Friend is an Ice Cream
Fanfic Friendship pertamaku, moga gak ancur seperti saat kubuat. Biasa, hobiku bikin chapter pendek. Gak suka? Gak usah baca. Suka? RnR
Rate: T
I don't own Kingdom Hearts. I just own this Story.
-...-
Namaku Sora Akao, aku anak yatim piatu, aku tinggal bersama teman ayahku, Mickey. Dia adalah walikota dari Disney Town. Namun, meski begitu, teman sekolahku tidak ada yang tahu baha aku tinggal serumah dengan Walikota. Meskipun kuceritakan, pasti takkan ada yang percaya. Pikiran mereka, aku hanya seorang bocah yang sangat lemah dan tak bisa diandalkan. Akupun tak punya teman.
-...-
Senin, 4 Februari
Hari paling tidak kusuka, mengapa? Olah Raga tentu saja. Aku sangat bodoh dalam hal ini, aku selalu mendapat peringkat terakhir. Yah, apa boleh buat, aku harus jalani.
Aku biasa berjalan kaki menuju sekolah, karena sekolahku memang dekat dari rumah. Kebanyakan murid juga begitu. Nama sekolahku dapat terlihat jelas di depannya. Terdapat papan kaya bercat kuning di pagar bertuliskan "SMP Disney Destiny". Yah, tempat yang kutinggali bernama Destiny Island, jadi maklum saja nama sekolahku begitu. Aku duduk di kelas 2-E, selalu mendapat ranking terbawah bukan masalah buatku, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mendapatkan teman.
Sudah 2 tahun aku sekolah disini namun tak satupun orang yang ingin menjadi temanku. Mereka semua menjauhiku seolah aku monster yang menjijikkan. Karena kebodohan dan kelemahanku di mata pelajaran sekolah. Tak jarang pula, berandal nomor 1 di sekolah kami, Seifer membullyku dan sok bos. Aku sering disuruh membelikan makanan dan lain-lain. Jika tidak, aku akan dipukuli dan mendapat luka yang banyak sampai dirumah. Dan inilah hari dimana aku harus membawa 15 Sea salt Ice Cream untuk Seifer dan kawannya tanpa harus meleleh.
Aku Sudah membelinya kemarin dan tentu saja sampai sekolah jam makan siang pasti akan meleleh. Uangku juga tinggal 150 Munny di dompet. Aku selalu siap dibully, meski itu sakit rasanya. Jika kau bertanya, kenapa aku tak lapor saja pada Mickey, Ia tak pernah pulang. Jika ia pulang, aku pasti sudah tertidur pulas di kamarku yang nyaman—tempat ternyaman di duniaku.
200 Meter lagi gerbang sekolah, aku agak berlari karena aku hampir terlambat, namun...
DUAKK
Aku menabrak seseorang, seorang gadis manis berambut merah pendek. Dia memakai seragam sekolah Disney Exclutz. Tempat orang-orang pintar dan berdarah bangsawan.
"Maaf, apa kau tidak apa-apa?" tanyanya, mukanya sedikit cemas karena juga ada 2 perban di mukaku akibat pukkulan Seifer, di dahi dan pipi kanan. Dia belum mengenalku, pantas saja jika masih bisa cemas.
"Ya, aku baik-baik saja, terimakasih. Kau tak perlu menghawatirkanku, aku tak perlu dikasihani," aku langsung berdiri dan melewatinya, untuk bergegas masuk ke sekolah.
"Tunggu, siapa namamu? Aku Kairi Mido," pertanyaan itu menghentikan langkahku. Baru kali ini orang yang tidak kupedulikan menanyakan namaku. Kurasa aku bisa berteman dengannya.
"Sora, Sora Akao," Jawabku singkat.
Aku langsung menuju gerbang. Kulihat Pagar sudah diseret Pak Kebun, aku meminta masuk dan tentu dia menolak. Akhirnya aku pulang, namun aku tak boleh langsung kerumah, aku pasti akan dimarahi oleh Broom, pembantu paman Mickey. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti di taman yang jauh dengan rumah dan sekolah.
"Sepertinya kita sama-sama tidak bisa masuk sekolah!" Suara dari taman membuatku terkejut saat menaiki ayunan sambil minum soda. Suara itu seperti pernah kudengar. Yah, itu dia, anak yang membuatku terlambat. Ia memasang cengiran khasnya yang rasanya familiar.
"Pergi kau, kau yang membuatku terlambat," usirku. Aku baru menyadari, pasti dia takkan mau berteman denganku. Bodohnya aku, mengapa kebiasaan egoisku tak kunjung pergi.
"Kau tahu, aku juga terlambat karena bertabrakan denganmu, tapi aku sama sekali tak marah padamu," jawabnya sambil tersenyum, "Kutebak kau tak punya teman di sekolah."
Aku kaget. Apa yang dikatakannya benar, yah, sudah terlihat dari gaya bicaraku, "Apa maumu?" tanyaku.
"Kau tahu, aku cukup populer di sekolah, tak jarang kakak kelas menyatakan cintanya padaku. Yah, akupun pintar dalam pelajaran dan olah raga..." Lalu apa hubungannya denganku? Apa anak ini hanya memamerkan kepopulerannya padaku atau apa?
"Lalu apa? Apa kau akan mengejkku karena aku dijauhi sekarang?" Tanyaku dengan nada kesal.
"Mungkin kalau kita bisa berteman, aku dapat merubahmu agar bisa memiliki teman pula," mendengar hal itu, aku tak henti-henti kaget akan hal ini, "oke sampai jumpa besok"
Ia pergi begitu saja, dan aku sendiri lagi di ayunan. Aku masih berpikir, apa sebenarnya tujuan gadis sombong itu? Apa ia benar-benar ingin menjadi temanku dan mengubah hidupku? Kalau seperti itu senang sekali rasanya. Tapi mana mungkin garis keturunan bangsawan mau bereteman dengan orang sepertiku? Kalau itu hanya candaan pasti takkan ku pedulika lagi dia.
-...-
Malamnya, aku bermimpi, berada di dalam ruangan kosong, hanya ada hatiku yang berbentuk lingkaran tanpa isi apapun. Yah, aku sudah membuang haiku jauh, setelah kepergian kedua orang tuaku. Di mimpi ini aku hanya duduk menunggu seseorang datang menyelamatkanku dari menakutkannya hidup dan mimpi.
Namun pasti sia-sia hanya akan ada bayangan menakutkan yang muncul di sekelilingku, mereka hampir memakanku, mereka sangan banyak, aku hanya bisa lari dan menggertak. Akupun mendengar suara, aku tak boleh takut, aku memiliki kekuatan yang besar untuk merubah hidupku.
-...-
Selasa, 5 Februari
Hari ini aku sudah siap kembali dipukuli oleh Seifer, yah pasti dia akan membuat keributan di dalam kelas—sebelum ada guru. Kau tahu, agar tidak dimarahi guru, namun tak ada pula guru yang kasihan padaku.
Aku masuk sekolah, semua mata melihat kearahku, dugaanku benar. Mereka pasti melihat ke arahku karena seifer berteriak ia akan menghabisiku. Luka dahiku yang belum sembuh ini sudah siap di hajar kembali.
Kelasku berada di lantai 3, dekat gudang dan sebelah kelas 2-D. Aku biasa menyendiri di atas gedung untuk tidur dan membolos pelajaran tertentu, namun itu akan menyakitkan bila Seifer ternyata berada di atas juga.
Ini yang membuatku sangat mencintai kamarku, tempat dimana hanya aku yang boleh masuk dan mengutak-atik.
Akupun masuk kelas dengan wajh agak tegang. Tangan Seifer segera menarikku dan tangan kirinya menghajar pipi kiriku. Akupun terjatuh kelantai mengakibatkan 3 bangku jatuh dan berbunyi nyaring. Sekelas menyoraki "Seifer kalahkan pecundang itu!" akuoun diinjak-injak oleh seifer dan anggota gengnya. Dipukuli dengan kayu, aku hanya bisa menahan sakit dan berharap ini berakhir.
"Kemarin, apa kau tidak masuk dengan sengaja agar bisa menghindari permintaanku?" tanyanya. Ia mengangkatku dan mengambil posisi hendak memukul.
"Tidak, aku terlambat kare..." PLAK dai menamparku
"Alasan apapun tak diterima, Jika kau berani bicara lagi akan kuhajar lagi kau"
"Terserah aku tak pe.." Seifer melayangkan pukulannya padaku namun seseorang berambut putih menahannya untukku.
Sekelas hanya bisa tercengang. Baru kali ini ada seseorang yang menolongku.
"Ayolah sora, mengapa kau menjadi pecundang setelah kedua orang tuamu mati?! Kau bukan Sora yang kukenal dulu," ujarnya.
Pandanganku buram karena tenagaku habis. Api aku tahu pasti itu suara siapa. Riku—ia mati di waktu yang samaa kedua orang tuaku dan orang tuanya meninggal, namun mengapa dia masih hidup dan bersekolah disini? Aku pingsan dan ambruk.
Bersambung
Ihh dark bener storynya, yang itu ciri khasku. Yang peenting RnRnya yo! Thank you! Kalo ada pertanyaan aku jawab di chap berikut desu~
