Kotak
dan kelabu, itu apa yang Matthew lihat dan rasakan. Perang sudah memang hal yang bagus. Tapi serpihan-serpihan dari perang itu sendiri tidak akan hilang. Dari dunia, mungkin dari hati orang-orang? Siapa yang tahu. Hari itu adalah hari Minggu. Langit berwarna kelabu dengan desiran angin kencang membuat Matthew harus memegangi topinya agar tidak tersapu , dan orang-orang? Mungkin mereka lebih memilih tetap berada di rumah hangat mereka. Matthew berjalan kesebuah rumah kecil, dan mengetuk pintunya. Seorang pemuda, seumuran dengan Matthew, dengan rambut dirty blondenya keluar dari pintu. "Halo, uh… Ini bukan kantor pos jadi kalau kau mau mengirim bingkisan itu.." Ucap pemuda itu seraya menunjuk kesebuah boks besar yang dibawa Matthew. "Alfred, ini aku ,Matthew." Pemuda itu menyenderkan tangannya diambang pintu, satu tangan lainnya berisitirahat dipinggangnya,ia memasang senyuman kecil dimukanya, "Aku tidak pernah bertemu dengan orang bernama 'Matthew' sebelumnya."
"Alfred ini serius."
"Tidak, kurasa kamu salah alamat."
"Alfred-"
"Kamu bisa meninggalkan box itu disini kalau kau mau. Aku akan membukanya nanti."
Matthew terdiam. Ia membungkuk untuk menaruh box itu lalu melihat kearah Alfred. Matanya menunjukkan rasa simpati melihat muka Alfred yang terlihat lelah. Cahaya yang selalu memancar terlihat pudar, ini bukanlah Alfred yang dia kenal. "Jaga dirimu." Matthew memberi Alfred beberapa tepukan dipundak, berbalik, lalu berjalan menjauh. Alfred beralih ke kotak yang ditaruh Matthew. Ia mengambilnya lalu berjalan masuk kedalam rumahnya. Berbotol-botol brendi dan dokumen-dokumen berserekan dan cahaya matahari tidak bisa menemukan celah untuk masuk karena gorden-gorden menutupi jendela dengan rapat. Alfred duduk diatas sofanya dan membuka kotak dari Matthew. Kotak yang begitu besar, tapi isinya hanya berisi sepucuk surat dan beberapa foto. Heran, Alfred mengambil salah 1 foto yang ada disana. Spanduk "THE WAR IS OVER" dan beberapa orang yang ada disana mengibarkan bendera Amerika,senyuman lebar mengembang dimuka mereka dengan tangan dipundak orang-orang tercinta. Alfred tersenyum kecil, betapa bahagia rakyatnya mendengar kabar itu. Foto selanjutnya adalah seorang tentara yang berpelukan dengan ibunya. Tapi tangan tentara itu sudah diamputasi. Walau begitu, ibunya tidak peduli, yang penting anaknya selamat dan dia rindu sekali padanya. Alfred mengambil sepucuk surat yang ada didasar kotak, perlahan ia membuka amplop dan membuka lipatan kertas surat itu,
" Alfred,
Aku tahu perang ini membuatmu frustasi.
Tapi kami, juga sama terpukulnya denganmu.
Tidak ada yang menginginkan hal ini terjadi.
Kami juga tidak ingin tubuh rakyat kami robek karena peluru atau hancur dan melepuh karena bom.
Kami tidak ingin generasi muda kami mengalami mimpi buruk akan kematian.
Aku hanya ingin kamu ingat,
Kamu tidak sendiri,
Ada aku,
Dan yang lainnya.
Perang dan kematian ini bukan karena dirimu
Berhenti mendorong dan menyalahkan dirimu sendiri.
Perlahan-lahan luka yang ada dihatimu akan hilang.
Semuanya sudah berakhir, Alfred.
Rileks, dan istirahatkan kepalamu sebentar, hilangkan semua pikiranmu tentang korban yang berjatuhan.
Saatnya untuk dirimu,bangkit. Perbaiki semua kesalahan yang kau perbuat.
Aku, dan yang lainnya akan membantu.
-Matthew."
Alfred tertawa kecil didalam ruangan itu, sayup-sayup terdengar suara isakan dan ucapan terimakasih yang berulang-ulang.
Note: Perang menyisakan luka hati bagi para prajuritnya.
