Rumah kediaman keluarga Kim terlihat tenang seperti hari-hari biasanya. Pasangan muda yang baru beberapa bulan menempati rumah besar berdaya minimalis itu terlihat sedang duduk di meja makan dapur rumah mereka. Menyantap sarapan mereka dalam diam.

Kim Jungkook, sang istri membersihkan piring dan makanan sisa yang ada diatas meja tanpa berkata suatu kata pun. Mengambil piring bekas suaminya dan berjalan berlahan ke tempat pencucian piring tanpa menoleh pada sang empunya piring.

Mungkin kalian akan berpikir suasana seperti ini terlihat aneh untuk pasangan yang baru menikah beberapa bulan. Seharusnya suasana penganting baru masih kental terasa, namun hanya kedinginan yang menyelimuti keduanya.

Kim Taehyung, suami dari namja berpipi tembem itu menghela nafas panjang melihat istrinya yang mulai mencuci piring-piring bekas mereka. Dia berjalan berlahan, memeluk pinggang ramping tapi berisi istrinya dari belakang. Mengecup pelipis istrinya dengan lembut, menghiraukan hentakan kecil yang diberikan oleh istrinya ketika bibirnya menyentuh kulit lembutnya.

"Aku berangkat dulu, kau istirahatlah dirumah."

Mengetahui bahwa tidak akan mendapatkan respon dari istrinya, Taehyung menarik tangannya dari pinggang Jungkook dan berbalik. Mengambil tas kerjanya dan melangkah keluar dari rumah mereka yang indah.

Suara piring pecah dan teriakan terdengar dari dalam rumah mereka, Taehyung menempelkan dahinya pada pintu masuk rumahnya, membenturkannya pelan beberapa kali seraya memejamkan matanya. Mendesahkan nama istrinya pelan, "Mianhada, Jungkook-ah."


Tubuhnya merosot jatuh ke lantai rumahnya secara perlahan, tidak memperdulikan pecakan piring yang berserakan di sekitarnya. Air mata mengalir deras dari matanya yang besar. Ia sudah berusaha, berusaha untuk bertahan, namun ia sudah muak.

Muak, berpura-pura semua baik-baik saja. Muak dengan perlakuan manis dari orang yang berstatus suaminya. Muak dengan permainan takdir padanya.

Sering kali ia bertanya mengapa ia mau melakukan ini semua. Mengapa ia menyanggupi untuk menjalani hidup yang penuh dengan kepalsuan ini. Mengapa ia menyetujui permintaan orang tuanya untuk menikah dengan Kim Taehyung.

Lalu matanya tertuju pada merutnya yang sedikit menonjol. Beberapa bulan yang lalu, deretan otot jelas terlihat di perutnya. Ia suka berolah raga dan mendapatkan tubuh ideal yang ia inginkan, namun sekarang itu semua percuma. Ia membenci tubuhnya sekarang, otot-otot di tubuhnya perlahan menghilang. Berganti dengan lemak dan daging yang disebabkan oleh siklus makannya yang tidak teratur.

Ia membenci tubuhnya, yang sekarang tidak lagi terasa seperti tubuhnya sendiri. Ia membenci keputusannya mengikuti saran orang tuanya. Ia membenci kehidupannya sekarang. Ia membenci suaminya. Namun ia tidak bisa membenci kehidupan yang sedang tumbuh dalam tubuhnya sekarang.

Ya, Jungkook mengingat alasan mengapa ia mengambil keputusan yang menghancurkan hidupnya sekarang. Semua ini untuk janin yang tumbuh dalam rahimnya sekarang. Hasil permainan Tuhan yang keji padanya.

Namja tapi memiliki rahim. Terdengar seperti sebuah lelucon bukan?

Ia bisa memaafkan semuanya bahkan Tuhan yang dengan seenaknya mempermainkannya dengan leluconnya yang tak lucu. Namun ia tidak bisa memaafkan Kim Taehyung. Sampai kapanpun. Karena Kim Taehyung yang menghancurkan hidupnya, bukan Tuhan yang memberikannya rahim, bukan pula takdir yang mempertemukannya dengan Kim Taehyung.

Kim Taehyung.

Ia ingin pria itu menderita. Seperti dirinya yang menderita karena ulahnya dulu.


Ceritanya super sinetron, jadi harap maklum yah.