tahu apa-apa tentang dunia ini, tetapi aku tak bisa tinggal diam jika orang-orang tak berdosa kota ini dimangsa.
Bersambung
