Minna! Aku balik lagi bawa cerita baru nih XD hehehe tapi kali ini aku mau coba dari anime shingeki no kyojin XD happy reading :3
Disclaimer : Shingeki No kyojin belong to Hajime Isayama
Cast : Rivaille, Harem!Eren, Hanji, Mikasa, dll
Warning : Rated T+ (Slash BL), AU, Typos
.
.
.
.
CHAPTER 1
Expectation is the root of heartache - Shakespire .
.
.
"Eren mau berangkat sama Papa" Suara nyaring terdengar di sebuah rumah megah bernuansa klasik Eropa. Pagi itu terlihat seorang anak laki-laki berusia 8 tahun sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Ia sudah siap dengan seragam sekolah dan tas punggungnya. Namun alisnya terlihat berkerut serta pipi tembamnya diggembungka. Iris emeraldnya terlihat sedikit berkaca-kaca, membuat siapapun yang melihat bocah itu pasti tak tahan untuk mencubit pipinya sekarang juga.
"Tapi Papa Eren sekarang ada rapat penting jadi tidak bisa mengantar Eren ke sekolah. Kalau Papa ikut mengantar Eren nanti Papa bisa terlambat ke kantornya. Apa Eren mau kalau Papa nanti dimarahi orang-orang?" bujuk seorang wanita paruh baya berkacamata yang sekarang sudah ada di hadapan bocah itu. Wanita itu berlutut mensejajarkan tingginya dengan anak laki-laki itu.
"Tapi.. Bibi Han.." Eren terlihat sudah akan menangis, air matanya terlihat membendung dan sudah siap meluncur kapan saja. Wanita itu akhirnya menghela nafas, jujur saja ia sudah tak kuasa jika berhadapan dengan anak laki-laki yang bernama Eren yang sedang merengek seperti sekarang.
"Jangan manja bocah" tiba-tiba suara baritone menginterupsi kegiatan kedua orang itu. Eren sempat begidik saat mendengar suara yang sangat familiar dan ia kenal itu. Begitu rendah hingga terkadang membuat bulu kuduk Eren meremang.
"Kau sudah delapan tahun, sudah waktunya belajar mandiri" lanjut suara itu, diikuti dengan sosok pria paruh baya yang terlihat rapih dengan setelan jas hitam dan dasi yang serasi. Sepatu pantofel mengkilap, badannya tegap meskipun mungkin tinggi badannya kurang proporsional, perawakannya tegas, dengan mata yang tajam bagai elang, kantung mata yang setia bertengger di bawahnya, dan rambut sewarna eboni yang tertata rapih.
"Tapi.. Papa,.." Eren berusaha untuk menggunakan wajahnya untuk memelas. Meskipun ia tau itu sama sekali tidak ampuh bagi sosok yang ia sebut dengan 'Papa' tadi. Justru sosok tersebut malah menghentikan langkahnya saat hendak membuka pintu mobil porche hitam yang sudah terparkir di halaman rumahnya. Lalu menatap sang anak dengan tatapan tajam mengintimidasi. Membuat Eren yang hendak berbicara menutup mulutnya seketika. Tak lama sosok itu pun masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya. Eren melihat mobil itu melaju meninggalkan kediaman rumahnya dengan mata berkaca-kaca. Eren masih berkaca-kaca sampai suara wanita di sebelahnya memecahkan keheningan.
"Eren, ayo cepat kita berangkat, nanti terlambat. Mikasa sudah menunggumu di mobil. Um.. bagaimana kalau nanti pulang sekolah kita beli es krim?" bujuknya.
"Yang benar? Bibi Hanji tidak bohong kan?" sekarang Eren sedikit antusias mendengar bujukan Bibinya yang bernama Hanji itu. Sebagai jawaban wanita itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Apa Eren boleh pesan es krim yang besar?"
"Tentu saja, nanti Eren bisa pesan yang besar dan banyak!"
"Yay! Terima kasih Bibi Han!" dalam sekejap senyum pun merekah di bibir Eren. Hanji pun hanya bisa tertawa maklum melihat perubahan mood anak itu yang begitu cepat.
"Baiklah, ayo kita berangkat! Kasihan Mikasa sudah menunggu dari tadi"
"Um!" kemudian Hanji pun menggandeng tangan Eren untuk memasuki mobilnya yang di dalamnya sudah ada gadis cilik seusianya menunggu. Melihat Eren yang tersenyum – senyum senang saat masuk ke mobil gadis bernama Mikasa itu pun menyapanya.
"Selamat Pagi Eren"
"Pagi, Mikasa" jawab Eren sambil tetap tersenyum dan duduk di sebelahnya.
"Kau sedang senang ya Eren?" tanyanya kalem.
"Um!" jawabnya sambil mengangguk riang, seraya Hanji mulai melajukan mobilnya menuju ke sekolah mereka.
"Kata Bibi Hanji nanti sepulang sekolah Eren mau dibelikan es krim yang besar!" Mikasa yang mendengarnya pun segera menoleh ke arah kaca spion seakan meminta penjelasan dengan kalimat Eren.
"Mama.."
"Hohoho tidak apa-apa sayang, nanti Mama belikan juga untukmu. Mikasa tinggal pilih es krim mana yang Mikasa suka" jawab Hanji dengan riang.
"Apa Mama nanti bisa menjemput? Bukannya Mama sibuk?"
"Hari ini, kebetulan Mama ambil cuti sayang, jadi nanti Mama pasti akan menjemput kalian"
"Yeay! Es krim! Teriak Eren kegirangan.
.
.
.
.
Lelehan es krim yang lumer membasahi seragam sekolah Eren saat ia mencoba melahap es krim pesanannya dalam suapan besar.
"Eren, makan pelan-pelan jangan berantakan" kata Mikasa yang melihat kelakuan sepupu di hadapannya. Yang ditegur hanya menunjukan senyum lima jari dan kembali melahap es krimnya. Sesuai dengan janji Hanji sekarang setelah pulang sekolah mereka pergi ke kedai es krim. Sekarang mereka sedang memakan pesanannya sambil menunggu Hanji yang sedang ke toilet.
"Nah anak-anak kalian sudah selesai kan? Ayo sekarang kita pulang!" kata Hanji saat kembali. Eren menyuap suapan terakhir es krimnya.
"Sudah! Wah sudah jam empat, ayo pulang Bibi, Eren mau nonton Titan nanti keburu mulai!" kata Eren yang tidak mau ketinggalan acara televisi kesukaannya.
"Mikasa kau sudah selesai?" gadis itu hanya mengangguk kalem sambil membersihkan mulutnya dengan tissue. Kemudian mereka pun segera pulang.
.
.
.
.
Lelaki paruh baya itu masih disibukan oleh setumpuk dokumen-dokumen penting yang harus ia pelajari dan tanda tangani di meja kerjanya. Meskipun ia pulang lebih cepat hari ini, itu dikarenakan ia sedang malas untuk mengerjakan semua pekerjaannya di kantor oleh karenanya ia membawanya pulang. Sebagai pemilik salah satu agensi artis terbesar di negara ini, Rivaille Ackerman dibilang sudah sangat berhasil dalam mengeluarkan artis-artis, penyanyi,dan model berbakat dalam kancah industri hiburan. Kacamata kerjanya masih setia bertengger di depan hidungnya yang mangir khas keturunan Prancis. Lengan kemeja abu-abunya pun digulung sampai batas siku untuk memudahkannya menulis. Rivaille melepas kacamatanya kemudian memijit pelipisnya. Hari ini ia benar-benar lelah karena harus menghadapi pekerjaannya yang menumpuk.
'Krieet' suara pintu terbuka perlahan. Tanpa harus mengalihkan pandangannya pun Rivaille sudah tau siapa yang membuka pintu.
"Papa?" suara khas anak laki-lakipun terdengar seiring dengan kepalanya yang melongok ke dalam, memastikan yang ia cari berada di dalam ruangan itu. Senyumnya pun mulai mengembang ketika ia melihat sang papa yang ia cari berada di belakang meja kerjanya seperti biasanya.
"Papa!papa! ternyata benar kata Petra-nee, Papa sudah pulang!" sekarang anak laki-laki itu pun menghampiri Rivaille dengan cara berlari, Rivaille mendecih karena suara langkah anak itu yang berisik dan Rivaille selalu tidak menyukainya. Kemudian anak itu menghamburkan dirinya ke pangkuan Rivaille.
"Papa!papa tadi Eren dapat nilai A dipelajaran menggambar!" surai coklatnya menggelitik perut Rivaille saat ia memeluknya erat. Tapi Rivaille tetap diam tak bergeming, ia malah merasa risih karena Eren yang terus menempel layaknya anak manja.
"Minggir bocah" katanya sambil melepaskan pelukan Eren hingga membuat Eren nyaris terjatuh. Tappi bukan Eren namanya kalau langsung menyerah ia malah tersenyum lima jari dan melanjutkan ceritanya.
"Papa, tadi di sekolah Eren gambar rumah terus di depannya ada Papa, Eren, sama Mama" katanya yang terus bercerita sedangkan Rivaille malah memilih mengacuhkannya dan melanjutkan pekerjaannya.
Merasa tak dianggap Eren pun mulai melancarkan jurus puppy eyesnya.
"Papa.. dengar Eren tidak?" katanya sambil menarik-narik lengan Rivaille.
"Aku sibuk bocah lebih baik kau kembali ke kamar" kata Rivaille tanpa mengalihkan pandangannya pada Eren. Meski sudah dibilang begitu Eren tetap saja menarik-narik lengan Rivaille yang sedang menulis.
"Papa.. Papa" Rivaille tetap diam, Eren mulai cemberut dan menarik pulpen Rivaille membuat sang empunya menatapnya tajam.
"Eren! Ternyata kau di sini!" hampir saja Rivaille kehilangan kesabaran dan melayangkan tangan kepada anaknya sendiri. Untung saja disaat yang tepat Petra sang maid yang bertugas mengurus rumah dan Eren berhasil mengalihkan perhatian mereka atau lebih tepatnya Rivaille.
"Petra-nee"
"Cepat bawa Eren kembali ke kamarnya" suara Rivaille yang rendah membuat Petra sedikit gugup. Pasalnya gadis bersurai madu itu sudah paham watak tuannya jika sudah menyangkut tentang Eren.
"Ba-baik, Ayo Eren sudah malam kau sudah harus tidur" kata gadis itu dengan nada yang menenangkan membuat Eren sedikit luluh.
"Tapi.. Eren mau sama Papa"
"Papa sedang sibuk, nanti kalau Papa sudah tidak sibuk Eren main lagi sama Papa ya" bujuk Petra sehalus mungkin. Tak lama Eren pun mengangguk meskipun masih dengan wajah sedihnya. Petra tersenyum dan segera menggandeng Eren keluar dari ruanganyang sudah dipenuhi oleh aura tidak bersahabat dari Rivaille.
Setelah mereka keluar Rivaille menghela nafasnya dan pandangannya tertuju pada foto kecil yang terpajang di atas meja lampu di sudut ruangan. Di dalam foto itu terdapat sosoknya beserta seorang wanita bersurai pendek yang tersenyum sambil menggendong seorang bayi. Ya itu adalah istrinya dan yang di dalam dekapannya itu adalah sosok Eren sewaktu masih bayi.
"Isabel.." katanya lirih dan seketika kenangan bersama istrinya pun berenang di dalam memori otaknya. Dalam hati kecilnya ia belum sepenuhnya rela menerima kenyataan bahwa satu-satunya wanita yang ia cintai sudah tidak ada lagi di sisinya. Dan yang menambah rasa penyesalan dan emosinya adalah setiap kali ia melihat sosok sang anak yang mempunyai mata berwarna emerald itu selalu mengingatkan ia akan mendiang istrinya. Isabel Magnolia, nama sang mendiang istri. Rivaille mungkin terlihat sangat gagah dan kuat namun siapa yang tau bahwa di dalamnya ia adalah sosok yang rapuh semenjak peninggalan sang istri. Ia bahkan sampai merasa benci terhadap anaknya sendiri. Ya, Rivaille membenci Eren semenjak Isabel meninggal. Sebab penyebab kematian Isabel adalah menolong Eren yang saat itu sedang terjebak dalam kebakaran rumah. Eren berhasil diselamatkan sebab Isabel melemparnya ke arah luar balkon lewat jendela. Eren yang terjatuh di semak-semak pun hanya mengalami luka kecil, sedangkan Isabel tewas terpanggang api. Mungkin alasan yang sangat klise dan terkesan kekanak-kanakan jika menyalahkan Eren atas kematian Isabel, karena bagaimanapun juga peristiwa itu adalah musibah dan kematian Isabel adalah takdir. Namun pada kenyataannya perasaan Rivaille sulit mengingkarinya, ia sampai berfikir mungkin jika Eren tidak nakal dan bersembunyi di dalam loteng rumahnya hanya karena ia ngambek pada Isabel, Isabel pasti masih ada, Isabel pasti tidak akan mati. Andai saja sewaktu itu ia tidak dinas di luar kota, ia pasti masih bisa menolong Isabel. Atau seandainya saja Isabel tidak nekat untuk menolong Eren, dan membiarkannya begitu saja pasti Isabel masih ada di sampingnya. Meskipun Rivaille sadar itu hanya sebuah khayalan dan waktu tidak dapat diputar. Hanji sendiri tak habis pikir mana ada seorang ayah yang membenci anaknya sendiri hanya dikarenakan sebuah alasan yang kurang masuk akal. Meskipun Hanji hanyalah adik iparnya tapi ia sudah cukup mengenal dekat sosok seorang Rivaille. Dan jangan lupa bahwa Hanji adalah seorang psikiater yang cukup disegani di Rumah sakit tempatnya bekerja. Ia sudah banyak menangani pasien depresi dengan kasus yang mirip seperti Rivaille. Tekanan pekerjaan, dan menjadi seorang single parents secara tiba-tiba membuat Rivaille menerima beban pikiran yang cukup berat. Hanji pernah meminta Rivaille untuk sesekali datang ke kantornya. Hanji tidak bilang bahwa ia ingin memeriksa kondisi kejiawaan pria itu, hanya saja ia berdalih ingin mengetahui masalah yang ia hadapi. Namun Rivaille selalu menjawab ia bisa menghadapinya sendiri dan tidak butuh bantuan. Menurut Rivaille dirinya belum menjadi orang gila untuk diperiksa oleh Hanji. Rivaille mendekatkan diri ke arah jendela, membuka tirainya sedikit dan pandangannya.
"Hari ini cerah.. " gumam Rivaille.
"Bulannya jadi terlihat sangat jelas dan penuh, bukankah itu kesukaanmu Isabel" Rivaille berkata lagi meski hanya suara gemerisik dedaunan dekat kaca jendela yang tertiup angin yang menjawab setiap perkataannya.
"Isabel.."
TBC
Thanks for read, Mind to review? :3
