Doyoung-Taeil
•
•
•
Soulmate
Dari sekian harapan yang ada di muka bumi ini, harapan Taeil yang terbesar adalah tidak bertemu dengan soulmate-nya.
Bukan tanpa alasan ia mengharap hal itu. Itu semua karena tanda soulmate yang ia miliki berada di tempat yang membuatnya tidak ingin memperlihatkannya pada siapapun.
Di bagian paha dalam kanannya.
.
.
.
"Taeil, ayo jogging." ajak salah satu temannya yang bernama Hansol.
"Jogging saja sendiri." jawab Taeil.
"Kenapa sih kalau diajak keluar selalu nolak." ucap Hansol.
"Sudah pergi saja sana." jawab Taeil.
Hansol menatapnya cemberut lalu segera keluar dari apartemennya.
Blam.
Taeil menatap datar pada pintu yang tertutup. Ia menghela napas dan kembali mengarahkan perhatiannya pada televisi yang menyala.
Namun, bukannya fokus pada televisi, pikirannya malah terbang entah kemana.
Soulmate.
Satu kata yang membuat Taeil sebenarnya tak ingin memikirkannya sama sekali. Beruntungnya ia saat masa sekolah dan kuliah tidak bertemu dengan soulmate-nya. Ini semua karena tanda setengah bunga daisy di pahanya.
Tentu saja Taeil tahu apa yang harus dilakukan jika ia dan soulmate-nya bertemu.
Dan itu adalah menunjukkan tanda bunga itu.
Tapi, memangnya siapa yang mau menunjukkan paha bagian dalammu begitu saja pada orang yang baru kau temui?
Tentu saja Taeil tidak mau.
Karena itulah ia tak mau bertemu dengan soulmate-nya.
.
.
.
"Aku bertemu dengan soulmate-ku." cerita Hansol.
"Hm." Taeil menanggapinya dengan gumaman.
"Kau kapan, Il?" tanya Hansol.
"Hm." jawab Taeil.
Hansol menatapnya jengah, "Ngomong-ngomong, dimana sih tandamu?" tanya Hansol.
Taeil menoleh kearahnya, "Perlu kali kau tahu?"
Hansol diam, mencoba menebak-nebak.
Hmm. Perut? Punggung? Kaki?
Hansol tahu teman satu unitnya itu selalu berpakaian tertutup, bahkan jika musim panas. Dia sendiri jika melihat Taeil memakai baju tertutup ikutan gerah sendiri.
"Hey, Hansol. Bahan makanannya habis, kulkasnya kosong. Kau itu gimana sih?" tanya Taeil.
"Belanjalah sendiri. Aku sedang mager." jawab Hansol.
"Aku yang memasak atau kau masak sendiri?" ancam Taeil.
Hansol terkekeh, "Aku bisa masak sendiri, Il."
Lalu Hansol kabur ke dalam kamarnya.
Blam!
Taeil menghembuskan napas kesal. Ia lalu mengambil ponselnya untuk menulis list belanjanya. Kemudian pergi ke kamarnya untuk memakai jaket hoodie miliknya sebelum pergi keluar dengan membawa ponsel dan dompet.
Taeil terpaksa harus keluar untuk belanja.
.
.
.
Bahan makanan sudah, cemilan sudah.
Taeil mengecek isi keranjangnya. Lalu berjalan menuju kasir untuk dihitung dan membayar apa yang ia beli. Ia menunduk dalam, tak membiarkan dirinya melihat ke arah yang lain sembari menunggu sang penjaga kasir menghitung semua belanjaannya. Ia kemudian segera membayar begitu sang penjaga kasir memberitahu nominal yang harus ia bayar.
Namun, entah kenapa tiba-tiba ia merasakan rasa hangat melingkupi pahanya, pada bagian tandanya. Taeil melotot, melirik ke segala arah dengan masih menunduk. Ia tidak bisa memastikan siapa orang yang mungkin menjadi soulmate-nya karena ada banyak orang yang bersliweran di supermarket itu.
Setelah itu Taeil dengan tergesa keluar dari supermarket itu dan pergi menuju motornya untuk kembali ke apartemennya. Ia diam-diam mengutuk Hansol yang tidak mau disuruh belanja dan membuatnya mengalami hal ini. Rasa hangat yang berubah panas itu membuatnya tak nyaman. Ia pun sampai di gedung apartemennya beberapa menit kemudian.
"Hey! Hansol!" panggilnya.
"Apa?" tanya Hansol dari dalam kamarnya.
"Bisakah kau menaruh bahan makanan ke dalam kulkas?" tanyanya.
"Hah? Kau kan-"
"Please, Hansol!" seru Taeil sambil menaruh barang bawaannya ke atas meja pantry dan membuka kulkas untuk mengambil bebera es batu dan menaruhnya ke dalam plastik.
Hansol keluar dari kulkas dengan menggerutu, "Iya, iya.." ia lalu menatap heran pada Taeil yang berlari ke kamarnya dengan membawa seplastik es batu.
"Kau kenapa, Il?"
Tapi Taeil tak menjawab dan malah membanting pintu kamarnya. Hansol lalu mengendikkan bahu, tak peduli.
.
.
.
Di dalam kamar, Taeil masuk ke dalam kamar mandi dan membuka celananya. Ia duduk di kloset dan menatap pada tandanya yang mulai bergerak menuju utuh. Rasa panas itu pun ia redakan dengan es batu yang tadi ia ambil.
Namun, hingga es batu itu meleleh, panas itu tak juga reda. Malah menjadi-jadi.
Taeil bingung harus melakukan apa dan akhirnya menyerah, memakai celananya lagi dan keluar dari kamar mandi.
"Hey! Taeil! Kau lagi apa di dalam? Lama sekali!" tanya Hansol.
"Diamlah! Aku sibuk!" jawab Taeil.
"Apa kau diare?" tanya Hansol.
"Tidak!"
"Lalu? Keluarlah dari kamar! Ayo makan!"
Taeil pun keluar dari kamar dengan bersikap seolah tidak ada apa-apa. Ia melihat Hansol menaruh sepanci ramen di atas meja dan menyiapkan dua mangkuk nasi.
"Apa kau ada masalah?" tanya Hansol, menaruh semangkuk nasi ke hadapan Taeil yang sudah duduk manis di kursinya.
Taeil menggeleng, "Tidak."
Hansol menghela napas dan duduk di hadapannya, "Kau tahu, aku bisa membantu jika kau ada masalah, Taeil-ssi."
Taeil tak menanggapi dan mulai makan. Hansol pun diam saja dan keduanya makan dalam keheningan. Hingga makanan habis, Taeil tetap diam saja. Akhirnya Hansol pun mengambil semua bekas alat makan dan mencucinya. Begitu cuciannya selesai, Hansol mendapati Taeil menaruh kepalanya di atas meja dan meringis kesakitan.
Ah, Hansol tahu kenapa.
"Taeil," panggilnya, "kau bertemu soulmate-mu?" tanyanya.
"Tidak." jawab Taeil.
"Kau berpapasan tapi tidak tahu siapa orangnya?" tanya Hansol lagi.
Taeil tak menjawab.
"Hmm.." Hansol berpikir, ia lalu menoleh pada Teil yang masih tidak mau menunjukkan wajahnya, "aku coba bantu deh, apa bentuknya? Tandamu?"
"Bu-bunga daisy."
"Sebentar, aku tanya teman-temanku siapa yang memiliki bentuk bunga daisy." ucap Hansol.
Taeil menoleh, "Tidak! Tidak usah!" serunya panik.
Hansol tak mendengarkan, ia langsung sibuk dengan ponselnya, mencari tau siapa pasangan soulmate Taeil. Ia bertanya melalui groupchat yang ia punya. Selama beberapa saat sampai Hansol menghela napas.
"Aku tidak punya teman yang memiliki tanda bunga daisy." Ucapnya.
Taeil menghela napas lega.
"Aku tanya ke yang lain deh."
"Aku mau tidur." ucap Taeil malas dan masuk ke dalam kamarnya.
"Hey!"
"Bodoh amat!"
Taeil menutup pintu, lalu berjalan menuju kasur dan menjatuhkan dirinya ke atas benda empuk itu.
Cklek.
Ia melirik sebal pada Hansol yang mengintip dari balik pintu.
"Sebelum kau tidur, bisakah kau membuang sampah dulu?"
"Bisa besok." jawab Taeil.
"Nah, kau pasti tidak akan tidur, aku menebak. Karena panas itu benar-benar akan mengganggumu." Ucap Hansol.
Taeil berdecak, memang. Rasa panas membakar itu semakin menjadi-jadi, tapi Taeil menahan rasanya.
"Cari angin sekalian." ucap Hansol sambil menaruh dua kantung besar berisi sampah di kamar Taeil, "buang ya." perintahnya lalu pergi dengan tertawa.
"Aku doakan dia terpleset." gerutu Taeil.
Dan dia kemudian mendengar Hansol berteriak.
.
.
.
Jam 1 dini hari, Taeil masih membuka mata.
Hansol benar, ia tidak bisa tidur.
Pada akhirnya, dengan bersungut-sungut ia bangkit dari atas tempat tidur dan memakai jaket lalu mengambil dua plastik sampah tadi untuk di buang ke bak sampah di lantai satu.
Ia melangkah dengan terseok, masih menahan rasa panas yang membakar. Menaiki lift menuju lantai satu dan membuang sampah ke bak sebelum mencuci tangan di wastafel yang tidak jauh dari bak sampah itu berada. Taeil menghela napas. Ia melangkah untuk berbalik menuju lift.
Menaiki lift, alat pengangkut itu berhenti sejenak di lantai tiga sebelum mencapai lantai lima tempat ia berada. Ada seorang pemuda di mulut lift, dengan tinggi yang melebihi Taeil dan berambut hitam.
Mata mereka bertemu.
"Arrgh!"
Taeil tersentak kaget saat pemuda itu berteriak kesakitan sambil memegangi pinggang kirinya. Mata Taeil membulat dan wajahnya memucat kala ia merasakan panas yang semakin terasa pada pahanya.
Itu! Itu soulmate-nya!
Taeil bergerak cepat, segera keluar dari lift dan kabur.
"Hey! Tunggu!"
.
.
.
Namun, Taeil kalah cepat. Pemuda itu menyekal tangannya dan menghentikan larinya. Keduanya saling menatap.
"Ma-maaf! Tapi, kenapa kau berlari?" tanya pemuda itu.
Taeil tak menjawab.
"Na-namaku Doyoung." ucap pemuda itu memperkenalkan diri.
Taeil diam saja.
"Ini panas sekali," keluh Doyoung, "Bisakah kau meredakannya?"
Taeil menggeleng.
Doyoung menatapnya kaget, "Tapi kau juga merasakan hal yang sama kan?"
Taeil diam saja. Pemuda itu lalu menariknya untuk berjalan.
"Hey, lepaskan!"
Keduanya memasuki satu unit apartemen yang Taeil tebak sebagai unit pemuda itu. Taeil diam, memperhatikan bagaimana Doyoung melepaskan jaketnya, lalu menyingsing bajunya dan memperlihatkan tanda bunga daisy yang kini terlihat utuh di pinggang kirinya.
"Bisakah kau menciumnya? Bagian ini?" pintanya memelas.
"Apa?" Taeil bertanya kaget.
Doyoung menghela napas, "Kau tahu? Cara menghilangkan panas itu adalah dengan cara soulmate-mu mencium tanda itu."
Taeil menatapnya tak percaya. Ia membatin, pantas saja rasa panas di pahanya tak reda-reda.
"Itu namanya sealing."
"Please?" pinta Doyoung lagi, wajahnya sangat memelas, membuat Taeil tak sadar untuk mengangguk.
.
.
.
Tbc
