Parkayoung present

"FALL FOR DADDY"

Park Chanyeol – Byun Baekhyun

.

.

M

.

.

Sebenarnya tidak ada yang salah menjadi seorang gadis desa yang hidup dalam sebuah keserdahanaan, hanya saja kebutuhan di era saat ini menuntuk banyak pengeluaran sedang pemasukannya tidak seberapa. Bekerja sebagai buruh di desa juga bukan hal yang buruk, sama-sama mendapatkan uang dan memiliki sebuah ketergantungan untuk selalu melakukannya agar hidup tak menemui kata bangkrut. Tapi Baekhyun memiliki pendirian lain. Baekhyun adalah satu dari sekian banyak orang yang menganut kepercayaan jika kota merupakan sumber penghasilan terbesar.

Dua bulan lalu Baekhyun memutuskan untuk meninggalkan Gangwon-do Yanggu dan neneknya yang mulai renta untuk mempertaruhkan nasib di Seoul. Di minggu pertama kepindahannya, Baekhyun dibuat kelimpungan karena kehidupan kota susah untuk di dekati. Banyak orang berlalu-lalang dengan dasi melilit, pakaian formal, dan hak tinggi menjulang yang menunjukkan jika uang bisa di cari hanya dengan menjentikkan jari. Tapi kenyataannya setelah ribuan kaki Baekhyun langkahkan membelah kota dan menawarkan pengalaman bekerjanya sebagai guru les privat, orang-orang itu tak melirik sedikitpun. Sekalipun ada yang membutuhkan, mereka memilih yang berpendidikan tinggi lulusan uneversitas ternama. Sedang Baekhyun? Sudahlah, dia merasa sudah cukup bangga walau hanya mengenyam pendidikan sampai jenjang SHS.

Baekhyun bukan tipikal yang menyerah hanya karena tamatan SHS seperti dia sering kali di pandang sebelah mata, kegigihannya dalam berusaha dipercaya tidak akan pernah mengkhianati hasil. Dan benar, sebuah lembaga bimbingan belajar sederhana di salah satu sudut kota mau mempekerjakannya sebagai seorang tentor. Gaji yang ditawarkan tidak terlalu tinggi dan itu bukan masalah. Baekhyun bisa mencari pekerjaan sampingan lainnya yang bisa menambah penghasilannya.

"Baekhyun," itu Kyungsoo, pemilik LBB yang sudah berbaik hati memberi Baekhyun pekerjaan. "Besok bisa datang lebih awal? Ada siswa baru yang ingin kelas privat."

Baekhyun senang mendengar kata-kata itu yang mana gaji pokoknya mengajar akan bertambah karena ada kelas baru yang dibuka. Dengan anggukan mantab Baekhyun menerima tawaran itu sebelum akhirnya ia pergi karena jam mengajar sudah habis.

Selepas dari LBB, Baekhyun akan menuju ke sebuah cafe di daerah Myungdong. Part-time job-nya di cafe dimulai pukul 8 malam hingga pukul 1 pagi. Tidak akan banyak pengunjung saat malam hari dan itu biasa Baekhyun manfaatkan untuk mengerjakan beberapa soal atau materi yang akan ia berikan untuk kelas besok.

"1 coklat hangat dan 1 americano."

Suara yang memberat itu sempat mengalihkan Baekhyun yang berdiri di depan meja kasir sebelum akhirnya ia tersadar kembali pada pekerjaannya. Seorang lelaki berperawakan tinggi dengan rahang mengeras dan aura yang tidak bersahabat, Baekhyun tidak ingin mendapat pengaduan karena rasa terkejutnya yang nampaknya sedikit berlebihan dan ia memilih segera memberikan pesanan lelaki itu.

"Semuanya dua puluh ribu won, Tuan."

Beberapa lembar uang di berikan dan lelaki itu pergi dengan pesanannya. Belum sempat ada ucapan terima kasih dari Baekhyun tapi lelaki itu sudah kembali ke tempatnya yang ada di dekat kaca jendela. Lelaki itu bersama seorang anak perempuan. Dan jika dilihat dari sudut pandang pada umumnya, mereka seperti seorang ayah dan anak.

Lalu urusanmu apa, Byun Baekhyun?

Baekhyun menggeleng sebentar sebelum akhirnya ia kembali dengan pekerjaannya.

.

.

Sesuai yang Kyungsoo katakan, Baekhyun datang lebih awal dari biasanya karena ada murid baru yang ingin kelas privat. Senyum Baekhyun tak berhenti merekah ketika ia menuju kelas privat tempatnya bekerja dan mendapati seorang anak laki-laki berambut hitam pekat duduk dengan kepala tertunduk.

"Hai," Baekhyun menyapa dengan intonasi yang begitu ceria. "Siapa namamu?"

Anak laki-laki itu mengangkat kepalanya sebentar sebelum akhirnya kembali menunduk.

Pemalukah?

Ah, tapi Baekhyun sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini. Beberapa anak akan merasa malu ketika bertemu dengan guru les mereka, tapi setelah meluncurkan pendekatan yang menyenangkan pada akhirnya mereka mulai membuka diri. Baekhyun salah satu tentor yang memiliki kemampuan seperti itu, sehingga tak jarang Kyungsoo memberi tanggung jawab untuk menangani anak-anak yang pemalu dan tertutup.

"Namaku Byun Baekhyun. Anak-anak di sini biasa memanggilku Miss Bee. Katanya aku sedikit cerewet seperti lebah makanya aku dipanggil seperti itu." Baekhyun berceloteh riang untuk memberikan kesan pertama jika dia bukan sejenis tentor yang galak. "Namamu siapa?"

Anak itu masih tertunduk.

"Tidak usah malu." Baekhyun memilih cara pendekatan kedua—duduk mendekat dan melimpahkan banyak keakraban seperti anak-anak kebanyakan. "Apa kau tidak ingin Miss Bee mengetahui siapa namamu?"

Menggeleng.

"Kalau begitu sebutkan namamu."

Menunduk lagi.

"Emm..begini saja. Jika kau malu menyebutkan nama aslimu, beritahu Miss Bee siapa panggilanmu. Beberapa anak di sini suka jika dipanggil Iron Man. Apa kau mau di panggil seperti itu?

Menggeleng.

"Oke," Baekhyun tau, menghadapi anak tertutup dan pemalu seperti ini butuh banyak kesabaran dan tidak boleh ada setitik emosi yang menggaung. "Jadi Miss Bee harus memanggilmu apa?"

Kepalanya mendongak sedikit, matanya menatap Baekhyun malu-malu dan mulutnya mulai bergerak. "S-sehun."

"Sehun? Oh, itu nama yang cukup bagus."

Satu masalah terlewati. Sekarang tinggal membuka kesempatan agar proses belajar bisa berjalan tanpa tundukkan kepala.

"Sehun, mulai hari ini Miss Bee akan menjadi tentor privatmu. Kau senang?"

Sehun mengangguk kecil.

"Miss Bee akan mengajarkan apa yang Sehun tidak bisa. Kita harus bekerja sama supaya Sehun bisa semakin pintar dan berprestasi di sekolah."

"Sekolah?" kepalanya terangkat sedikit dan mulai berani beradu pandang dengan Baekhyun.

"Iya, sekolah. Kau.. sekolah, kan?" pertanyaan itu sedikit ragu dilontarkan—takut ada ketersinggungan yang tak sengaja tersentuh.

Sehun menggeleng, kembali menunduk dan sepertinya ujung sepatunya lebih menarik untuk di lihat dari pada Baekhyun yang sudah mati-matian melakukan pendekatan. "Aku tidak sekolah."

"K-kau, tidak sek-sekolah?"

Sehun kembali menggeleng.

"Lalu?"

"Aku tidak pernah pergi ke sekolah, Miss Bee."

Baekhyun memiliki dua perasaan yang berbeda ketika Sehun mengatakan hal itu. Pertama Baekhyun senang karena Sehun mulai bisa menyebut nama Baekhyun dan berbicara sedikit banyak sedang perasaan yang lain adalah kesedihan karena Sehun berkata dia tidak pergi bersekolah.

"Kau home-schooling?"

Menggeleng.

"Jadi—emm, baiklah." Baekhyun tak melanjutkan kembali pertanyaan seputar sekolah atau home-schooling atau semacamnya karena Sehun kembali tertunduk dengan rasa tidak percaya diri yang kentara. "Sehun hari ini ingin belajar apa? Miss Bee akan mengajari semua yang ingin Sehun pelajari."

"Aku tidak tau. Aku tidak pernah belajar sebelumnya."

Itu cukup mengejutkan.

Orangtua jenis apa yang tidak mengenalkan pendidikan pada anak seperti Sehun? Setidaknya perkenalkan tentang angka 0 sampai 9 atau menghapal abjad dari A sampai Z karena ketika Baekhyun menuliskan angka 3 di buku Sehun, anak itu tampak bingung.

Helaan nafas berat menjadi sesuatu yang Baekhyun lakukan karena kemampuan Sehun. Tidakkah ini keterlaluan? Anak seusia Sehun seharusnya sudah mengerti bagaimana mengalikan bilangan ratusan dengan puluhan atau setidaknya sudah menghapal tabel perkalian dari 1 sampai 10. Tapi ini? Oh Tuhan.

Baekhyun menuliskan angka 0 sampai 9 di buku Sehun dan mengajarkan selayaknya mengajari anak tingkat awal sekolah dasar. Tangan Baekhyun turut sibuk melipat-lipat ketika setiap bilangan ia ajarkan dan ia kenalkan pada Sehun. Reaksi Sehun terlalu datar meski matanya intens memperhatikan apa yang Baekhyun lakukan. Sesekali ia menggumamkan apa yang Baekhyun ucapkan dan mengangguk kecil pertanda ia mengerti atas apa yang Baekhyun ajarkan.

Waktu dua jam memberi banyak hal baru bagi Sehun yang baru mengenal apa itu angka. Dia bisa menyebutkan angka satu sampai seratus dan bahkan bisa melakukan hitung mundur.

"Ketika sampai rumah, belajar lagi, ya?"

Sehun mengangguk kecil sebelum akhirnya membungkuk hormat dan keluar. Dari pintu kaca LBB Baekhyun bisa melihat Sehun masuk sebuah mobil hitam mewah yang jika di pikir-pikir tidak terlalu kekurangan untuk menyekolahkan Sehun. Rasa penasaran Baekhyun akan sosok Sehun membuatnya mendekat di meja kerja Kyungsoo dan menuntut beberapa pertanyaan.

"Aku juga tidak tau, Baek. Dia datang sudah dalam keadaan seperti itu."

"Orang tuanya?"

"Dia hanya datang dengan ayahnya." Kyungsoo menutup beberapa buku laporan bulanan perkembangan LBB dan mulai meladeni rasa penasaran Baekhyun. "Sejujurnya dari awal aku juga merasa aneh dengan anak itu. Bukan hanya si anak, tapi ayahnya juga sedikit..em..apa ya?"

"Tampan?"

"Oh, kalau itu tidak usah di ragukan lagi. Dia itu tipikal paman tampan yang sering ada di drama." Pembahasan mulai meliar ketika Kyungsoo mendramatisir apa yang ia katakan. "Sewaktu daftar, ayahnya hanya berkata 'ajarkan apa saja yang biasa di ajarkan pada anak seusia Sehun' begitu. Memang tadi kalian mempelajari apa?"

Baekhyun membuang nafas lelah ketika mengingat apa yang ia lakukan dengan Sehun dua jam yang lalu tak ubahnya seperti belajar dengan anak TK. "Menyebutkan bilangan dari 1 sampai seratus."

"Ah, bilangan dari satu sam—APA?!" Ketahuilah jika pekikan Kyungsoo hampir merusak gendang telinga Baekhyun karena itu lebih keras dari petir. "Itu materi untuk anak tingkat awal, Baek?! Bagaimana bisa kau mengajarkan itu!"

"Ku beritahu padamu," Baekhyun memutar duduknya hingga ia kini mencondongkan tubuhnya pada Kyungsoo dan memberi air wajah serius—pertanda apa yang ia katakan tidak mengandung unsur kebohongan sedikitpun. "Sehun tidak tau eksistensi angka 0 sampai 9."

"Hei, mana mungkin? Anak seusia dia seharusnya sudah ahli dengan perkalian."

"Itu dia masalahnya." Bahu Baekhyun mulai bersandar di kepala kursi ketika ia menyayangkan pengetahuan Sehun yang berjalan sangat terlambat. "Sebelumnya Sehun tidak bersekolah, Soo. Dia juga tidak home schooling atau hal semacam itulah. Ini pengalaman pertamanya belajar."

"Sayang sekali, ya? Orang tuanya kelihatan sangat mampu untuk memberinya pendidikan tapi ternyata... sudahlah, itu urusan mereka."

"Tapi Sehun cukup cerdas ku rasa. Dia tidak mengalami banyak kesulitan ketika aku mengajarinya. Kemampuannya tergolong bagus untuk mengerti dan menangkap apa yang aku ajarkan."

"Baguslah kalau begitu." Keduanya tersenyum kecil ketika ada satu hal positif yang bisa mereka banggakan pada sosok Sehun yang mereka kira akan merepotkan. "Ah, ya, untuk fee mengajar Sehun kau akan mendapat dua kali lipat dari biasanya."

"Ya?"

"Orang tuanya cukup kaya dan mereka berani membayar mahal agar Sehun bisa belajar."

.

.

Seperti yang Baekhyun katakan di awal, Sehun termasuk anak yang cerdas karena otaknya cepat mencerna apa yang Baekhyun ajarkan. Dipertemuan keempat mereka, Sehun sudah bisa melakukan perkalian puluhan dengan puluhan dan di pertemuan ke lima ia sudah bisa melakukan perkalian antara ratusan dengan ratusan. Baekhyun sendiri tak perlu banyak tenaga untuk menjelaskan, karena sekali diberi contoh saja Sehun sudah bisa menangkap bagaimana penyelesaian dari persoalan yang Baekhyun ajarkan.

Tidak hanya matematika, Baekhyun juga mengajarkan tentang pembelajaran yang lain seperti ilmu alam, sosial, dan bahasa inggris. Perlahan tapi pasti Sehun sudah bisa membuka diri dan tau bagaimana balas menyapa ketika Baekhyun datang. Tak jarang ia juga mengukir sebuah senyum ketika Baekhyun memberikan apresiasi atas apa yang telah ia kerjakan dengan benar.

"Sehun," Baekhyun memberi satu kotak susu coklat ketika Sehun duduk di lobby menunggu jemputan.

"Terima kasih, Miss." Sehun juga mulai bisa mengucap 'maaf', 'terima kasih', dan 'tolong' setelah sebelumnya ia bungkam ketika menginginkan sesuatu atau mendapatkan sesuatu.

"Daddy telat menjemput, ya?"

Sehun mengangguk, menikmati susu coklatnya dengan kaki yang ia ayunkan.

"Daddy harus pergi ke rumah profesor Han untuk mengambil nutrisiku."

"Nutrisi? Untuk apa?"

Sehun mengedikkan bahu. "Pastinya sendiri aku tidak tau. Tapi setiap akhir pekan aku harus mendapat nutrisi agar aku bisa bertahan."

"Kau sakit?"

"Sakit?"

"Y-ya. Biasanya orang yang butuh asupan nutrisi berlebih itu sedang mengalami sebuah kesakitan."

"Sakit itu seperti apa? Apa seperti ini?" Sehun mengusak puncak kepala Baekhyun dan dibalas kekehan gemas oleh Baekhyun. "Daddy selalu melakukannya padaku setiap malam."

"Bukan seperti itu. Sakit itu ketika ditubuhmu merasa ada sesuatu yang mengganggu dan membuatmu tidak bisa tidur."

Sehun membuat bibir tipisnya untuk berdeham dan mengingat kembali apa ia pernah merasakan yang Baekhyun katakan.

"Tidak, Miss. Aku tidak pernah merasa seperti itu—itu Daddy!" telunjuk Sehun mengarah pada sosok yang baru saja keluar dari mobil.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mobil mewah yang terparkir di depan LBB atau bukan pekara yang membingungkan ketika sepasang kaki yang keluar dari mobil itu menunjukkan aura penuh wibawa. Hanya saja, Baekhyun merasa familiar dengan lelaki yang kini sudah berada di hadapannya dengan satu bungkukkan sopan lalu mengajak Sehun pergi.

Baekhyun pernah melihatnya, bahkan ia sangat hapal bagaimana aura mencekam dan rahang mengeras itu kembali memutari pikirannya. Oh, astaga, apa yang terjadi? Keterpakuan Baekhyun pada sosok yang Sehun panggil sebagai 'Daddy' itu pasti membuahkan opini yang buruk. Bagaimana bisa ia membuat dunianya mendadak diam sebentar saat ada lelaki yang sudah berkeluarga itu muncul di hadapannya?

Sudahlah, sepertinya Baekhyun butuh melonggarkan otaknya untuk lebih santai. Atau dia butuh cepat-cepat mencari pasangan agar tidak ada acara 'menyukai orang tua muridmu'. Itu sungguh beresiko!

.

.

Menginjak akhir pekan biasanya jam kerja Baekhyun di cafe akan di perpanjang selama satu jam. Dia kembali harus merasakan bagaimana dinginnya udara pukul 2 pagi yang menusuk tulang dengan cara yang tidak sopan. Tapi sekali lagi karena Baekhyun butuh pekerjaan agar pundi-pundinya bisa mencukupi untuk di kirim pada nenek di desa, ia menerima segala resiko.

"Aku senang teman lemburku dirimu, Baek." Itu Jessica, si cantik dari Canada yang kabur dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya. "Ku kira aku harus lembur dengan Yena. Uh! Itu hal terburuk setelah perjodohan yang dilakukan ibuku."

Baekhyun terkekeh kecil sambil memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut. Seharian tadi jam mengajarnya di LBB sangat penuh dan tidak ada waktu jeda untuk melonggarkan otak. Jadilah ketika sampai di cafe dan menyiapkan shift malamnya dia merasa sedikit pusing.

"Kau berjaga di kasir ya, Baek? Aku harus membereskan keributan kecil yang di tinggal Jongdae."

Baekhyun menarik kursi kecil dari bawah meja dan menyamankan dirinya di sana. Pengunjung tidak terlalu ramai mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Baekhyun bisa mengambil waktu untuk duduk sejenak sebelum akhirnya suara bel dari pintu masuk berbunyi dan reflek mengucapkan selamat datang.

"Selamat dat—"

"Satu coklat hangat dan americano." Lagi-lagi pesanan itu, sosok itu, dan aura itu. Baekhyun kembali mendapati dunianya berhenti berputar saat kebodohan membuat lamunannya terlihat amat memalukan. Beruntung Jessica yang kebetulan keluar dari dapur menyadari temannya mengalami hal tidak biasa itu segera menyenggol kecil Baekhyun dan kesadaran kembali ia peroleh.

"Ah, i-iya. Tunggu sebentar." Masih dengan rasa kekakuan yang tersisa, Baekhyun membuatkan pesanan itu dan memberikannya dengan sedikit kontrol diri yang berantakan. Maksudnya, dia terlalu berdebar hanya untuk menyerahkan nampan berisi dua minuman itu padahal seharusnya ia tidak boleh merasa seperti itu. "Dua puluh ribu won, Tuan."

Lalu ketika lelaki itu akan pergi setelah menyerahkan beberapa uang sejumlah nominal yang Baekhyun sebutkan, kebodohan baru kembali tercatat di buku sakti Baekhyun.

"Maaf, Anda orang tua Sehun, benar?" beruntung ia memiliki sedikit rasa sadar untuk menanyakan hal itu dan melupakan pertanyaan 'apa istri Anda memperbolehkan saya jatuh cinta kepada Anda?'.

"Ya."

"Emm.. saya...saya tentor privat putra Anda. Sehun."

"Ya. Saya tau."

"Sebentar, Tuan." Oh, Byun Baekhyun, apa yang sebenarnya sedang kau lakukan? "Apa Sehun belajar dengan baik?"

"Ya. Dia belajar dengan baik berkat bantuanmu, Miss Bee."

Miss Bee?

"Y-ya, Tuan. Sama-sama."

Kali ini Baekhyun tak lagi menghentikannya untuk pergi dan duduk di dekat jendela bersama seorang anak lelaki yang berusia sekitar 8 tahun. Di kedatangan sebelumnya ia bersama seorang anak perempuan lalu sekarang laki-laki. Apa mereka adik Sehun?

Baekhyun memiliki banyak pertanyaan sebelum akhirnya Jessica kembali menyadarkannya dengan bisikan paling tidak berperikewanitaan, "Dia tampan, gagah, dan terlihat sangat mapan. Kalian cocok, ku harap kalian berjodoh."

"Kau gila, Jes?!"

Lalu cubitan panas mampir di lengan Jessica dan di sambut pekikan yang terburuk dari Jessica.

.

.

Hari ini menjadi pertemuan ke depalan Baekhyun dengan Sehun dalam kelas privat. Perkembangan Sehun di luar dugaan, jika di setarakan dengan tingakatan yang ada di sekolah umum, Sehun sudah sama dengan siswa kelas 6 SD. Baekhyun cukup senang dengan hal itu dan dia cukup bangga dengan usaha-usaha Sehun untuk belajar.

Sehun sendiri semakin membuka diri untuk tersenyum lebih lebar atau berbicara dengan kosa kata lebih banyak ketika berhadapan dengan Baekhyun. Tidak ada lagi anak laki-laki yang menundukkan kepala apalagi menjawab pertanyaan hanya dengan anggukan atau gelengan. Ini hal yang bagus dan Baekhyun berniat memberi Sehun sebuah hadiah.

"Apa ini, Miss?" Baekhyun suka mata Sehun, mata yang selalu menunjukkan rasa ingin tau tentang hal-hal baru.

"Ini namanya jam tangan." Baekhyun melilitkan jam tangan berwarna merah itu di tangan kanan Sehun. "Hadiah dari Miss Bee karena Sehun sudah sangat pintar belakangan ini."

"Untuk apa ini? Sehun baru pertama kali melihat."

Sekali lagi, Sehun bukanlah berasal dari keluarga keterbelakangan yang tertinggal dengan hal-hal modern yang berkembang saat ini. Sekalipun tidak sampai pada teknologi yang terlalu canggih, setidaknya dia mengerti jam tangan itu benda seperti apa dan untuk apa. Ada apa sebenarnya dengan Sehun?

Beberapa waktu lalu dia juga bertanya untuk apa manusia mandi, apa kegunaan baju untuk manusia, dan masih banyak hal lagi sesuatu sederhana yang seharusnya bisa Sehun pahami dengan cara yang sederhana pula.

"Jam tangan ini fungsinya seperti jam dinding," Baekhyun menunjuk jam dinding yang ada di lobby, "Hanya saja bentuknya lebih kecil dan bisa di bawa kemana saja. Kalau Sehun ingin tau pukul berapa sekarang, Sehun bisa mengetahuinya dari jam ini."

Sehun mengangkat pergelangan tangannya. Dahinya sedikit ia kerutkan memperhatikan jam tangan yang sudah melingkar di pergelangan tangannya.

"Jarum yang kecil menunjukkan jam dan yang panjang menunjukkan menit."

Mulut Sehun terbuka ketika ia mulai paham dengan sedikit arahan dari Baekhyun. "Berarti sekarang pukul 8 lebih 2."

"Bukan 2."

"Ah, iya. Sepuluh."

"Pintar."

Senyum Sehun selalu mengembang sangat lebar ketika Baekhyun mengusak puncak kepala dan mengatakan jika ia pintar. Bentuk apreasiasi seperti itu yang selalu Sehun nanti ketika bertemu Baekhyun dalam privatnya.

"Daddy sudah menjemput. Sehun pulang dulu, Miss. Terima kasih untuk hadiahnya."

.

.

Sebelum kembali ke flat kecil yang Baekhyun sewa dengan harga cukup terjangkau, Baekhyun menyempatkan diri untuk mampir sebentar ke supermarket dan membeli beberapa mi instan. Dia tidak memilik banyak sisa uang setelah mengirim sebagian pada neneknya yang ada di desa. Jadilah ia kembali harus berhemat menanti gaji bulan depan yang masih akan datang sekitar 25 hari lagi.

Baekhyun selalu memilih berjalan kaki untuk pulang dari pada mengabiskan uang untuk naik kendaraan umum. Bukan karena ia pelit, tapi inilah yang disebut hemat.

Flat kecil yang Baekhyun sewa masih tersisa jarak sekitar 300 meter untuk di tempuh. Meski kakinya sudah meraung kelelahan karena seharian ini di ajak untuk berjalan, Baekhyun memaksakan diri untuk bisa menggapai flat-nya kemudian mengistirahatkan tubuh.

Ya, seharusnya seperti itu perwujudan dari rencana sederhana yang Baekhyun susun. Tapi ketika melihat beberapa benda yang cukup ia kenal sedang di lempar ke jalanan dengan cara yang kasar, Baekhyun melupakan rasa lelah pada kakinya.

"Ada apa ini?!" tanya Baekhyun pada seorang wanita yang kini menendang pakaian Baekhyun hingga berserakan ke jalanan. "Nyonya, apa yang kau lakukan pada barang-barangku? Kenapa menendangnya keluar?!"

"Kau masih bertanya 'ada apa'?!" Wanita itu berbicara dengan nada tertinggi yang menjengkelkan. "Aku sudah hilang kesabaran denganmu! Uang sewa 4 bulan tidak kau bayar! Jadi sudah sepantasnya aku menendangmu keluar!"

Baekhyun ingat akan tunggakan uang sewa flat yang selama ini selalu ia bayar dengan janji manis. Uangnya terpakai untuk kebutuhan nenek di desa dan terpaksa ia harus membuat lidah tak bertulangnya memohon untuk di beri waktu.

"Aku tidak butuh penyewa sepertimu! Pergi sana!"

"Tapi Nyonya Seo, aku tidak memiliki tempat untuk di tinggali jika kau mengusirku. Ku mohon, beri aku kesempatan satu kali lagi. Bulan depan akan aku lunasi semuanya." Baekhyun terpaksa memohon di atas lututnya agar ia tidak di usir. Dia tidak memiliki tempat untuk di kunjungi dan tidak ada sanak saudara yang bisa menampungnya. "Ku mohon, Nyonya, biarkan aku tinggal selama satu bulan lagi dan aku akan melunasi semua uang sewa yang menunggak."

"Omong kosong!" kali ini lampu belajar sederhana yang Baekhyun bawa dari desa menjadi sasaran tendangan hingga pecah tak berbentuk. "Mulutmu itu tidak bisa dipercaya! Sudah sana! Aku tidak butuh tangisanmu!"

Sebegitu kejamkah kehidupan di kota? Baekhyun menangisi semua hal yang telah tercecer malang di jalanan hanya karena ia tidak bisa membayar uang sewa. Barang-barangnya bukanlah hal yang mahal, tapi hanya itu teman setia yang selalu mencatat setiap rasa lelah Baekhyun ketika pulang bekerja. Dan sekarang semua sudah rusak. Bahkan baju-bajunya yang biasa ia lipat rapi di lemari sudah berbekas coklat karena diinjak secara kasar.

Baekhyun ingin marah, mengumpati semua yang Nyonya Seo lakukan padanya. Setidaknya biarkan dia meneriakkan rasa tidak terimanya karena sudah diperlakukan seperti ini. Tapi Baekhyun bisa apa? Tangisnya takkan memperbaiki apa-apa yang sudah membuatnya terluka. Ini hanya masalah uang sewa yang menunggak, tapi Nyonya Seo memperlakukannya seolah Baekhyun adalah tahanan negara yang pantas di mutasi ke pulau terpencil.

"Berdiri."

Disela kesibukan tangan Baekhyun memunguti barang yang berceceran di jalan, sebuah kaki yang berbalut sepatu hitam mengkilat menjulang tinggi di hadapan Baekhyun.

"Jangan memungut apapun yang telah di rusak dan membuatmu sakit hati."

"Miss Bee," itu Sehun. "Apa yang terjadi?"

Baekhyun masih cukup linglung mengapa tiba-tiba dua laki-laki berbeda usia itu muncul di hadapannya yang sedang meratapi nasib. Terlebih Sehun, anak itu memeluk Baekhyun erat-erat dan terus bertanya apa yang terjadi.

"Sehun, bawa Miss Bee masuk ke mobil. Kita ajak Miss Bee pulang."

.

.

"Tuan, tidak perlu repot-repot memb—"

"Miss, tidak apa. Rumah Sehun besar. Miss Bee bisa tinggal di sana." Sehun menyela.

"Tapi—"

"Kita sampai."

Baekhyun melayangkan beberapa protes ketika Sehun dan Daddy-nya mengatakan jika mereka akan membawa Baekhyun ke rumah dan memberi tempat yang lebih layak daripada menangis di pinggir jalan. Bukan karena Baekhyun menjual harga dirinya terlalu mahal, hanya saja datang kerumah seorang lelaki yang telah berkeluarga bukanlah hal yang di benarkan.

"Ini rumah Sehun, Miss." Sehun menarik tangan Baekhyun untuk masuk kesebuah rumah besar—atau Baekhyun menyebutnya sebuah istana. Bukan lagi disebut rumah ketika ornamen-ornamen yang ada lebih terlihat berkelas dari istana Cinderella.

"Sehun, katakan pada maid untuk menyiapkan kamar untuk Miss Bee."

Sehun mengangguk patuh dan berlari menuju dapur.

"T-terima kasih, Tuan." Cicit Baekhyun.

"Hm. Tidak masalah." Dan apalagi ini? Baekhyun yakin beberapa waktu lalu ia menyimpan banyak umpatan untuk Nyonya Seo di kepalanya tapi sekarang semua sirna hanya karena ada jas yang menyampir di tubuhnya. "Bersihkan tubuhmu dan istirahatlah."

"T-tapi Tuan—"

"Chanyeol. Panggil aku Chanyeol saja."

"Ya, T-tuan. Ah, maksud saya C-chanyeol. Apa istri Anda tau saya datang kemari?" Bagus, itu pertanyaan terbagus sepanjang perjalanan hidupmu, Baekhyun.

"Istri?"

"Ya, istri. Istri Anda, Ibu Sehun."

"Aku tidak memilikinya."

"Ah, maaf kalau begitu."

"Tak apa, Miss. Anggap saja ini balas budiku karena kau sudah mendidik Sehun."

"Daddy," Sehun datang dengan beberapa maid. "Boleh Sehun menemani Miss Bee?"

"Ya. Boleh." Chanyeol kemudian pergi menuju lantai dua dan masuk ke sebuah kamar berpintu jati tinggi. Baekhyun kembali terpaku pada sosok itu, sosok yang ternyata memiliki kelembutan dalam hatinya meski di luar terlihat sangat angkuh.

"Miss, Sehun akan tunjukkan kamar untuk Miss Bee."

.

.

Ini sedikit berlebihan Baekhyun rasa. Jika biasanya ia mandi dengan peralatan seadanya, kali ini ia seperti dimanjakan dengan fasilitas mewah di sebuah kamar mandi di kamar tamu yang Sehun tunjukkan. Bahkan beberapa maid yang Sehun bawa tadi turut serta membantu Baekhyun membersihkan diri dan memilihkan pakaian yang bersih.

Terlalu aneh rasanya mengingat Baekhyun yang biasa hidup dengan kesederhanaan tiba-tiba mendapat pelayanan seperti ratu. Beberapa kali ia menolak untuk di bantu mengeringkan rambut, tapi para maid itu tetap memaksa dan berkata Tuan besar akan marah jika tugas mereka tidak dilakukan dengan benar. Jadilah Baekhyun pasrah saja daripada muncul keributan hanya karena orang asing seperti dia menolak untuk dibantu mengurus diri.

Selesai dengan urusan mandi dan mengeringkan rambut, Baekhyun menemukan Sehun duduk di pinggir ranjang dengan membawa segelas susu coklat. Sehun memberikan susu itu dan berkata ini bisa membuat Baekhyun lebih baik dari sebelumnya.

"Sehun tidak tidur?" Tanya Baekhyun yang mengambil duduk di samping Sehun. Sebelah tangan Baekhyun yang tidak ia gunakan memegang gelas mulai mengusak lembut rambut hitam kelam milik Sehun.

"Sehun tidak tidur, Miss."

"Kenapa? Apa Sehun tidak mengantuk?"

"Mengantuk?" Dahinya kembali berkerut-pertanda ia menemukan istilah baru yang belum pernah ia ketahui sebelumnya.

"Ya, mengantuk."

Sehun menggelengkan kepala. "Bagaimana rasanya mengantuk?"

Kali ini giliran Baekhyun yang mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Sehun. "Mengantuk itu ketika Sehun merasa sangat ingin memejamkan mata dan jika sudah seperti itu biasanya harus tidur."

"Miss mau mengajari Sehun untuk mengantuk?"

"Mengantuk itu perasaan manusiawi, Sehun. Tidak perlu diajarkan semua orang pasti mengalaminya."

Sehun menggeleng, berkata jika ia sama sekali tidak pernah mengalaminya.

"Seperti ini," Baekhyun meletakkan gelas susu di atas nakas dan mulai memposisikan diri untuk terbaring di ranjang. "Ini namanya tidur, suatu keadaan ketika kita merasa mengantuk dan butuh pelampiasan."

"Setelah itu, Miss?"

"Setelah itu kita harus memejamkan mata seperti ini." Baekhyun menutup rapat matanya.

"Oh, seperti itu. Berarti tidur itu sama seperti ketika Sehun mendapat nutrisi dari Daddy." Sehun menaikkan dua kakinya di atas ranjang dan mengambil posisi untuk turut terbujur di samping Baekhyun. "Sekarang Sehun sudah tertidur."

Baekhyun terkekeh geli ketika dua mata Sehun tidak terpejam, tapi melongok ke atas dan tidak berkedip dalam waktu sesaat.

"Sehun harus menutup mata jika mau tidur."

"Menutup mata?"

"Ya, seperti ini." Baekhyun kembali mencontohkan dengan memejamkan dua matanya. Sehun sendiri berusaha melakukan apa yang di contohkan Baekhyun, tapi ternyata semua itu terlau sulit untuk ia lakukan.

Tubuh Sehun yang semula sudah terbujur nyaman disamping Baekhyun kembali bangun dan terduduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk. Sehun tidak pernah mengalami hal sesulit ini ketika Baekhyun mengajarinya sesuatu. Jadi ketika ia tidak bisa menhikuti, Sehun akan menundukkan kepala dan merasa sedih.

"Hei, tak apa. Pelan-pelan, oke? Miss Bee akan mengajari Sehun sampai bisa."

"Itu sulit, Miss. Lebih baik aku mengerjakan 100 soal dari Miss Bee dari pada mencoba tidur."

Baekhyun tersenyum kecil, tangannya mencoba meraih pundak Sehun dan memberi pelukan sederhana yang mengartikan banyak hal. Seperti sebuah ketenangan yang meluluhkan beberapa kekecewaan dalam diri Sehun karena tidak bisa mengikuti apa yang di ajarkan.

"Sini, berbaring bersama Miss." Baekhyun membawa Sehun kembali berbaring dan menggunakan lengan kanannya sebagai bantalan kepala Sehun. Tangan Baekhyun yang lain ia gunakan untuk mengusak lembut penggung Sehun dan berkata, "Belajar itu tidak harus sekali waktu langsung bisa. Belajar itu sebuah proses, tidak perlu terburu-buru."

"Tapi itu susah, Miss. Sehun tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya."

"Makanya Sehun butuh proses. Kita latihan pelan-pelan, ya? Ikuti apa yang Miss Bee ajarkan pada Sehun."

.

.

Esok paginya udara terasa sedikit mendingin di tubuh Baekhyun. Reflek dalam dirinya bekerja sangat cepat dengan menarik tinggi-tinggi selimut dan membuat tubuhnya meringkuk malang.

Rasa kantuknya masih berkuasa ketika Baekhyun berusaha membuka mata. Dibukaan pertama masih terlihat samar, tapi setelah itu dia bisa menguasai dan akhirnya kesadarannya pulih.

Baekhyun tidak amnesia, ia masih ingat sedang berada dimana dan mengapa bisa berakhir di sini. Yang membuatnya sedikit kebingungan adalah tidak adanya sosok Sehun di sampingnya. Semalam ia ingat betul jika sebelum tidur nyanyak menjemputnya, Baekhyun sedang mengajari Sehun cara untuk tidur.

Berbekal kesadaran yang sudah 80% kembali dan slipper putih yang ada di dekat ranjang, Baekhyun memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Pemandangam pertama yang ia lihat ketika pintu terbuka adalah kesibukan dari beberapa maid. Kaki mereka selalu nampak terburu dengan membawa nampan berisi kotak misterius dan membawanya pada kamar berpintu jati tinggi.

"Ada apa? Apa sesuatu yang buruk terjadi?" Baekhyun menghentikan langkah seorang maid yang baru turun dari tangga.

Maid itu membungkuk sebentar dan membuat wajahnya terlihat sewajar mungkin. "Tidak, Nyonya. Tidak ada apa-apa."

Semua menjawab seperti itu ketika Baekhyun bertanya apa yang terjadi hingga mereka terlihat sangat sibuk. Lalu ketika Baekhyun menemui kata putus asa karena tidak ada jawaban yang memuaskan, ia bertemu dengan satu sosok yang tengah duduk merenung di meja makan. Wajahnya tak lagi menunjukkan aura angkuh seperti sebelum-sebelumnya. Hanya ada kerutan di dahi yang menunjukkan sesuatu sedang butuh pemikiran serius.

"S-selamat pagi."

Lelaki itu, Chanyeol, mendongak sebentar dan memberi satu senyum kecil.

"Selamat pagi, Miss Bee."

"Panggil saya Baekhyun saja." Chanyeol kembali mengulum senyum. "Emm..terima kasih untuk membiarkan saya di sini semalam. Saya akan segera mencari tempat baru-"

"Kau bisa tinggal di sini selama yang kau mau, Baekhyun."

"Y-ya?"

"Semalam sudah ku katakan jika ini bentuk balas budiku karena kau sudah mau mengajari Sehun."

Lalu canggung lagi. Belum pernah Baekhyun bertemu seseorang yang teramat bersahaja dari cara berbicara dan bersikap. Dan ini bukan hal yang bagus ketika Baekhyun semakin terjerat dalam pesona yang seharusnya tidak ia letakkan dalam hatinya.

"Sekali lagi terima kasih, C-Chanyeol."

"Ya, sama-sama."

"Em, tunggu sebentar." Baekhyun mencegah ketika Chanyeol akan pergi. "Sehun dimana? Aku tidak melihatnya dari tadi."

Wajah Chanyeol menunjukkan perubahan, yang semula terlihat biasa mulai memucat meski tak bertahan lama ia bisa menguasainya kembali. "Dia sedang ada hal lain yang dikerjakan. Sesegera mungkin dia akan kembali."

Baekhyun bukan orang yang mudah percaya. Dia bisa tau ada sesuatu yang sedang terjadi meski Chanyeol berusaha menutupi kekhawatiran di wajahnya. Dia tau ada sesuatu yang terjadi pada Sehun.

Dan di hari ketiga Baekhyun tinggal di rumah itu, ia masih menemui kesibukan yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Bahkan beberapa kali Baekhyun juga melihat laki-laki memakai jas putih keluar masuk di ruangan berpintu jati tinggi itu. Semua nampak aneh bagi Baekhyun, termasuk keberadaan Sehun yang mendadak hilang tanpa ada penjelasan lain kecuali sedang ada urusan diluar. Urusan macam apa yang dilakukan anak seusia Sehun?

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian yang maid berikan, Baekhyun menuju ke dapur untuk segelas air putih. Ketika ditegukan ketiga memenuhi kerongkongannya, telinganya tak sengaja menangkap pembicaraan dari beberapa maid yang ada di dapur.

"...tuan muda Sehun itu kesayangan Tuan Park. Wajar saja jika tuan muda anfal, tuan Park sangat cemas."

"Lagipula tuan muda Sehun memiliki masa hidup lebih lama dari yang sebelum-sebelumnya. Bisa dikatakan ini mendekati berhasil untuk mengubah tuan muda menjadi manusia seutuhnya."

"Semoga saja nutrisi yang tuan Park beli itu bisa membantu tuan muda."

"Selama ini tuan Park berjuang sendiri untuk mempertahankan tuan muda Sehun. Bahkan setiap malam tuan Park tidak pernah tidur nyenyak untuk memantau keadaan tuan muda."

"Ada apa dengan Sehun?" suara Baekhyun yang tiba-tiba itu membuat sekumpulan maid terlonjak penuh keterkejutan. Beberapa dari mereka sontak menuutup mulut dan saling berpandangan. "Apa terjadi sesuatu yang buruk dengan Sehun?"

Tak ada jawaban. Para maid itu bungkam dan memilih menundukkan kepala.

Baekhyun mulai khawatir. Mereka terkesan menutup-nutupi keberadaan Sehun yang diam-diam membuat Baekhyun mengukir kerinduan akan tingkah anak laki-laki itu. Hubungannya dengan Sehun memang hanya sebatas tentor dan siswa, tapi lebih dari itu Baekhyun sudah teramat menyayangi Sehun karena beberapa waktu mereka sering menghabiskan waktu bersama.

Lalu ketika Baekhyun akan mencerca pertanyaan lagi, para maid itu membungkuk dan sosok Chanyeol muncul. "Ada apa dengan Sehun?" tak perlu banyak basa-basi Baekhyun melayangkan pertanyaan itu lagi pada Chanyeol.

"Dia ada di suatu tempat."

"Dimana? Apa yang terjadi dengannya?"

"Dia baik."

"Baik saja bukan berarti dia benar-benar dalam keadaan seperti itu." Kecemasan mulai meningkat dan Baekhyun hampir kehilangan kesabaran ketika Chanyeol tak kunjung memberinya jawaban yang memuaskan. "Aku tau aku hanya..aku hanya orang lain bagi kalian. Tapi kau harus percaya jika aku juga sangat menyayangi Sehun."

"Ya. Aku tau."

"Setidaknya katakan padaku dimana Sehun dan apa yang ia lakukan saat ini. Kecemasanku melebihi apapun."

Emosi dalam diri Baekhyun membuat setitik air matanya turun dan dia tidak menyesal untuk itu. Firasatnya berteriak jika Sehun tidak dalam keadaan yang baik hingga ia menghilang seperti ini.

Chanyeol mengusak wajahnya ketika ia memiliki kebimbangan yang mencekik. Antara mengatakannya atau tidak, Chanyeol belum memiliki keputusan final karena ini bukan pekara yang mudah. Tapi melihat bagaimana Baekhyun memberi kecemasan berlebih akan keberadaan Sehun yang mendadak menghilang, Chanyeol membuat keputusan terbesar dalam hidupnya.

Chanyeol meraih tangan Baekhyun dan mengajaknya ke suatu tempat. Baekhyun sempat bertanya akan kemana tapi Chanyeol tidak bersuara untuk memberikan jawaban. Langkah mereka tidak terlalu terburu ketika menyusuri tangga menuju lantai 2 dan berhenti tepat di ruangan berpintu jati tinggi.

"Berjanji padaku apapun yang kau lihat nanti, kau bisa mengendalikan dirimu."

Baekhyun tidak menjawab. Ia lebih dikuasi oleh perasaan khawatir berlebih ketika cengkeraman dingin Chanyeol mengartikan banyak hal buruk yang mungkin terjadi.

Satu tarikan nafas Chanyeol ambil saat meraih gagang pintu dan membukanya.

Baekhyun memejamkan mata sejenak ketika Chanyeol membawanya masuk. Yang ia takutkan, ia akan melihat tubuh lemah Sehun sedang dipasang beberapa alat kesehatan dengan layar kecil di meja yang menunjukkan grafik naik turun dari detak jantung Sehun.

"A-apa ini?"

Baekhyun melihat sebuah kapsul besar membujur seperti peti kematian di ujung ruangan. Spekulasi Baekhyun mulai terkontaminasi oleh rasa terkejut sehingga setiap langkah ia mendekati kapsul itu, terselip getar kekhawatiran yang semakin membuncah.

"Astaga! Sehun!" pekikan itu menggema dengan air mata yang turun deras ketika di dalam kapsul terdapat sosok Sehun. Tubuhnya seperti sudah kaku dengan alat-alat rumit tertempel di tubuhnya. Tidak hanya itu, asap-asap berwarna biru turun berkeliaran di sekitar tubuh Sehun yang sudah seperti mayat. "Ya Tuhan! Apa yang terjadi padamu? Bangun Sehun."

"Tenanglah, Baekhyun." Chanyeol mendekat.

"Bagaimana aku bisa tenang jika Sehun dalam keadaan seperti ini?! Lagipula apa yang kau pikirkan dengan meletakkannya di tempat seperti ini?! Jika sakit, bawa ke rumah sakit!"

Kemarahan Baekhyun membuncah. Ia kembali mengoyah kapsul itu dan berteriak memanggil nama Sehun.

"Tidak bisa. Aku tidak bisa membawanya ke rumah sakit."

"Kenapa tidak bisa?! Kau cukup kaya untuk membiayai semua yang Sehun butuhkan! Dia anakmu, Chanyeol!"

"Tidak bisa. Sehun tidak bisa di bawa ke rumah sakit."

"Kau ingin membunuhnya?! Lihat, dia sudah sangat lemah, wajahnya bahkan sangat pucat! Jangan lakukan hal bodoh yang bisa membahayakan nyawa Sehun!"

"Tidak bisa.." Chanyeol mencengkeram tangan Baekhyun yang akan mengoyah kapsul itu lagi. "Sehun..Sehun bukan manusia pada umumnya."

.

.

Baekhyun hanya bisa terduduk lemas ketika satu perkataan Chanyeol membungkam logikanya sebagai manusia. Itu terdengar mustahil dan tidak mungkin pernah ada, tapi apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri seakan mengejek jika tidak semua hal bergantung pada realitas dan logika.

"Sehun bukan manusia." Chanyeol mengatakan hal itu lagi.

"Robot?"

"Bukan. Dia bukan robot. Ini akan sulit dijelaskan tapi kuharap kau bisa menerimanya dengan pikiran terbuka." Satu helaan nafas Chanyeol tarik untuk memulai penjelasan panjang ini. "Sehun adalah percobaanku selama bertahun-tahun. Dengarkan aku dulu," Chanyeol menyela protesan yang akan Baekhyun katakan. "Aku membuat Sehun dari kumpulan formula yang bisa membentuk sebuah cairan yang mengubah vampir menjadi manusia."

Reaksi Baekhyun cukup wajar jika membolakan mata dan menutup mulutnya dengan tangan mengingat apa yang Chanyeol sampaikan tidak sesederhana yang ia kira.

"V-vampir?"

"Ya. Sehun seorang vampir. Lebih tepatnya vampir yang sudah dimusnahkan dan aku berusaha membuatnya hidup kembali. Aku tidak menghidupkan Sehun sebagai seorang vampir, tapi menjadi manusia biasa. Bertahun-tahun aku meluangkan waktu dan besar harapanku Sehun akan berwujud seperti apa yang aku inginkan. Aku mencoba menghidupkan setiap fungsi organ dalam diri Sehun seperti manusia biasa. Otak, jantung, paru-paru, dan semua organ penting lainnya akan aku fungsikan seperti manusia pada umumnya.

Tapi semua tidak semudah itu, Baekhyun. Ada banyak hal yang harus ku pertimbangkan agar tidak mengalami kegagalan. Aku tau ini gila tapi aku merasa Sehun berhak mendapatkan kembali hidupnya setelah dimusnahkan. Dan menjadi manusia normal menurutku jalan satu-satunya agar Sehun bisa hidup kembali. Terlalu sulit menghidupkannya sebagai seorang vampir karena di dunia kami, ada banyak penguasa yang siap memusnahkan kembali."

"D-dunia kami?" Baekhyun merasa ini terlalu jauh. Apa maksudnya kata 'kami' pada penjelasan Chanyeol.

"Y-ya, dunia kami. Jika kau ingin tau, aku dan Sehun berasal dari dunia yang sama."

Baekhyun baru mengenal Chanyeol dalam waktu yang singkat, tapi kenyataan yang ia peroleh lebih mengejutkan dari yang ia duga. Rasionalitas dalam dirinya mulai merecoki jika ini bukan hal yang masuk akal. Di era seperti ini, siapa yang akan percaya dengan vampir?

Chanyeol kembali menjelaskan, "Aku pernah menjadi vampir dan masa laluku sama seperti Sehun. Aku dimusnahkan tapi aku berhasil dihidupkan kembali sebagai manusia biasa. Seseorang menjadikan aku bahan percobaan dengan memberiku banyak hal gila. Mengurungku dalam kapsul itu dan merasakan rasa sakit terbesar karena perubahan dalam diriku.

Sehun mengalami fase yang sama sepertiku dulu. Meski organ penting dalam tubuhnya sudah berfungsi seperti manusia, tapi Sehun masih memiliki darah vampir dalam tubuhnya. Itu bagian terberat yang harus ia lewati. Sehun akan sering tidak sadarkan diri dan aku harus memasukkannya dalam kapsul agar Sehun tidak mendapat hal terburuk."

"Hal terburuk?"

"Ya, semua ini beresiko, Baekhyun. Menghidupkan organ dalam tubuh Sehun hanya masalah kecil dan bisa ku tangani, karena yang tersulit dari semua itu adalah mengubah darah vampir dalam diri Sehun. Jika dia tidak bisa menahan perubahan dalam setiap sel darahnya, Sehun akan benar-benar musnah. Atau dalam bahasa manusia, Sehun akan mati."

Ketercengangan Baekhyun cukup beralasan. Dia tidak begitu mengerti dengan segala macam hal-hal yang Chanyeol bicarkan pada diri Sehun, tapi dia memiliki kekhawatiran pada keselematan Sehun. Sehun vampir atau manusia, Baekhyun tidak peduli. Dia benci ketika Chanyeol mengatakan hal terburuk itu terjadi pada Sehun.

"Dari semua vampir yang ku ubah menjadi manusia, hanya Sehun yang bertahan lebih lama. Aku percaya Sehun bisa menjadi manusia seutuhnya karena dia sudah berjuang sejauh ini. Nutrisi yang dibicarakan para maid adalah cairan yang harus masuk dalam diri Sehun agar sel darah yang sudah mencair, tidak kembali membeku. Sehun harus mengkonsumsi itu secara rutin agar dia bisa bertahan sebagai manusia."

"T-tapi, a-apa yang terjadi? Kenapa dia bisa terbujur dalam kapsul itu jika dia sudah mengkonsumsi nutrisinya secara rutin?"

"Aku tidak mengerti, Baekhyun. Aku masih mencari tau apa yang terjadi dan berusaha semampuku agar Sehun bisa kembali normal. Aku memberinya nutrisi terbaik sehingga darah dalam tubuhnya tidak membeku."

Chanyeol terduduk di salah satu sudut sofa dengan raut wajah frustasi yang parah. Sebelah tangannya memijat pelipisnya yang berdenyut karena memikirkan perkembangan dalam diri Sehun.

Baekhyun mendekat, menyentuh pundak Chanyeol, dan mencoba mengatakan sesuatu yang mungkin bisa menjadi lebih baik. Keterkejutannya berhasil Baekhyun kendalikan dan membawa kembali logika Baekhyun sehingga emosi tak akan berkuasa. Meski ini masih asing dalam hidupnya, meski ini belum bisa ia percaya dengan akal sehat, tapi melihat bagaimana rasa frustasi dalam diri Chanyeol akan keadaan Sehun membuat Baekhyun yakin pada satu hal. Sehun terlihat begitu berarti untuk Chanyeol.

"Apa yang bisa kubantu untuk menyelamatkan Sehun?"

.

.

Baekhyun meletakkan secangkir teh hangat di atas nakas kamar Chanyeol. Satu jam yang lalu Baekhyun berhasil membujuk Chanyeol untuk istirahat setelah mendengar jika hampir tiga hari Chanyeol tidak tidur. Semua dilakukan untuk memantau keadaan Sehun yang masih berada dalam kapsul pengendali agar darah manusia yang sudah tumbuh pada tubuh Sehun tak lagi membeku.

Lingkar hitam disekitar mata Chanyeol mengatakan jika kelelahan sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Ini terlalu berat untuk dikatakan baik-baik saja sedang perkembangan terakhir yang Chanyeol dapat adalah 20% darah dalam tubuh Sehun mulai membeku.

"Tidurlah. Aku akan menjaga Sehun."

Chanyeol menggeleng, disela rasa lelah dalam wajahnya ia masih bisa tersenyum dan mencoba untuk membuat dirinya bersandar di kepala ranjang. "Tidak. Aku tidak bisa tidur."

"Tapi kau sudah 3 hari tidak tidur."

"Aku pernah beratus tahun tidak tidur, Baek. Dan aku baik-baik saja."

Baekhyun mendengus. "Itu ketika kau menjadi vampir. Sekarang kau manusia, jadi kau butuh tidur."

"Aku akan tidur ketika Sehun sudah menjadi normal."

"Baiklah. Sepertinya kau sangat keras kepala." Baru saja Baekhyun akan berdiri untuk meninggalkan Chanyeol tapi sebuah cengkerangan hangat menahan Baekhyun agar tetap pada tempatnya.

"Bisa temani aku? Aku..aku mendadak takut untuk di tinggal sendiri."

Sebenarnya Baekhyun bisa saja menolak mengingat Chanyeol adalah lelaki dewasa yang sudah memiliki anak. Well, meski Sehun bukan anak secara biologis, tapi ketika seseorang di panggil Daddy dan mau melakukan apapun untuk keberlangsungan hidup seorang anak laki-laki, dunia pasti akan setuju menyebutnya sebagai orang tua.

"Akan kuceritakan sesuatu jika kau mau menemaniku di sini." Tambah Chanyeol dan pada akhirnya Baekhyun memilih kembali duduk di tepi ranjang. "Kau tau, Baekhyun, menurutku aku bukan seorang ayah yang baik. Aku tidak tau bagaimana berperan menjadi seseorang yang di sebut sebagai seorang ayah."

"Itu hanya pendapatmu saja. Kau tidak tau bagaimana orang di luar sana memujamu sebagai seorang ayah idaman."

"Apa itu untuk menghiburku?"

"Aku berbicara tentang sebuah kenyataan."

Chanyeol tersenyum, merasa sedikit lega ketika ada satu kebaikan yang orang sadari meski bagi Chanyeol ia belum pantas di sebut sebagai ayah yang baik.

"Sebenarnya aku melakukan hal ini tidak hanya pada Sehun. Ada beberapa vampir lainnya yang coba ku hidupkan kembali sebagai seorang manusia. Tapi dari semua itu, hanya Sehun yang bertahan sampai sekarang. Jika kau ingat aku pernah datang ke cafe-mu dengan anak kecil, mereka salah satu dari ketidakberhasilanku menjadikan mereka manusia. Jika dalam bahasa manusia disebut koma, maka itu yang akan terjadi ketika tubuh mereka belum bisa sepenuhnya berubah menjadi manusia. Ketahan tubuh tiap vampir berbeda-beda, saat tidak bisa menerima perubahan dalam tubuh mereka, dalam hitungan detik mereka akan kehilangan hidup mereka.

Tapi Sehun berbeda. Aku melihat dia memiliki potensi menjadi manusia biasa. Jika yang lain butuh waktu paling tidak 6 sampai 10 tahun, maka Sehun hanya butuh 2 tahun untuk bisa dalam keadaan seperti ini. Itulah mengapa aku ingin dia belajar tentang semua yang dilakukan manusia, agar ketika dia sepenuhnya menjadi manusia, tidak ada yang mencelanya karena tidak tau apa-apa."

"Kau sendiri?"

"Aku?" Chanyeol menunjuk dirinya sendiri. "Ada apa dengan aku?"

"Dirimu yang menjadi manusia. Bisa ceritakan tentang dirimu?"

Chanyeol menegakkan tubuhnya, sebelum dia memulai ceritanya, dia mengambil tangan Baekhyun untuk diarahkan pada dadanya. Chanyeol ingin Baekhyun merasakan ada kehidupan organ di dalam tubuhnya.

"Untuk mendapatkan detak jantung ini, aku harus melewati 10 tahun yang berat. Sulit dan tidak menyenangkan. Tapi seseorang yang merubahku menjadi manusia selalu berkata jika aku bisa melakukannya. Aku hanya butuh berjuang sedikit saja maka aku bisa mendapatkan kehidupanku kembali."

"Aku ingin tau sesuatu, apa yang membuat penguasa pada dunia vampir memusnahkan vampir lainnya."

Meski sudah menjadi manusia utuh, Chanyeol masih dengan jelas mengingat apa yang pernah ia alami saat menjadi seorang vampir. Ia juga sangat mengingat bagaimana tubuhnya di pisah dengan kepalanya agar kehidupannya sebagai vampir benar-benar musnah.

"Mereka sangat tidak menyukai jika ada vampir lain yang memiliki garis keturunan lebih kuat. Aku dan Sehun memiliki nenek moyang yang jika diibaratkan dalam bahasa sederhana, nenek moyang kami memiliki semua kekuatan terkuat. Mereka menghabis ratakan setiap turunan yang ada dari nenek moyang kami, itulah kenapa aku dan Sehun bisa dimusnahkan."

"Euh! Itu sungguh kejam!"

"Ya, begitulah mereka. Sudah lebih dari 200 tahun aku bisa menghindar agar tidak dimusnahkan, tapi ternyata mereka mencium keberadaanku dan ya—aku musnah."

"Apa rasanya sangat sakit? Maksudku, mereka memisahkan kepala dan tubuhmu begitu saja."

"Sakit. Sangat sakit. Tapi beruntung, sebelum tubuhku terpecah belah menjadi abu, seseorang menyelamatkanku dan membantuku untuk hidup lagi."

"Tidak ingin balas dendam pada mereka?"

"Untuk apa? Dunia kami sudah berbeda, Baekhyun. Ketahuilah jika kekuatan manusia jauh lebih besar dari vampir."

Baekhyun seperti mendengarkan sepenggal cerita fiktif tentang keberadaan makhluk lain seperti vampir. Baekhyun adalah manusia yang rasional, diberkati akal juga perasaan untuk bisa membedakan mana yang kenyataan dan mana yang hanya sebuah dongeng. Tapi Chanyeol, secara ajaib lelaki itu memutar semua yang Baekhyun percayai. Cerita menyedihkannya sebagai seorang vampir sedikit banyak menyentuh lubuk terdalam hati Baekhyun.

"Bagus jika kau tidak ingin balas dendam. Kehidupan kalian sudah berbeda." Baekhyun merasakan jika detak jantung Chanyeol sangat tenang. Ketukan tiap detaknya seperti dentuman lagu yang membawa kenyamanan. "Aku suka detak jantungmu."

"Mau mendengarnya?"

"Apa boleh?"

"Tentu. Mendekatlah." Chanyeol membuka lebar-lebar tangannya dan menarik Baekhyun untuk mendekat.

Yang pertama terasa adalah aroma maskulin menyenangkan khas seorang pria dewasa. Baekhyun menyukai aroma seperti ini, aroma yang bisa membuatnya diam-diam tersenyum dan tersipu dengan semburat tomat busuk dikedua pipinya.

Dan ketika telinganya tepat menempel pada dada Chanyeol, Baekhyun mendapat seruan tentang sebuah perasaan. Perasaan yang membuat Baekhyun sedikit merasa ada kupu-kupu di perutnya dan terbang menggelitik tiap dinding perut. Ini aneh tapi menyenangkan.

.

"Mau kemana?" Tanya Chanyeol di suatu siang ketika Baekhyun keluar kamar dengan membawa tas kecilnya.

"Aku harus kembali mengajar. Sudah beberapa hari aku meninggalkan pekerjaanku tanpa izin." Baekhyun membungkuk sebentar sebelum sebuah tangan mencengkeram lembut pergelangan tangannya. Dan ini aneh, Baekhyun memiliki sensasi hangat tersendiri di kedua pipinya ketika Chanyeol memiliki kontak fisik dengannya. Oh Tuhan, kuatkan Baekhyun agar pipinya tidak terbakar.

"Biar ku antar. Kebetulan aku juga ada keperluan di sana."

Baekhyun jadi seperti Sehun saat di pertemuan pertama mereka; menatap ujung sepatu yang sebenarnya tidak terlalu menarik dari pada menatap pundak bidang lelaki yang berjalan di depannya.

Chanyeol adalah figur yang membuat Baekhyun beberapa kali dilanda perasaan tidak menentu. Cara bicaranya, wangi tubuhnya, senyum bibirnya, dan perlakuan lembutnya hanya segelintir alasan umum yang bisa Baekhyun obral sebagai alasan mengapa ia berani mengaku sedang jatuh hati.

Baekhyun itu mudah jatuh cinta, sekejap mata saja dia bisa membuat keputusan dalam hatinya jika ia sudah terperosok dengan luka menyenangkan bernama cinta. Seperti sekarang, bawah sadarnya menjerit-jerit ketika berada satu mobil dengan Chanyeol. Oh, ini gila!

"Sudah lama mengajar di LBB itu?" Chanyeol membuka pembicaraan ketika sekian menit mereka saling bungkam.

"Emm, tidak juga. Aku masih tergoling baru di sana."

"Tapi kau terlihat sudah begitu akrab dengan orang-orang di sana."

"Itu salah satu cara agar mereka memberiku banyak pekerjaan."

Chanyeol tertawa kecil. "Ah, ya, kau masih berencana bekerja di LBB?"

"Tentu. Aku harus mendapat uang agar nenekku di desa tidak kelaparan."

"Kau punya seorang nenek?"

"Yq, satu-satunya keluarga yang ku miliki hanya nenek. Orangtuaku sudah lama meninggal dan aku tidak memiliki tempat bergantung kecuali pada nenekku. Maka dari itu aku harus bekerja agar kebutuhan nenek di desa bisa tercukupi."

Chanyeol hanya mengangguk kecil. "Baekhyun,"

"Ya?"

"Setelah ini tidak usah bekerja, ya?"

"Y-ya?"

"Tidak di LBB tidak juga di cafe."

"K-kenapa?"

Chanyeol menepikan mobilnya, menatap intens pada sosok mungil di sampingnya dan mengembangkan senyum bijak yang menjadi favorit Baekhyun.

"Tinggallah bersamaku. Akan ku bayar, dua kali lipat dari gajimu di LBB dan di cafe. Aku membutuhkanmu."

Baekhyun tercengang, ini terlalu tiba-tiba dan tidak tau harus bereaksi seperti apa.

"T-tapi,"

"Aku tidak tau bagaimana cara berbasa-basi, tapi yang jelas aku membutuhkanmu untuk menjaga Sehun dan untuk diriku."

.

.

.

.

.

Sudah satu bulan sejak Sehun berada dalam kapsul dengan keadaan yang masih sama. Chanyeol masih menyuplai nutrisi khusus agar daya tahan tubuh Sehun tidak kalah dengan pembekuan yang terjadi dalam darahnya. Meski tidak lagi dalam situasi genting, tapi Chanyeol tidak boleh lengah karena sewaktu-waktu Sehun bisa mengalami perubahan yang tak terduga.

Dan selama satu bulan itu pula Chanyeol tak lagi menghadapi semua ini sendiri. Bukan dari segi menangani perubahan pada Sehun, tapi lebih kepada waktu menunggunya yang tak lagi diisi dengan pikiran kosong.

Adalah Byun Baekhyun yang diam-diam menggerogoti waktu kosong Chanyeol dengan kehadirannya. Baekhyun selalu memiliki porsi berbeda ketika bersama Chanyeol. Dia bisa menjadi wanita dewasa dengan sifat keibuan yang hangat, tapi tak jarang juga akan berubah seperti anak usia 5 tahun yang ingin dibelikan boneka.

Setiap harinya Baekhyun menawarkan waktu berkualitasnya untuk duduk di samping Chanyeol atau berdiam diri sedikit jauh ketika Chanyeol melakukan sesuatu pada kapsul Sehun. Baekhyun tidak pernah berada pada jarak yang membentang terlalu jauh karena ia tau terkadang Chanyeol butuh seseorang walau hanya untuk menyeka keringatnya.

"Tidak tidur?" kali ini Chanyeol yang datang dan duduk di samping Baekhyun yang termenung dekat kapsul Sehun. "Sudah pukul 12 malam, tidurlah. Seharian ini kau sudah membantu banyak."

"Membantu apa? Yang ku lakukan hanya berdiam diri saat kau sibuk menangani keadaan Sehun."

"Kau sudah membantu untuk tidak jauh dariku. Itu bantuan terbesar yang ku terima darimu. Terima kasih, ya?"

Satu usakan Chanyeol beri dipuncak kepala Baekhyun dan membuat wanita itu diam-diam mengulum senyum bahagia.

"Boleh aku mendengar detak jantungmu? Sepertinya aku sangat merindukannya."

"Boleh. Kemari."

Chanyeol menarik Baekhyun dalam sebuah pelukan terdalam hingga telinga wanita itu merekat rapat pada dadanya. Baekhyun suka berlama-lama mendengar detak jantung Chanyeol yang menandakan jika pria ini, pria yang beberapa kali berlari-lari tidak sopan dalam pikirannya, adalah pria biasa yang patut untuk dikagumi—atau dicintai.

"Sebegitu menyenangkannya detak jantungku?"

Baekhyun mengangguk, "Ya. aku seperti mendengar lagu pengantar tidur. Membuatku jadi mengantuk."

"Kalau begitu tidurlah."

"Lalu siapa yang akan menjaga Sehun?"

"Aku."

"Kalau begitu aku tidak akan tidur supaya bisa menjaga Sehun bersamamu."

Keadaan hening sejenak. Baekhyun masih sibuk mendengarkan detak dijantung Chanyeol meski fokusnya sudah teralih. Berada dijarak sedekat ini dengan Chanyeol nyatanya berimbas pada keadaan hatinya yang melompat penuh kebahagiaan. Baekhyun tidak bisa mengontrolnya. Itu terlalu sulit untuk dilakukan. Dan jika sudah seperti itu, Baekhyun akan memilih diam dan menikmati debaran yang semakin menggila dalam tubuhnya.

"Baekhyun,"

"Ya?"

"Setelah aku menjadi seorang manusia utuh, eksistensiku adalah seorang pria berusia 32 tahun. Selama ini aku mempelajari bagaimana seorang pria di usia 32 tahun menjalani kehidupannya. Bekerja, mencukur kumis, berpakaian rapi, dan memiliki perasaan pada wanita."

"Lalu?"

Chanyeol melingkarkan tangannya di sekitar pinggang Baekhyun dan mendekatkan bibirnya di puncak kepala Baekhyun. Kecupannya masih sangat amatir tapi Chanyeol melakukannya sedikit lebih lama; membuat Baekhyun membeku seketika.

"Aku tidak berpengalaman tentang jatuh cinta. Beratus-ratus tahun hidupku menjadi seorang vampir, aku belum pernah memiliki rasa seperti ini."

"Seperti apa?"

"Kau pasti tau."

"Katakan."

"Tidak. Aku tau kau lebih paham tentang situasiku."

"Katakan, Chanyeol."

"Tidak mau."

"Ayolah!" Baekhyun menjauhkan tubuhnya dan merasa cukup kesal karena bibir Chanyeol tak kunjung berkata jujur. "Apa susahnya mengatakan 'Baekhyun, aku menyukaimu.'"

Keduanya terdiam; Chanyeol dengan dua matanya yang membola dan Baekhyun dengan bibirnya yang ia tutup dengan tangan.

Ini sungguh memalukan! Bagaimana bisa ketololan bibirnya itu mengatakan sesuatu yang terkesan penuh pengharapan akan dikatakan Chanyeol. Bisa saja lelaki itu mengatakan hal lain dan Baekhyun terlalu percaya diri dengan semua ini.

"Maaf, mulutku sedikit kacau." Baekhyun mengusap kasar bibirnya yang sudah mengatakan sesuatu diluar kesadarannya. Di usapan ketiga itu Baekhyun serasa ditarik kembali, bukan pada pelukan yang membuatnya bisa mendengar detak jantung Chanyeol, tapi pada sebuah kelunakan yang terasa manis.

Siapapun tolong katakan jika ini bukan delusi! Katakan jika Baekhyun tidak sedang bermimpi karena siapapun yang akan membangunkannya dengan berat hati harus menerima tendangan dari Baekhyun.

"Apa seperti itu berciuman?" Chanyeol bertanya ketika lunak bibirnya berhasil mengacau Baekhyun.

"A-apa?"

"Sepertinya tidak. Yang kulihat di film, mereka melakukannya sedikit lebih dalam. Aku harus meraih penuh rahangmu," Chanyeol melakukan apa yang ia katakan, "Menempelkan hidungku dengan hidungmu." Melakukannya lagi, "Dan.."

Lunak manis itu menghilangkan jarak di antara keduanya dengan sangat romantis. Chanyeol melakukannya perlahan, menekan bibir Baekhyun dengan cara halus hingga lunak lain yang sedang ia kecap kemanisannya itu sedikit terbuka.

Bibir Chanyeol bermain dengan tenang kala melumat bibir bawah Baekhyun. Dia sedikit memberikan hisapan ketika yang ia rasakan ini melambungkan jiwanya.

Baekhyun sendiri sepertinya lupa daratan. Ketika Chanyeol mulai menyapu giginya dengan lidahnya yang manis, spontanitas Baekhyun membuat tangannya mengalung sempurna di leher Chanyeol. Mereka saling mendekat, melupakan fakta jika detak jantung mereka terpacu dengan kecepatan tinggi.

"Baekhyun," Chanyeol menjadi yang pertama melepas ciuman itu. Ibu jarinya menyeka sisa saliva yang membasahi bibir Baekhyun yang sudah membengkak.

"Ya?"

"Aku ingin mengatakan sesuatu."

"Katakan. Aku akan mendengarnya."

"Sepertinya.."

"Sepertinya?"

"Sepertinya..sepertinya aku menyukaimu. Aku harus bagaimana?"

.

.

Basyot : edisi dibuang sayang, ini draft dari berbulan-bulan lalu yanv saya temukan lagi. Wkwk.. ya, ini TBC kok, cuma ya gitu, bakal lama. Kalian pasti tau utang ff ku banyak banget, jadi lunasinnya harus satu2 wkwk

Update bareng dandelionleon nih gaes, chusa tengok ceritanya + tinggalin review juga ya :*