Summary: Yang satu adalah pimpinan baru sebuah kelompok yakuza dan yang lainnya adalah seorang guru TK sederhana. Mereka jatuh cinta namun yang satu terlalu malu untuk mengatakan dan yang lainnya terlalu keras kepala untuk mengakuinya.
Disclaimer: Bleach is not mine, will never be mine…
Warning: TERJEMAHAN DARI FANFIC SAYA YAKUZA MOON
1. Permulaan
Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum kembali tertegun menatap sosok tidak bernyawa yang tergeletak di lantai itu. Baru saja tadi pagi ia berbicara dengan pria itu, belum sampai dua puluh empat jam sejak ia melemparkan sebuah gurauan bahwa pemuda berambut sewarna senja itu harus segera menemukan kekasih.
Pemuda itu memejamkan matanya sekali lagi sebelum kembali membukannya untuk memastikan apa yang dilihatnya. Mayat pria itu masih ada di sana, ini semua bukan mimpi seperti apa yang diharapkannya. Ia menahan nafasnya, pria tua itu adalah satu-satu keluarga yang ia miliki. Seseorang telah membunuhnya.
Ia mengatupkan rahangnya kuat-kuat untuk menahan emosinya, Siapa yang berani melakukan ini? Orang tua itu bukanlah orang biasa, berani macam-macam padanya maka nyawa taruhannya. Seseorang yang telah membunuhnya entah sangat berani atau sangat bodoh. Mungkin dua-duanya, pikir pemuda bertubuh jangkung itu sambil sekali lagi melihat ke arah mayat orang yang paling dikenalnya itu.
Masih sulit baginya untuk percaya. Pria tua itu adalah orang yang kuat. Ia telah mengenal pria tua itu sepanjang hidupnya dan ia tahu kemampuan pria tua itu dalam membela diri tidak bisa diremehkan. Kurosaki Reiichirou adalah pria tua yang sangat kuat, pimpinan dari kelompok Kurosaki—kakeknya.
Ia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, matanya masih tertumpu pada tubuh tidak bernyawa sang kakek, "Siapa yang melakukannya?"
Pria berambut merah di belakangnya maju selangkah ke arahnya, "Kami belum bisa mengetahuinya." katanya, "Saat kami menemukannya dia sudah…"
"Seseorang membunuhnya." potong pemuda itu penuh amarah, "Seseorang menembaknya di kamarnya. Di rumah kami sendiri! Temukan pembunuhnya!" Perintahnya, "Aku akan menghabisinya dengan tanganku sendiri."
Pria bertato itu mengangguk patuh, "Aku akan memerintahkan semuanya untuk mencari tahu siapa saja yang ditemui Ketua hari ini, sebelum ia ditemukan tewas…" lalu ia menambahkan dengan nada sedikit cemas, "Tapi, Ichigo… Maksudku tuan muda… Karena Reiichirou-sama telah meninggal, mulai saat ini, andalah ketua baru kelompok Kurosaki…"
Ichigo berbalik untuk menatap pria itu dan menaikkan sebelah alisnya, "Lalu?"
"Maksudku, anda adalah satu-satunya yang berhubungan darah dengan Reichirou-sama dan…"
Ichigo menggeram, "Tentang apa ini, Renji? Katakan saja cepat! Aku tidak ada waktu untuk omong kosong."
Renji menghela nafas, temannya ini benar-benar memiliki temperamen yang buruk, "Siapapun yang telah membunuh ketua terdahulu kemungkinan besar memiliki dendam atau maksud buruk pada kelompok ini atau klan Kurosaki." Renji melepaskan semua formalitas yang sebelumnya digunakan untuk berbicara, kali ini ia bicara sebagai seorang teman bukan bawahan, "Kemungkinan mereka akan mengincarmu juga. Bagaimana pun kau adalah ketua baru dan satu-satunya cucu ketua, kurasa kita harus menambah orang untuk berjaga-jaga dan mengawalmu. Paling tidak sampai kita tahu siapa pelakunya."
Ichigo mendengus mendengarnya, Renji adalah teman dekatnya tapi menurutnya ia tidak perlu secemas itu. Ia tahu kalau ia lebih kuat dibanding kakeknya, "Tidak perlu, aku tidak butuh pengawal."
"Tapi.."
Ichigo mengibaskan tangannya, "Hentikan. Sekarang aku mau kau segera kumpulkan orang untuk mencaritahu siapa pembunuh kakek. Tidak perlu cemas soal diriku." Ia menambahkan dengan sebuah seringai di wajah tampannya, "Aku ini kuat."
Renji menghela nafas panjang. Ia sudah lama mengenal Ichigo dan ia tahu seberapa keras kepalanya temannya yang satu itu, "Baiklah, tapi tolong jangan bertindak bodoh."
Ichigo memutar bola matanya mendengar nasehat kawannya itu, dengar siapa yang bicara sekarang, tapi ia tidak menyuarakan pikirannya itu. Ichigo hanya mengangguk, "Jangan khawatir."
Gadis itu terbangun dengan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Lagi-lagi ia terbangun karena sebuah mimpi buruk. Ia menggigit bibir bawahnya—itu tadi adalah mimpi yang sama dengan yang telah menghantuinya selama ini. Sudah sepuluh tahun berlalu sejak pertama kali ia memimpikannya, belakangan ini intensitas mimpi buruk itu semakin sering. Mimpi itu kembali mengingatkannya atas apa yang terjadi di masa lalu. Tentang semua hal yang terlalu menyakitkan untuk dikenang.
Ia menatap jam dinding di seberang ruangan. Jarum jamnya menyala dalam kegelapan namun ia tetap harus memicingkan matanya untuk melihat pukul berapa saat itu. Rupanya sudah pukul tiga pagi. Gadis berambut kemerahan itu menghela nafas. Ia yakin ia tidak akan bisa tidur lagi. Setelah mimpi buruk yang baru dimimpikannya, ia tidak berani untuk kembali tidur karena ia tahu ia akan kembali memimpikannya.
Gadis itu menggunakan sebelah tangannya untuk mengusap matanya dan tangan satunya untuk menopang tubuhnya saat mencoba untuk bangun. Ia menguap sekali sebelum beranjak dari futonnya. Tubuhnya sedikit pegal karena harus tidur beralaskan futon setiap malamnya. Ia ingin memiliki sebuah tempat tidur yang nyaman namun kamarnya terlalu kecil untuk sebuah tempat tidur, lagi pula pendapatannya sebagai seorang guru TK tidaklah besar. Mungkin ada baiknya juga aku tidak punya tempat tidur, pikirnya bijak, tempat tidur yang nyaman dan hangat hanya akan membuatku semakin sering tidur... Ia menambahkan dengan sebuah kerutan di dahinya, Dan itu akan membuatku semakin sering memimpikannya…
Ia menyambar jaketnya dan mengenakannya untuk menutupi kaus tipis agak ketat yang dipakainya tidur. Ia pikir udara dingin malam hari akan membantunya menyegarkan pikiran. Hari akan menjelang subuh dan segera orang-orang akan mulai keluar rumah untuk berjalan-jalan pagi atau berolahraga sehingga seharusnya cukup aman baginya untuk berjalan-jalan sebentar. Paling tidak begitu pikirnya.
Langit masih gelap dan bulan masih tampak di langit ketika gadis berusia sekitar dua puluh tahunan itu melangkah keluar. Ia menengadahkan wajah cantiknya untuk menatap langit malam. Sora…. Ia memejamkan matanya, sekilas terbayang wajah seorang pria di benaknya. Ia membuka matanya lagi hanya untuk memberi jalan bagi airmatanya yang sudah menumpuk di balik kelopak matanya untuk mengalir bebas ke pipinya. Ia menghapus airmatanya dengan sebelah tangan dan menghela nafas. Tidak, Sora tidak akan senang kalau aku menangis lagi… pikirnya saat ia berjalan menuju arah taman di dekat rumahnya, Aku tidak boleh menangis lagi, demi Sora…
"Kau akan mati, Kurosaki Ichigo! Tidak ada yang bisa lolos begitu saja setelah menyentuh gadis milik Jirou-sama!"
Pria bernama Kurosaki Ichigo itu mengerutkan dahinya pada pria berambut hitam yang berteriak padanya itu, "Pertama, aku tidak tahu siapa bajingan bernama Jirou-sama yang baru saja kau sebutkan. Kedua, aku TIDAK menyentuh gadis mana pun, gadis itulah yang menentuhku, dan ketiga, aku tidak akan mati. Kau lah yang akan mati."
Pria yang berdiri di tengah-tengah kelompok itu meludah, Ichigo mengawasinya, "Che! Jangan terlalu angkuh hanya karena kau adalah pemimpin dari kelompok Kurosaki! Setelah anjing Reiichirou itu mati, kelompokmu bukan apa-apa lagi melainkan sampah." Pria itu menyeringai, "Aku tidak terlalu menyukai gadis itu, omong-omong, jadi aku akan melepaskanmu kali ini. Kau hanya perlu berlutut." Ok, jadi dia lah Jirou-sama.
"Hah! Satu-satunya yang akan lututku lakukan adalah menghajar wajahmu!" Tidak akan ada yang selamat setelah menghina mendiang kakeknya.
"Kau sendiri yang meminta ini," Jirou pemimpin dari kelompok itu memberi tanda dengan dagunya pada para anak buahnya, "Habisi dia."
Ichigo medengus saat tiga pemuda dengan pemukul baseball di tangan mereka mulai berjalan ke arahnya sambil mengayunkan pemukul baseball itu dengan liarnya. Mereka mencoba mengahajar Ichigo namun sepertinya pemukul itu terlalu berat untuk mereka dan Ichigo terlalu cepat untuk mereka. Pada awalnya pemuda berambut oranye itu sedikit terhibur saat melihat kelompok pemuda menyedihkan itu mencoba menghajarnya namun tongkat mereka hanya dapat menghajar angin ketika dengan mudahnya Ichigo menghindar dari serangan mereka, tapi tidak lama kemudian Ichigo merasa bosan dan ingin menyudahi permainan ini sesegera mungkin.
"Ck, kalian benar-benar menyedihkan…" Ichigo menggerutu sambil mengayunkan tinjunya ke rahang salah satu pemuda berambut pirang. Pemuda itu terhuyung-huyung dan kehilangan keseimbangan karena tongkat yang dibawanya dan terjatuh ke tanah berdebu. Ia mencoba untuk bangkit namun Ichigo menendangnya.
"Di belakangmu!"
Ichigo bereaksi secepat mungkin ketika ia mendengar seseorang berteriak memperingatkannya. Ia mengelak tepat ketika seseorang mengayunkan tongkat pemukul baseball ke arah kepalanya dari belakang. Ichigo dapat menghindar tepat waktu tapi ia bisa merasakan hembusan angin ketika benda itu membelah udara di dekatnya. Ichigo mengerang—nyaris saja.
Pria yang tadi terjatuh ke tanah kini sudah mencoba berdiri lagi, kali ini sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah pisau lipat. Ichigo mengawasi Jirou melalui sudut matanya, pria itu sekarang sudah mengeluarkan sebuah pisau mirip seperti yang digenggam anak buahnya..
Ichigo tengah berpikir keras bagaimana cara melumpuhkan mereka semua ketika sekali lagi ia mendengar seseorang berteriak tidak jauh darinya, "Hentikan perkelahian, aku sudah menghubungi polisi!"
Ichigo para pemuda itu menoleh ke arahnya. Gadis itu dengan beraninya berdiri tidak jauh dari mereka. Kedua tangannya mencengkeram sebuah telepon genggam. Ichigo memicingkan matanya dan mengeluh dalam hati, Apa yang dilakukan gadis itu di sini? Ia tahu seperti apa oang-orang seperti Jirou dan komplotannya—mereka tidak akan ragu untuk menyakitinya meskipun ia adalah seorang wanita.
"Aku sudah menghubungi polisi." Ulang gadis itu ia mengarahkan telepon genggamnya ke arah para pemuda itu, wajahnya tampak takut namun ia memberanikan dirinya, "Polisi akan segera datang, hentikan perkelahian ini!"
Tanpa berpikir panjang Ichigo menggunakan kesempatan ketika para lawannya menoleh ke arah gadis itu untuk kabur. Ia berlari ke arah gadis itu, menyambar tangannya dan menariknya untuk berlari bersamanya.
"Uh?" Gadis itu terkejut tapi ia membiarkan pemuda yang tidak dikenalnya itu menyeretnya bersamanya.
Untungnya Jirou dan anak buahnya memilih untuk kabur ke arah berlawanan, meskipun demikian Ichigo tetap berlari sekadar untuk berjaga-jaga. Ketika ia merasa bahwa mereka sudah cukup jauh dari taman tempat mereka tadi berada, Ichigo menghentikan langkahnya. Ia berbalik untuk menghadapi gadis berambut panjang yang kini tengah kerepotan mengatur nafasnya yang terengah-engah, jelas nampak kelelahan setelah ia memaksanya untuk berlari bersamanya.
"Apa yang tadi kau pikirkan?"
Gadis itu tampak terkejut, matanya yang berwarna kelabu kelam itu menatap pemuda itu dengan bingung. Ia tidak mengerti kenapa pemuda itu berteriak padanya, "Uh.. Apa?"
"Tadi itu bisa membahayakanmu!" Ia mengerutkan dahinya dan menunduk mendekatkan wajahnya pada gadis itu untuk menatap matanya lekat-lekat. Gadis itu tidak mengedipkan matanya sama sekali. Wajah keduanya begitu dekat sehingga ia bisa merasakan hembusan nafas satu sama lain, "Jangan pernah melibatkan dirimu di perkelahian para lelaki, kau paham?"
Ia menggigit bibir bawahnya dan menatap pemuda yang tengah memandang galak ke arahnya, "Tapi kau dalam bahaya..."
"Tidak ada perkecualian!"
Gadis itu tidak menjawab. Ia menunduk melihat cengkeraman pemudah itu di pergelangan tangannya. Ia mencengkeram tangannya cukup kuat. Gadis itu berdeham kecil dengan wajah bersemu merah, "Um, maaf... tanganku..."
Ia tersadar apa yang telah ia lakukan dan buru-buru melepaskan cengkeramannya, "Maaf."
Wajahnya mulai ikut memerah.
Gadis itu tersenyum, "Tidak masalah..."
Ichigo berjengit saat menatap senyum gadis itu. Wajah gadis itu tampak tidak asing baginya, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Gadis itu meletakkan ujung jari telunjuknya di dagunya dan tampak sedang berpikir keras, "Em, aku rasa tidak."
Ia pasti akan ingat kalau sebelumnya pernah bertemu dengan pemuda sepertinya. Wajah gadis itu menjadi panas. Dilihat dari jarak sedekat ini ia harus mengakui kalau pemuda ini berwajah sangat tampan.
Ichigo mengangguk, ia juga yakin kalau mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Ia tidak akan mengakuinya di depan siapa pun, tapi gadis ini adalah tipe kesukaannya dan ia belum pernah menemukan gadis dengan tipe seperti ini sebelumnya. Kecuali...
"Ah…" Ichigo tiba-tiba tersadar.
"Ada apa?" Gadis itu memiringkan kepalanya dan menatap pemuda itu dengan bingung.
"Tidak, bukan apa-apa…" katanya buru-buru memasukkan kedua tangannya ke kantong celananya. Ia menengadahkan wajahnya menatap langit, hari hampir subuh, "Hm… Aku akan mengantarkanmu pulang."
"Eh, apa?" gadis itu mengibaskan tangannya panik, wajahnya kembali memerah, "Tidak usah... Terima kasih tapi tidak perlu. Rumahku jauh..."
Pemuda itu mengerutkan dahinya lebih dalam lagi, "Aku tetap akan mengantarmu pulang."
Baru saja gadis itu membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu tapi pemuda itu menyipitkan matanya seolah-olah menyuruhnya diam. Ia tidak punya pilihan lain, "Uh baiklah kalau begitu, terima kasih..."
"Tidak masalah, ke arah mana?"
Gadis itu menunjuk ke salah satu arah, "Ke sana."
"Ok, ayo pergi."
Gadis itu tidak beranjak dari posisinya.
Ichigo menghentikan langkahnya dan mengeluh saat melihat gadis itu masih berdiri di sana. Ia menggeram, "Apa lagi sekarang?"
Ia menggelengkan kepalanya, "Kakak mengajariku untuk tidak pernah mengikuti ajaran orang yang tidak kukenal."
Ichigo menepuk dahinya sendiri, ada apa dengan perempuan ini? Ketika ia melihat ke arah gadis itu lagi, ia tersenyum manis padanya, apa-apaan...
"Aku Inoue Orihime…" kata gadis itu masih sambil tersenyum, "Dan kamu?"
Sekarang ia baru mengerti maksud gadis itu, "Ah, maafkan aku, Kurosaki Ichigo." Ia berdeham kecil untuk melancarkan tenggorokannya saat kembali berbicara, "Ok, sekarang kita sudah saling kenal. Ayo pergi." Awalnya ia sedikit ragu tapi pada akhirnya ia putuskan untuk meraih tangan gadis itu dan menariknya agar mengikutinya berjalan ke arah yang tadi ditunjukkannya.
A.N
Lagi-lagi fanfic terjemahan :P
Fanfic ini fanfic Bleach pertama saya, untuk versi English responnya cukup bagus untuk ukuran saya hanya saja ada sedikit masalah di format dan grammar (maklum fanfic pertama).
Recchinon
REVIEW?
V
V
V
V
