Sebuah perdebatan tipikal di Habitat Penguin, Central Park Zoo New York, di suatu hari yang cerah pertengahan bulan April.
"Ya."
"Tidak."
"Analisisku menyatakan 'ya', Skipper. Kurasa kau mengalami turbulensi antara persepsi positif dan negatif."
"Tidak, tidak. Ya dan tidak bagiku masih sejelas hitam-putih dan utara-selatan, Kowalski."
"Tapi—"
"Tidak. Biar kusimpulkan sekali lagi—Aku. Sama sekali. Tidak tertarik. Pada mamalia," tegas Skipper, "Di samping fakta ilmiah bahwa binatang menyusui adalah spesies inferior, mereka juga tidak punya daya tarik fisikal khusus… yang kusebut paruh dan sirip."
Kowalski mengangkat sebelah alisnya, lalu menunjuk ke arah silinder hitam yang menembus atap ruang bawah tanah. "Baiklah, kalau begitu… sekarang ada penjelasan logis kenapa periskop rahasia markas kita selalu mengarah ke Habitat Berang-berang Asia?"
"E—heh? Masa?" Skipper menyenggol bagian periskop yang terdekat sampai fokusnya bergeser beberapa derajat. "Err… tidak juga. Lihat, yang ini mengarah ke…" Dia mengintip ke lensa okuler, tapi sejauh pandangan yang bisa dilihatnya cuma warna abu-abu dan hitam. "…Uh… pantat lemur? Argh—ingatkan aku lagi untuk memasukkan si Ringtail ke Daftar- Orang-yang-Tidak-Perlu-Diselamatkan-Ketika-Terjadi -Invasi-Alien."
Private, yang baru datang, membawa segelas kopi celup ikan dan menyerahkannya pada sang senior. "Setiap orang punya sisi lembut, Skippah," ujarnya dengan aksen British-nya yang khas, "Aku juga pernah jatuh cinta kok… tidak usah malu mengakuinya."
"Terima kasih." Skipper menerima gelas itu, dan menyesap isinya dengan khidmat. "Nein, Soldier. Aku bahkan tidak kenal apa itu cinta."
"C-i-n-t-a," Kowalski menangkap kamus yang dimuntahkan Rico, lalu membukanya di satu halaman berabjad C. "Itu kata benda, Skipper—sebuah substansi kimia dalam otak yang menginduksi rasa bahagia dan sangat adiktif… atau dalam verba, bisa berarti afeksi yang sangat mendalam kepada seseorang…."
Skipper memutar mata.
…
.
©avamura.
Penguins of Madagascar © Nickelodeon and DreamWorks. Tidak ada keuntungan material yang diambil dari pembuatan fic ini. Kalau anda nggak tahu siapa itu Skipper, make our life easier and just Google it.
.
…
"HEI, SEMUANYAAAAA!"
Empat pinguin, tanpa aba-aba, langsung berjamaah menutup telinga.
"Marlene? Hah—kau masuk lewat mana?" tanya Kowalski sambil celingak-celinguk, begitu sesosok berang-berang melompat tepat ke tengah-tengah mereka. Anggota Penguin Commando memang sudah mulai terbiasa dengan tendensi binatang hiperaktif ini untuk selalu muncul tiba-tiba, tapi hanya Roh Langit yang tahu bagaimana dia selalu bisa menerobos masuk sistem keamanan tanpa membunyikan alarm.
"Itu tidak penting," sergah Marlene sambil mengibaskan tangan, "Hei, aku punya berita yang jauh lebih penting!"
"Benarkah? Kau mendapat teman sekamar seorang mata-mata?"
"Hampir benar, tapi bukan itu, Kowalski! Dengar, teman-teman…" Berang-berang itu merundukkan kepalanya dan berbisik, "Aku mau minta tolong pada kalian… kumohon! Habitatku sudah tidak aman lagi! Kadang aku merasa seperti sedang.. dimata-matai. Aku bahkan sering merasa ada teropong yang diarahkan ke guaku dari tempat yang sangat jauh, entahlah..."
Rico spontan menendang tuas untuk menyembunyikan periskop.
Sret—
Dan tiga pasang mata biru pun langsung bermanuver ke arah Skipper yang sedang meneguk kopi, dan sukses membuat cairan itu tersembur masif—untung tadi Private cepat menyingkir. Pinguin itu pun buru-buru mengelap paruhnya dengan sirip. "Apa?"
"…."
"Kalian. Singkirkan tatapan aneh itu dari wajahku, kalau tidak keberatan."
Untunglah, sejurus kemudian Marlene berbicara lagi. "Dan... hei, bukan cuma itu! Belakangan ini aku juga sering mendapat kiriman ikan segar misterius di pagi hari," tambahnya, "Enak sih, tapi kurasa aku perlu bilang ke pengirimnya bahwa aku sedang diet rendah protein."
"Ikan!" seru Rico—ini satu-satunya kata yang bisa dia lafalkan penuh dengan benar.
Kowalski pun menarik turun sebuah layar-entah-dari-mana di dinding, lalu mengetuk-ngetukkan tongkat penunjuk pada grafik yang tergambar di sana. "Hmm. Ngomong-ngomong tentang ikan, statistik menunjukkan kuantitas stok cadangan trout rahasia kami malah mengalami penurunan signifikan—lebih cepat dari yang seharusnya. Ini juga aneh… ya kan, Rico?"
Yang disebut namanya cuma mengangguk-angguk heboh.
"Surplus dan minus—atau, jangan-jangan ada hubungan antara dua kejadian ini…" ujarnya menganalisa, "Skipper, kurasa kita perlu mengadakan operasi penyelidikan untuk—"
TRAK.
Skipper meletakkan gelasnya dengan suara keras di meja, membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Sudah cukup main detektif-detektifannya, anak-anak," potongnya cepat, "Maaf Marlene, tapi kasusmu tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan sebuah operasi rahasia. Kowalski, Rico, Private, kita ada jadwal sparring dengan para ninja (baca: pin bowling), stand by dalam 650 sekon."
"Tapi Skipper—" protes Marlene, "Bagaimana kalau ternyata ada sniper yang mengincar kepalaku atau semacamnya?"
"Marlene, Marlene... berhentilah bersikap paranoid. Dalam pengawasan kami Central Park aman terkendali, dan kurasa kepala berang-berang tidak terlalu laris di pasar gelap." Skipper mendorong gadis itu ke arah tangga menuju pintu, "Kami tidak ada waktu untuk omong kosongmu… jalan keluar masih berada di koordinat yang biasa. Adios."
.
.
"Skippah... kurasa... kau membuat Marlene marah..." ujar Private, selepas berang-berang itu membanting pintu-baskom-ikan sampai berkelontang. "Tidak baik melukai hati seorang gadis, terlebih lagi kalau gadis itu adalah orang yang kau sukai..."
"Private. Case closed."
"Ayolah, Skipper. Apa kau sudah lupa pada pepatah yang mengatakan bahwa setinggi-tinggi tupai melompat, akhirnya bisa jatuh juga?" timpal Kowalski. Ditepuk-tepuknya bahu Private beberapa kali.
"Tentu saja tidak. Tapi… apa hubungannya?"
"Tidak ada. Tapi bagaimana dengan penguin credo? Bahwa pinguin tidak pernah berenang sendirian… bahkan dalam samudera romansa?"
Skipper menghela nafas panjang.
"Hhh… oke, oke. Sudah kuduga kalian tidak akan membuat ini mudah," ujarnya seraya melompat turun dari kursi, "Baiklah, soal aku jatuh cinta pada Marlene atau tidak, nanti akan kupertimbangkan lagi. Ini isu yang cukup sensitif. Mungkin aku akan memberinya kesempatan, tapi mungkin juga tidak… itu bergantung pada beberapa variabel yang belum stabil sekarang. Anggap saja teori itu adalah sebuah hipotesa yang belum teruji."
"…."
"…."
"…Kalian tahu lanjutannya. Kowalski… beri aku pilihan."
Private dan Rico bersorak. Pinguin jangkung yang disebut namanya langsung sigap membuka buku catatan. "Baiklah Captain, menurut perhitunganku misi ini bisa dilakukan dalam tiga alternatif: Pertama, kau kencan dengan Marlene, lalu katakan kau suka padanya. That's it—ini saran Private. Prosentase keberhasilan, fifty-fifty."
"Hmm." Skipper berpikir sejenak sambil mengusap dagu. "Terlalu klasik, terlalu beresiko, Prajurit. Ayo lihat apa yang kita punya di opsi dua dan tiga."
"Kedua—ini saranku—, kita bisa membuat semacam pistol laser yang akan memodifikasi gelombang otak Marlene supaya frekuensinya sama dengan milikmu. Dengan begitu maka akan terjadi resonansi, dan kalian akan saling tertarik seperti proton dan elektron! YEAH, SCIENCE ROOOOOCKS!"
"…Pilihan ketiga?" ujar Skipper—sambil bergidik melihat gambar sketsa alat; yang sejujurnya lebih mirip persilangan antara meriam, lightsaber, dan suatu jenis senjata God-knows-what yang digunakan oleh robot raksasa di film Power Rangers.
"Hei, tapi ini dirancang berdasarkan teknologi abad 21! Sangat ilmiah! Kemungkinannya 89,6% bila alatnya berhasil, tapi ada sedikit resiko korslet dan ledakan atomik skala sedang jika aku salah mengatur muatan positron yang memancar ke sinapsis neuron sar—oke, FINE." Penjelasan Kowalski langsung berhenti begitu deathglare Skipper sudah terasa terlalu menusuk, dan dengan setengah hati dia pun membalik buku ke halaman selanjutnya.
"Ketiga, seseorang menyarankan kita bisa menyekap Marlene di ruangan tertutup selama dua hari, lalu mengancamnya dengan gergaji mesin supaya dia mau jadi kekasihmu. Kalkulasiku menghasilkan angka keberhasilan limit mendekati 100%, dengan mengabaikan kemungkinan kecelakaan."
"RAWRRR!"
Sang leader menghela nafas berat. Yeah, apa lagi yang bisa kauharapkan dari seorang bocah polos, ilmuwan yang mendefinisikan cinta sebagai 'reaksi kimia tak terdefinisi', dan seorang pinguin penderita psychotic derangement? Bahwa mereka bisa menyusun sebuah skenario romantis bak kisah Romeo dan Julien?
Hoover dam, yang benar saja….
"Well, karena aku cukup yakin kita tidak mau secara aksidental membuat target gegar otak atau terpenggal… kita ambil opsi pertama, anak-anak. Sisanya simpan sebagai Plan B dan C."
"Tapi hipotesisku—"
"No offense, Lieutenant Kowalski."
"…Yes, Sir."
.
.
"Baiklah. Dengan ini, maka Misi Membuat Marlene Jatuh Cinta pada Skipper a.k.a. Operation Aphrodite, DIMULAI!"
.
.
~To be continued XD
