Halo minna-samaa, saya fui.

Ini fic fui yang kedua…

Udah ah, fui will present…

Disclaimer : tetep, masashi kishimoto.

Warning : OOC, AU, typo, dan keanehan lainnya

Rate : T aja deh

This is my story….

Si Penulis Puisi

_Naruto POV

Udara malam ini terasa sejuk. Meniup-niup rambut pirang jabrikku. Kubiarkan jendela kaca kamarku terbuka lebar, memberi akses pada angina untuk mampir dan memberikan hembusannya padaku. Lampu kamar yang segaja kumatikan, mengharuskan kedua bola mata biruku untuk lebih jeli memandang cahaya. Kupejamkan mataku sambil tersenyum pada kegelapan. Entah harus berekspresi seperti apa aku ini. Yang jelas aku merasa melayang. Bahagia, sangat bahagia. Karena tadi pagi, saat aku mengutarakan rasa sukaku pada Sakura -entah yang keberapa kali- , dia menerimaku. Yang artinya kami resmi pacaran.

Akhirnya, perjuanganku tak sia-sia. Setelah hampir mencapai lima tahun, dia mau mncoba menerima hatiku. Walaupun aku dan dia tahu, ini hanya sebuah pelarian. Pelarian akan sakit hatinya pada mantan pacarnya yang ia lampiaskan padaku. Sakit memang. Tapi, jika aku bisa bersama dia, aku bahagia.

Dua minggu yang lalu ia baru putus dengan teme, si rambut ayam yang sekaligus menjadi sahabatku. Kurasa Sasuke sangat bodoh berani menyakiti hati Sakura. Rasanya aku ingin sekali memukul wajahnya yang sok cool itu. Tapi, walau bagaimanapun, ia juga sahabatku. Aku hanya mampu berada di samping sakura dan berusaha menghiburnya yang dua minggu itu ia habiskan dengan menangis dan menangis. Aku tahu, ia masih sayang pada mantannya itu. Tapi rasa gengsi dan cemburunya yang besar tak membiarkannya untuk memaafkan Sasuke. Itu dulu, dan sekarang aku dan Sakura telah berpacaran. Hanya ada kami berdua. Egois memang. Tpi toh, aku juga mnusia kan?

Ku telentangkan tubuhku diatas kasurku. Hangat dan empuk. Tanganku bebas bergerak-gerak teratur dalam gelap kamarku. Angina berhembus semakin kencang dan liar, menampar wajahku, seakan memaksaku untuk mengingat memori yang aku pendam.

Mataku membuka perlahan, lalu menoleh pada langit malam yang bertabur jutaan bintang. Aku beranjak duduk dari posisiku semula, dan mataku terantuk pada selarik kertas berwarna ungu lembut di atas mejaku.

'Dia sebenarnya siapa sih?' pikirku. Sudah lama sekali, tepatnya dua tahun belakangan, aku selalu mendapat sebuah puisi dari seseorang yang tak kuketahui identitasnya. Yang aku tahu, aku selalu menemukan benda yangn sejenis setiap pulang sekolah di lokerku. Dan satu yang kuyakini, di perempuan. Melihat dari cara berkatanya yang lembut dan feminime, aku yakin dengan asumsiku itu.

Semula, saat pertama kali aku mendapatkan puisi itu dua tahun lalu, aku sangat bahagia. Mengingat betapa sebagian besar gadis di sekolah tergila-gila pada si Uchiha teme, dan sebagian lain pada Senior Sasori, si sabaku berambut merah, dan si hyuuga dingin berambut panjang. Di sel;a-sela gadis itu, ternyata ada seorang gadis yang sepertinya ehm,ehm, mengagumiku. Rasanya bangga sekali punya penggemar rahasia, setidaknya gadis itu tak ikut-ikutan nge-fans pada cowok-cowok yang kusebutkan diatas tadi.

Ehm, ehm, kembali pada topik. Jika sekarang aku hitung puisi yangaku dapatkan, mungkin ada lebih dari 100 puisi. Memang seperti kurang kerjaan mengumpulkan barang seperti itu, tapi entah kenapa aku tidak pernah berfikir untuk membuangnya. Jika terpikirpun, aku ogah melakukannya. Aneh kan?.

Aku tak berani membayangkan betapa marahnya sakura bila melihat tumpukan puisi ini. Pasti dia menuduhku selingkuh lah, punya cadangan lain lah, pokoknya tuduhan yang tidak mengenakkan. Tapi untungnya, ia tak pernah masuk kedalam kamarku ini. Jadi aman deh hehehe.

Kertas itu masih tak beranjak dari mejaku –yaiyalah, wong kertas kan gak punya kaki mas- terpekur sendiri dan sesekali menutup membuka tertiup angin malam. Aku tak bisa mengontrol tubuhku saat kedua kakiku melangkah mendekatinya, kertas itu seperti magnet. Insting yang terus menyuruhku agar membaca puisi yang sedari tadi memang belum kubaca sekata pun, akhirnya berkuasa.

Kududukkan pantatku pada kursi putar yang menjadi set meja belajarku. Mataku yang tak bisa membaca dengan jelas dalam kegelapan, mengharuskan tanganku untuk memencet tombol ON pada lampu belajarku. Sedikit remang-remang, namun ini lebih baik dari kondisi yang tadi. Aku mulai membaca, mencoba memahami puisi yang ada di genggamanku itu.

Lavender itu semakin layu

Saat tahju sang mentari telah berpadu

Dengan kelopak riang bunga sakura

Musim dingin yang bersalju,

Kini mempunyai badainya

Sebagai tanda bahwa musim akan berganti

Disana, disudut dinginnya musim bersalju,

Sebuah Lavender menguatkan hatinya

Karena sebuah perih yang menyakiti cintanya

Mengapung di ujung senja

The Amethyst

Aneh. Frase yang kurasa pantas untuk menggambarkan rasa penasaran di hatiku tentang puisi ini. Aku akui, siapapun yang membuat puisi ini, dia sangat hebat. Diksi dan irama yang indah membuat puisi ini terasa menyentuh dan sedih.

'Karena sebuah perih yang menyakiti cintanya' dan dia sedang patah hati. Kasihan sekali. Andai saja aku mengetahui siapa orang ini, aku pasti akan berusaha menghiburnya. Andai aku bisa. Tapi, kenapa ia memberikan aku puisi-puisi ini? Dan kenapa, ia tak langsung bertemu denganku, sehingga aku bisa tahu dan lebih mengerti kondisinya. Ah kepalaku pusing memikirkannya.

Kubaca sekali lagi puisi ini, berusaha lebih tahu maksudnya, dan siapa tahu kali ini dia mencantumkan nama terangnya. Tapi, berkali-kali aku mencoba, tetap tak ada titik terangnya. Hanya ada 'the amethyst'. Apa itu? Bukankah itu sebuah batu mulia yang keberadaanya sekarang sangat langka?

Tiba-tiba, rasa penasaranku muncul lagi. Aku ambil beberapa puisi dari laci mejaku dan juga puisi pertama yang aku dapatkan. Aku baca dan baca, sampai aku menemukan satu kesimpulan. Puisi ini curhatan seseorang, dan setiap puisi itu pasti bertuliskan 'the amethyst'. Aku baca puisi pertamaku dan sama saja dengan yang lain. 'The amethyst' dan 'Lavender' aku yakin, perempuan ini pasti penyuka warna ungu yang lembut.

Disini, disebuah negeri yang indah

Di tengah kekejaman hidup

Lavender itu menemukan sebuah cahaya

Seperti mentari di pagi hari

Tersenyum memberi semangat

Pada sebuah Lavender yang hampir mati

Walaupun tak pernah mentari itu menoleh

Dan sekedar berbicara lepas padanya

Tapi cukuplah dari jarak ini,

Lavender itu melihat senyuman sang mentari

Dan itu, membuat sang lavender bertahan

Untuk terus melanjutkan hidup

The Amethyst

Mataku perlahan terasa berat. Ngantuk. Aku memang butuh istirahat setelah tadi di sekolah aku menghabiskan waktuku untuk mengikuti ekstra sampai sore hari. Lagipula Tou-san akan marah jika aku tidur larut malam. Kumatikan lampu dan melangkah kearah jendela. Dingin yang pertama kurasa kala angin berhembus kencang. Segera kututup jendela dan tirainya, hingga tak ada lagi cahaya yang bisa masuk. Kubiarkan puisi-puisi itu berserakan di atas tempat tidur. Langkah kakiku sekarang menuju tujuan yang aku butuhkan.

Tidur

_end of Naruto POV, back to Normal POV

_ _ Si Penulis Puisi_ _

Langit hari ini sedang garage rupanya, ia dengan segala kekuasaanya memberi izin pada sang surya untuk membagikan kehangatannya yang luar , mungkin lebih pantas bila kita sebut PANAAAAS.

Kepanasan hari inipun berdampak lebih buruk pada penghuni kelas XI IPA 2. Dimana hari ini sang guru olahgara mereka yang super nyentrik sedang memberi tugas pada mereka dengan sangat 'sukarela' diterima oleh para siswa. Bayangin aja, mereka disuruh untuk berlari 100 kali keliling lapangan yang luasnyaaa…naudzubillah cuy.

"Ah, Guru Gai tegaaaaa…" teriak seorang cewek pirang panjang bermata aquamarine yang diketahui bernama Ino Yamanaka.

"He'um, lapangan seluas ini… 100 kali? OMG!!!!" sahut temari yang sama blondenya dengan Ino.

"Teman-teman, lari 100 kali keliling lapangan ini untuk membakar kalori dalam tubuh kita! Ayo kita habiskan semangat MASA MUDA kita, karena_"

"STOP Lee!!!" kata segerombolan anak gadis yang hampir aja diceramahi oleh si murid kesayangan guru edan mereka. Tentang apa lagi kalau bukan masa muda, euh, lieur euy.

Entah sudah berapa kali anak penyuka warna hijau itu berlari mengitari lapangan, mungkin sudah lebih dari 100 kali. Mau membakar kalori apa dia? Lemaknya pun sepertinya sudah tandas. Mana tubuhnya kurus ceking begitu. Hah, bener-bener deh! Sebuah semangat kadang menjadi kekuatan yang dahsyat.

Sudah banyak sekali korban tragedi ini berjatuhan, tepar dimana-mana, bertebaran tak berdaya disekeliling lapangan. Yang masih bertahan, berlari dengan action yang lebay layaknya mengejar pacar di pelem India. Dibelakang kelompok itu, terlihat gerombolan anak yang merangkak termasuk ngesot keliling lapangan. Kelompok-kelompok seperti itu, sudah barang tentu tertular oleh semangat masa muda dari Guru Gai dan Lee.

"Hadoh… dimana semangat kalian? Ini kan baru 23 kali, masih kurang 77 lagi!!! Hayou, semangat masa mudaaaa" kata Guru Gai menyemangati gerombolan anak yang sudah berhenti ditempat. Ngos-ngosan, mengatur nafas yang spertinya limited edition.

"WHAAAT…" teriak anak-anak itu, lalu disusul protes-protes tak setuju yang keluar dari mulut mereka, bersahut-sahutan layaknya burung prenjak di sawah.

_ _ Si Penulis Puisi _ _

Kantin hari ini penuh dengan anak-anak XI IPA 2 yang dengan 'sopannya', meninggalkan jam olahraga mereka yang memang belum selesai. Tapi toh mereka tetap saja tak kuasa menahan godaan seplastik es teh dari Mbok Iyem. So what? Mereka tak mau mati muda hanya gara-gara berlari 100 kali keliling lapangan. Jadi, biarkan mereka sejenak melepas lelah, menghibur krongkongan dengan segelas es teh dan dengan sesekali mencomot bakwan dan mendoan yang disediakan. Mari kita tinggalkan mereka dan kita alihkan penglihatan kita pada pojok kelas XI IPA 2. Dimana ada 2 orang anak manusia yang sedang serius berbicara.

" Sampai kapan kau mau begini? Kau akan menyakiti dirimu sendiri." Kata anak laki-laki berambut merah marun yang terdengar sangat datar. Namun, si perempuan tau, sahabatnya itu sangat khawatir padanya.

" … " yang ditanya hanya bisa diam. Menunduk dalam, hingga rambut indigo panjangnya yang dikuncirnya tinggi ikut menyerusuk ke pundaknya. Mata Amethyst-nya terlihat sedih dan terluka. Tapi, entah kenapa, ada ketegaran kuat yang terpancar dari sana.

" Jawab aku Hinata!" bentak sang laki-laki.

" Aku tidak tahu Gaara-kun." Akhirnya sang gadis angkat bicara. Ia masih menunduk, tangannya ia satukan di depan dada. Lalu tiba-tiba, rasa sakit yang teramat sangat ia rasakan menyerang jantungnya. Reflek, tangan kananya memegangi dada kirinya sendiri, sedangkan tangan kiri mencari pegangan. Ia merintih perlahan, mencoba melawan rasa sakit yang tak kunjung reda.

Laki-laki di depannya cepat merespon,. Ia mendudukkan sang gadis di bangku mereka. Lalu tanganya mulai mengaduk-aduk isi tas sang gadis, mencari beberapa butir pil berwarna putih yang selalu dibawa oleh sang gadis. Setelah menemukannya, ia mengambil air mineral dari tasnya dan menyodorkan kedua benda itu pada sang gadis. Dengan cepat, gadis itu menelan pilnya beserta air mineral yang di berikan oleh sahabatnya itu.

Lelaki bernama Gaara itu hanya bisa memandang khawatir pada sahabat yang ada di hadapannya itu.

" Arigatou, Gaara-kun." Lirih gadis yang bernama Hinata dan berasal dari klan Hyuuga pada sahabatnya. Senyum manis terkembang di wajah cantiknya.

" Hh, kau tahu Hinata, aku merasa bersalah telah membentakmu tadi. Gomen." Kata Gaara lembut. Matanya memandang mata Hinata dengan lembut juga. Sang gadis hanya bisa tersenyum semakin manis.

" Tak apa Gaara-kun. Aku tahu, sebagai sahabat, Gaara-kun pasti peduli padaku. Ya kan?" tanggapnya yang dibalas Gaara dengan senyumnya yang kelewat tipis.

Hinata sekarang merasa lebih baik. Ia mulai mengusap peluh disekeliling wajahnya dengan handuk lavender kecilnya. Selesai dengan itu, tangannya mulai merapikan rambutnya yang berantakan karena olahraga tadi. Dicapainya rambutnya yang dikuncir satu, lalu melepaskan ikat rambut beruang birunya. Diambilnya sisir biru kecil dari dalam ranselnya, lalu mulai menyisir rambut indigonya yang panjang. Setelah dirasa rapi, ia mengambil beberapa helai rambutnya yang berada di kedua sisi wajahnya dan menyatukannya di belakang kepalanya. Jika dilihat, style rambutnya kini seperti tokoh katara di film animasi kesukaanya, 'Avatar the Legend of Aang'

Tapi bedanya, katara berambut coklat tua berombak, sedangkan Hinata berambut biru indigo yang lurus lembut. Katara tidak punya helaian rambut pendek di kedua sisi wajahnya, sedangkan Hinata punya itu. Katara tidak berponi, namun Hinata memilikinya. Dan semua perbedaan itu malah membuat Hinata semakin manis.

Senyum pun merekah diwajah gadis itu kala ia selesai dengan acara dandan kilatnya itu. Dan senyum yang benar-benar menawan itu berefek pada sang pemuda. Gaara merasakan ada rasa hangat yang mulai menjalari wajahnya saat ia terlalu lama bertatap muka dengan gadis yang diam-diam ia sukai sejak lama itu. Dengan cepat, ia palingkan wajahnya kearah lain, tak ingin diketahui oleh sang gadis bahwa mukanya semerah tomat sekarang.

"A-aku harus ganti baju dulu. Kau bagaimana Hi-hinata?" walaupun agak gugup mengucapkan kalimat itu, ternyata sang gadis tak mrnyadarinya.

"Hihiihi… Gaara-kun lucu deh, aku kan sudah ganti baju. Gaara-kun tadi sih ke kantin dulu, jadinya aku tinggal deh." Jawab Hinata sambil terkikik geli.

Mendengarnya, Gaara berinisiatif untuk meninggalkan kelas guna menenangkan debaran jantungnya yang mendadak jadi marathon. Ia ambil baju gantinya dan segera pergi keluar. Namun, diambang pintu, ia berhenti lalu menoleh pada Hinata. Yang ditolehi hanya mengangguk sambil asih tersenyum. Setelah itu, Gaara pun melanjutkan perjalanannya kembali.

' Ini tak boleh terjadi! Perasaan ini harus kubuang.' Rutuk Gaara dalam hati.

'Dasar BAKA!!! Dia hanya menganggapmu sebagai sahabat Gaara!! Camkan itu!' lanjutnya menyalahkan diri sendiri. Walaupun begitu, wajahnya tetap tak menunjukkan ekspresi apapun, alias datar-datar saja.

Langkah Gaara masih teratur. Tenang dan tampak keren. Tanpa ia sadari, sang gadis tadi melangkah meninggalkan kelas menuju ruangan loker sekolah. Melakukan sesuatu yang berulang kali dilarang oleh Gaara.

Menyakiti hatinya sendiri…

_ _ To Be Continued _ _

Fic kedua fui, review yaaa.

Maafkan fui bila masih banyak kesalahan di fic ini, harap maklumnya yaaa, soalnya fui ini masih newbie. Ou ya buat para pembaca dan periview fic fui yang berjudul Love with Metamorphosa, fui ucapin terimakasih yang tiada taraaa.

Arigatou –berojigi ria-

Bagi para pembaca yang budiman, mohon direview ya, flame juga boleh.

Arigatou….