Hai Minna-san, apa kabar?
Saya hadir lagi,,,,ada yang merindukanku?
Ini cerita ketiga saya, semoga memuaskan dan memenuhi persyratan untuk minggu ini
Selamat membaca,
Warning : Akan banyak typo, AU,OOC buanget, mungkin ada yang merasa terdapat persamaan dalam alur dan setting mohon dimaafkan
Pairing : masih Asucaga tapi untuk selanjutnya belum ditentukan
Disclaimer: GS/GSD sepenuhnya milik sunrise
...
"Tidak bisa!"
"Apa tidak ada waktu untuk sebentar saja?"
"Tidak ada!"
"Matikan saja sambungan ini!" ketus sang wanita.
"Tunggu dulu, ini sambungan terakhir kita. Paling tidak ucapkan kata romantis untukku," melas sang pria.
"Lupakan, aku ingin tidur. Besok aku ada bakti sosial."
"Aku masih ingin mendengar suaramu untuk terakhir kalinya,"
"Terakhir? Jadi kita tidak akan bertemu lagi?" ucap wanita dengan ketegasan pada setiap ucapannya.
"Ini sambungan terakhir kita, aku tidak ingin mendengar pertengkaran diantara kita. Tidak bisakah kau berkata lembut padaku?"
"Baiklah, kau ingin mendengar aku mengatakan apa?"
"Aku menyayangimu. Tunggu sampai aku kembali. "
"Aku menyayangimu juga. Istirahatlah, besok adalah hari yang berat untukmu."
"Bisakah kau mengatakan password dengan benar?"
"Aishiteru Ath, jaga sayang ini selalu ada. Aku selalu ada untukmu, jangan cemas aku tetap disini."
"Aku akan segera menjadikanmu sebagai nyonya Zala,"
"Oyasumi,"
"Oyasumi Cags."
Tut..tut..
Putus sudah sambungan telepon antara sepasang kekasih yang belum resmi itu, menyisakan seorang gadis yang masih menatap layar ponsel pintarnya yang sudah mulai menghitam.
Hari-harinya akan menjadi hari yang berat tanpa seorang yang selama ini menjadi pendengar setianya.
...
...
"Pagi Cags,"
"Pagi Milly,"
"Ada apa denganmu? Kau terlihat kusut?"
"Tidak apa, hanya kesal saja,"
"Pada?"
"Sudahlah, ini sudah resikoku,"
"Biarku tebak, pasti karena Athrun kan?"
"Hmmm,.."
"Ohayou Minna-san!" sapa seorang dosen dengan wajah bersahabat yang baru memasuki ruang perkuliahan.
"Ohayou sensei," balas seluruh isi kelas sambil berdiri dan membungkukkan badan.
"Bisa kita mulai kuliah pada pagi ini?"
"Silahkan sensei."
...
"Kenapa dari tadi memandangi ponsel terus?" tanya gadis berambut cokelat sambil sesekali menyesap jus alpukat yang ia pesan.
"Gomen ne, kalau kau merasa aku diamkan,"
"Minumlah jusmu itu, jangan melamun saja. Kau seperti nenek yang menunggu kematian saja,"
"Milly!" bentak Cagali pada sahabatnya yang selalu ada disampingnya mulai dari mereka masih ditaman bermain sampai bangku perkuliahan.
"Apa?"
"Jangan terlalu kasar bicaramu,"
"Biar saja, supaya otakmu itu tidak selalu fokus pada si Kolonel muda itu,"
"Aku merasa hubungan ini sudah hambar,"
"Hambar? Seorang Cagalli berbicara tentang hubungan yang hambar?" tanya Milly dengan nada yang terdengar sedikit mengejek lawan bicaranya.
"Bisakah aku jujur padamu? Tapi jangan selalu mengejekku. Aku tahu, aku terlalu bodoh untuk hal ini. Aku juga butuh teman berbagi Milly,"
"Kau pikir, selama ini aku belum bisa menjadi teman berbagi untukmu?"
"Bisa kita mulai ceritanya?"
"Tentu sayang,"
Flashback
Seorang gadis dengan menggunakan celana jeans dan kaos oblong ditambah jaket safari sewarna dengan iris matanya yang berwarna coklat madu. Sedang menunggu kehadiran seseorang yang berarti baginya karena sedari tadi ia menunggu, ia hanya melihat kearah arloji yang dipasang di tangan sebelah kiri.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam, tapi sang pembuat janji tak kunjung muncul. Karena kesal ia menghentakkan kakinya yang beralaskan sepatu jenis canvas sneakers berwarna dark red.
"Maaf terlambat," ucap laki-laki yang baru muncul dari mobil audi berwarna hitam.
"Inikah sikap tepat waktu seorang Letnan kolonel?"
"Maaf, tadi aku membeli ini," jawab sang pria dengan menunjukkan sebuket mawar putih yang sedari tadi ia sembunyikan di balik punggungnya.
"Alasan lagi kapten?"
"Maaf Cags, aku janji tidak akan telat lagi,"
"Baiklah, terima kasih mawarnya," ucap Cagalli-gadis yang sedari menunggu kekasihnya, sambil mengambil alih sebuket mawar putih dari tangan Athrun.
"Kau manis, meski telihat sederhana. Aku suka." Ucap Athrun sembari membukakan pintu mobil audinya.
"Kita mau kemana?" tanya Cagalli begitu mobil meninggalkan kompleks perumahannya.
"Maunya?"
"Aku sedang tidak ingin berdebat,"
"..."
Selanjutnya perjalanan mereka hanya ada dalam keheningan. Athrun yang fokus pada menyetirnya, sedangkan Cagalli yang sedang bingung dengan apa yang ia rasakan. Entah ada apa dengan hatinya, ia merasa tidak begitu sebahagia dulu apabila bertemu dan berkencan dengan Athrun seperti saat ini.
"Kita sudah sampai,!" ucap Athrun sesampai mereka di taman hiburan yang buka hanya pada malam hari. Athrun langsung turun dan membukakan pintu mobil untuk gadisnya yang masih ada di dalam mobil.
"Terima kasih,"
"Ayo!" ajak Athrun yang langsung menggenggam tangan mungil Cagalli.
"KAWAII,..!" teriak segerombolan anak sekolah menengah pertama atau atas, intinya anak sekolah yang pergi bersama di malam senin.
Dengan segera Cagalli melepas genggaman tangan Athrun, "Lihat, kau sudah banyak penggemar," ucap Cagalli begitu ia berhasil melepas tangannya yang tadi bertautan dengan tangan Athrun. Athrun segera memautkan lagi jemarinya dengan jemari Cagalli.
"Biarkan saja, toh mata ini hanya mau melihatmu."
"Cih, rayuanmu sungguh indah didengarkan."
"Begitukah?"
"Ayo cepat belikan tiketnya!"
"Aku yang akan mengantri, kau tunggu di bangku itu. Jangan kemana-mana!" titah Athrun pada Cagalli dengan menunjuk bangku yang ia maksud.
"Iya,!" ucap Cagalli dengan sikap hormat kepada Athrun.
"Kenapa hati ini tidak bergetar?" ucap Cagalli pada dirinya sendiri saat ia duduk di bangku dekat dengan toko souvenir yang menjual gantungan kunci.
"Genggamannya juga tidak sehangat dulu," lagi monolognya sambil menatap tangan kanannya yang tadi digandeng oleh Athrun.
"Dorr!" ucap Athrun mengagetkan Cagalli. Tapi yang didapat hanya sebuah gerakkan memutar dari kepala Cagalli tanpa ada ekspresi kaget di raut wajahnya.
"Kau sudah membelinya?"
"Kau tidak kaget? Ini tiketnya. Kita bisa segera masuk ke dalam,"
"Hmmm...,"
Sesaat setelahnya, sepasang kekasih itu melangkah menuju pintu masuk taman bermain.
"Kita akan mencoba wahana apa?"
"Safari malam?"
"Kau yakin?"
"Yakin, hewannya pasti sudah beraktifitas!" kata Cagalli penuh dengan keyakinan.
"Baiklah, kita berangkat!"
...
Puas dengan berbagai macam wahana yang telah mereka taklukkan kini saatnya mereka istirahat sejenak. Duduk bersama di bangku yang telah disediakan oleh pihak penyelenggara taman bermain menjadi pilihan favorit bagi pengunjung untuk mengistirahatkan kaki mereka.
"Setelah ini kita naik gondolla, lalu biang lala?"
"Tidak dengan biang lala Ath!"
"Sekali ini saja!" kata Athrun beranjak dari posisi duduknya.
"Aku tidak kuat!"balas Cagalli yang juga beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan Athrun. Segera setelah itu, Athrun langsung menarik pergelangan tangan Cagalli agar berbalik menatap dirinya.
"Akan indah bila malam hari, coba saja!"
"Baiklah, jangan menarikku!"
"Kau akan kabur?"
"Tidak. Aku janji!"
"Baiklah, kita akan ambil antrian." Ucap Athrun yang langsung memautkan jemarinya di sela jemari Cagalli. Proktektif.
...
"Cags," ucap Athrun ketika mereka sudah memasuki gondolla.
"Hmmm,?' balas Cagalli menatap Athrun.
Perlahan tapi pasti Athrun mendekatkan bibirnya ke arah bibir Cagalli, sontak hal ini membuat Cagalli menutup mata. Ciuman yang terasa lembut karena Athrun yang mengecap manisnya bagian permukaan bibir Cagalli tanpa ada niatan untuk menerobos masuk kedalam milik Cagalli. Ciuman yang tidak singkat tapi juga tidak panjang karena Athrun mencium Cagalli hanya untuk menyampaikan perasaannya untuk memiliki Cagalli.
"Ehm.," erang Cagalli melepas ciuman dari Athrun.
"Kenapa?" tanya Athrun tanpa melepas kontak mata dengan Cagalli.
"Karena kita sudah akan SAMPAI di seberang Ath!" ucap Cagalli dengan penekanan pada kata sampai.
"Oh, aku kira ada apa," ucap Athrun dengan nada cukup santai untuk menanggapi geraman dari Cagalli.
"Athrun! Kau tidak malu kalau ada orang lain yang melihat?"
"Kenapa harus malu? Aku tidak mencium mereka. Aku mencium orang yang kusayangi. Ada yang salah? Kalau mereka jijik melihatnya, ya jangan dilihat."
"Kau gila!"
"Ayo kita turun!" ajak Athrun begitu gondolla yang mereka sampai di terminal seberang sambil menggandeng tangan Cagalli.
"Dasar!"
"Kita tinggal naik biang lala,"
"Hmmm.,"
"Mau es krim?"
"Tidak, airku masih ada."
"Melihat lampu kota yang berkelip-kelip akan lebih indah apabila kita melihatnya dari atas biang lala," celoteh Athrun sambil mengayunkan pautan tangannya.
"Berdiri dari atas tower atau atap apartemenmu saja sudah cukup. Tidak perlu diputar-putar kan?"
"Aku akan memberitahu alasan yang lain kenapa memandang kota dengan naik biang lala lebih indah daripada berdiri tenang di atap,"
"Terserah! Ayo cepat ambil antriannnya!"
"Baik!"
Kedua sejoli itu segera masuk kedalam kotak berbentuk segi enam, dan mulai merangkak naik seperti roda yang berputar dimulai dari bawah lalu keatas dan kebawah lagi. Rute ini ditempuh sebanyak dua kali.
"Lihat! Kau akan melihat pemandangan yang berbeda disaat mencapai titik ketinggian yang berbeda disetiap menitnya. Dan..." ucap Athrun dengan memberikan jeda sejenak pada ucapannya.
Cagalli yang menuruti petunjuk Athrun merasa penasaran dengan kelanjutan akan kelebihan biang lala yang tidak diketahui olehnya. Secara spontan ia menoleh kearah Athrun, dan dengan sekejap Cagalli sudah merasakan ciuman lembut dan basah di permukaan bibir tipisnya. Ciuman yang menyiratkan ciuman yang penuh perasaan kasih dan sayang yang mendalam bagi seorang pria pada gadisnya.
Cagalli tahu, bahkan sangat tahu apabila Athrun menyayanginya. Ya, ia percaya apabila sayang adalah perasaan yang lebih dalam sehingga mereka berdua sepakat untuk menungkapkan perasaan kasih itu dengan sebutan sayang. Tapi, yang ia rasakan saat ini adalah bagaimana cara mengakhiri ciuman ini. Aneh memang, karena biasanya ia betah bahkan terkesan pada sikap bertahan untuk berciuman dengan Athrun tapi sekarang?
"Ehm," lagi, dengan perlahan Cagalli melepas ciumannya.
"Ada apa?" tanya Athrun dengan kedua tangan yang menangkup kedua pipi Cagalli.
"Tidak ada apa-apa, hanya saja kau menciumku di tempat umum."
"Aku hanya menunjukkan kelebihan naik biang lala padamu,"
"Ath?"
"Hmmm,.?"
"Kenapa kau jadi semesum ini?"
"Mesum?"
"Iya,"
"Entahlah, aku senang saja bisa berjalan berdua denganmu. Akhir-akhir ini kita jarang bertemu. Jadi sekali bertemu aku ingin benar-benar memanfaatkannya."
"Apakah tugasmu bertambah?"
"Maksudmu?"
"Tiga minggu sekali aku menjemput Kira di kesatuaannya. Padahal ia seorang marinir. Maksudku, ia bisa pulang lebih sering darimu. Apakah bebanmu bertambah?"
"Jadi kau ingin aku lebih sering lagi mengunjungimu?"
"Bu-bukan begitu, aku hanya bertanya padamu!" balas Cagalli sambil mengalihkan pandangannya kearah kota malam yang berhias lampu guna mengurangi rasa gugupnya.
"Kenapa gugup?"
"Sudahlah, kita akan turun."
...
"Ath?" tanya Cagalli begitu mereka berdua berada di dalam mobil audi milik Athrun.
"Ada apa?"
"Besok langsung berangkat atau sarapan di rumah dulu?"
"Maaf, besok aku harus segera ke hanggar. Ada persiapan mesin pesawat yang belum aku uji,"
"Hmmm,"
"Memangnya ada apa?"
"Apa perlu aku buatkan kue?"
"Maaf Cags, tapi aku memang tidak bisa. Kalau ada waktu saja ya,"
"Baiklah, lakukan saja."
"Jangan marah, sungguh aku tidak bisa."
"Iya, aku paham."
Flashback off
...
"Lalu?" tanya gadis berambut coklat sambil mengaduk jus yang telah tersisa tinggal separuh.
"Kupikir tadi pagi dia akan menelponku untuk pamit, tapi nyatanya sampai sekarang belum ada kabar darinya?"
"Mulai kapan seorang Cagalli menunggu telepon dari sang kekasih,hah?"
"Bukan begitu Milly, kau tahu? Setiap aku mengantar Kira ke pelabuhan sebelum ia berangkat ia selalu memberi kabar pada Lacus, semacam konfirmasi berita. Sementara Athrun? Dia tidak pernah pamit setiap akan berangkat tugas!"
"Seperti anak sekolah yang sedang jatuh cinta saja!"
"Harusnya ia bisa membaca situasi! Semalam setelah ia mengantar aku pulang, aku hubunginya mungkin untuk terakhir kalinya. Aku memaksanya untuk kedua kalinya agar dia mau ke rumah. Sekedar memastikan bahwa dia masih mau berkorban untukku. Tapi dengan tegas ia menolak."
"Ia akan bertugas Cags, bukan akan pergi berkencan dengan wanita lain. Jadi kau tenang saja!"
"Memang selama ini aku diam saja dengan hubungan seperti ini, tapi kenapa jadi begitu hambar,"
"Kau sudah bicara dengan Athrun?"
"Bagaimana bicara dengannya? Kalau setiap tugas handphonenya selalu dalam mode off?"
"Maaf, aku lupa."
"Padahal saat bertugas Kira selalu dapat menghubungi kami. Apa tugasnya sangat berat?"
"Aku tidak mengerti masalah tugas yang menyangkut seorang pilot pesawat perang Cags,"
"Aku menyerah dengan keadaan ini!" ucap pasrah Cagalli dengan suara lirih kemudian ia menyembunyikan kepalanya di lipatan tangan yang ditempatkan di atas meja.
"Hei, sudahlah! Jangan terlalu dipikirkan. Masih banyak hal yang mesti kau pikirkan. Seperti tugas belajarmu diluar?"
"Oh ya, kau sudah menemukan tempat magang?"
"Hmmm, aku akan magang di Arc Angel's Company. Kebetulan salah satu keluargaku bekerja disana. Jadi aku meminta bantuannya untuk masuk di perusahaan itu,"
"Lalu aku dimana?"
"Di kantin jurusan!" jawab Milly sambil mengangkat kedua bahunya dengan acuh.
"Bukan itu maksudku Milly!"
"Di rumah sakitmu kan bisa?"
"Hmmm, itu pilihan terakhirku Milly. Ayah menyuruhku mencari di tempat lain dulu,"
"Keluargamu unik ya, ayah dokter, ibu apoteker, kakak seorang marinir dan punya tunangan pilot. Bagaimana rasanya?"
"Serasa jus jerukmu!"
"Aku serius!"
"Ayo masuk kelas!" ajak Cagalli kepada Milly dan beranjak dari duduknya untuk berjalan menuju ruang kelas untuk mata kuliah selanjutnya.
...
Menjelang matahari terbenam terlihat seorang sedang asik menikmati lukisan kuasa di atas langit.
"Hmmm,," desahan terdengar dari bibir mungil gadis dengan rambut blode.
"Stellar!" terdengar seorang sedang berteriak.
'mengganggu suasana tenang saja!' batin Cagalli yang merasa terganggu dengan suara teriakan lelaki itu.
"Stellar!" kini suara itu terdengar melengking di telinga Cagalli. Sepertinya ia harus segera pindah ketempat lain. Sebelum ia mendapatkan peran sebagai obat pengusir nyamuk.
Baru saja ia beranjak dari duduknya, dari belakang ia langsung mendapatkan pelukan erat yang tak tahu berasal dari mana. Dengan mengandalkan tenaga karatekanya ia berhasil melepaskan pelukan yang mungkin saja dapat membunuhnya.
Cagalli langsung berbalik badan guna melihat siapa tersangka dari pelukan yang mematikan ini. Mata Cagalli langsung melebar tak kalah mengetahui siapa yang memeluknya.
Plak!
Tamparan keras terasa di pipi kiri pria yang tadi memeluk Cagalli. "Siapa kau? Beraninya memelukku? Dasar pria MESUM!" teriak Cagalli dengan suara yang lebih keras di kata mesumnya.
"Stell, ini aku Shinn!
"Stell? Namaku Cagalli!"
"Jangan mengelak!" dengan sekali tarikan pria itu berhasil membuat Cagalli jatuh dalam pelukkannya untuk kedua kalinya.
"Lepaskan baka!" rontah Cagalli sambil berusaha melepaskan pelukan dengan menggunakan kedua tangannya untuk mendorong mundur tubuh tegap itu. Bukannya lepas, sang pria malah menguatkan pelukannya.
"Ku mohon, aku Cagalli bukan Stellar yang kau maksud!"
Merasa usahanya sia-sia, akhirnya Cagalli merelakan dirinya dipeluk dengan erat oleh seorang pria yang tidak ia kenali. Pria dengan surai berwarna gelap dengan kulit putih bersih, itu sudah cukup menampilkan seorang pria tampan dan mapan-menggunakan setelan jas kantor-menurut Cagalli.
Setelah puas memeluk Cagalli, pria itu melepaskan pelukannya. "Aku senang bisa menemukanmu lagi, mereka salah! Kau masih hidup!" jelas pria tersebut begitu melepaskan pelukannya.
"Aku CAGALLI!" teriak Cagalli dengan menekankan pada namanya.
"Aku yakin kau Stellar!"
"Baiklah." Ucap pasrah Cagalli, kemudian ia membuka tasnya mencari kartu identitas tentang dirinya.
"Lihat!" perintah Cagalli begitu menemukan kartu tanda penduduknya dan kartu keanggotaan perpustakaan kota.
"Disini tertulis nama Cagalli, dan juga lihat fotonya! Sama dengan aku kan?" tujuk Cagalli pada foto di kartu identitasnya dan membandingkan dengan wajah aslinya.
"Cukup Stell, ini aku Shinn!" ucap sang pria dengan memegang pundak Cagalli dengan erat.
"Demi Haumea,aku bukan Stellar. Aku ini Cagalli. Baiklah, apa yang harus kulakukan agar kau percaya?"
"Tidak! Kau adalah Stellarku!" ucap tegas Shinn dengan makin menguatkan cengkraman tangannya di pundak Cagalli.
"Bukan, kau menyakitiku!" ucap Cagalli dengan suara yang lirih, berharap ia dapat menipu pria itu dan segera berlari menjauh dari pria tidak waras yang ada di hadapannya.
"Maaf," ucap pria gila dan langsung melepaskan cengkraman tangannya.
Begitu pria ruby sepenuhnya menurunkan kedua tangannya, dengan segera Cagalli mendorong dada bidang Shinn dan berlari menjauh dari Shinn. Berharap tidak akan bertemu lagi dengan orang gila seperti itu.
...
"kudengar dari beberapa mahasiswi pembicara hari ini masih muda dan tampan,"
"Lalu?"
"Kau bisa mendapatkannya apabila kau mau!"
"Berselingkuh?"
"Mungkin!"
"Sepertinya itu saran untukmu saja," balas Cagalli dengan nada malas, seperti ia menjawab pernyataan-pernyataan sebelumnya dari Milly.
Milly yang sibuk mengecek ponsel pintarnya lebih memilih diam untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju ruang pertemuan daripada membalas jawaban Cagalli yang tidak enak didengar oleh syaraf pendengaran otaknya.
Begitu mereka sampai di ruang pertemuan sudah banyak mahasiswi yang menempati bangku barisan depan sampai ke tengah, sisanya hanya bagian tengah ke belakang yang kosong. Akhirnya kedua mahasiswi tingkat akhir jurusan administrasi bisnis itu pun mengambil tempat duduk di urutan nomor tiga dari belakang sebagai tempat aman dari kejaran pertanyaan, apalagi dengan suasana hati dari salah satu mahasiswi tersebut yang sedang dalam kondisi yang tidak baik. Lebih baik menghindar sebelum semuanya terlambat.
"Kau lihat sendiri kan? Banyak yang mau mendapatkan hatinya. Lihat lah!" ucap Milly, kemudian ia menunjuk dengan jari telunjuknya beberapa mahasiswi yang sibuk memoles wajah mereka dengan bedak dan menambahkan pemerah bibir di atas bibir mereka."Lihat! mereka sedang sibuk semua. Kau tidak mau meniru mereka?" tanya Milly masih sibuk memperhatikan teman-teman sejurusannya yang masih sibuk berdandan.
"..." hening, merasa tidak ada jawaban dari Cagalli, Milly lalu menoleh kearah Cagalli yang duduk di sebelah kirinya, dan ternyata orang yang diajak bicara sedang tidur pulas di meja dengan bantal lengan tangannya.
"Bangun Cags!" teriak Milly tepat di telinga Cagalli.
"Hmmm,.."ucap Cagalli dengan nada malas lalu meluruskan tulang belakangnya.
"Baru juga kita duduk, kau sudah pergi tidur!" protes Milly dengan posisi mengambek pada Cagalli.
"Maaf, aku sangat mengantuk,"
"Sudahlah, pembicaranya sudah datang. Jangan tidur lagi!"
Begitu Cagalli melihat ke arah pembicara yang dimaksud oleh Milly, betapa terkejut dirinya menemukan orang gila mesum yang ditemuinya dua hari lalu di taman. Melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Cagalli membuat Milly jadi bertanya,"Kenapa?"
"Dia, orang gila yang aku ceritakan kepadamu," ucap Cagalli dengan nada tidak percaya.
"Apa?"
"Iya!" bentak Cagalli pada Milly.
"Kau yang gila Cag! Dia itu pengusaha sukses, mapan yang tampan. Bukan orang gila!"
"Katakan aku memang gila, lalu kau?"
Mungkin karena percakapan mereka yang terlalu keras, tanpa disadari semua orang yang ada diruang pertemuan menatap horor ke arah mereka berdua. Refleks saja Milly mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan sambil menundukkan kepala tanda permintaan maafnya yang diikuti oleh Cagalli.
Akibat kejadian ini, si pembicara yang telah kehilangan perhatian dari mahasiswa segera mengembalikan keadaan seperti semula dimana ia menjadi pusat perhatian dengan cara berdeham kecil lalu dilanjutkan dengan menyuruh Cagalli dan Milly maju kedepan.
"Kepada kedua mahasiswi yang cantik, kita persilahkan mereka untuk mengungkapkan pendapat mereka tentang masalah yang kita angkat hari ini sebagai bekal magang kalian nantinya," ucap pembicara mempersilahkan waktu dan tempat kepada Cagalli dan Milly.
Entah apa yang sekarang ada di kepala Milly dan Cagalli, mereka berdua maju dengan tatapan kosong. Berharap ada salah satu rekan seangkatan yang mau memberitahu masalah apa yang dibahas dengan suara lantang, kalau diperlukan berteriak sekalipun tidak akan jadi masalah.
Sibuk dengan pikiran yang tidak jelas, tak terasa mereka sampai di depan. Dengan ragu Milly mengambil pengeras suara yang disodorkan oleh pembicara kepadanya. "Maaf, saya telah membuat keributan. Jujur saja, saya kurang mendengarkan materi yang telah disampaikan tadi. Jadi, jangan bertanya macam-macam. Itu akan percuma karena kami tidak tahu jawabannya," sesal Milly dengan menahan rasa malunya. Ia tahu ia salah jadi hanya itu yang sanggup ia ucapkan. Cari aman saja.
Setelah mengucapkan permintaan maafnya, Milly menyerahkan microphone kepada Cagalli, dengan ragu ia mengambil alat yang sekarang menjadi barang yang sangat ditakuti oleh Cagalli. "Maafkan saja minna, saya terlalu ceroboh untuk membuat keributan di kelas ini. Sekali lagi, kami minta maaf!" ucap Cagalli, kemudian secara bersamaan mereka berdua menundukkan badan sebagai permintaan maaf.
"Mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah jalan terbaik untuk kita terhindar dari amukan yang lebih besar dari senior atau atasan kita nantinya. Baiklah, kalian silakan kembali ke bangku!" perintah Shinn.
...
tbc
Sedikit memaksa untuk update fict ini, tapi bonek aja dech...
Jangan lupa reviewnya minna san...
Terima kasih minna... Dan
Sampai jumpa minna..
Athrun adalah angkatan udara dengan pangkat Letnan kolonel, sedangkan Cagalli adalah mahasisiwi tingkat akhir. Perbedaan usia mereka tiga tahun. Saat ini Cagalli berusia 22 tahun, jadi Athrun berusia 25 tahun sama dengan Kira.
Mereka disebut pasangan belum resmi karena belum menikah, masih bertunangan.
