Everlasting Love
(Sekuel Transformation Love)
Disclaimer:
Masashi Kishimoto
Pair:
NaruGaa/ Naru(fem)Gaa
Genre:
Romance Fantasy
Warning:
Sho-ai, MxM, AU, Rush, alur kecepatan
Summary:
Berusahalah membuatku jatuh cinta kalau kau menginginkanku karena aku tak pernah percaya sebuah pernikahan tanpa rasa cinta akan bertahan untuk selamanya. Yang kucari sebuah kebahagiaan abadi bukan kerapuhan sebuah istana cinta.
0o0
"Gaara!"
Teriakan seorang pemuda pirang itu cukup membuat telinga orang-orang disekitarnya tuli sesaat. Tak sadarkah seorang Namikaze Naruto kalau ia baru saja membuat lautan deathglare tengah diarahkan padanya.
Seakan tak mengindahkan tatapan orang-orang pemuda yang sebenarnya berasal dari dunia paralel dan merupakan penerus tahta negeri angin itu terus saja mengacau beberapa tempat di kota yang membuat berulang kali kepalanya menjadi lemparan barang dari penduduk kota karena terlalu berisik.
"Cih, kemana panda itu bersembunyi." Naruto akihrnya berhenti berteriak dan terduduk di tepi sebuah sungai di bawah sebuah pohon rindang. Napasnya sedikit tersengal-sengal karena hampir seharian ia berputar-putar mencari Gaara—dan juga berlari dari kejaran para gadis— namun bahkan batang hidung sang pemuda tak bisa dilihatnya. Sepertinya Gaara sudah semakin lihai bersembunyi.
Tentu saja siapa yang tak akan was-was bila setiap hari harus dikejar dan distalker rubah mesum yang selalu mengatakan ingin menikahimu. Bahkan seorang Sabaku Gaara yang tengah bersembunyi di bawah jembatan—yang sebenarnya tak jauh dari posisi Naruto sekarang harus menarik napas dengan susah payah.
Satu bulan. Kejadian ini sudah berlangsung sejak sebulan yang lalu. Itu berarti sudah berusia sebulan hubungan keduanya sejak pertemuan mereka yang sedikit memalukan kalau tak mau di bilang aneh, bukan.
Namikaze Naruto, pangeran negeri angin itu sudah bersumpah sejak hari pertama ia menemukan manik jade milik Gaara berusaha untuk mengklaim sang pemuda menjadi miliknya.
Sabaku Gaara, putra bungsu dari keluarga Sabaku yang merupakan keturunan penyihir yang sial—atau untung—malah tak memiliki kekuatan sihir dan merupakan kandidat utama—yang diputuskan seenaknya oleh Naruto—untuk menjadi pendampingnya.
Pertemuan mereka? Itu bukanlah hal yang menarik untuk dibahas lagi bukan. Ada yang melupakannya? Silahkan lihat kembali kisah sebelumnya.
Naruto menepukkan air sungai pada wajahnya setidaknya mengurangi rasa panas dan keringat yang mengguyur sejak tadi. Sedikitnya terasa lebih segar. Sesaat, tangannya yang sudah menangkup air terhenti ada yang dilupakannya.
"Shit, kenapa aku begitu bodoh. Bukankah aku bisa menemukan Gaara dengan sihirku?"
Sepertinya sejak terobsesi dengan Gaara, Naruto tak bisa berpikir lagi dengan baik. Atau memang sejak dulu sudah begitu?
Senyum di wajah tan Naruto menampilkan seringan sumringah saat menyadari dimana sosok yang pujaan. Merasakan detak jantung Gaara yang teratur dan sepertinya pemuda berambut merah itu tengah tertidur, menelisik bagaimana denyutan itu begitu menenangkan baginya.
Tap
Hanya dalam waktu sesaat Naruto sudah berada di hadapan Gaara yang tengah bersender pada dinding jembatan. Pemuda itu tertidur sambil berdiri tanpa menghilangkan sikap waspadanya.
Cup
Naruto mengecup singkat pipi Gaara sebelum menggendongnya dan menghilangkan sosok keduanya dari bawah jembatan tiba di sebuah kamar yan tak asing baginya—kamar Gaara.
"Oyasuminasai, Sweetheart."
0o0
Sabaku sang putra bungsu dari keluarga Sabaku itu hampir saja berteriak keras saat membuka mata sosok pemuda mesum yang selama ini berkeliaran di sisinya sedang tertidur dengan nyaman sembari memeluk pinggangnya erat.
Ingin rasanya ia menjitak keras helai pirang yang sangat lembut itu, namun gerakan tangannya terhenti saat melihat betapa damainya wajah seorang Namikaze Naruto yang selalu saja mengatakan kalau ia akan menikahi Gaara.
"Aku tak 'sakit' sepertimu baka. Namun, aku tak pernah membenci hal seperti itu," ujar Gaara pelan. Entah sengaja atau tidak tangannya bergerak pelan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi poni Naruto—memperlihatkan dengan jelas wajah sang pemuda.
"Hanya saja aku tak percaya padamu."
Gaara bergerak perlahan tak berniat mengganggu Naruto, lagi pula kelihatannya Naruto kelihatan sangat lelah kemungkinan kecapekan mengejarnya seharian kemarin.
Lupakah kau Sabaku Gaara? Bagaimana caranya kau bisa berada dengan selamat di kamar dengan Naruto yang memelukmu erat?
Dan sepertinya Gaara tak pusing memikirkannya terbukti dari suara guyuran air yang bersentuhan dengan ubin kamar mandi menandakan sang empunya memilih mandi dari pada memikirkan seorang penyusup dikamarnya.
Tanpa tahu kalau sebuah seringaian sudah terpatri di bibir sang penyusup akan Namikaze Naruto.
"Kalau begitu akan kubuat kau jatuh cinta padaku Gaara. Akan kubuat kau percaya dengan semua perasaanku ini. You will be Mine, Sabaku Gaara."
0o0
"Gaara!" Teriakan seorang Sabaku Temari membuat manor Gaara yang sepi mulai ramai apa lagi beberapa maid yang diperintahkan sang bunda membersihkan kediaman Gaara menghentikan kegiatannya. Memperhatikan apa yang akan dilakukan sang putri sulung.
"Gaara!" Sekali Temari berteriak memanggil sang adik, pita suaranya sedikit terasa serak karena sedari tadi memanggil Gaara namun tak sekali pun suara Gaara menyahutinya membuat ia berdecak kesal beberapa kali.
"Ck, apa yang sedang dilakukan bocah itu," Temari mendorong paksa pintu kamar Gaara tak memperdulikan kalau Gaara akan membunuhnya karena sudah menerobos masuk wilayah pribadi sang adik.
"Gaara!"
"Kau berisik, nee-san!"
Temari sedikit bergidik ngeri saat melihat adanya aura setan yang mengelilingi sang adik. Membuat nyalinya sedikit ciut. Sudah lama ia tak melihat Gaara psyco mode on begini.
"Err … maaf … maaf. Salahmu sendiri juga yang tak menyahuti panggilanku padahal aku sudah memanggilmu sedari tadi."
Gaara hanya bisa menghela napas mendengar keluhan Temari. Bukan ia tak mendengar suara nyaring yang hampir meruntuhkan dinding mansionnya, hanya saja ia terlalu malas bersuara—katakanlah sedari tadi Gaara hanya termenung bosan.
"Cepat katakan apa yang nee-san lakukan di sini?"
Temari hanya tertawa garing melihat ekpresi wajah Gaara saat ini, sepertinya sang adik sedang dalam mood yang jelek.
Dalam hati Temari berdo'a ia tak akan terbunuh di tangan Gaara setelah memberikan berita yang dibawanya dari rumah utama untuk sang adik.
"Err … begini, kau tahu bukan sekali dalam setahun rumah utama mengadakan sebuah pesta?" Gaara mengangguk.
"Dan pesta itu berlangsung minggu depan dengan … kau yang menjadi tamu kehormatannya."
Brussshhh …
Gaara menyemburkan susu yang baru saja diminumnya, ia bertanya memastikan melalui matanya pada Temari.
"Sayangnya itu serius, Gaara." Temari menjawabnya santai sembari duduk di samping Gaara. Ia sudah tak memperdulikan kalau Gaara sudah muai memberikan hawa neraka untuknya. Lagi pula ia hanya penyampai pesan bukan pemberi keputusan.
"Aku tak mau datang."
"Ya dan biarkan mereka menyeretmu ke sana."
"Ck, kenapa mereka tak pernah membiarkanku hidup dalam damai?"
"Kau mau mati Gaara?" tanya Temari memasang wajah polosnya yang malah membuat Gaara ingin melempar nee-san kesayangannya ke bawah sana.
"Hahaha, aku bercanda Gaara. Lebih baik kau tak menolak, karena aku tak yakin kau bisa melarikan diri dari mereka—dengan selamat. Nah selamat bersenang-senang, baby."
Temari langsung menghilang dalam sekejap mata meninggalkan pesan terakhirnya pada Gaara yang makin pusing mendengarnya.
"Kenapa aku harus lahir dalam keluarga aneh begini?"
Ya, itu sudah takdirmu Gaara dan lihat saja kejutan apa yang akan kau dapatkan dari keluarga besar yang sangat menyangimu itu.
0o0
Naruto yang duduk di sebuah pohon di depan jendela kamar Gaara hanya mengulum senyum dari tadi. Rasanya ia ikut tertawa melihat seorang Gaara yang menggalau ria malam ini. Bagaimana tidak, sejak kedatangan Temari sore tadi Gaara sibuk mondar mandir di kamarnya. Memikirkan bagaimana cara melarikan diri dari acara tahunan di rumah utamannya.
"Mau kubantu Gaara?"
Sontak Gaara memundurkan tubuhnya saat wajah Naruto hanya berjarak lima senti dari wajahnya sendiri dan secepat kilat ia memalingkan muka. Rasanya ia tak asing dengan keadaan ini.
Déjà vu, ne? tapi sayangnya aku akan membuat itu semua menjadi nyata kembali, Gaara.
"Apa yang kau lakukan di kamarku, rubah mesum?"
Naruto hanya tertawa saja melihat Gaara yang sudah memasang tanda siaga dari sikap tubuhnya sepertinya sang panda merah benar-benar trauma dengan kejadian teakhir kali bersama Naruto.
"Hanya. Ingin. Membantumu. Melarikan. Diri. Bagaimana?" tanya Naruto di setiap penekanan kata-kata miliknya.
Gaara berpikir sejenak, acara tahunan dikeluarganya bukanlah hal yang menyenangkan apalagi sejak ia menjadi tamu kehormatannya. Entah apa yang direncanakan mereka yang pastinya tak akan jauh dari gadis-gadis berisik yang selalu memujanya, berada dilautan manusia pengguna sihir dengan dirinya yang non pastinya hanya akan menjadi sasaran empuk. Namun melarikan diri dengan rubah mesum pastinya akan lebih berbahaya bukan.
"Tidak. Aku menolak. Tak ada jaminan aku akan baik-baik saja bersamamu. Yang ada keperjakaanku terancam karenamu."
Sungguh Naruto tertohok mendengar kalimata frontal yang dilontarkan Gaara. Apa semesum itukah imagenya dihadapan sang pemuda tercinta.
"Begini ya, Gaara. Aku berjanji tak akan menggunakan sihirku padamu dan menyentuhmu sedikit pun nanti," ujar Naruto tenang sembar melihat Gaara meyakinkan, 'ya kecuali kau yang meminta nanti,' sambungnya di dalam hati.
"Janji?"
"Ya. Aku Namikaze Naruto berjanji pada Sabaku Gaara untuk tidak menggunakan sihir dan menyentuh seujung jaripun tubuh Gaara." Naruto mengecup pelan punggung tangan Gaara, "yah kecuali kau yang mau menyerahkan diri padaku, Gaara."
Plaak
"Jangan bermimpi."
Naruto mengusap pelan pipinya yang baru saja berciuman dengan kepalan tangan Gaara. Calon istrinya ini benar-benar galak.
"Ayo cepat apa yang kau tunggu, rubah mesum."
Eh? Naruto yang masih belum mengerti keadaanya hanya terbengong mendengar ajakan atau mungkin perintah Gaara.
"Kau mau kupukul lagi, Naruto. kubilang ayo bawa aku pergi."
Senyum simpul terulas sempurna di wajah Naruto, tangannya menggenggam tangan Gaara erat, "ayo, akan kubawa kau ketempat terindah dimuka bumi, ini."
Gaara hanya memalingkan wajahnya dari Naruto, ia tak berani menampakkan wajahnya pada Naruto yang mungkin memerah saat ini, bisa-bisa rubah mesum itu menyerangnya dengan cepat. Apalagi dengan detak jantung yang entah dari mana bermula sekarang sudah berlarian dengan sangat kencang. Merasakan kehangatan yang ditawarkan mengalir tenang dari tangan Naruto bersentuhan langsung dengan kulit tangannya, tak pelak mengukir senyum tipis dibibir Gaara.
Bukankah ini awal yang baik untuk hubungan keduanya.
0o0
Decak kagum tak henti tampak dari manik jade milik Gaara. Rasanya ia bukan berada di Jepang. Tempat ini terlalu indah untuk berada di kota besar kediamannya yang kadang kala tak jauh dari polusi.
Ratusan pohon yang begitu rindang dengan beberapa diantaranya adalah pohon buah yang sedang berputik. Sayang memang belum berbuah kalau tidak Gaara sudah sangat ingin memetik salah satu pohon penghasil buah berwarna merah itu.
Angin tampak berhembus lembut, membuai rambut merahnya dan membuatnya sedikit berantakan. Tangan Gaara baru saja akan terjulur namun kalah cepat dengan tangan berwarna tan yang sudah menyampirkan rambutnya dibelakang telinganya. Rasanya ia benar-benar diperlakukan istimewa oleh pemuda pirang ini namun pastinya tak akan pernah dikatakannya.
"Kau menyukainya Gaara?"
"Apa?"
Naruto hanya tertawa mendengar nada ketus Gaara. Dasar tak pernah jujur.
"Aku akan mengenalkanmu pada orang tuaku."
Gaaara menatap horor pada Naruto yang tengah berjalan di depannya. Orang tua Naruto? itu adalah pilihan terakhir yang ingin dilakukannya di masa pelarian diri ini.
"Jangan coba melarikan diri, Gaara. Kau bisa tersesat nanti. Kuberitahu satu hal ini bukan duniamu, tapi dunia paralel tempatku tinggal. Jadi jangan coba-coba ne."
Jujur Gaara merinding melihat senyuman Naruto kali ini. Sepertinya pilihannya untuk melarikan diri bersama Naruto adalah pilihan yang paling buruk. Dan sekarang ia terdampar ditempat antah berantah dan kemungkinan tak akan bisa kembali.
"Aku membencimu, Namikaze Naruto!" teriak Gaara kesal namun hanya ditanggapi tawa Naruto yang menggema di hutan ini.
0o0
Minato dan Kushina menjatuhkan kedua cangkirnya saat sang putra bungsu yang baru saja datang membawa kabar mendadak. Bukan itu saja bahkan Naruto bahkan sudah langsung membawa buktinya kehadapan mereka.
"Kau bilang apa tadi, Naruto?" ulang Kushina meyakinkan pendengarnnya.
"Kaasan ini bagaimana tadi kan sudah kukatakan kalau aku sudah menemukan pendampingku. Dan Gaaralah orangnya."
Shock
Kedua orang penguasa tertinggi kerajaan angin itu terpaksa mengelus dada mendengarnya. Rasanya bagai mimpi buruk melihat sang anak yang jatuh ke tempat yang sama seperti kakaknya dahulu. Mengulang sebuah memori tak menyenangkan yang hampir membuat kerajaannya hilang di dalam cerita.
"Tousan menolak." Minato berkata tegas pada anak yang sangat disayanginya itu. Bagaimana pun tak ada orang tua yang rela melihat anaknya sengsara cukup sekali mimpi buruk itu terjadi.
"Itu benar Naruto, bukankah tetua sudah mengatakan kalau seorang gadis buka—"
"—aku tak peduli Kaasan, aku hanya mencintai Gaara dan aku pastikan hanya Gaara yang akan menjadi pendampingku nanti."
"Tapi Naru—"
"Kalau Kaasan dan Tousan menolak aku akan pergi dan pastikan kalian berdua tak akan melihatku lagi," ujar Naruto tegas.
Gaara yang berada diantara perbincangan orang tua dan anak itu hanya menghela napas pasrah. Rasanya ia ingin menyingkir di tengah emosi yang kian memanas ini jika saja tangannya tidak digenggam Naruto erat. Sejak tadi memang Naruto tak berniat melepaskan Gaara.
"Kau tak bisa egois begitu, Naruto." Akhirnya Gaara berbicara walau setengah berbisik pada Naruto namun pastinya bisa didengar semua orang di ruangan ini. Melihat kedua orang tua yang terlihat sedih itu pastinya juga membuat Gaara tak tega. Mengenal Naruto beberapa bulan ini pastinya ia tahu salah satu sifat menyebalkan pemuda pirang ini—keras kepala.
Minato selaku kepala keluarga itu menatap kedua pemuda dihadapannya ini cemas. Di satu sisi ia sangat menyangi Naruto namun di sisi lain ia tak bisa membiarkan Naruto menikahi seorang pemuda. Hanya Naruto yang dimiliki kerajaan ini kemana garis keturunan mereka kalau sang pangeran memilih menikahi seorang pemuda.
Kushina mengelus pelan bahu Minato, ia tahu pasti apa yang dipikirkan suaminya ini. Mereka berdua sudah cukup kehilangan Kyuubi—kakak laki-laki Naruto—beberapa puluh tahun yang lalu saat sang anak memilih bersama kekasihanya yang seorang laki-laki membuat Narutolah satu-satunya harapan mereka.
"Aku tak bisa Gaara," ujar Naruto pelan. Di dalam hati ia tahu mengapa kedua orang tuanya bersikeras menolak Gaara, bukan karena penampilan fisik atau pun latar belakang Gaara. Karena ia tahu pasti orang tuanya bukanlah tipe begitu ia mengenal baik kepribadian dua orang yang sangat menyayanginya itu. Pastinya alasan yang sama yang membuat sedih keduanya saat kepergiannya kakaknya.
Naruto menatap Gaara pelan, ia meminta sebuah persetujuan di manik Jade tersebut untuk mendukungnya. Karena bagaimana pun semua berada di tangan Gaara, "aku hanya ingin bersamamu."
"Tapi aku tak bisa Naruto, aku tak mencintaimu."
Sontak Naruto melepaskan tangan Gaara. Ia tersenyum tipis sebelum beranjak pergi, "aku akan menunggu. Akan kubuat kau mencintaiku, Gaara," ujar Naruto.
Gaara yang ditinggal sendirian segera berpamitan dengan sopan pada orang tua Naruto sebelum berjalan keluar mengejar Naruto karena ia pasti tak akan bisa pulang kalau pemuda itu meninggalkannya sendiri di sini.
"Bagaimana ini, Minato?"
Minato hanya menggeleng, ia juga merasakan hal yang sama dengan istrinya. Hal ini tak mudah bagi mereka. Ia menginginkan Naruto bahagia, hanya dengan melihat keduanya tadi jauh di dalam hati ia tahu kalau Naruto serius dan benar-benar mencintai Gaara. Entah apa yang akan dilakukannya anaknya yang keras kepala itu kalau mereka melarangnya bersama dengan Gaara. Apa pun pilihannya kerajaannya di dalam bahaya.
"Aku tak tahu, Kushina. Kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi. Aku akan mencari cara untuk berunding dengan para tetua. Kalau masalah keturunan, Naruto bisa mengambil selir nantinya."
Kushina hanya mengangguk mendengar pendapat suaminya. Ia sudah tak mau kehilangan anaknya untuk kedua kali.
Wanita yang masih tetap cantik di usia yang tak lagi muda itu tersenyum pada Minato. Memberikan semangat pada sang raja pemimpin negeri yang juga suaminya. Kebahagiaan putra mereka memang yang utama namun nasib kerajann ini juga harus dipertahankan bukan. Walau ia tahu seberapa keras keinginan Naruto namun posisinya sebagai penerus kerajaan bukanlah hal yang bisa diremehkan juga.
Ibu dari dua anak itu hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan sang anak karena ia juga tahu walau terlihat tak peduli namun Naruto sangat menyayangi rakyat mereka.
'Apa yang akan kau lakukan, Naruto?'
0o0
A/N: Yeah sekuel transformation love bisa publish juga pada akhirnya. Ayo siapa yang kemarin minta sekuel jangan lupa review ntar Mizu cepat deh publish chapter-chapter berikutnya.
Arigtou buat yang udah review di fict sebelumnya ne,^^ ada yang penasaran dengan wujud fem Gaara? Ada teman Mizu yang sudah berbaik hati membuatkannya silahkan lihat di sini: /d5g5u71 (tambahkan http/: di depannya)
Kalau sepi mah kelihatannya bakal menghilang ini fict jadi keep atau delete kasih tahu Mizu di review ne^^
Jaa ne
Mizu
