DROWN
…
Disclaimer!!!!
Kuroko no basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Me
…
Warning!!
BL, Typo, AU, Fault Story
Rate; M for Save
…
DLDR!! No Flame!! Saya sudah mengingatkan.
~Enjoy Read~
…
"Tadaima"
Suara baritone mendominasi sejenak dalam kesunyian, memantul ke dinding-dinding kokoh nan tinggi hingga menghantarkan sempurna pada satu sosok yang entah darimana kemunculannya bermula.
Satu bunyi itu telah sempurna hilang, berganti dengan gesekakkan dari sepasang alas kaki berbahan kualitas terbaik, sangat soft hampir tak terdengar bergesek dengan permukaan lantai keramik super mahal, namun kesunyian yang sungguh keterlaluan di rumah besar itu membuat pendengaran menjadi lebih sensitive berkali lipat.
Derap langkah senyap, decitan halus samar dari alas kaki menghilang bersamaan dengan sosok tegak yang berdiri bagai patung, menanti sesuatu menyambut dirinya dalam rumah besar itu, Tak ada lagi bunyi-bunyian yang enggan untuk memecah sunyi, yang tertangkap indera hanya pemandangan visual tanpa suara, dua entitatas berbeda yang tengah mempertontonkan adegan bak film bisu dengan dominasi warna monokrom, bergerak tanpa memperdengarkan bunyi walau hanya sekedar hembusan nafas.
Tangan kecil berlapis kulit super mulus mengambil tas jinjing dalam genggaman yang lebih tinggi, sigap menaruh di atas sofa, kini menempel telak pada sisi pinggiran busa empuk itu. Tak berhenti disitu, pekerjaannya pun beralih pada sosok yang masih setia berdiri disana.
Tangan mulus itu kembali sibuk, kali ini jemari ikut bergerak lincah, membuka simpul dasi pada leher yang masih tertutup kerah kemeja, cekatan membuka hingga sampai pada kancing bagian atas membuat nafas sang empunya menjadi lebih mudah karena terlepas dari kekangan kain panjang bermotif dua garis horizontal pada bagian ujungnya.
"Ah, selesai" ucapnya disertai dengan senyum puas ketika memandang hasil kerjanya yang sebenarnya bukan sebuah estetika yang patut dikagumi, ayolah hanya membuka simpul dasi apa spesialnya? Namun entah kenapa bisa mendatangkan kepuasan menggelora dalam dada si mungil.
"mau mandi atau makan dulu?" iris cruelennya menatap pada sepasang hetero yang sejak awal telah menguncinya, tak berpaling walau hanya sekedar kejapan dari sepasang kelopak mata, pandangan yang mampu menggetarkan hati hingga membawa sulur panas yang merambat perlahan ke seluruh tubuh.
"mau mand-" ucapannya spontan terpotong tatkala berniat bertanya kembali, tubuhnya cukup terkejut ketika pinggang ramping itu dengan mudahnya direngkuh, menariknya secepat detik jarum jam hingga kini menempel pada bagian tubuh sang lawan bicara. Mendominasi tanpa niat memberi kelonggaran walau hanya sekedar geliat agar jarak secuil bisa terukir.
Tak berontak, karena tahu dirinya telah sempurna terjerat dominasi, Tetsuya lebih memilih diam, membiarkan tubuhnya dikontrol sempurna oleh sang dominan.
Tatap-menatap tak berjeda menjadi adegan lanjutan dari scenario serupa film bisu yang sebelumnya tervisualisasikan.
"Ak-" lagi, dirinya dijeda, bukan friksi tarik-tarikan yang kian membuat tubuhnya menempel, namun sebuah cumbuan lembut yang tepat mengenai bibir merah kenyal yang hendak mengeluarkan bunyi. Sangat soft dan sweet, tak ada desakkan yang memacu gairah namun cukup melukis warna merah pada sepasang pipi gembul pucat yang perlahan berubah warna, tersiram semburat merah yang membuatnya kian terlihat indah.
"Kau belum menjawab salam pulangku" bisiknya pada telinga yang terlihat ikut memerah. Kecupan ikut dijatuhkan pada area itu, ah tidak hanya dikecup tapi dijilati beberapa kali, membuat bulu-bulu halus dibagian tengkuk berdiri.
"O o o ka eri" gelagat gugup terlihat kentara namun beberapa detik kemudian kembali normal, efek kejut yang sudah biasa ia terima namun tetap tak membuat dirinya 'terbiasa' agar tidak gugup, ah bahkan jantungnya kini berdetak begitu keras seakan ingin melompat keluar. Sangat kurang ajar sekali bukan!
Sementara itu, tersangka yang membuat jantung lemahnya terancam kembali pada wajah datar dingin menyebalkan, seolah bukan hal yang serius. Yah memang biasa, karena hal seperti ini sudah jadi santapan sehari-harinya, serupa menarik hembuskan nafas melalui alat pernafasannya.
Tubuh tegap maskulin didudukkan pada sofa empuk, menyusul tas kerja yang lebih dahulu mencicip empuknya kulit sofa.
"Tetsuya kemarilah!" Perintah Akashi, membuat yang dipanggil sontak mengikuti arahan, menempatkan diri tepat di depan lelaki tampan itu.
"Duduk!" titahnya lanjut dengan suara berat yang khas.
Mendengar perintah dari pria yang telah hidup bersamanya selama hampir 48 pekan itu, tubuh kecil Tetsuya segera mengambil posisi kosong di bagian samping namun belum sempat pantat sintalnya menyentuh busa sofa gelengan serupa penolakan tertangkap oleh iris samudera Tetsuya.
"Tidak! Bukan disana! Tapi disini" Perintahnya lagi, kali ini disertai dengan gesture tangan yang menepuk paha sendiri, mengisyaratkan agar bokong sintal itu duduk di atas pahanya.
Menurut, tubuh yang setengah berjongkok itu kembali menegak lalu melangkah sedikit hingga posisinya tepat pada area yang dimaksud Akashi, adegan memangku itu pun sempurna terjadi serupa sepasang kekasih yang hendak bercumbu mesra, Tangan ramping telah terkalung manis pada leher Akashi, mengikut sepasang kaki yang ikut melingkar pula, bedanya ia melingkar pada pinggang lelaki itu sementara Akashi sendiri memegang erat tiap sisi pinggang dengan cukup erat, berniat mengontrol sendiri seolah tak mengizinkan sang submissive untuk bergerak tanpa seizinnya.
Jarak mulai dikikis, kecupan kembali mendarat pada bibir yang telah menjadi candunya, bibir yang membuatnya seakan-akan terserang sakau jika tak mencicip barang sehari saja. Begitu terus, berkali-kali kecupan demi kecupan mendarat, terjeda hanya beberapa detik dengan saling tukar tatap.
Awal yang lembut perlahan berubah haluan menjadi sedikit liar, panas mulai menjalar seiring tuntutan kian jelas ketika benda lunak yang hobi mengecap tak sabaran untuk menjelajah dalam gua hangat berprasa vanilla. menukar saliva, mencampurnya terkadang untuk diteguk bersama, memancing lenguhan-lenguhan erotis untuk keluar sebagai umpan untuk membangkitkan gairah biologis yang sudah menjadi kebutuhan.
tautan bibir dilepas, setengah hati memang namun harus direlakan demi memberikan jeda agar pasokan oksigen bergantian masuk, mengisi paru-paru yang dipaksa mengering beberapa menit yang lalu. Rupanya tak hanya paru-paru yang dikorbankan disini, bibir kecil sewarna cerry yang terlihat membengkak dengan kilatan pada permukaannya, tatapan yang mulai berembun dipenuhi kabut nafsu, lalu pipi gempal pucat yang sempurna berubah warna, terpapar serangan buas akibat dorongan nafsu yang telah berkuasa.
Indah, kata itu selalu menjadi yang pertama keluar setiap kali maniknya menyaksikan efek dari tindakan penuh tuntutan yang selalu ia lakukan setiap mereka bercumbu, sempurna membangkitkan nafsu kelelakiannya yang telah muncul ke permukaan.
"Aku ingin mandi sambil makan" bisiknya seduktif disusul dengan gigitan gemas pada daun telinga yang telah memerah. Tanpa menunggu jawaban, tubuh kecil yang terpangku itu sudah dibawa dalam gendongan ala koala yang menjadi favoritnya, membawa santapan favoritnya ke dalam ruangan yang menjadi teritorinya.
Akashi meletakkan tubuh mungil itu dengan amat hati-hati di atas ranjang king sizenya, ia sekali lagi menatap lekat pemandangan tetsuya yang sedang terbaring pasrah dengan mata tertutup, sangat mengugah hasratnya.
Cup, satu kecupan lembut di kening. Turun ke mata mengucup bergiliran kelopak yang menyembunyikan kelereng biru itu. Kecupan itu turun ke hidung, pipi lalu berhenti sejenak melihat bagaimana bibir cerry itu menggodanya untuk segera melumat.
"hmmm" lenguhan lolos dari mulut yang sedang dihajar habis-habisan. Tetsuya merasa darahnya mengalir lebih deras, jantungnya memompa cepat seakan tengah mengikuti marathon, rasa sesak tidak kuasa ditahan dan gedoran pelan di dada Akashi menandakan ia menyerah. Ciuman terputus dengan untaian benang saliva yang masih terhubung dengan kedua bibir yang sudah membengkak.
"kau cantik sekali" Akashi menatap tetsuya dengan kabut nafsu terpancar dari manik heterocromnya. Sungguh pemandangan dihadapannya saat ini begitu menggoda. Bibir semerah cerry setengah terbuka yang membengkak, saliva yang mengalir di sudut bibir. Nafas tidak beraturan yang memburu cepat, rona merah di pipi semulus porselen, dan sepasang kelereng biru yang binarnya terhalangi embun nafsu menandakan hasrat yang sama dengan dirinya.
"hmmm Akashi kun" hati Akashi berdesir mendengar bagaimana namanya lolos dari bibir yang telah menjadi candunya sejak pertama kali mencicipnya.
Kecupan-kecupan ringan dilancarkan hanya untuk menggoda si biru muda hingga lama kelamaan berubah kembali menjadi ciuman panas yang lagi-lagi membuat tetsuya merasa sesak dan kembali menyerah.
"aku menginginkanmu" bisik Akashi di telinga tetsuya yang membuat tetsuya sedikit bergidik merasakan hembusan hangat nafas Akashi pada daerah sensitifnya.
Ia merasakan benda lunak basah menyentuh telinganya, kemudian mengigit bagian itu lembut. Tetsuya bergerak gelisah, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan mempertontonkan leher jenjang yang menggoda untuk ditandai.
"slurp" Akashi menjilat leher mulus itu, menghadiahinya dengan gigitan-gigitan kecil yang kadang diselingi dengan hisapan kuat, meninggalkan ruam merah tanda dominasinya.
"hmmm Akashi kun panas" lirih tetsuya, berusaha melepaskan kaos biru mudanya.
"kau rupanya sudah tidak sabaran sayang" ucap Akashi sambil membantu tetsuya membuka seluruh pakaiannya.
"glupp" Akashi menelan ludahnya melihat tubuh menggoda tetsuya yang sudah tidak tertutup sehelai benang pun. Mulus tanpa cacat sedikitpun tersaji di depan matanya, meminta untuk segera disantap.
"Akashi kun tiii dakkk kepaa nasa nnn hmmm" desah Tetsuya saat merasakan Akashi menjilat tonjolan merah mudanya secara bergantian.
"tentu saja aku sudah sangat panas sayang" Yah, tawanan biru mudanya ini selalu bisa membuatnya panas.
Tangan besarnya mulai menjelajah setiap inci kulit mulus itu, menjelajah pelan menghantar godaan, mengelus paha dalam tetsuya lalu mencium kembali bibir cerrynya. Tangannya menjelajah ke tiap-tiap bagian sensitive milik tetsuya, memanjakan si biru muda yang tengah terpejam menikmati sentuhan nikmat itu.
"kaa laauuu bee git ttuuu ke hmmmm kee napaaa kau hmmmm" tetsuya kesulitan menyelesaikan kalimatnya karena merasakan nikmat pada adik kecilnya yang mendapat sentuhan lembut dari tangan Akashi.
Seolah mengerti, Akashi membuka kancing kemejanya dengan satu tangan, sementara tangan yang satu masih memanjakan milik tetsuya.
"hmmm hmmmmm hmmmm" lenguhan panjang menandakan tetsuya datang untuk pertama kalinya bersamaan dengan toplessnya keadaan sang dominan yang telah sempurna menanggalkan penutup tubuh atasnya. Akashi manatap tangannya yang berlumuran liquid putih pekat, menjilat sesaat lalu mengarahkan jemari panjangnya pada bagian selatan Tetsuya, mengusap lembut pada bagian yang membuatnya candu yang berbalas desahan nikmat dari sang submissive, sungguh godaan itu membuat Tetsuya merasa gatal, sesuatu di dalam sana menuntut untuk disentuh lebih jauh dan Akashi sangat menyadari itu, dia tersenyum.
"aku akan membuatmu lebih nikmat dari ini sayang" bisik Akashi lalu memasukkan jarinya yang sudah dilumuri cairan tetsuya ke dalam lubang merah muda tetsuya.
"ssttt sakitttt" rintih tetsuya yang merasakan panas ketika lubang sempitnya dipaksa terkuak, air mata meleleh dari sudut matanya.
"kau sempit sekali" ucap Akashi, yang kemudian menambah jumlah jarinya, mengabaikan ekspresi kesakitan yang jelas tertangkap netranya, baginya hal itu adalah satu dari beberapa visual indah seorang Kuroko Tetsuya yang tak pernah dinikmati orang lain. Jemari panjangnya terus bergerak, keluar masuk dengan gerakan meliuk, beberapa kali diselingi dengan gerakan seakan menggunting untuk melebarkan lubang sempit itu, tangannya terus menyodok seakan mencari sesuatu. Tetsuya hanya bisa bergerak gelisah pantatnya meliuk liuk seperti cacing kepanasan, gerakannya kian terhambat ketika tangan seijurou yang terbebas menahan pinggangnya
"hmmm yahhhh it tttuuuu hmmm" Akashi meneyringai, akhirnya ia berhasil menemukan titik nikmat tetsuya. Jemari yang tadinya mengobrak abrik bagian dalam Tetsuya ia keluarkan dan Tanpa menunggu lama, ia mengarahkan kejantanannya yang sudah menegang sempurna ke lubang milik tetsuya, meggesek-gesekkannya lalu perlahan memasukkannya.
"sakitttt" pekik si biru muda saat merasakan milik Akashi yang mencoba menerobos lubangnya.
"tahan tetsuyaa" ia berusaha menenangkan si biru muda di tengah siksaan pada dirinya dengan kejantanan yang baru masuk setengahnya, siksaan tak main-main karena harus menahan dirinya untuk tidak segera menghujamkan kejantannya di lubang sempit hangat itu.
Bibir cerry kembali di lumat, mencoba membuat tetsuya lupa akan rasa sakit di tubuh bagian bawahnya. Tangannya secara bergantian menggoda tonjolan merah muda yang sensitive itu.
"hmm hmmm" desahan keluar dari sela-sela ciuman mereka. Dan "slebbb" milik Akashi masuk sepenuhnya, ia masih berusaha menahan diri untuk tidak bergerak. Namun hisapan lubang tetsuya yang memabukkan membuatnya tidak tahan dan memulai dengan gerakan pelan yang semakin lama semakin cepat.
"hosh hoshh hmmmhmm" "arghhh ahhhhh ahh" suara desahan dan lenguhan berlomba dengan daging yang saling bertumbukkan, masing-masing memburu kenikmatan yang semakin terasa dekat. Decitan ranjang yang bergoyang turut meramaikan adegan panas keduanya hingga satu lenguhan panjang menandakan hasrat keduanya sudah terlepas.
~o0o~
"Aku merindukanmu" gumam pria bersurai abu, matanya terpejam dengan kepala yang menyender pada sandaran kursi kerjanya. Entah ingatan apa yang terputar dalam otaknya, mimik wajahnya yang datar tak bisa menjelaskan apa-apa, terlebih ketika manik abu serupa surainya tersembunyi dibalik kelopak mata.
"Aku benar-benar merindukanmu" dirafal kalimat itu berulang, berkali-kali entah sebanyak apa, seakan tak pernah merasa bibir dan lidahnya pegal akibat kalimat yang terulang tanpa jeda.
Betah, cukup lama ia dalam posisi seakan-akan tertidur, matanya memang terpejam namun pikiran dan hatinya tak juga mau berlabuh dalam dunia mimpi, tak berniat melupakan barang sedikitpun kerinduan yang rasanya telah membuncah sampai ia merasa begitu sesak, amat sesak.
Mata abunya perlahan terlihat, disusul dengan gesture tubuh yang tak lagi bersender pada kursi, tubuh jangkung itu menegak, jemari panjangnya meraih satu figura kecil yang terletak bersisian dengan laptop yang telah kehilangan sinarnya.
Sosok manis dengan senyum malu-malu tertangkap netra abunya, terlihat jelas dibalik kaca bening persegi dengan bingkai kayu berukir sulur bunga di sekelilingnya, tengah bersembunyi dibalik bahu lebar sang kakak yang tak lain adalah dirinya. Malaikat kecilnya, adik tersayang yang harus rela ia lepas demi menebus kesalahan sang ayah dimasa lalu, kesalahan yang tak seharusnya ditanggung oleh makhluk mungil rapuh itu, dia sama sekali tak ada hubungannya tapi bedebah itu memaksanya untuk menyerah, memaksanya untuk menyerahkan satu-satunya harta berharga yang ia punya, menyerahkan penyemangat hidupnya.
tapi ia berjanji akan membawa kembali malaikat kesayangannya itu untuk kembali dalam rengkuhannya. Ah Chihiro merasa umurnya kian memendek, seiring dengan kerinduan yang dengan bengisnya selalu menghujam bagian tak kasat dari tubuhnya, mencekiknya perlahan hingga ia terkadang merasalan sesak teramat dalam waktu yang lama. Chihiro merindukan adiknya, adik yang seharusnya ia jaga malah menjadi tawanan dari pria brengsek yang bahkan menyebut namanya Chihiro tidak sudi.
Andai ia lebih sigap, andai ia lebih memproteksi si mungil lebih kuat di masa lalu, mungkin saja senyum manis dan tawa langka itu kini masih bisa dinikmatinya, dan ekspresi polos yang selalu mampu melunturkan rasa lelah akibat bekerja seharian mungkin masih bisa ia jumpai, dan suara merdu yang menyuarakkan namanya mungkin masih menjadi melodi yang mampu menghantar ras hangat ke dalam relungnya.
Semuanya hanya bisa ia bayangkan, hanya bisa ia putar dalam bayang-bayang yang sempat terekam oleh otaknya, menjadi sedikit obat dari kerinduan yang telah menganga begitu lebarnya.
Bolehkah ia menyuarakan penyesalan itu sekarang, penyesalan ketika ia telah keliru dan amat lemah saat si biru muda memohon untuk mempertahankan satu-satunya peninggalan orang tua mereka, merelakan dirinya sebagai jaminan atas apa yang telah didapatkan sang ayah dari keluarga Akashi, ya Tetsuya yang memohon untuk tak menyerahkan bangunan berlantai dua itu, terlampau banyak kenangan yang terekam disana hingga ia tak sanggup jika harus kehilangan tempat itu, dan bodohnya Chihiro setuju, dia benar-benar merutuki kebodohannya itu sekarang.
"Jika kutahu jauh darimu lebih berat dari ini, aku bahkan tak akan berfikir dua kali untuk menyerahkan tempat ini pada si brengsek itu" gumamnya sambil mengelus permukaan kaca halus yang menampilkan wajah Tetsuyanya.
Lama ia memandang figura dua dimensi itu, menyalurkan rasa rindu yang entah kenapa tak ada habisnya, tak cukup! Memandang paras Tetsuya dalam figura kecil itu tak lagi cukup, dia butuh melihat visual aslinya, menyentuhnya, mendengar suara merdu itu menyuarakan namanya, ya dia butuh semua itu untuk meredam segala rasa rindu yang mulai tak terkontrol.
Di raihnya benda persegi berlayar lebar di atas meja, jemarinya terburu mencari satu nama yang telah ia simpan beberapa waktu yang lalu, ditekannya ikon hijau bergambar telepon tanpa ragu lalu mendekatkan benda itu dengan tak sabarnya di daun telinganya.
Matanya membulat, iris abu yang terpapar cairan bening matanya terlihat melebar.
"Bedebah kau Akashi!" diturunkannya ponsel serupa surai adiknya itu dengan kasar hingga terdengar bunyi bantingan yang menghantam meja di depannya. Terlihat jelas retakan membentuk sulur akar pada layar lebar ponselnya.
"akan kubuat kau menyesal karena membuatku marah. Chihiro!" gumaman pria itu beberapa waktu yang lalu kini terdengar jelas dalam saraf pendengarannya, berputar berulang membuat emosi chihiro kian naik ke ubun-ubun.
~0o0~
Nghhhh. .
Lenguhnya terdengar lolos beriringan dengan geliat tubuh yang tak nyaman. Rasa pulas dalam bungkusan selimut hangat mulai terkikis dengan kelopak mata yang menunjukkan gerakan segera membuka. Matanya mengerjap-ngerjap, meski kantuknya tak lagi mendominasi namun rasa berat tetap tersisa. Dibaliknya tubuh polos yang tertutup selimut hingga ke leher jenjang yang sudah ternoda warna merah, senyumnya terulas begitu melihat sosok tampan yang masih terpejam nyaman persis di sebelahnya.
Tangan putihnya terulur, telapak dingin selembut sutera mengusap pelan wajah tampan itu, hatinya menghangat ditambah desir aneh setiap kali membayangkan bagaimana dirinya semalam, uh pipinya terasa panas, seperti terbakar dan telah menggores warna merah pekat yang tak lagi mengulas di sekitar buntalan pipi gemuknya tapi telah menyebar hampir ke seluruh wajah nya, ah bahkan sudah sampai tengkuk, bersaing dengan warna pekat lain yang telah memenuhi tengkuk dan leher sebelumnya.
"apakah ada yang aneh dengan wajahku, hmm" baritone itu terdengar berat lebih dalam dari biasanya membuat degup jantung Tetsuya kian berguncang, refleks tangan putihnya ia tarik dan bersembunyi kembali dibalik selimut tebal.
"Ttii ti tidak ada" Tetsuya gelagapan sendiri, degupan jantungnya yang kian mengencang membuat dirinya malah jadi salah tingkah. Ia berusaha mati-matian untuk bersikap sewajarnya dengan mengatur nafasnya sepelan mungkin, tak ingin Akashi menyadari kegugupannya. Melakukan kegiatan tarik ulur nafas dengan pelan berulang Hingga maniknya menangkap satu goresan cukup dalam di ujung bibir tipis Akashi. Tangannya refleks memegang area itu yang membuat Akashi sedikit terkejut.
"bi bibirmu" jempol kecilnya mengusapa bagian yang terluka, tanda lebam keabuan jelas terlihat disana, Tetsuya mulai berkutat dengan pikirannya, apakah ini ulahnya karena terlalu liar? namun rasanya tak mungkin karena dia bahkan sama sekali tak melawan kecuali membalas sesapan lidah dan menggores tanda pada punggung, bahkan ia ingat betul jika Akashi yang mengigitnya berulang kali semalam, bahkan sampai bibirnya bengkak karena disesap dan digigit terlalu banyak.
"Bukan apa-apa, hanya luka kecil" balasnya tenang lalu menurunkan tangan tetsuya dari wajahnya, tubuh polosnya ikut berlalu seiring langkahnya yang kian menjauh menuju kamar mandi. Meninggalkan Tetsuya dengan pemikirannya sendiri.
"Lagi pula aku sudah membalasnya dengan setimpal" ucapnya diiringi dengan seringai mengerikan, tanpa diketahui Tetsuya sama sekali.
Tetsuya menatap punggung lebar itu sendu, ada rasa tak enak mulai menjalari hatinya. Apa ini? Berulang kali ia bertanya Dadanya terasa sesak setiap kali Akashi menjadi dingin seperti itu, ah padahal sebelumnya ia bersikap lembut tapi entah kenapa setelah bercinta ia selalu berubah menjadi orang yang berbeda. Selalu seperti ini,
Tetsuya sebenarnya tahu betul jawaban dari pertanyaannya, namun ia mengelak, menolak jawaban yang kian berpotensi untuk menghancurkannya semakin jauh. Ia mencintai lelaki itu, mencintai Akashi Seijurou.
"Aku sangat tahu posisiku saat ini" ucapnya dengan bibir yang bergetar, digigitnya benda kenyal yang memmerah itu demi mengalirkan getir hebat dalam dadanya, lelehan bening lolos dari ujung mata bulatnya, tak tertahan.
Lagi! Ia tak bisa menahannya. Tak bisa menolaknya. Menolak gejolak yang kian hari kian kuat, menolak rasa yang kian hari kian tumbuh lebat. Tetsuya tak berdaya,
dirinya yang kuat dan akan bertahan sampai semuanya selesai mungkin sudah tumbang jauh sebelumnya, tenggelam paksa dalam dosa cinta yang digali Akashi Seijurou, bahkan ia tak yakin akankah semuanya sama jika nantinya ia kembali bersama kakaknya, akankah semuanya normal jika ia sudah bebas dari kubangan indah ini, atau mungkin dirinya kian tersiksa lantara tak mampu bebas dari perasaan yang menawannya, penjara yang tak akan pernah membiarkannya bebas seperti sedia kala.
~TBC~
Sorry jika story ini menganggu penglihatan dan pikiran, saya hanya berniat memperbaiki, itu saja. Awalnya ini oneshoot yang kemudian saya pecah. Ending yang menggantung juga ingin lebih saya perjelas, alurnya mungkin sedikit berbeda dari sebelumnya tapi gak jauh dari idenya kok. Thanks!!
