"Tapi, Sasuke," Itachi menatapnya lama—dan sorot hitam itu sejenak terlihat lelah, "kalau aku ingin membunuhmu, bukankah seharusnya aku sudah melakukannya daritadi?"
title: a sky full of gale
genre: family
rating: T
.
enjoy. :)
Was this why I tormented myself, loving?
To remember you now, calmly and wearily,
With loathing?
.
— Anna Akhmatova
Sabtu sore.
Sasuke menaruh telur dadar yang digorengnya barusan ke piring, lalu membawanya beserta nasi ke ruang makan. Ia baru saja menaruh piringnya dan beranjak ke dapur lagi untuk membuat teh, ketika ia merasakan basah di wajahnya dan sesuatu yang tajam menusuk hidungnya.
"Ap—hmmph!"
Kepalanya mendadak terasa berputar-putar—dan setelah itu, semuanya gelap.
Hal pertama yang dilihat Sasuke ketika ia membuka matanya adalah langit-langit yang dicat putih dan cahaya dari lampu redup yang menggantung di atas.
Bukan kamarnya.
Ia segera terduduk panik dan melihat sekelilingnya dengan waspada. Sunyi… ah, ada seseorang di kamar ini—
"Kau sudah sadar, Sasuke," orang itu bangkit dari kursinya, lalu berjalan ke tempat tidur. Sasuke bersiap-siap menyerang jika ia melakukan gerakan mencurigakan. Di luar dugaan, orang itu hanya berdiri diam menatapnya di samping tempat tidur, seakan menunggunya mengatakan sesuatu.
Sasuke menelan ludah. Aura orang ini… hampir tidak terasa. Seperti berhadapan dengan udara kosong. "Siapa kau?!"
Orang itu menundukkan kepalanya sejenak, lalu mendorong tudung yang hampir menutupi separuh wajahnya ke belakang.
Sasuke menahan napas.
"I…tachi?!"
Figur yang sangat dikenalnya itu mengangguk, lalu—
"Goukakyuu no jutsu!"
Gerakan segel tangan cepat, adrenalin memuncak, dan Sasuke menghembuskan udara dari mulutnya kuat-kuat ke arah wajah orang yang dibencinya itu.
'Poof'.
—Hanya saja tidak ada apapun yang keluar. Asap pun tidak.
"Haah…?"
Sasuke mencoba sekali lagi—kali ini dengan udara yang lebih banyak, tapi hasilnya tetap nihil. Dari samping tempat tidur, Itachi menatapnya dengan pandangan tak terbaca.
"Ap—" Sasuke mencoba berkonsentrasi untuk merasakan aliran chakra di tubuhnya, namun tak ada apapun. Gelombang kemarahan yang bergejolak mendadak memenuhi pembuluh darahnya.
"Apa yang kau lakukan?!"
Itachi berkedip, lalu menatap Sasuke dalam diam selama beberapa saat. "Aku mengunci chakramu," jelasnya dengan suara rendah. Untuk sejenak Sasuke mendeteksi ada sekilas nada menyesal di suara itu—tapi mungkin itu hanya imajinasinya saja. "Maaf."
"…"
Sasuke memandangnya dengan berapi-api—lalu, plak.
Bunyi itu bergema di seluruh penjuru kamar. Itachi memutar lehernya yang tertoleh ke samping perlahan. Bekas kemerahan mencolok tampak di pipinya yang pucat.
"Kau…" Sasuke mengatur napasnya yang memburu, adrenalin mengalir cepat di pembuluh darahnya. Sejenak ia lupa apa yang hendak dikatakannya. "Kau… brengsek!"
Lalu, plak. Tangan Sasuke mendarat sekali lagi, kali ini di sebelah kiri.
Itachi bergeming.
Setelah beberapa lama, Itachi akhirnya membuka suaranya. Lalu, "aku juga."
Sasuke menatapnya dengan pandangan bertanya, namun kebencian tidak hilang dari matanya.
Itachi menjelaskan dengan suara rendah. "Aku juga mengunci chakraku."
Sasuke menaikkan alis, lalu membalas dengan nada penuh racun. "Kau bohong."
Itachi menggeleng.
"Buktikan, sampah!"
Itachi menatap Sasuke dengan pandangan sulit dijelaskan, lalu membuat segel tangan.
"Katon: Goukakyuu no jutsu!"
Lalu, hening. Tak terjadi apapun.
Itachi menurunkan tangannya, memandangi Sasuke dengan tatapan ingin tahu, seakan menunggu respon darinya.
Hening merayap seperti ular di lantai hutan—sebelum kemudian Sasuke menghembuskan napas keras-keras dan melempar pandangannya ke arah lain. Sepertinya ia telah kehilangan kata-kata, atau mungkin hanya terlalu marah untuk membalas.
Itachi mengambil gelas yang ada di nakas, lalu menyodorkannya ke Sasuke.
"Minumlah."
Sasuke mentap gelas itu, lalu meludah ke arah sang pemberinya. "Jangan kira aku bodoh, Itachi!"
Yang dimaksud hanya menatap Sasuke dengan pasif, sebelum kemudian mengusap saliva yang menempel di wajahnya dengan telapak tangan.
"Kau pasti menaruh racun disitu, dasar licik! Tidak pantas hidup!"
Itachi tak merespon. Raut wajahnya tetap tenang seperti biasa, seakan Sasuke baru saja mengatakan 'Nii-san, lama tidak bertemu!' dan bukannya memakinya. Beberapa detik kemudian, ia mengangkat gelas itu ke mulutnya, dan meminum isinya sedikit.
Sasuke menatapnya terkejut. Lalu pandangannya berubah dingin, seakan menunggu Itachi untuk mengeluarkan suara tersedak kapan saja.
Namun tak terjadi apapun.
Itachi menyodorkan gelas itu padanya sekali lagi. Kali ini Sasuke mengambilnya.
CRAT.
Hanya untuk melemparkan isinya ke arah Itachi sedetik kemudian.
"Kotor!" Sasuke memaki setengah berteriak. "Aku tak mau minum sisa-sisa limbah bekasmu!"
Itachi mengeluarkan suara yang terdengar seperti 'hmm' pelan, sebelum kemudian meraih teko yang ada di nakas dan mengisi gelas itu sekali lagi.
Sasuke menatapnya dengan penuh kebencian, namun akhirnya sorot matanya meredup. Dengan helaan napas panjang ia meraih gelas itu. itachi menunggunya dengan sabar hingga akhirnya Sasuke meminum air dari gelas itu dengan hati-hati.
"Tidurlah," Itachi memecah keheningan beberapa saat kemudian. "Kau… lelah."
Sasuke tidak tahu darimana Itachi bisa mendapat perkiraan seperti itu. ia melempar pandangan tajam ke arah pemuda di sampingnya. "Jangan konyol!" serunya gusar. "Kau kira aku akan membiarkanmu membunuhku begitu saja saat aku sedang tidak sadar?!"
Itachi menggeleng.
"Bodoh!" Sasuke mendesis perlahan. Itachi menatapnya pasif.
"Kau aman."
"…" Napas Sasuke memburu, kemarahan meletup-letup di aliran darahnya. Brengsek. "Kau pasti sudah gila kalau berpikir aku bisa mempercayaimu, Itachi!"
Hening sejenak. Itachi mencondongkan tubuhnya tanpa suara.
"Tapi, Sasuke…" Itachi menatapnya lama. Iris hitamnya terlihat lelah, dan mendadak ia terlihat dua tahun lebih tua dari usianya. "Kalau aku memang ingin membunuhmu, bukankah aku seharusnya sudah melakukannya dari tadi?"
.
.
Sasuke terdiam. Logis juga. Itachi bukanlah tipe yang suka membuang-buang waktu. Kalau ia memang berniat membunuhnya, pastilah ia sudah mati saat ini.
"Hmph," Sasuke meringis, sebelum kemudian menarik selimutnya hingga menutupi kepala. "Awas kalau kau bertindak macam-macam, Itachi!"
Itachi menghela napas tanpa suara, sudut bibirnya terangkat sedikit. "Oyasumi, Sasuke," bisiknya pelan. Hening sejenak, sebelum kemudian dirinya memecah keheningan sekali lagi.
"Oh ya, Sasuke? Telurmu kurang garam."
Pagi tiba dengan cepat. Sasuke menurunkan selimutnya perlahan, lalu terdiam sejenak. Oh, ia masih hidup. Bagus. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruangan, lalu menemukan Itachi yang tengah mengaduk sesuatu di meja.
"Ah, selamat pagi, Sasuke," Itachi menoleh ke belakang, kilasan riang yang samar melintas di matanya. Sasuke mendengus.
"Kapan aku pulang?" tukasnya tanpa basa-basi.
Itachi berbalik. Tatapan iris hitamnya sukar dibaca.
"Lusa… aku usahakan," balasnya dengan suara rendah. "Maaf, Sasuke."
.
.
"APA?!" Sasuke terduduk di tempat tidur dengan panik. Sebuah kesimpulan yang mengerikan tiba di kepalanya. "Kau mau menyekapku, Itachi?!"
Yang ditanya menghampirinya, lalu menghela napas panjang. Ia menggeleng.
"Aku akan pergi dari sini," gumamnya gusar, lalu segera turun dari tempat tidur. Itachi memandanginya serius.
"Tapi, Sasuke," katanya perlahan, "kalau kau pergi, kau tidak akan dapat obat penawar racun untuk membuka chakramu."
Sasuke membeku di tempat.
"…aku akan ke rumah sakit, bodoh!" ia melempar pandangannya ke Itachi dengan panas. "Mereka pasti akan memberiku obat."
Itachi menatapnya dalam diam. Lama.
"Tidak bisa… Sasuke," tukasnya dengan suara rendah. "Mereka tidak akan bisa membuat penawarnya," jeda sebentar, "karena aku mendapatkan obat ini… langsung dari ahlinya."
.
Dingin merayap di sekujur tubuh Sasuke.
"Tenang…" Itachi melanjutkan dengan kalem. "Aku tidak akan menyakitimu."
Sasuke mengangkat alisnya.
"Beri aku alasan untuk mempercayaimu, Itachi," balasnya seraya mendengus. Itachi tak berkomentar apapun mengenai tindakan tak sopan dari adiknya itu. Sedetik kemudian, ia merogoh sesuatu dari saku celana panjangnya.
Sebuah pisau yang masih terbungkus sarung dari kulit tampak di genggamannya.
Sasuke terdiam.
"Ini," Itachi memecah keheningan, lalu menyodorkan pisau itu ke tangan Sasuke. "Kau bisa…" ia terdiam sejenak, mengalihkan pandangannya ke samping, "…menggunakannya jika aku bertindak mencurigakan."
Sasuke mencibir. "Kau pasti akan melawan sebelum hal itu terjadi!"
Itachi menggeleng. Ia lalu menunjuk ke arah pahanya.
Sasuke menaikkan alisnya. Tidak ada kantong senjata disana.
"Aku janji, Sasuke," kata Itachi serius. "Aku tak akan menyakitimu. Sama sekali."
Hening merambati udara di ruangan itu setelahnya. Sasuke menatap Itachi dengan pandangan tak percaya, sebelum kemudian mengeluarkan pisau itu dari sarungnya. Kilatan permukaan pisau itu memantulkan bayangan wajahnya samar. Ia meraba sisi tajam pisau itu dengan kesal—entah kenapa. tajam. Tanpa sengaja, setetes darah muncul dari telunjuknya.
"Aku akan mengambil sarapan," Itachi berbalik, meninggalkan Sasuke dengan pikirannya sendiri.
Ketika ia kembali, Sasuke terkejut sewaktu mendapati Itachi tak hanya membawa onigiri dan teh di nampan, namun juga plester, obat merah—dan piring kecil berisi potongan tomat segar dengan taburan gula di atasnya.
.
.
Bersambung.
Naruto © Masashi Kishimoto. Tidak mengambil keuntungan materiil apapun dari fanfiksi ini.
