Relationship — Chapter One

Warning: This GS(karena saya belum pandai membuat Yaoi). Sedikit mengandung unsur dewasa.

Cast: Hwang Minhyun(gs), Kwon Hyunbin, Ahn Hyungseob(gs), Park Jihoon(gs), Park Woojin, Bae Jinyoung, Lee Daehwi(gs), Lai Guanlin, Kim Samuel, Yoo Seonho(gs).

SwxggerKim

••••••

Hyungseob berlari kecil kearah ruang kerjanya, kakinya yang beralaskan hills berukuran 8cm tidak membuatnya berhenti sejenak dari acara berlarinya. Masa bodoh! Aku sudah terlambat sekarang batin Hyungseob.

Jika saja ia bisa bangun lebih cepat mungkin masih ada waktu untuknya bersantai, namun karena semalam ia tidur larut akibat keasikan menonton dilaptopnya membuatnya tidur hingga waktu dini hari. Jujur saja, ini hari pertamanya terlambat. Sebenarnya bukan masalah ia terlambat, toh ia termasuk karyawan yang teladan jadi bukan masalah besar baginya. Yang membuatnya berlari seperti ini karena bos barunya tiba hari ini, dan ia ditunjuk menjadi sekretaris atasannya. Oleh karena itu, ia tak ingin mendapat nilai buruk pada atasan barunya.

Ahn Hyungseob, wanita manis berperawakan mungil ini seorang pekerja keras berusia 23 tahun. Ia tinggal bersama temannya pada sebuah flat sederhana yang tak jauh dari kantornya. Ia termasuk yang paling muda diantara para pegawai perusahaan Kim Company yang berjalan dibidang elektronik dan otomotif, sebuah perusahaan yang telah menanam banyak bibit diberbagai negara. Dan Hyungseob beruntung ditempatkan dipusatnya, Seoul.

Hyungseob adalah wanita periang dan ramah pada siapa saja, senang menyapa dipagi hari dengan senyum manis yang membuat orang-orang tak tega jika tidak membalas sapaan ceria wanita itu. Ia juga cukup pasif dalam bahasa China sehingga tak jarang jika atasannya yang lama kedatangan Client dari China membuat ia menjadi translator mendadak. Ia termasuk cerdas diusianya yang masih muda, dengan IQ yang sudah tak diragukan lagi. Tubuhnya yang mungil membuat orang-orang terkadang keliru mengira ia adalah remaja belasan tahun jika sedang mengenakan setelan casual saja.

Diperusahaan ini, Hyungseob bekerja dibagian General Manager sebelum dinaikan menjadi sekretaris atasan barunya. Sebenarnya ia sudah menolak penaikan pangkatnya, dikarenakan masih banyak yang lebih senior daripada dirinya yang baru dua tahun diperusahaan itu. Akan tetapi, karena banyak yang menyuruhnya—lebih tepatnya memaksa—untuk menerima tawaran itu, mau tak mau ia melakukan permintaan teman-teman kantornya.

••••••

"Aku tahu, berhenti mengoceh lagi. Aku lelah membahas masalah ini terus, mengerti?" didalam sebuah ruangan yang cukup luas itu, seorang pria dengan rambut coklat pudar tengah berbicara pada seseorang lewat sambungan ponsel. Terlihat tampak frustasi dan lelah dengan topik pembicaraan yang dibahasnya.

Hingga memilih untuk memutuskan sambungan telepon tanpa persetejuan dari pihak seberang. Ia terlalu lelah dengan masalahnya sekarang.

Pekerjaannya sudah menumpuk dihari pertama ia bekerja. Ditambah lagi sebuah laporan dari orang kepercayaannya di perusahaan yang lain, memberitahukan bahwa seorang pegawai disana hampir menghabiskan seluruh dana karena telah ditipu oleh seorang client yang menjanjikan penambahan saham sebesar 10% jika ia memberikan dana bantuan untuk pembangunan perusahaan yang baru.

Seharusnya ia menyalahkan ayahnya yang dengan gampang mempekerjakan orang bodoh diperusahaannya. Ngomong-ngomong soal ayahnya, kata beliau ia telah memilihkan seseorang yang akan menjadi sekretaris barunya selama bekerja. Dan orang itu belum menampakkan eksistensi nya sampai sekarang.

Hingga tak lama sebelum ia berniat menghubungi sang Ayah, suara ketukan pintu membuatnya beralih dari ponsel. Ia terdiam beberapa detik, lalu suara ketukan pintu kembali terdengar. Kali ini sedikit agak keras.

"Masuklah." perlahan pintu coklat itu terbuka bersamaan dengan munculnya seorang wanita mungil yang terlihat gugup. Wanita itu membungkuk sopan sambil menggumam maaf atas keterlambatannya.

"S-saya minta maaf, Mr. Atas keterlambatan saya." suara wanita itu terdengar bergetar, hingga pria didepannya terkekeh dalam hati menertawakan tingkah wanita tersebut. Apa semenakutkan itu ya? Batin pria itu.

"Tak apa. Tapi, ini terakhir kali kau terlambat. Mulai besok datanglah sebelum aku datang, mengerti?" terlihat wanita itu mengangguk dengan raut lega luar biasa. "Mengerti, Mr."

"Ah, namamu siapa?"

"Nama saya Ahn Hyungseob."

"Baiklah Hyungseob-ssi. Aku Kim Samuel, semoga kau betah bekerja bersamaku." ucap pria itu.

Sejenak Samuel dibuat terpanah oleh Hyungseob, ia terlihat begitu manis. Namun segera menyingkirkan pemikirannya sebelum ia kelewat batas. Ia kemudian berdeham dan memasang raut dingin yang bisa membuat siapa saja segan untuk berdekatan dengannya.

"Hyungseob-ssi. Apa jadwalku hari ini?"

Mendengar atasannya, ia dibuat gelagapan. Pasalnya, jadwal atasan barunya itu belum ada padanya, karena atasan yang dulu mengatakan akan memberikannya melalui e-mail dan sampai sekarang, jadwal itu belum ia terima sama sekali.

"Maaf, Mr.Kim. T-tapi, saya belum menerima jadwalnya." ucap Hyungseob sambil menunduk takut jika ia akan terkena dampratan oleh atasan barunya ini.

Sementara itu, Samuel menyerngit bingung, "Apa mereka belum mengirimkan mu?" lalu Hyungseob mengangguk masih menunduk.

"Baiklah, tak apa. Ini bukan salahmu. Kau boleh pergi." kemudian Hyungseob mengangguk lagi sebelum beranjak dari tempatnya berdiri.

Sepeninggalnya Hyungseob, ponsel Samuel berbunyi menandakan panggilan masuk.

Woojin Hyung is Calling...

Tanpa menunggu waktu, Samuel kemudian mengangkat panggilan seseorang bernama Woojin tersebut.

"Ya hyung?"

••••••

Hyungseob mendudukan dirinya pada kursi kerjanya dengan napas lega. Ia begitu takut jika atasan barunya ini galak saat melihat tampang dingin itu. Meski ia tak mendapat amukan, bukan berarti ia bisa terlambat lagi.

Jujur saja, ia tak nyaman dengan status Sekretaris nya ini. Terlalu berat untuknya yang gampang lelah. Meski begitu, ia akan berusaha semaksimal mungkin terlihat baik didepan atasannya.

"Huft... Rasanya ingin mati saja melihat wajahnya."

"Wajah siapa memangnya?"

"Oh, Astaga!!" Hyungseob terkejut ditempatnya ketika mendengar suara wanita yang tiba-tiba beserta wajah bingungnya yang begitu dekat dengan wajah Hyungseob.

"Park Jihoon!!"

"Apa?" wanita bernama Park Jihoon itu mengerjap bingung menatap temannya yang terlihat seperti akan marah.

Hyungseob mengerang kesal akan tingkah teman satu flat-nya yang kadang terlihat seperti orang bodoh. Detik kemudian ia menghela napas berat, lalu kembali menatap wanita didepannya yang sekarang tengah menunjukkan cengirannya.

"Ada apa?" Hyungseob tau, temannya itu memiliki maksud lain ketika menghampirinya saat jam kerja seperti ini. Kebiasaan deh batinnya jengah.

"Apanya yang 'ada apa'?"

"Astaga Jihoon!!" lalu Jihoon tertawa karena berhasil membuat temannya kesal, dasar jahil.

"Hahahaha... Maafkan aku."

"Jadi, ada apa kesini, Park?"

"Ah, itu. Daehwi baru saja menghubungiku. Katanya ia demam, dia melarangku memberitahukanmu tapi kau taukan bagaimana aku." jelas Jihoon.

Hyungseob sendiri tengah membulat terkejut, ia merasa bahwa pagi tadi sebelum ia berangkat Daehwi masih terlihat baik-baik saja. Lalu, sekarang Jihoon memberitahukan jika Daehwi sakit. Beruntung Jihoon adalah orang yang cerewet dan kelewat jujur, jadi ia bisa mengetahui bahwa Daehwi takut dirinya khawatir.

"Anak nakal itu, kapan sih berhenti membuatku khawatir?"

"Kau pikir hanya kau? Jika saja ia tak melarangku pulang, mungkin sekarang aku merawatnya dirumah."

Hyungseob menelungkupkan wajahnya ke meja, kebiasaannya jika sedang khawatir pada apapun. "Jihoon-ah, kau membawa mobil tidak?"

Dilihatnya Jihoon mengangguk, kemudian ia membereskan segala yang berserakan di mejanya lalu kembali menatap Jihoon yang hanya menatapnya.

"Kau ingin bolos? Memangnya Mr.Kim memperbolehkanmu pulang?" sejenak Hyungseob terdiam mendengar kalimat Jihoon.

Benar juga, jika ia pulang dijam kerja seperti ini. Bisa-bisa ia membuat kesalahan lagi dan bukan amukan yang ia dapat, melainkan surat pemecatan. Well, pemikiran Hyungseob kadang berlebihan dan diluar nalar.

Ia kemudian duduk dengan wajah lesu dan khawatir, mencari cara agar ia bisa pulang dan membawa Daehwi segera periksa.

"Haaahhh... Lalu bagaimana? Aku mengkhawatirkan anak itu, Hoon-ah."

"Biar aku saja yang pulang, kau disini saja." usul Jihoon yang kemudian diangguki oleh Hyungseob.

••••••

Jihoon dengan terburu memasuki flat-nya, tak lupa melepas wedges yang melapisi kaki putihnya tadi.

"Daehwi-ya." Jihoon memanggil Daehwi sembari melangkah masuk ke dalam kamar. Sampai ia berhenti pada sebuah pintu kayu berwarna coklat tua.

Ketika ia membuka pintu kamar, ia dapat melihat seonggok manusia yang membalut dirinya dengan selimut tebal yang membungkus seluruh tubuhnya hingga menyisakan rambutnya saja.

Melihat itu, Jihoon menggeleng pelan. Kebiasaan Daehwi jika sedang sakit, tak peduli berapa banyak oksigen yang diperlukannya, wanita itu akan membungkus dirinya sendiri dengan selimut hingga tertidur nyenyak sekali seperti sekarang.

Jihoon kemudian keluar dari kamar, membiarkan Daehwi istirahat. Ia lalu menuju ke dapur, membuatkan bubur untuk Daehwi.

Selagi menunggu buburnya masak, ponselnya berdering memecah keheningan.

"Ada apa?"

"kau dimana?" suara diseberang sana terdengar datar, membuat Jihoon mendengus.

"Aku dirumah, ada apa?" jawab Jihoon.

"Tidak ada. Memangnya salah kalau aku menghubungimu yah? Aku kesana duapuluh menit lagi." Jihoon dapat menebak, si penelpon tengah merajuk, terbukti dari nada berbicaranya pada Jihoon.

Sambungan panggilan itu terputus secara sepihak oleh si penelpon. Jihoon lagi-lagi mendengus, namun kali ini dengan senyum kecil dan rona merah muda tipis.

"Oh, yaampun. Buburnya." segera ia mematikan kompor, lalu menyiapkan bubur buatannya kedalam mangkuk tak lupa segelas air putih dan menaruhnya di atas nampan.

Ia kemudian berjalan memasuki kamar dimana Daehwi tertidur tadi. Posisinya masih sama, membungkus diri dengan selimut.

"Daehwi-ya, bangunlah. Makan dulu lalu minum obatmu" tak butuh waktu lama, makhluk yang membungkus dirinya tersebut, menampakkan wajahnya yang terlihat pucat dan kusut.

"Oh? Eonni? Kau tidak kerja?" ucap wanita yang bernama Daehwi itu dengan nada lesu yang membuat Jihoon berdecak malas.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu tersiksa seperti ini, huh? Dasar bodoh. Bagaimana kau bisa sakit sih? Untung aku bisa pulang, Hyungseob yang sibuk saja ingin pulang jika aku tidak menahannya disana. Berhenti membuat kami khawatir, bocah." mendengar Jihoon mengomel—bukan pertama kalinya ia mengomel—Daehwi mengerucutkan bibirnya merajuk.

"Aku bukan bocah, eonni. Umurku sudah 20 tahun, dan aku tengah mengurus skripsiku sekarang. Berhenti mengomeliku dan memanggilku 'bocah'." ujar Daehwi membela diri yang mendapat cibiran dari Jihoon, "tetap saja kau bocah."

"Makanlah, lalu minum obatmu setelah itu istirahat lagi. Aku keluar dulu." Meski Jihoon mengomel, ia tetap menunjukkan kekhawatirannya pada Daehwi. Beruntung Daehwi bukanlah orang yang manja jika sedang sakit, jadi Jihoon bisa tenang saat melihat Daehwi memakan bubur buatannya dengan lahap sebelum ia keluar dari kamar.

Jihoon, Hyungseob dan Daehwi sudah berteman sejak kecil. Mereka dipertemukan disebuah Panti Asuhan yang terletak di Busan. Nasib mereka sama, yaitu anak yang lahir diluar nikah. Diantara mereka, Daehwi lah yang paling muda. Makanya, saat mendengar bahwa wanita itu sakit, para kakaknya khawatir bukan main.

Mereka memiliki banyak kesamaan yang membuatnya terlihat akrab, dari mulai selera makanan, musik atau apapun itu. Dari kecil, Daehwi tak pernah terpisah dari kedua sahabat yang ia anggap kakakknya itu. Mereka berdua menyayangi Daehwi dengan tulus, hingga membuatnya tak bisa lepas.

Lalu tiba saat dimana mereka bertiga memutuskan untuk merantau ke Seoul dengan tabungan mereka. Awalnya ia mengira Seoul sama saja dengan Busan, namun ketika mereka menapakkan kaki dikota tersebut. Mereka dibuat menganga akan keramaian yang tak pernah mati dikota itu. Saat itu, Daehwi baru saja mendapat beasiswa di sebuah Universitas terbaik di Seoul. Berbeda dengan kedua kakaknya yang baru saja lulus dan menjadi sarjana melalui jalur beasiswa. Beruntung waktu itu, bibi penjaga panti memberitahukan alamat adiknya yang katanya memiliki flat yang dapat menampung mereka selama di Seoul.

••••••

Jihoon mendudukan dirinya disofa yang cukup besar. Jihoon masih mengenakan setelan kantor nya, terlalu malas untuk sekedar berganti pakaian. Ia menyalakan TV dan memindai Channelnya dengan asal. Jika sudah begini, ia merasa sangat bosan.

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar menandakan adanya tamu. Wanita itu kemudian beranjak keluar, membukakan pintu dan memperlihatkan seorang pria tinggi dengan setelan formal tengah menatapnya dengan senyum tipis.

"Kenapa kesini?" ucap Jihoon sedikit ketus, berusaha untuk tidak menjerit kesenangan.

"Memangnya aku tidak boleh menghampiri kekasihku sendiri ya?" ucap pria itu sambil menunjukkan wajah—pura-pura—kecewanya. Membuat Jihoon memutar bolamatanya malas, sudah sering ia melihat ekspresi menyebalkan itu dari pria dihadapannya.

"Ck, terserahmu saja. Masuklah."

Kemudian mereka berjalan ke arah sofa tempat Jihoon tadi. Lalu duduk dengan pria itu yang langsung memeluknya posesif sambil menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Jihoon. Membuat wanita itu merasa kegelian.

"Ish, Bae Jinyoung. Hentikan, ada Daehwi di kamar."

"Jadi, kalau Daehwi tidak ada disini aku bisa melakukan apa saja, hm?" ucap pria bernama Bae Jinyoung itu dengan nada usil, membuat wanitanya gelagapan dengan rona tipis diwajahnya.

"B-bukan seperti itu, bodoh! Maksudku—ah, lupakan." lalu Jinyoung terkekeh pada tingkah wanitanya ini dan kembali menanamkan wajahnya keceruk leher milik Jihoon sambil bergumam tak jelas.

"Apa? Kau mengatakan apa?" Jinyoung kemudian beralih menatap Jihoon dalam.

"Aku merindukanmu." setelah mengucapkan itu, ia mengecup bibir Jihoon lalu kembali ke aktivitasnya tadi.

Jihoon sendiri tengah tersenyum dengan rona merah, yang kali ini terlihat begitu jelas. "Aku juga merindukanmu, tau."

"Bagaimana Paris? Kau betah disana tidak?" pertanyaan Jihoon dijawab dengan gelengan Jinyoung yang masih sibuk menenggelamkan wajahnya keleher milik wanita itu.

Jihoon terkekeh, "Kenapa? Disanakan enak, aku saja ingin sekali kesana."

"Tidak enak, karena kau ada disini bukan di negara itu bersamaku. Kalau kau mau kesana, kita bisa pergi sekarang dan melakukan hal-hal yang menyenangkan."

"Ck, dasar penggoda ulung." Diam-diam Jihoon membayangkan jika dirinya dan Jinyoung benar-benar ke kota yang terkenal akan indahnya menara eiffel nya itu, berjalan-jalan sambil menggenggam tangan kekasihnya dengan bahagia, lalu mendatangi tempat-tempat romantis dan berakhir dengan berciuman penuh akan cinta dan kasih sayang.

"Hei, aku hanya seperti ini padamu saja, Bae Jihoon." tiba-tiba Jihoon yang tadinya berada pada euforia menyenangkan harus kembali sadar saat suara Jinyoung menyeruakan namanya. Kemudian Jinyoung merasakan cubitan ringan diperutnya serta suara tawa dari wanita dipelukannya ini.

"Enak saja, margaku masih Park. Jangan menggantinya seenakmu."

"Sebentar lagi kau akan menyandang status sebagai Mrs.Bae jika sudah menikah denganku." sepertinya Jinyoung sangat pandai menggoda Jihoon, karena lagi-lagi wanita itu memunculkan rona merah.

"Dasar, Bae Jinyoung sialan."

To be continued

Mungkin agak aneh yah, soalnya aku buat umur mereka lebih dewasa demi kelengkapan ceritanya.Ini ff pertamaku, jadi maaf yah kalo masih banyak typo. semoga kalian sukaLast, Review Juseyo~