belakangan fic EliUmi makin menipis aja. akhirnya gua coba buat nambah cerita baru walau gua sadar ada beberapa fic gua yang masih menggantung. awalnya ini oneshoot, tapi gua bukan tipe yang suka nulis panjang panjang makanya diansur dikit dikit. paling juga ini chapter 3 udah kelas ceritanya, hehe


Capture 1

"Nozomi, berjanjilah kamu ga akan ninggalin aku"

"Eh, kenapa aku ninggalin kamu. Ga ada alasan aku melakukannya karna aku ga bisa hidup tanpa kamu" Nozomi tersenyum, melingkarkan lengannya pada Eli dan mencium kening tunangannya.

"Kamu pembohong Nozomi" Eli berdiri dari posisinya setelah meletakkan satu buket bunga lili putih di atas nisan. Tak tahan dengan pedihnya hal yang menimpanya, Eli hanya bisa menangis.

Sudah enam bulan sejak kecelakaan hebat yang menimpa mereka seminggu sebelum resepsi pernikahan mereka. Eli ingat betul saat itu sedang mengadakan pesta lajang bersama teman temannya dan pulang dalam keadaan agak mabuk. Nyawa Nozomi tak bisa diselamatkan sedangkan Eli mengalami koma selama 2 bulan. Saat dirinya sadar, pihak keluarga tak lagsung memberi tau Eli tentang apa yang terjadi pada Nozomi, mereka berbohong dengan mengatakan Nozomi melakukan terapi di Tokyo. Namun kebohongan tak selamanya bisa disembunyikan karna kecurigaan Eli dengan sikap aneh keluarganya dan bagaimana dirinya tak bisa berbicara dengan Nozomi via telpon, semua terasa janggal. Hingga akhirnya kebenaran terkuak. Eli tak dapat membendung kepedihan hatinya dan hanya bisa meratapi di depan nisan sang kekasih.

"Elichi, Berjanjilah padaku bahwa kamu ga akan mencintai gadis lain selain diriku"

"Ahaha, kamu ga lagi mabuk kan?"

"Sedikit,mungkin. Hey, Elichi, aku serius"

"Aku janji, bahwa ga akan ada orang lain selain Tojo Nozomi dihatiku, aku bersumpah. Puas?"

Nozomi tersenyum mendengar jawaban Eli, walau Nozomi tau kekasihnya dalam keadaan setengah sadar tapi itu sudah cukup membuat lega hatinya.

Kenangan dimalam terakhir mereka masih sangat membekas dalam pikiran Eli walaupun dirinya sedikit mabuk malam itu. "You the one and only, i promise" setelah membisikkan itu, Eli meninggalkan Nozomi diperistirahatan terakhirnya.

xXxXx

"Sonoda, kamu dipindah tugaskan ke Tokyo. Ini surat suratmu dan jangan datang lagi ke mari besok"

"Eh, oji-san, kenapa mendadak begini. Aku bahkan sama sekali ga mempersiapkan apa apa untuk pindah"

"Memangnya apa yang mau kamu bawa, aku tau apartemenmu itu ga ada isinya. Bagimu cukup hanya kamu dan kameramu"

"Tapi oji-san..."

"Tak ada tapi, kantor pusat sedang membutuhkan seorang photograper tambahan dan besok sudah harus bisa bekerja. Aku merekomendasikanmu. Jadi pergilah"

Mengingat kejadian kemaren lusa membuat Umi menghela nafas panjang. Ke Tokyo adalah salah satu impiannya, bukan impian, tapi langkah menuju karier yang lebih baik. Tapi ga mesti buru buru kayak sekarang, dan mestinya harus ada persiapan. Oji-san yang merupakan bos dikantornya mengatakan bahwa studio tempat dia dimutasi memiliki asrama, tapi sayangnya asrama itu penuh dan beberapa kamar dalam masa perbaikan. Mendengar mirisnya nasibnya, beberapa teman kantor barunya menawarkan tempat tinggal sementara. Sialnya, tempatnya berantakan sekali dan tidak sesuai dengan standar kebersihan yang dijunjung Umi, lebih sial lagi ternyata temannya bukanlah orang yang bisa merawat diri dengan baik. Tak ingin menghabiskan malam di tempat yang sama, Umi langsung mencari tempat tinggal baru yang sesuai dengan saku tipisnya.

Di dinginnya cuaca awal musim dingin, malam hampir larut, Umi secara random berjalan kembali ke apartemen temannya setelah apa yang dicarinya tak sesuai dengan harapan. Umi baru tau bahwa hidup ditokyo mahalnya berkali kali lipat dari Hokkaido, tempatnya bekerja dulu. Dengan perasaan putus asa dan mempersiapkan mental menghadapi kamar temannya lagi, Umi kembali ke harapan terakhirnya.

Namun sesosok gadis dibawah remangnya lampu Taman menyita perhatiannya. Awalnya Umi pikir dia sedang menunggu seseorang. Lama Umi menatapnya dan tangannya secara tak sadar meraih kamera yang menggantung dilehernya. Saat jepretan pertama didapatnya Umi mulai berguman "Aku sudah melakukan pelanggaran hukum" tapi setelah dia mengatakan itu wajahnya kembali rileks "Peduli amat, ga ada yang tau, toh dia bahkan ga sadar ada orang yang merhatiin"

Awalnya Umi ingin pergi saja, tapi kebaikan hatinya membuat nya kembali lagi keposisi semula, apalagi hatinya merasa ga enak karna si gadis terlihat ga bergerak sedari tadi. "Jangan-jangan". Umi bergegas menghampiri gadis yang ternyata sedang tak sadarkan diri dalam posisi duduk.

"Hei, onesan, bangun. Hei" Umi mencoba membangunkannya dengan menggoyang goyangkan tubuh sang gadis.

Si blonde bergeming pelan, dan menoleh pada orang yang menbangunkannya. Seketika Umi dapat melihat dengan jelas rupa sang gadis yang sedari tadi diperhatikannya. Umi terdiam sesaat menikmati pemandangan indah di depannya. Namun hal itu tak berlangsung lama saat tas tangan Eli meghantam kepalanya dan mengantarnya ketanah. "Hentai" pekiknya.

Apa? Hentai. Batin Umi sembari memegang pelipisnya yang cenat cenut kena tas. Umi berusaha bangun, dan sekarang malah si gadis blonde yang jatuh ke tanah. Panik, Umi kembali mencoba membangunkan nya, si gadis masih sadar, tapi terlihat tak berdaya.

"Maaf" seakan meminta ijin pada gadis itu, Umi mulai meraba kening si gadis blonde, dalam hitungan sepersekian detik Umi menarik lagi tangannya dengan mata melebar. "Onesan,bertahanlah, aku bawa kamu pulang". Umi hendak membawa si gadis kepunggungnya saat dia sadar tak tau rumah si gadis. "Hei, dimana rumahmu?". Dengan pasrah si gadis mencoba mempercayai orang yang kini menggendongnya dan memberikan petunjuk arah dengan jarinya.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di apartemen sang gadis. Hal pertama yang dinilai Umi saat masuk adalah begitu rapinya tempat itu. Setelah kagum dengan kecantikan si blonde, kali ini umi kembali dibuat kagum oleh apatemen sang gadis. Umi bergegas membawa gadis yang digendongnya kekamar dan dengan cepat menyiapkan segala seuatu untuk menurunkan panas gadis yang baru ia temui ini. Umi melepas jaket dan sepatu si gadis untuk digantinya dengan selimut hangat, mengambil air dingin dan merendam handuk untuk mengompress pasien dadakannya. Umi hendak pergi saat tangan gadis blonde menarik pergelangan tangannya. "Jangan pergi" ucapnya pelan seperti mengigau. Sesaat Umi merasakan panas di wajahnya. Dia tak tau harus berbuat apa. Dia takut membangunkan gadis ini jika dia berusaha melepaskan genggamannya. Umi mencoba bertahan disamping tempa tidur berharap si blonde melepaskan tangannya, tapi penantiannya tak membuahkan hasil hingga akhirnya Umi tertidur disamping tempat tidur si pemilik apartemen.

Pagi itu, Umi terbagun dengan sebuah pekikan. Umi mengangkat kepalanya hanya untuk dihantam dengan bantal hingga terjatuh di lantai. Umi masih bingung dengan apa yang terjadi. Dan memcoba memahami situasi dan mengingat apa yang terjadi sebelum ia terlelap.

"Hentai, apa yang kamu lakukan di apartemenku?"

Perkataan itu membuat Umi tersadar dan membuka matanya lebar lebar. "Aku bukan orang jahat. Ak..."

"Keluar sekarang juga atau aku panggil polisi" si gadis meraih handphonenya berlagak ingin menelpon bala bantuan.

"Okay Okay. Aku pergi, jangan telpon polisi, okay" hal terakhir yang dilakukan Umi sebelum keluar dari apartemen itu adalah mengambi jaketnya dan langsung berlari menuju pintu. Pikiranya masih setengah sadar dan hal barusan terasa seperti mimpi saja. Tak mikir lebih banyak, Umi mencoba menemukan cara untuk ke kantor tempatnya bekerja.

Sementara itu Eli terduduk sambil memegangi kepalanya yang agak sakit. Tubuhnya masih lemas. Hal barusan benar benar menguras tenaganya. Perlahan ingatannya kembali pada malam dirinya jatuh lemas di Taman dekat apartemennya. Ingatan itu berantai dan datang secara bersamaan. "Sial, aku mengusir penolongku" desahnya.

Eli mencoba bangkit, panas tubuhnya tak lagi memembara saat malam kemaren, tapi lemah masih menggerogoti tubuhnya. Perlahan Eli menjangkau sebuah kamera. Jujur saja Eli merasa asing dengan benda itu dan berakhir hanya menatapnya saja "Ini pasti punya gadis tadi. Harus dikembaliin" Eli menimbang nimbang kamera itu ditangannya memikirkan bagaimana cara memberikan barang yang sepertinya berharga ini pada pemiliknya, dan sesaat kemudian matanya menemukan id pekerja yang juga ditaruh dimeja didekat tempat tidurnya. "Sonoda Umi" gumamnya. Di id itu juga terdapat nama Studio tempat si penolongnya bekerja "akan aku antar nanti siang" batinnya.

xXxXx

"Sonoda-san, kemana saja kamu semalaman"

"Aku...aku..." umi bingung mau jawab apa.

"Hei, mana kamera mu? Bukannya kamu ada pemotretan pagi ini"

Sadar dengan apa yang dikatakan temannya Umi mulai panik. Dia ingin menjemput kameranya tapi sudah tak mungkin lagi mengingat jadwalnya udah mepet banget.

"Kousaka san, bagaimana ini?' Umi mulai panik.

Tak tega melihat temannya yang seperti habis kerampokan, Teman yang sempat memberi ijin Umi tinggal bersamanya menyodorkan kamera miliknya. "Hari ini aku free, bawa ini aja"

Muka umi memperlihatkan sirat kelegaan "Arigatou, Kousaka san"

"Tapi janji habis ini ceritain semua tentang apa yang terjadi sama kamu tadi malam"

"Okay" Umi setengah berlari untuk mengejar jadwalnya.

xXxXx

"Sonoda san, ada gadis cantik nyariin kamu. Dia di luar"

"Hah?" walau bingung Umi tetap melangkahkan kaki ketempat yang dimaksud.

"Konnichiwa, Sonoda san"

Kembali Umi terpaku untuk kedua kalinya melihat gadis pirang didepannya. Dibawah sinar matahari musim dingin, dengan jelas Umi bisa melihat si pirang dengan matanya yang sebiru es, rambutnya yang tak terlalu ikal, posturnya yang bak model, semuanya adalah kesempurnaan bagi Umi.

"Sonoda san?"

"A..Ano, Gomen"

Eli hendak meraih sesuatu di tasnya, seketika Umi menyilangkan tangannya di depan kepalanya takut Eli kembali menyerang kepalanya dengan tas tangan miliknya. Melihat refleks yang begitu natural dari Umi membuat Eli tak tahan untuk tertawa kecil.

"Aku ga akan nimpuk kamu lagi. Aku janji" ucapnya sambil tersenyum.

"Ah, syukurlah" jawab Umi dengan perlahahn menurunkan kedua tangannya. Umi dengan jelas bisa melihat senyuman itu, sesuatu yang baginya aura surgawi. Tanpa sadar Umi kembali terpaku.

"Kamu tau, dengan tingkah mu yang seperti itu, tak salah jika aku menuduhmu Hentai" ucap Eli dengan sedikit tawa.

Sadar dengan apa yang dilakukan secara tak sadar membuat pipinya memerah karna malu "Gomenasai" Umi mencoba menyembunyikan mukanya dengan salah satu telapak tangannya.

"Bisakah kamu bicara selain dari 'Gomen'?"

"Ah, Gom" Umi dengan cepat menutup mulutnya setelah sadar apa yang akan diucapkannya. Eli memandang dengan tatapan tak habis pikir kepadanya.

"Hah" Eli menghela nafas hampir frustasi padahal baru mau mulai bicara dengan yang bersangkutan. "Sonoda-san. Aku rasa ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan dengan mu"

Ada kekagetan sekaligus ketakutan yang terpancar dari wajah Umi "Onesan, aku mohon padamu jangan bawa masalah kita ke polisi, aku baru saja dipindah tugaskan disini dan aku ga mau mencemarkan nama baik studio dengan hal yang sebenarnya hanya kesalah pahaman saja"

Eli melongo dengan apa yang didengarnya barusan, dan sesaat kemudian tergelak pelan. Eli tak menyangka akan diberi respon mengagetkan seperti ini. Gadis ini terlalu polos, pikirnya. "Apa kamu mengira kalau aku benar benar akan melaporkanmu?"

Umi yang bingung mengangguk perlahan "Jadi, kamu ga akan lapor?"

Eli melipat tangannya di dadanya "Aku ga setega itu membiarkan penolong ku masuk penjara hanya karna salah paham"

Umi tergelak bak orang stress, sekaligus menyiratkan kelegaannya "A-arigatou"

"Jadi bisa kamu meluangkan sedikit waktumu?"

"Tentu, kebetulan ini lagi istirahat makan siang"

Mereka berdua memutuskan untuk bicara di cafe dekat Studio Umi.

"Aku ingin mengembalikan ini" Eli menyodorkan kameranya yang tertinggal karna dia tak sempat membela diri saat pagi tadi Eli menyerangnya.

"A-Arigatou" Umi menimang kameranya dan dengan gugup bertanya "kamu lihat isinya?"

"Ga, aku masih tau apa itu batas privasi"

"Hm... Arigatou"

Eli kembali mengernyitkan keningnya melihat reaksi lawan bicaranya "seriously, tadi kamu ga bisa jawab selain 'gomen' dan sekarang jawaban mu ga lepas dari 'arigatou'"

"Aa. Benarkah, aku sama sekali ga sadar"

"Sonoda-san"

"Hai"

"Kamu bahkan ga nanya kenapa aku tau namamu"

"Eh?" Umi tersadar "setelah kamu bilang, aku baru sadar. Bagaimana kamu tau namaku?"

Eli kembali menghela nafas panjang kemudian mengeluarkan Id karyawan Umi. "Ini"

"Arigatou" ucapnya sambil memungut idnya.

Eli memutar matanya saking frustasi dengan sosok gadis lugu didepannya, lalu sesaat kemudian melipat dua tangannya di meja "kamu tau, harusnya semua kata maaf dan terimakasih itu aku yang katakan padamu, bukan sebaliknya"

!..." umi bingung dan memiringkan kepalanya.

"Baiklah, sonoda-san. Aku ingin minta maaf atas kesalahan pahamanku dan mukul kamu dua kali di kepala. Aku benar benar panik waktu itu dan fa bisa berpikir jernih. Aku harap kamu bisa maafin aku, dan..." Eli memberi jeda pada ucapannya "terimaksih karna mengantarku pulang tadi malam, kamu juga merawatku dan belum lagi aku memberimu perlakuan kasar. Terimakasih banyak dan maaf"

Dengan ucapan sepanjang itu Umi hanya bisa terpaku menatap Eli.

"Sonoda-san, kamu terdiam lagi"

Sadar namanya dipanggil Umi menggeleng pelan "namamu, aku belum tau namamu?"

Eli masih menatap bingung pada pemilik surai biru, boro boro nanggapin permintaan maafnya, dia malah nanya nama. "Ayase Eli".

"..." dan Umi kembali terdiam.

"Kamu menerima maafku?"

Umi mengangguk "Sudah ku maafkan. Dan terimaksih mau repot kesini mengembalikannya"

"Itu susah seharusnya"

"..."

"Tadi kamu bilang kamu baru disini, benarkah?"

"Hm, belum sampai seminggu"

"Bagaimana kalau sebagai permohonan maafku dan juga terimakasihku, aku akan coba bantu kamu. Mungkin ada yang kamu butuhkan saat ini dan belum bisa kamu dapat"

"Rumah" dengan refleks umi menjawab, sadar akan itu umi menutup mulutnya. "Ma-maaf, ayase san, keceplosan"

"Rumah? Ga apa, bilang aja.

Sedikit gelisah umi akhirnya mengatakannya kalau dirinya butuh tempat tinggal sementara sebelum gajian dan bisa nyewa apartemen sendiri. Umi berpikir tentu saja Eli akan menolak dirinya karma mereka baru saja saling bicara secara benar siang ini.

"Aku mengerti masalahmu Sonoda san, baiklah kalau gitu"

"Benarkah? Ku pikir ini adalah permintaan lancang karna kita baru saja saling kenal"

"Kamu memang lancang, tapi ini aku lakuin atas dasar terimakasih"

"O-okay. Aku janji akan membayar setengah uang sewamu saat aku gajian"

"Deal"


tBc


nozomi, maafkan diriku karna membuatmu tiada, hiks.