Hikari : fict pertama… fict pertama… FICT PERTAMAAA~!
Miku : Ada apa dengan orang ini?…
Yuki : Tidak mengerti dengan arah pikiran dia…
Hikari : *menangis*
Miku : loh, kamu kenapa? Kok nangis? *panik*
Hikari : hu.. hueeee! Aku gak sanggup waktu bikin fict ini apalagi waktu dibaca lagi *guling-guling*
Yuki : hah? Emang kena— hueee! Kenapa fict pertamamu seperti ini?!
Miku : aku semakin bingung dengan keadaannya… daripada bingung berkelanjutan, aku bacain disclaimernya deh…
Disclaimer : Semua character di dini bukan milik Hika-chan (padahal character VOCALOIDnya hanya ada dua -_-"). Hika-chan hanya memiliki cerita ini dan kenistaannya…
Hikari : kejam sekali kau, Miku… kenapa kau menambahkan bagian 'nista' itu?
Miku : *cuek*
マジカルライフ(MAGICAL LIFE)
Rated : K+
Genre : Friendship, Tragedy
Character : Hatsune Miku, Kaai Yuki
Warning : Jangan heran dengan gaya bahasa, jalan pikiran, dan apa yang ada direncanakan Hikari di semua ceritanya! Dan lagi, cerita ini ditulis saat Hika-chan lagi melankolis sekali(?)
NB : Cerita ber-series(?)
Summary : Miku mendapat kabar mengenai sahabatnya, Yuki yang mengalami kecelakaan. Saat penyakit Miku kambuh, Yuki rela menggantikan posisi Miku yang nyawanya terancam melayang.
Di tengah derasnya hujan, langkah demi langkah tercipta. Melangkah menuju tempat yang dimaksud, tanpa menghiraukan kondisinya saat ini. Miku, itu sebutannya dari para orang di sini. Dia dengan tanpa melihat dirinya, melawan butiran-butiran air yang jatuh. Dia sedang sakit, sakit yang sudah lama dideritanya. Apa yang dia derita? Lemah jantung yang kemungkinan tak dapat diselamatkan lagi. Kini, dia nekad menerobos hujan, tanpa payung, hanya kaos lengan pendek, rok mencapai setengah betis, sepatu boot, dan jaket yang tidak tebal, hanya untuk ke rumah sakit. Dia 'tahu, akhir-akhir ini penyakitnya kambuh dan itu terjadi saat mendengar temannya kecelakaan, itu membuat penyakitnya kambuh kembali dan makin parah. Karena terburu-buru sampai melupakan payung yang seharusnya tengah melindunginya. Untunglah jarak rumahnya dan rumah sakit tidak jauh sehingga tak terlalu basah kuyub. Dengan langkah cepat, dia menuju kamar inap setelah bertanya. Dia amat khawatir bahkan sampai tak mempedulikan kondisinya. Sampai depan pintu kamar, dia menatap nama yang tertera di pintu ruang inap itu. "Yuki…", lirihnya. Dengan perlahan, dibukanya pintu itu, menampakkan seorang gadis berambut hitam tengah menutup matanya. Gadis yang tengah terbaring itu, Yuki, dikatakan tengah koma dan belum sadar juga. Air mata Miku tak dapat dibendung lagi. Dia menangis, melihat temannya terbaring lemah. Kecelakaan itu telah membuat temannya tersiksa, ah… Bukan hanya Yuki, Miku juga dengan penyakitnya yang kambuh lagi. Siapa sangka satu-satunya teman yang dia miliki, telah nyaris meninggalkan dirinya. Miku menghampiri ranjang pasien itu, menyentuh tangan Yuki, "dingin…", itu yang dirasakannya. "Agh!", Miku mengerang sembari menyentuh dadanya, penyakitnya makin parah. Kini hanya satu harapan yang dia ucapkan sebelum kehilangan kesadaran, diberikan kejaiban agar dia masih dapat hidup lebih lama lagi.
Perlahan, dia membuka matanya. Sangat berat. Dia menatap sekelilingnya dengan lemah. Serba putih, itu artinya dia sedang terbaring di ranjang pasien rumah sakit. Dia merasakan ada yang menggenggam tangannya dan menoleh di mana seseorang yang tengah menggenggam tangannya. "Yuki…", ucapnya dengan lemah. Ya, Yuki sudah sadar dan kini dia mendampingi Miku meski masih dengan kursi roda. Miku tersenyum pahit melihat temannya yang kini sedang ada di sisinya. Dia berharap jika dia tetap dapat melihat senyum Yuki meski dia 'tahu bahwa hidupnya tak akan lama lagi. Sebutir air mata jatuh dari wajah sedih Miku mengingat hal itu, karena dia yakin, tidak mungkin dia mati dengan melihat senyum Yuki. Satu persatu air matanya jatuh. Yuki mendengar tangis Miku, menoleh ke arah Miku. Yuki terkejut melihat Miku menangis. Satu yang dipikirkannya, kapan semua penderitaan Miku berakhir? Ya, Yuki 'tahu jika Miku tersiksa, tersiksa karena penyakit menahunnya yang tak kunjung sembuh. Dia 'tahu, hanya satu yang dapat menyelamatkan Miku, donor jantung. Tekadnya sudah bulat, Yuki akan memberikan jantungnya pada Miku meski nyawanya yang terancam. Yuki tersenyum pahit lalu merengkuh Miku.
Sudah 3 hari semenjak Miku giliran dirawat karena penyakitnya semakin parah. Yuki masih tetap dengan berada di kursi roda. Yuki sudah tak ingin melihat kesedihan Miku, ini saatnya Yuki berkorban hanya untuk Miku. Yuki mengambil secarik kertas dan pulpen, menuliskan surat terakhirnya. Setelah itu, dengan susah payah, Yuki menuju ruang dokter dan mengonsultasikan kesehatan jantungnya. Awalnya dokter menolak saat Yuki mengatakan ingin memberikan jantungnya pada Miku karena nyawa Yuki akan tidak terselamatkan. Namun dengan segala cara, dia tetap memaksa dokter tersebut agar mau memberikan jantungnya pada Miku. Dan dengan pasrah, dokter itu menyetujuinya. Kini Yuki tengah terbaring di sebuah ruangan agak redup dengan Miku di sebelah kirinya yang sedikit jauh darinya. Yuki menutup matanya saat merasakan obat bius menjalar di tubuhnya, saatnya operasi dilakukan.
Satu hari setelah operasi berhasil. Miku membuka matanya, merasakan ada yang berbeda dengan tubuhnya. Dia merasa, lebih segar. Padahal tiap dia membuka matanya, dia akan merasakan jantungnya berdenyut sampai membuat Miku harus memejamkan kembali matanya rapat-rapat. Dia melihat sekelilingnya. "Seharusnya ada Yuki di sini…", batin Miku, namun ditepisnya karena dia berpikir jika Yuki perlu beristirahat. Dengan langkah gontai, dia menuju kamar Yuki. "Kosong?", lirih Miku, dia melihat kembali pintunya dan memang itu kamar Yuki. Saat dia ingin berbalik, dia melihat secarik kertas beserta amplop yang terletak di meja dekat ranjang itu. Dihampirinya kertas itu, membuka amplopnya, dan membaca surat yang tertulis di sana.
Dear, Miku.
Hai! Ini menjadi surat terakhirku selama hidupku dan ini hanya untukmu, Miku. Maafkan aku yang lancang sehingga tak memberitahumu. Aku sungguh tak tega melihat dirimu yang terus menangis, menahan sakitnya penyakit yang kau derita. Aku tak tega melihatmu terus-terusan mengukir senyum pahit dan kosong. Aku hanya ingin kau tersenyum kembali, senyum tulus yang selalu kuharapkan. Aku berharap setelah kau membaca ini, tetaplah tersenyum, senyuman yang menghangatkan. Jangan takut bila kau tersenyum tulus, karena aku juga akan tetap melihat senyumanmu, meski berada di tempat yang jauh sekalipun. Semoga kau bisa hidup normal layaknya orang lain setelah mendapat 'yang baru'. Semoga dengan 'itu', kau dapat membentuk sebuah keajaiban hidup milikmu sendiri. Maafkan aku, karena diriku, kau harus menahan penyakitmu saat kau mengetahuiku jika aku berada di rumah sakit. Jangan takut kesepian, carilah teman yang baik. Pasti mereka mau denganmu karena kau sudah sehat sepenuhnya. Tetaplah mengingatku meski kini aku hanya tinggal nama. Aku juga ingin kau selalu menyanyikan lagu yang pernah kau buat untukku. Semoga dengan jantung milikku, kau bisa beraktivitas layaknya gadis yang lain. Dan tolong terimalah jantung itu. Aku akan sangat kecewa padamu jika kau tidak mau menerimanya. Tolong jangan lupakan aku, ya. Terima kasih dan,… selamat tinggal, Miku.
Salam dari sahabatmu, Yuki.
Setelah membaca surat itu, Miku menangis. Dia menggenggam erat secarik kertas yang telah ditulis dengan huruf yang rapih oleh Yuki. Segera dia meninggalkan rumah sakit tanpa mempedulikan orang-orang yang menatapnya dengan heran. Dengan cepat, dia berlari menuju satu tempat di mana dia hanya akan dapat melihat nama temannya yang terukir dengan indahnya di sebuah batu nisan meski diri orang yang ingin ditemuinya sudah terkubur di sana. Miku jatuh terduduk setelah melihat pusara temannya. Tangisnya makin menjadi saat menyentuh batu nisan Yuki. Dia terus menangis, sambil menggenggam surat dari Yuki yang sengaja dibawanya. Sekilas, terlintas wajah Yuki yang tengah tersenyum lembut pada Miku dan itu membuat tangisnya makin pecah. Sesaat, dia juga mendengar suara Yuki seperti mengatakan sesuatu, dari surga.
Miku, aku mohon! Jangan menangis! Aku sangat tidak ingin melihatmu menangis, karena aku ingin melihat senyummu. Tolong, jangan menangis karena aku! Aku tidak akan bisa tenang jika kau terus seperti ini. Aku berjanji akan tetap di sisimu, menjagamu, meski kau tak menyadarinya. Jadi, tersenyumlah! Tersenyumlah padaku! Tersenyumlah untuk semua!
Sontak, Miku menghentikan tangisnya meski ada isaknya. Dengan perlahan dia mengukir senyum meski terasa sangat susah, namun itu untuk Yuki. Ya, kini semua harus berubah. Jangan ada tangis, karena Yuki akan terus sedih melihat kau menangis meski hanya sebutir air mata saja, batin Miku. Dan mulai sekarang, Miku harus membuka halaman baru, tanpa Yuki.
Miku : sekarang, kau yang kejam! Hiks… kenapa aku dibuat penyakitan? Hiks…
Yuki : lebih baik kau, Miku. Daripada aku yang diakhiri dengan kematian. Hiks… hiks…
Hikari : abaikan mereka. Okeh~ jangan lupa reviewnya yaa… Oh ya, ini drabble, fict yang jadi baru satu ini dari fict lainnya… baiklah, aku akhiri cerita ini. ARIGATOU GOZAIMASHITA, MINNA-SAA~N!
Miku : *masih nangis*
Yuki : *sama seperti Miku*
