"Sasuke kau datang," seorang gadis berambut panjang dengan tatanan ala braid wapped ponytail menyapa seseorang lebih tepatnya seorang pemuda yang baru saja datang. Tampan seperti biasa. Dengan porsi pas khas pria beranjak dewasa.

"…"

Hanya keheningan yang menjadi jeda. Sang gadis menghela nafas. Sudah biasa untuknya.

"Aku sudah menunggumu selama hampir 2 jam, kau darimana?" tanyanya lagi. Menatap sosok tegap itu yang berdiri cukup jauh darinya. Sosok yang bahkan tak menatapnya sedikitpun. Hal seperti ini juga sudah biasa untuknya.

Keheningan yang kembali menyapa. Keheningan yang menyesakkan untuknya. Ya hanya untuknya saja. Dan lagi-lagi ini hal yang biasa. Sang gadis masih berusaha menguatkan diri. Menghela nafas kembali untuk mengusir perasaan yang sesak menghimpitnya.

"Kau tidak ingin menjawab pertany—

"Katakan apa yang ingin kau katakan," terdengar suara dari sebelahnya memotong perkataannya. Terdengar dingin dan gusar menyapa gendang telinganya.

"akhirnya kau berbicara," sebuah senyum timbul dibibir sang gadis. "besok sebelum hari kelulusan mari berkencan denganku. Sehari saja," ucapkan kemudian.

"…"

"Aku akan meminta izin pada kekasihmu untuk meminjamkanmu sehari saja padaku," kembali mengatakan keinginannya karena pemuda didekatnya tak mengatakan apa-apa.

"Tidak dan jangan pernah berani melakukan hal menggelikan seperti itu."

"aku mohon Sasuke sehari saja, hanya jalan-jalan," tak mengindahkan jawaban dingin yang diterimanya barusan. Tangannya meraih pergelangan tangan Sasuke ketika sang pemuda beranjak berjalan untuk meninggalkankan tempatnya sekarang.

"kalau tidak bisa sehari, berikan aku waktumu setengah harinya saja, please Sasuke aku mencintaimu, berikan setengah hari waktumu besok untuk berkencan denganku," katanya memohon.

Hempasan kasar yang diterimanya.

"Dengar Naruto, hentikan tindakan konyolmu. Ini sangat memuakkan apa kau tahu?" mengibaskan lengan kemejanya dibekas pegangan sang gadis seakan-akan berusaha untuk membersihkan kotoran yang menempel disana.

"Kumohon Sasuke," sang gadis yang dipanggil Naruto kembali mengucapkan permohonan dengan tatapan yang benar-benar menyedihkan, "baiklah, berikan waktumu 1 atau 2 jam saja," ucap Naruto memberikan penawaran.

"sadar dirilah, aku sudah memiliki kekasih dan itu jauh lebih-lebih baik daripada gadis tidak tahu malu sepertimu. Enyahlah dan jangan pernah temui aku," setelah Sasuke mengatakan apa yang perlu dia katakan itu seolah hal yang biasa memilih cepat-cepat berlalu dari sana.

"aku akan menunggumu di Canberra Café jam 10 pagi sampai kau datang," teriak Naruto pada Sasuke yang sudah berlalu ketika dirinya sudah tak mampu untuk mencegah kepergiannya. Lumayan jauh tapi Naruto yakin teriakan tersebut dapat didengar dengan baik oleh Sasuke.

Meluruhkan tubuh ringkihnya di tanah berumput yang dipijaknya. Menekuk lutut dan membenamkankan wajah kuyunya disana. Matanya memanas seakan ada sesuatu yang mendorong ingin mendesak keluar. Ini yang terakhir sungguh yang terakhir, setelah ini aku akan membuang semuanya, begitu pikirnya. Berusaha mati-matian menahan sesuatu yang terasa ngilu dan membuat sesak rongga dadanya.

Tap.

Tap.

Tap.

Suara langkah kaki yang tidak tahu milik siapa terasa mendekat kearahnya. Diam. Mengacuhkan. Tak memiliki keinginan untuk melihat rupa siapa gerangan yang datang mengusik. Suara langkah berhenti tepat dibelakangnya.

"wow kau terlihat menyedihkan sekali," suara bass terdengar setelahnya.

Hening. Tak berniat menimpali ucapan sarkas yang jelas dilontarkan jelas padanya. Naruto bahkan tak berniat mengangkat wajah untuk melihat sang lawan bicara.

"kenapa tak kau hentikan saja? Untuk apa berusaha menjadi orang ketiga dihubungan meraka. Kurasa saudarimu lebih cocok untuk Sasuke. Apa kau merasa bangga ketika menjadi benalu dikehidupan Naruko?"

"bagaimana denganmu? Kau mencintai Naruko bukan… Gaara?" senyuman mengejek diberikan Naruto diposisi yang sama. Wajah masih berada dilipatan lututnya. "Kau sering menatapnya diam-diam, memberi perhatian dengan dalih teman agar persahabatan kalian tetap utuh. Tetap harmonis. Wow bagiku itu yang lebih terlihat menyedihkan," lanjutnya tenang. Tak menyadari bahwa raut wajah lawan bicaranya sedikit berubah.

"Bagaimana kalau kita berkerja sama untuk memisahkan mereka. Aku mendapatkan Sasuke dan kau mendapatkan Naruko," mengenadahkan wajahnya untuk melihat rupa sang lawan bicara. "Bagaimana eum? Menguntungkan bukan," sambungnya lagi dengan semangat. "Kenapa aku tidak berpikiran ini dari dulu?" ucapan demi ucapan dilontarkan dengan ceria.

"Aku tidak seperti dirimu, dan tidak ingin seperti dirimu."

"Benarkah?"

"Dengar Naruto, aku pastikan kau akan berurusan denganku kalau sampai terjadi sesuatu dengan mereka,"

"Woow, kau terlihat seperti pahlawan sekarang," nada meremehkan jelas tersirat dalam perkataan Naruto yang barusan saya dia ungkapkan. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis dan…miris.

Kapan ada seseorang selain saudara yang akan memperlakukan aku begitu, begitu dilindungi dan diinginkan. Cukup satu saja dan tak akan meminta lebih.

"Aku tidak bermain-main dengan apa yang aku katakan Naruto. Apalagi dengan perempuan sepertimu."

Gaara terlihat sangat serius ketika mengatakannya. Suaranya rendah, dalam dan dingin. Terlihat seperti ancaman.

Naruto berdiri dari duduknya. Tangannya mengibaskan kotoran yang sekiranya mengotori rok sekolah yang masih dipakainya sekarang. Kepalanya mendongak, langit senja yang sangat indah tertangkap oleh blue shappirenya. Begitu mempesona. Senyuman manis muncul dibibir merah mungilnya. Anak-anak rambut berkibar ditiup oleh angin lembut berusaha menggoda paras ayunya.

"Nee Gaara apa maksud dengan perempuan sepertiku? Kau berkata seolah-olah kau mengenaliku,"

Naruto melangkahkan kaki meninggalkan tempat yang beberapa saat lalu ia masih tempati. Berhenti dan membalikkan badannya kembali menghadap Gaara yang sekarang masih menatapnya serius.

"kau pria naif Gaara," berbalik lagi dan benar-benar melangkah pergi.

.

.


.

.

Aku bahagia

Naruto © Masashi Kishimoto

A fanfiction presented by

Azalea Xafier

Fem!Uzumaki Naruto ^ Uchiha Sasuke ^ Namikaze Naruko ^ Subaku Gaara

Yang lain menyusul seiring jalan cerita

Pair akan menjadi kejutan serasa main tebak-tebakan

Rate : T+

Warning : Gender Switch, typo(s), AU, OOC, bikin mual

Apabila terjadi kesamaan dan hal-hal lain dalam cerita saya, saya tidak bermaksud seperti itu karena ide cerita ini murni dari saya.

Kritik dan saran akan diterima, Mohon bimbingannya.

Don't like don't read

Please enjoys

.

.


.

.

Naruto memasuki rumahnya yang sudah mulai terang-terang oleh lampu yang dihidupkan. Senyap seolah tak ada kehidupan. Terlihat dingin. Berjalan melewati ruang tamu megah dengan sofa-sofa mewah empuk sebagai pengisinya, terus melangkah kearah dapur. Ia haus. Tubuhnya membutuhkan asupan minuman jus jeruk dingin yang menjadi kesukaannya. Sunyi. Dirinya tak menemukan satu orangpun didapur, bahkan tidak ada hidangan makan malam dimeja makan besar itu seperti malam sebelumnya.

Walau terlihat heran, dirinya tetap berjalan menuju mesin pendingin yang menyimpan minuman kesukaannya. Mengambilnya, dan meminum langsung dari botolnya sembari berjalan untuk melangkah kearah kamarnya dilantai dua. Begitu melewati ruang keluarganya, Naruto mendapati ayahnya sudah mengenakan setelan jas rapi warna hitamnya.

"Otou-san akan keluar," tanyanya mendekati ayahnya yang sedang berdiri, sosok yang dipanggil dengan sebutan otou-san mengangkat wajahnya, menatap balik dalam diam.

"Otou-san diundang makan malam oleh keluarga Uchiha, mereka ingin membahas pertunangan adikmu dan bungsu Uchiha."

"Apa?" tanyanya, jawaban yang didapatkannya sungguh membuatnya kaget, "Otou-san bohongkan?" tanyanya lagi lirih.

"tentu saja yang dikatakan Minato itu benar, mereka akan bertunangan setelah lulus sekolah," sahut suara perempuan dari arah belakang. Wanita dengan rambut merah sebahu terlihat cantik dengan gaun malamnya berjalan mendekat kearah mereka. Berdiri didepan Minato untuk merapikan dasi dan juga jasnya.

"Nah selesai, kau terlihat tampan suamiku."

"Terima kasih sayang."

Mereka berada didunia yang mereka ciptakan sendiri. Dan Naruto menatapnya dengan raut wajah tak terbaca. Lagipula dirinya sedang memikirkan perkataan ayahnya tadi.

"Otou-san, okaa-san apa baju yang aku pakai cocok? Apakah aku sudah terlihat cantik?" sebuah suara mengintruksi acara mesra-mesraan sepasang suami istri dari tengah tangga. Seorang gadis yang terlihat cantik mengenakan dress One-piece diatas lutut berwarna merah muda lembut dengan aksen pita kecil dipinggang, Sepasang high heels dengan warna senada menghiasi kaki mulusnya. Rambut pirang bergelombangnya dibiarkan tergerai.

"wow, kau terlihat sangat cantik malam ini sayang, okaa-san yakin Sasuke akan semakin jatuh cinta padamu," puji Sara dengan antusias yang tak ditutup-tutupi, berjalan menghampiri Naruko yang juga sedang turun dengan hati-hati karena sepatu yang dipakainya lumayan tinggi. Naruko tersenyum malu mendengar pujian dari ibunya. Menatap Minato untuk melihat tanggapan dari sang Ayah.

"Anak kita sangat cantik kan anata," Sara kemudian meminta dukungan dari sang suami

"Iya, sangat cantik,"

"benarkan apa kata okaa-san, dengan begini Sasuke akan terus mencintaimu," Sara kembali berkata kelewat senang sembari melirik ke arah Naruto dengan sinis.

"Terimakasih, aku sangat gugup sekali," Naruko tersenyum senang, membalas genggaman sang ibu dengan erat. Ia benar-benar gugup malam ini. Akan bertemu dengan orang tua Sasuke dan membahas pertunangan mereka yang akan dilakukan setelah lulus Senior high school. Dan itu dua hari lagi berarti pertunangan mereka tidak akan lama. Ia sangat senang karena dapat terus bersama dengan orang yang ia cintai.

"ayo berangkat, okaa-san tidak mau terlambat, aku tidak mau keluarga Uchiha berpikir kalau kita tidak bisa tepat waktu," ucapan Sara memecahkan kembali tujuan mereka. Berjalan berdua dengan masih menggandeng tangan Naruko dengan sayang. Minato menyusul mereka. Berlalu begitu saja tanpa berpamitan pada Naruto yang masih ada disana.

"otou-san, aku ingin berbicara dengan otou-san, apakah ada waktu?" suara tiba-tiba dari Naruto yang dikeraskan membuat Minato berhenti sejenak.

"Apa kau tidak melihat kalau kami sedang terburu-buru? Ayo anata atau kita akan terlambat," sahut Sara cepat. Dia juga mendengar suara Naruto tadi.

"Aku akan menunggu sampai Otou-san pulang, ada hal penting yang akan aku bicarakan, selamat jalan,"

Naruto berlalu dari sana tanpa menoleh lagi. Ia merasakan seluruh tubuhnya gerah dan panas. Ingin segera membersihkan diri dan mengistirahatkan badan penatnya di ranjang super empuk yang terlihat memanggil untuk segera bergabung sembari menunggu sang ayah pulang. Keputusannya sudah bulat.

Ketika kakinya melangkah masuk kamar yang pertama kali menyambutnya adalah lompatan bersemangat Kyubi, seekor rubah jinak kesayangannya. Dengan sigap Naruto menangkap lompatan Kyubi dan menggendongnya.

"ow… kau kangen padaku," tangannya mengelus-elus bulu orange lebat nan lembut milik sang rubah. Kyubi menduselkan kepalanya keleher Naruto yang sekang tertawa kegelian. Membawanya duduk disofa yang ada didalam kamar, duduk disana untuk menghilangkan penat sebelum membersihkan diri dengan Kyubi masih berada dipangkuannya.

Tok…tok…tok…

"Nona Naruto, anda ada didalam?"

"ohh… Iruka-jisan, masuklah," sahut Naruto dari dalam tanpa menoleh kearah pintu yang diketuk.

"Apa nona sudah makan, ingin saya buatkan sesuatu,"

"Ramen pedas jumbo saja paman dan banana-strawberry smoothies," balas Naruto, "ah Kyu ikutlah paman Iruka, kau laparkan? Paman berikan apel untuk Kyubi ya,"

"Baik Nona,"

.

.

Naruto segera turun untuk makan malam setelah acara membersihkan diri selesai. Dimeja makan sudah tersedia satu mangkuk ramen pedas ukuran jumbo dan banana-strawberry smoothies dalam collins glass buatan paman Iruka seperti pesanannya tak lupa air minum putih. Menarik kursi dan mendudukinya.

"Itadakimasu,"

Naruto mulai makan dengan tenang. Tak ada yang berbicara. Kyubi yang sudah menghabiskan beberapa buah apel merasa kenyang dan sekarang duduk menyandarkan kepalanya pada kaki Naruto dibawah meja. Iruka ikut duduk tak jauh dari kursi yang ditempati Naruto. Setelah disuruh duduk oleh Naruto tentu saja.

"Paman Iruka apa surat-surat kelengkapan dan lainnya sudah selesai," menyingkirkan mangkuk dan gelas air minum yang sudah kosong, tangannya kini meraih banana-strawberry smoothies, meminumnya pelan-pelan lewat sedotan plastik yang telah disediakan. Memejamkan mata setelah manis yang pas dari banana-strawberry smoothies menyapa lidahnya.

"sudah Nona, saya meletakkan di laci meja belajar nona, ada dalam map warna coklat,"

Iruka menatap Naruto. Nonanya yang sudah dia layani sedari bayi merah. Anak dari nyonya yang memberinya pekerjaan. Sang nyonya yang meninggalkan bayi mungilnya setelah melahirkan. Nonanya sekarang telah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Sangat cantik. Terlihat kuat namun sangat rapuh disaat bersamaan. Wajah dan warna rambut mirip sang ayah namun kondisi fisik, tingkah laku dan cara berpikir adalah turunan dari sang ibu, nyonya Kushina. Otaknya cerdas, dan pandai membawa diri.

"Nona boleh saya bertanya?"

"hn," gumaman singkat menjadi jawaban.

"Nona yakin akan pergi," akhirnya terlontar juga pertanyaan yang Iruka tahan-tahan.

"tentu saja yakin,"

"saya tidak boleh mengikuti nona?"

"disana ada kakek dan nenek dan yang lain juga,"

"Nona yakin? Kakek dan Nenek nona orang yang sibuk, apakah Nona tidak kesepian? bagaimana dengan makan Nona disana nanti? Bagaimana dengan menyiapkan perlengkapan sehari-hari Nona?"

"hahaha… paman Iruka jangan khawatir, disana akan ada pelayan yang akan melayaniku tentu saja,"

"Apa Nona sudah tidak membutuhkan saya lagi," Iruka menatap Naruto sedih. Walau Naruto adalah Nonanya yang harus Ia layani, namun karena telah mengasuh dari kecil dia menganggap Naruto sudah seperti anaknya sendiri.

"Kenapa paman berkata begitu? Tentu saja aku masih membutuhkan paman, tapi paman harus tetap tinggal, mereka membutuhkan paman disini," Naruto balik menatap Iruka.

"Nona, saya dipekerjakan oleh nyonya Kushina untuk merawat Nona, ketika Nona pergi dan nyonya kushina tidak ada lagi, bagaimana saya harus bertahan disini? Mereka tidak membutuhkan saya karena yang memberi saya pekerjaan ini adalah nyonya Kushina bukan mereka. Biarkan saya ikut dengan Nona?" jelas Iruka panjang lebar berharap Nonanya mau memberi kesempatan untuknya.

Mereka bertatapan lama. Hening. Kyubi dibawah meja mengosok-gosokkan kepalanya pada kaki Naruto. Gelas kosong bekas banana-strawberry smoothies disingkirkan. Tangan kiri Naruto masuk dalam kantung celana santai pendek yang dikenakannya, menarik sesuatu. Terlihat menimbang-nimbang sebuah keputusan.

"Kalau begitu jaga ini untukku,"

Iruka bangkit untuk mengambil sesuatu yang disodorkan Naruto padanya. Mengamatinya.

"…ini kunci…rumah?" bingung harus merespon apa. Iruka menatap bergantian antara Nonanya dan juga benda yang sekarang ada ditangannya.

"iya, kunci rumah. Alamatnya aku beritahu besok. Jaga rumah itu untukku sampai saatnya tiba aku akan pulang kerumah itu,"

"Nona… mungkinkah ini rumah…" berusaha menebak apa yang ia pikirkan.

"Paman tahu sesuatu,"

"tidak yakin,"

"baiklah, paman akan tahu setelah kesana. Dan paman, aku akan menuliskan semua yang harus paman lakukan nanti setelah aku pergi. Untuk Kyubi kita akan berpisah, ikutlah paman Iruka tunggu sampai aku pulang,"

Mendengar apa yang dikatakan Naruto sang rubah peliharaan seakan mengerti, melompat kepangkuan tuannya dan menggeram seolah tak terima. Naruto hanya tersenyum sembari mengelus bulu halus Kyubi. "aku akan pulang, percayalah,"

Malam itu setelah makan malam, Naruto menunggu kepulangan sang kepala keluarga untuk membicarakan sesuatu tentang kepergiannya diruang keluarga. Sembari menonton siaran televise ditemani Kyubi yang tertidur dipangkuannya. Cemilan ringan kesukaannya buatan Iruka ada diatas meja. Akan tetapi sampai Ia tertidur dan bangun tengah malam ketika jam menunjukkan pukul 2 pagi tidak ada hawa keberadaan mereka. Naruto yakin tidak ada suara mesin mobil karena ia adalah tipe sensitif. Suara-suara disekitar mampu membuatnya bangun walau pelan.

Bahkan ketika Ia mengintip ke kamar sang ayah, kamar itu kosong. Mengecek ponsel untuk melihat pesan ataupun notifikasi terbaru. Tidak ada satupun pemberitahuan untuknya. Tercenung sendiri. Ditengah malam seperti ini dia merasa ia sangat kesepian. Tak dibutuhkan. Jadi begitu. Ini jawaban yang mereka berikan. Baiklah aku akan senang mengabulkannya.

.

T~B~C


Terima kasih sudah mampir dan membaca cerita hancur nan abal milik saya.

.

.

Azalea Xafier