(Tolong dibaca ) Author's note : hello, everyone ! Di fanfic ini ada Ahn Yoo Na dari drama Kill Me Heal Me. Silahkan bayangkan dengan imajinasi masing-masing bagaimana sosok karakter ini. Selamat membaca ! :D


Title : Last Summer

Disclaimer : BTS members belong to their agency & Ahn Yoo Na-ssi came up from Kil Me Heal Me drama~, i own the story

Warning : Yaoi Pairing : Rapmonster x Jin

*Chapter 01. Reunion

Namjoon sedang memainkan gitarnya secara acak di Midnight's Cafe yang belum buka. Cafe itu selalu buka dari pukul tujuh malam hingga dini hari. Sekarang baru tengah hari dan Namjoon bisa dengan bebas membuat suara-suara sumbang. Menguji kemampuannya sejak mengambil kursus bermain gitar beberapa bulan yang lalu.

Pemilik cafe itu seorang wanita kurus tinggi yang masih bujang,Yoona-ssi. Namanya Ahn Yoona, dan wanita ini adalah teman SMA Namjoon. Teman yang selalu memberikan ruang untuk Namjoon menghabisi rasa bosannya.

Lonceng di pintu berbunyi 'kling' lincah. Yoona-ssi masuk sambil membawa beberapa kantong belanjaan berisi bahan-bahan untuk membuat pizza. Wanita itu meletakkan bawaannya perlahan-lahan ke atas sofa berlapis kain motif matahari besar di samping Namjoon. Tepat saat semuanya bersandar ke sandaran sofa, Yoona-ssi mencuri pandang ke arah Namjoon.

Pria kurus yang merupakan teman SMA itu terlihat sama kurusnya dengan yang dulu. Rambutnya yang hitam masih acak-acakan. Kemeja putih Namjoon yang merupakan pakaian kantornya sudah berantakan dan ujungnya keluar dari celana. Sama seperti seragam sekolahnya dulu. Begitu juga dengan jas kantor yang ia letakkan sembarangan di atas panggung kecil di salah satu sisi cafe saat tadi mengambil gitar dari tempatnya. Namjoon, si kurus yang serampangan, pintar dan cukup tampan.

Namjoon adalah remaja laki-laki populer di kalangan para siswa perempuan dulu. Mungkin begitu juga dengan sekarang. Tapi Namjoon tidak tertarik dengan gadis-gadis yang dulu menyatakan suka padanya. Yoona-ssi menghela nafas kesal setiap mengingat betapa populernya Namjoon dan perempuan-perempuan yang ditolaknya. Untung ia tidak pernah sedikit menaruh perasaan khusus padanya. Bisa-bisa merana seumur hidup karena sikap acuh Namjoon.

"Hei, Namjoon. Kau tidak kembali ke kantor ?"

Namjoon menggeleng sambil tetap memainkan beberapa kunci pada gitarnya.

"Pegawaimu tidak ada yang mencarimu ?", tanya Yoona-ssi lagi sambil memutar-mutar badannya ke kanan dan ke kiri. Punggungnya terasa pegal sekali karena kantong-kantong belanjaan itu.

Namjoon tidak menjawab pertanyaannya. Yoona-ssi melirik sekali lagi ke arah Namjoon. Pria itu sedang berusaha menyulut rokok dengan sebuah pematik di jari-jari kurusnya.

"Sekarang sudah lewat jam makan siang. Kau tidak ingin makan sesuatu ? Aku tidak suka kau membolos kerja datang kesini cuma main-main, minum bir lalu merokok".

Namjoon sedang menikmati hisapan pertama dari rokoknya saat Yoona-ssi mulai mengemasi kantong belanjaannya, hendak membawanya ke dapur.

"Aku tidak makan".

"Buatlah aku berguna. Kubuatkan kau makanan. Tunggu di sini, jangan kemana-mana !", perintah Yoona-ssi sambil berlalu ke dapur. Dan Namjoon hanya meliriknya sebentar sebelum kembali sibuk dengan gitarnya.

Namjoon sedang duduk di minibar sambil menikmati sandwich makan siangnya. Makan siangnya yang terlambat hari ini ditemani, tentu saja, dengan segelas bir. Ia tidak perlu memohon sampai Yoona-ssi (yang menolak memberinya bir) akhirnya memberinya segelas.

Ia sedang berusaha mengunyah selada yang enggan masuk ke kerongkongannya ketika Yoona-ssi yang baru saja selesai membersihkan rak botol minuman menyusulnya duduk di mini bar. Wanita itu duduk berseberangan dengannya sambil menuang sesuatu ke dalam gelasnya.

"Hm, Namjoon. Carilah seseorang untuk mengurusmu", celetuk Yoona-ssi setelah menelan satu teguk minumannya.

"Kau", jawab Namjoon sambil tersenyum nakal.

Yoona-ssi memandangnya kesal."Aku ini teman yang bahkan tidak kau lihat gendernya. Yang membuatmu betah dengan menyediakan tempat untuk main gitar dan makan siang"

"Dan juga birnya"

"Iya, itu juga". Yoona-ssi menuang segelas lagi."Dan juga soal membolosmu itu. Kau tidak kasihan dengan pegawaimu yang sering kau tinggal tiba-tiba ?".

Namjoon menggeleng."Mereka tahu apa yang harus mereka kerjakan. Aku tidak perlu mengawasi mereka terus menerus". Namjoon melahap potongan terkahir sandwich-nya. "Kau tidak senang aku ke sini ?"

"Tentu saja senang. Apalagi kalau Jimin datang setelah pulang kuliah. Anak itu..hah". Jimin adalah pegawai satu-satunya di cafe Yoona-ssi. Di hari kuliah, ia akan datang sore hari satu jam sebelum cafe di hari libur, anak itu akan datang lebih awal dan membantu Yoona-ssi menyiapkan cafe.

Cafe kecil bernama Midnight's Cafe itu berada di basement sebuah gedung apartement. Cukup satu pegawai beserta Yoona-ssi sendiri yang mengurus pengunjung. Mungkin ditambah beberapa musisi yang kadang mengisi panggung kecil di cafe itu. Meskipun begitu, Midnight's Cafe adalah tempat yang nyaman untuk menikmati malam. Cafe dengan dekorasi bohemian dan perabot interior yang rustic itu menyediakan sofa-sofa dengan kain-kain bermotif di atasnya, minibar dengan kursi tingginya, kayu-kayu berwarna yang mulai pudar, cahaya lampu yang hangat dan temaram, dartz, pizza, alkohol, musik dan suasananya yang nyaman .Pengunjung yang datang tidak terlalu ramai atau tidak terlalu sepi, tapi selalu menyenangkan.

"Sekali-kali datanglah malam hari", Yoona-ssi melirik ke arah panggung,"Mainkan beberapa lagu. Aku tahu kalau kau lumayan baik dalam bermain gitar".

"Dibayar ?"

"Hei, bos. Dengarkan, pekerjaanmu di siang hari sudah memberimu banyak uang"

"Lalu ?"

"Ya, kau datang, main gitar, merokok dan minum bir seperti biasanya saat kau membolos. Bedanya, akan ada orang-orang yang datang dan mendengarkanmu bermain gitar"

Namjoon menenggak minumannya. Begitu juga Yoona-ssi. Lalu sunyi diantara keduanya sebelum Yoona-ssi teringat sesuatu.

"Ada juga seorang teman kita waktu SMA. Dia tidak seperti kau yang membolos kerja seenaknya sendiri", wanita itu memberi jeda pada kalimatnya,"Cuma datang saat malam hari. Seokjin, kau ingat ? Si anak baru yang muncul saat tengah semester akhir waktu itu"

Namjoon menerawang jauh sekali ke belakang saat nama itu disebut. "Seokjin...", gumamnya lagi. Saat nama itu disebut, ada sesuatu yang menyenangkan seperti kembang api musim panas muncul di benaknya.

"Seokjin"


Malam hari yang tidak terlalu ramai di Midnight's Cafe. Yoona-ssi hendak menghidangkan pizza ke sebuah meja di salah satu sisi ruangan saat seorang pria berambut cokelat gelap masuk dan menyedot perhatian orang-orang di sana.

Itu Seokjin. Tubuhnya tinggi seperti Namjoon, tapi lebih berisi. Poni rambutnya jatuh dengan lembut menutupi dahi . Pipinya sedikit menggembung. Pakaiaannya hanya kemeja berwarna hitam dengan celana skinny yang juga hitam, tapi pasti dari brand mahal. Wangi parfumnya khas sekali. Senyum pria itu tidak lebar, tapi manis.

"Selamat datang !", sapa Jimin riang. Pegawai itu mulai akrab dengan pria yang baru saja datang itu.

Seokjin membalas sapaan Jimin dengan tersenyum lalu berjalan ke arah minibar. "Yoona-ssi", sapa Seokjin dengan suara yang lirih namun terdengar ramah. Yoona-ssi memberi kode pada Jimin untuk menghidangkan pizza yang tadinya ia bawa. Kemudian menemani Seokjin sambil menyiapkan minuman untuk pria itu.

"Kita ini teman lama. Tolong panggil namaku dengan santai saja", ucap Yoona-ssi sambil meletakkan satu sloki alkohol ke hadapan Seokjin yang menanggapinya dengan tersenyum lalu menghabiskan minumannya dalam satu tenggakan.

Tamu yang datang hanya tiga orang wanita yang sedang asyik bergosip dan seorang gadis yang dilihat dari cara ia mengobrol dengan pegawainya sepertinya teman sekampus Jimin. Musik mengalun dengan volume yang bisa-kau dengar-bisa-juga-kau-abaikan. Yoona-ssi memandangi mereka lalu menggumam tidak jelas.

"Hari ini tidak terlalu ramai, ya. Yoona-ssi ?"

"Sudah kubilang, hentikan memanggilku seperti itu", protes Yoona-ssi sambil mengembalikan pandangannya pada Seokjin. "Punggungku sedang sakit, ada baiknya mereka yang datang tidak banyak", katanya lagi sambil memukul-mukul area punggung yang bisa dijangkau tangannya.

Seokjin memperhatikan gerakan Yoona-ssi itu. "Mungkin kau sudah mulai tua"

"Hei, Dokter. Kau pasti punya kata-kata yang lebih baik, kan daripada itu !", keluhnya. "Tega sekali. Wanita tidak suka mendengar kata itu".

Seokjin tertawa lalu mengangangkat gelasnya, memberi kode pada wanita yang sedang kesal di hadapannya kalau ia ingin minum lagi.

"Minta tolong saja pada Jimin untuk memijatmu", saran Seokjin. Gelas ditangannya hanya ia putar-putar.

Yoona-ssi mengangguk."Iya, setelah cafe tutup aku akan melakukannya", katanya lalu melirik Jimin yang masih mengobrol dengan gadis yang duduk sendirian di kursi tinggi sudut ruangan. Kemudian disusul Seokjin yang ikut melihat ke arah Jimin. Mahasiswa berkacamata itu secara insting melihat ke arah minibar tempat dua orang itu berasal. Setelah ia mengucapkan sesuatu sambil membungkukan badannya pada gadis itu, Jimin menyusul Seokjin dan Yoona-ssi.

"Temanmu ?", tanya Yoona-ssi penuh selidik segera setelah Jimin menampakkan wajah dihadapannya.

Jimin meletakkan nampan di atas meja. "Sunbae ku di kampus. Aku tidak menyangka kami bisa bertemu di tempat ini", jawabnya malu-malu.

"Hei, kenapa kau malu-malu ? Kenapa ? Jangan-jangan kau suka padanya, ya ?", goda Yoona-ssi saat ia melihat celah untuk menggoda di wajah Jimin. "Aku perlu mengatakan padanya ? Siapa namanya ?", tanya Yoona-ssi lagi diikuti tawa Seokjin yang renyah.

"Seokjin-ssi, sepertinya Anda datang sendirian lagi malam ini", katanya mengalihkan pembicaraan.

Gelas di tangan Seokjin sudah kosong dan memberi kode lagi untuk diisi. Jimin yang melihatnya langsung mengambil botol minuman di hadapan Yoona-ssi lalu menuang cairan di dalamnya ke gelas itu.

"Apakah kau pernah melihatku datang dengan seseorang ke sini ?", jawab Seokjin sambil memandangi Jimin dan tentu saja dengan senyuman di bibirnnya.

Gelengan kepala Jimin mewakili jawabannya. Bukan kata-kata Jimin yang kemudian menanggapi Seokjin. Tapi Yoona-ssi yang juga tertarik untuk mengikuti arah pembicaraan mereka. "Apakah kau tidak ingin mengajak temanmu kesini ? Siapa tahu aku bisa menemukan satu untukku", kata Yoona-ssi sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan bertingkah malu-malu.

Seokjin menanggapinya dengan tertawa cukup keras tapi tidak sampai membuat pengunjung yang lain memperhatikan mereka. "Baru sekali ini aku mendengar Yoona-ssi berkata seperti itu". Yoona-ssi membalasnya dengan tatapan mencari sesuatu yang janggal.

"Kenapa ?"

"Ah, itu. Aku hanya merasa mulai membutuhkan seorang pria", jawab Yoona-ssi sambil menerawang entah apa.

"Kau kan, punya aku", timpal Jimin yang langsung ditanggapi dengan kekesalan di wajah Yoona-ssi. Seokjin meneguk minumannya tanpa menanggapi dengan kata-kata lainnya.

"Ehm, kalau Seokjin-ssi sendiri. Apakah sudah punya..."

"Kekasih ?", lanjut Seokjin saat dirasa Jimin sungkan melanjutkan pertanyaannya. Seokjin memperhatikan corak kayu di meja sebentar, lalu menggeleng. Dua orang yang menunggu jawabannya mengangguk-anggukan kepala mereka.

Yoona-ssi merubah posisi tubuhnya menjadi serong menjauhi Seokjin dan Jimin. Ia menyangga tubuhnya dengan lengan kirinya di atas meja."Aku tidak mengerti. Para pria sepertimu yang sepertinya sulit menemukan wanita untuk, paling tidak, diajak senang-senang, menghilangkan kebosanan..."

"Aku kesini untuk bersenang-senang. Aku bertemu dengan Yoona-ssi, kau kan wanita"

"Hei-hei", Yoona-ssi merubah posisi badannya lagi. Ia mengangkat tangannya seolah mengatakan 'tunggu'. "Aku pernah mendengar kata-kata yang seperti itu"

"Oh ya ?"

"Apa-apaan itu. Tidak kau tidak Namjoon. Aku ini teman lama kalian. Ada apa dengan orang seperti kalian ? Bedakan aku dengan wanita yang kumaksud"

Seokjin hampir saja menenggak minumannya saat nama Namjoon muncul dan membuatnya berhenti. "Namjoon ?"

"Iya, Namjoon. Berandal dari grup C itu, teman lama kita"

"Yoona-ssi bertemu dengannya ?", tanya Seokjin hati-hati.

Yoona-ssi mengangguk,"Iya. Dia sering ke sini"

Sering ? Tapi Seokjin tidak pernah bertemu dengannya.

"Dia datang saat sedang membolos dari kantornya. Jadi kalian tidak bertemu"

Ah, begitu rupanya.

"Mungkin seharusnya Yoona-ssi mengundang teman-teman sekolah Yoona-ssi dulu untuk reuni di sini", ujar Jimin kembali mengikuti percakapan. Bos Jimin mengangguk setuju. "Dan mungkin Yoona-ssi bisa mendapatkan para pria dari situ", lanjut Jimin lagi yang kemudian mendapat pukulan nampan dari Yoona-ssi.

Seokjin mengamati gelasnya. Ia berkutat dengan rasa penasaran yang tersembunyi di otaknya.

"Aku tidak tahu kalau Yoona-ssi membuka cafe saat jam kantor",ujar Seokjin asal.

"Tidak sih. Tapi untuk tamu khusus seperti Namjoon, cafe ini buka dua puluh empat jam", jawabnya dengan pasti.

Seokjin mengangguk mengerti.

"Kau juga. Datanglah sesekali untuk makan siang. Aku akan memberikan servis spesial. Dan mungkin kita bertiga bisa berkumpul dan minum seperti dulu", Yoona-ssi menawari.

"Wah, kita bertiga ya. Rasanya sudah lama sekali", tambah Yoona-ssi setelah hening beberapa saat. Sedangkan Seokjin hanya diam saja.

"Bertiga. Yoona-ssi, aku...Namjoon", gumam Seokjin lirih sekali.


Beberapa hari kemudian Seokjin masih datang saat malam hari. Sedangkan Namjoon tidak muncul di jam ia biasa muncul. Yoona-ssi tidak perlu khawatir mencarinya karena Namjoon memang suka seenaknya sendiri. Pria itu bisa muncul bisa tidak. Bahkan kedatangannya tidak selalu bertepatan dengan jam makan siang. Ia akan datang kapan saja saat ia ingin membolos.

Suatu malam Yoona-ssi memaksa Seokjin untuk datang saat makan siang karena ia butuh seseorang untuk mencicipi resep barunya. Jungkook sedang ujian. Sedangkan Namjoon, ia datang atau tidak, pria itu hanya makan dan tidak akan benar-benar serius mengomentari masakannya. Jadi Yoona-ssi tidak perlu repot-repot memintanya datang.

Jadi disinilah Seokjin setelah memastikan tidak ada jadwal jaga untuknya di tempat ia bekerja. Ia sedang duduk menunggu Yoona-ssi selesai membuat pasta resep barunya. Sesekali Seokjin menengok ke arah pintu masuk, berharap Namjoon tidak datang tiba-tiba. Meskipun Yoona-ssi bilang kalau sepertinya Namjoon tidak akan datang karena urusan pekerjaan.

"Seingatku dia bilang akan pergi untuk perjalanan bisnis. Lagipula, meskipun dia datang, aku tetap membutuhkanmu", katanya sambil menggerutu.

Pria itu merasa lega. Bukan Seokjin tidak menyukai Namjoon. Ia tidak suka suasana canggung yang kerap muncul kalau mereka sedang bertemu. Bahkan sejak mereka pertama kali bertemu saat SMA. Seokjin memang orang yang pemalu waktu itu, tapi perasaan sungkan pada Namjoon berlangsung terus-menerus.

Bagi Seokjin, menatap mata Namjoon membuatnya seperti hilang perlahan-lahan. Jika mereka bertatapan secara tidak sengaja, Namjoon seperti sedang menyelami dirinya. Pandangannya dalam sekali.

Dulu, ia tidak suka hanya berdua saja dengan Namjoon. Ia selalu butuh Yoona-ssi untuk ada di dekat mereka. Tapi ia tanpa sadar memandangi Namjoon dari jauh. Atau mendengarkannya bergumam saat sedang membaca buku. Atau diam-diam mencoba menerka apa bau parfumnya saat mereka ganti baju untuk kelas olahraga.

Kalau Namjoon tiba-tiba datang siang ini, Seokjin tidak menjamin suasana canggung itu akan pudar. Bertemu teman setelah waktu yang lama membuatmu canggung. Apalagi dengannya yang bahkan sejak sebelumnya sudah canggung.

"Entahlah", ujar Seokjin tiba-tiba.

Yoona-ssi dengan terburu-buru meletakkan segelas besar air mineral dingin ke hadapan Seokjin. Membuat pria itu kaget dan mengulurkan tangannya ke arah gelas, takut gelas itu tergelincir.

"Tunggu sebentar lagi !", ucapnya terburu-buru juga kemudian memberikan kode pada Seokjin untuk minum. Lalu Yoona-ssi kembali lagi ke dapur.

Seokjin baru saja menelan seteguk air mineral itu saat seseorang masuk dengan mendorong pintu cukup keras. Sambil tetap menggenggam gelas di tangan kanannya, Seokjin menengok ke arah pintu masuk dan mendapati seseorang sama terkejutnya dengannya. Namjoon.

Mereka berpandangan satu sama lain dan diam di tempat masing-masing. Seokjin di tempat duduknya dan Namjoon berdiri membelakangi pintu yang sudah tertutup. Suasana menjadi canggung hingga Yoona-ssi datang sambil membawa sepiring pasta beserta garpunya.

"Oh, lama tidak berjumpa", ucap Namjoon cepat dan dibalas dengan anggukan Seokjin yang sangat kaku.

Namjoon tadinya ingin menghampiri panggung untuk mencoba-coba bermain gitar lagi, namun langkahnya terhenti.

"Ku kira kau tidak akan datang. Kau mau pasta ?", tanya Yoona-ssi segera setelah Namjoon mendudukkan tubuhnya di sebuah sofa dekat panggung. " Resep baru"


Beberap menit yang lalu Namjoon masih berpandangan dengan Seokjin (dengan terkejut dan terkontrol) dari balik kacamata hitamnya. Sekarang, Namjoon sudah duduk di sebelah Seokjin di minibar, berjarak satu kursi. Dengan sepiring pasta di depannya. Yoona-ssi mengambil tempat duduk tepat berseberangan dengan kursi kosong antara Namjoon dan Seokjin.

"Bagaimana ? Enak ?" tanya Yoona-ssi penasaran pada Seokjin. Ia menunggu hingga Seokjin menelan setelah kunyahannya yang ketiga karena pertanyaan yang diucapkan tiba-tiba

"Ehm, bagiku terlalu banyak susu",jawab Seokjin pelan hampir tersedak. Namjoon yang sedari tadi sibuk mengunyah menoleh pada Seokjin segera setelah kata pertama keluar dari mulutnya.

Yoona-ssi dengan terburu-buru mengisi gelas Seokjin yang kosong dengan air mineral. Lalu dengan tergesa Seokjin mengambil gelas yang telah terisi itu lalu meminumnya.

Yoona-ssi membuat ekspresi sedikit bersalah sambil memasukkan lagi pasta ke dalam mulutnya. "Ya, susu. Ku rasa aku harus menguranginya"

"Kau tidak bertanya padaku ?", tanya Namjoon

"Tidak. Tidak perlu", jawab Yoona-ssi berubah kesal.

Namjoon mengangguk senang telah membuat Yoona-ssi kesal. "Aku mau minum", ucap Namjoon lagi tanpa rasa bersalah.

Lalu beberapa saat kemudian (setelah Yoona-ssi menggerutu kesal sambil mengambil botol bir) tiga gelas telah terisi penuh dengan cairan berwarna keemasan yang dituang oleh Yoona-ssi dengan sedikit buih tersisa di masing-masing permukaannya. Kemudian tanpa bersulang, mereka menghabiskan minuman mereka.

Yoona-ssi membuat bunyi puas segera setelah ia menelan habis minumannya. "Ah, rasanya menyenangkan sekali",ujar Yoona-ssi sambil mengangkat gelasnya yang kosong tinggi-tinggi.

"Menyenangkan ?", celetuk Seokjin. Cairan di dalam gelas yang hampir kosong di tangannya berputar-putar dengan enggan.

"Apanya yang menyenangkan ?" tambah Namjoon.

"Tentu saja, bir yang dingin ini menyenangkan. Kenapa ? Kau terlalu sering minum, jadi kau tidak bisa merasakan betapa menyenangkannya ini ?", hardik Yoona-ssi pada Namjoon.

Namjoon mengalihkan wajahnya,"Tidak".

"Apanya yang tidak, ha ? Lidahmu saja tidak pernah mengatakan makananku enak atau tidak. Mungkin saja bir rasanya sudah seperti air bagimu", Yoona-ssi menimpali. Ia menuang bir lagi ke gelasnya hingga penuh.

"Cerewet"

Yoona-ssi baru saja mau meminum gelas kedua, "Siapa yang cerewet, hah ?! -".

Kemudian Namjoon dan Yoona-ssi terlibat pertengkaran yang tidak imbang. Yoona-ssi yang sesekali menasihati Namjoon disela-sela kata-kata kesalnya, sedangkan Namjoon membantah dengan kata-kata singkat. Seokjin hanya tersenyum terhibur mendengarkan dan melihat mereka.

Seperti dulu, Yoona-ssi dan Namjoon akan berdebat atau membicarakan sesuatu yang seru. Sedangkan Seokjin akan memperhatikan mereka sembari terkadang merasa iri pada Yoona-ssi yang bisa sebebas itu berinteraksi dengan Namjoon.

Tanpa sadar Seokjin tergelak dan membuat dua orang yang sedang ribut itu menghentikan perdebatannya. Mereka sadar di ruangan ada Seokjin selain mereka berdua.

"Ah, maaf", ucap Seokjin malu-malu.

Satu-satunya wanita di ruangan itu menggeleng."Tidak. Tidak. Maafkan kami, kami lupa kalau ada kau", lalu Yoona-ssi menenggak sekaligus birnya.

"Selalu seperti ini. Aku dan Namjoon selalu ribut dan kau, Seokjin. Selalu diam saja. Aku tidak pernah mendengar kau ribut dengan dia", kata Yoona-ssi sambil menunjuk Namjoon dengan ujung telunjuknya. "Ah, aku memang tidak pernah mendengar kalian saling bicara"

Yoona-ssi larut dengan pikirannya. Sedangkan Namjoon dan Seokjin hanya diam saja. Dan suasana menjadi canggung selama beberapa saat. Semua hanya diam saja. Padahal mereka bertiga merasa suasana itu tidak menyenangkan.

Seokjin bergumam dengan lirih, mengira tidak ada yang mendengar. "Bir dingin. Musim panas"

Tanpa sadar, baik Yoona-ssi maupun Namjoon mengalihkan perhatian mereka pada Seokjin. Merasa diperhatikan lalu salah tingkah, Seokjin mengambil botol bir dihadapan Yoona-ssi, menuang sendiri ke gelasnya, lalu minum hingga habis.

"Ngomong-ngomong, ini musim panas, ya. Bagaimana kalau kita berlibur seperti libur musim panas SMA kita dulu ?"

"Jangan !", sahut Seokjin dan Namjoon hampir bersamaan diikuti dengan wajah panik yang mencoba disembunyikan keduanya.

Yoona-ssi terkejut,"Kenapa ? Kita dulu pernah merencanakan liburan. Meskipun di hari kita janjian aku sakit...", sadar akan sesuatu, Yoona-ssi menjentikkan jarinya. "Ah, hari itu ! Aku bilang pada Namjoon kalau aku sakit dan tidak bisa ikut. Kalian tidak membatalkan rencananya kan ?", tanya Yoona-ssi penuh selidik. Mengingat keduanya tidak terlalu akrab, kemungkinan mereka akan membatalkan rencana itu.

"Maaf ya. Padahal itu liburan terakhir sebelum kita lulus", ujar Yoona-ssi penuh rasa bersalah. Setelah liburan yang ia anggap gagal itu, mereka bertiga kemudian sibuk dengan urusan masing-masing dan tidak ada yang menyinggung tentang liburan itu.

Seokjin menggeleng dengan ragu-ragu.

"Jadi, kalian berangkat ya ? Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi ?"

Namjoon yang belum membuka mulutnya sejak pertengkaran tadi bergumam,"Ya, sesuatu yang sangat buruk"

#TBC