The Sacrifice

Disebuah pulau bernama Destiny Island, hiduplah seorang remaja bernama Sora. Dia adalah seorang Keyblade Wielder. Dia sudah menyelamatkan dunia 2 kali dengan sahabatnya Riku. Dan sekarang, Sora, Riku, dan Kairi menjalani hidup normal. Seperti sekolah, bersosialisasi dengan temannya yang lain, DSB. Dan 1 lagi, Sora secara rahasia mencintai Kairi. Sahabatnya sendiri. Suatu hari, saat disekolah, Sora sedang berbincang dengan Riku.

"Hey, Riku. Aku sedang memikirkan bagaimana keadaan Donald, Goofy dan raja." Katanya.

"Hmm… menurutku, mereka baik-baik saja. Kenapa kau berpikir begitu?" Tanya Riku.

"Hanya saja, aku merasa ingin pergi berpetualang lagi dengan mereka."

"Setahun penuh berpetualang dengan mereka membuatku ingin melakukannya lagi." Sora menjelaskan.

"Baiklah. Bagaimana kalau kita berkunjung ke Disney Castle besok?" Tanya Riku.

"Wow! Itu ide bagus! Baiklah besok kita akan berangkat ke Disney Castle!"

Setelah itu, Kairi menghampiri mereka.

"Hey, apa yang sedang kalian bicarakan?" Tanya Kairi.

"Oh tidak! Kami hanya ingin mengunjungi Disney Castle saja. Aku rindu dengan Donald dan Goofy." Jawab Sora.

"Ya. Kau mau ikut Kairi?" Tanya Riku.

"Aku ingin sekali! Hanya saja, aku harus izin dengan orang tuaku." Jawab Kairi.

"Oh ya, benar juga." Balas Sora.

"Baiklah, kita akan bertemu di pulau tempat kita biasa bermain jam 10 pagi. Dan jangan sampai terlambat. Terutama kau Sora." Riku menunjuk ke Sora. Benar juga, Sora memang sulit untung dibangunkan saat tidur.

"Ya ya aku mengerti." Jawab Sora sambal menggaruk-garuk bagian blakang kepalanya padahal sama sekali tidak terasa gatal.

Saat itu, mereka pulang masing-masing ke rumah mereka. Saat Sora sedang perjalanan pulang, dia melihat seorang kakek sedang duduk dijalan sambil memegangi perutnya. Sora yang melihat itu hanya cuek dan terus berjalan sampai sang kakek memanggilnya.

"Hey, nak. Bolehkah aku meminjam beberapa munny untuk membeli makanan? Aku sangat lapar"

"Uh…"

Sora berpikir dahulu. Dan lalu dia mengangguk sebagai jawaban untuk membantunya. Lalu, Sora melihat dompetnya terdapat uang selembar 10.000 munny dan memberikannya kepada sang kakek.

"Ini dia kek! Uang untukmu." Jawab Sora dengan senyum diwajahnya.

"Terima kasih nak. Terima kasih!" balas kakek sambil tersenyum.

"Sebagai hadiah, kakek akan memberikan sesuatu kepadamu." Balas kakek.

"Oh, tidak usah kek! Aku ikhlas." Jawab Sora.

"Tidak. Kau harus menerima ini."

Kakek itu lalu menunjuk ke atas dan muncullah sesuatu! Sebuah bola berwarna putih diatas jari telunjuknya.

"Ini untukmu."

"Eh? Apa ini?" Tanya Sora.

"Itu adalah Saizuka. Sebuah kekuatan yang sangat hebat. Yang hanya dimiliki beberapa orang. Dan kau, pantas untuk mendapatkannya."

"Saizuka mode. Adalah sebuah kekuatan yang sangat hebat. Ini akan memberikanmu kekuatan yang tak terhingga. Masukkanlah ke hatimu."

"Eh… baiklah." Sora menuruti sang kakek, dan memasukkan Saizuka kedalam hatinya.

"Saizuka akan keluar jika perasaan emosimu sudah tak terkendali. Yang akan memberikanmu kekuatan yang bisa menghancurkan dunia ini sekalipun. Tetapi, ada resiko yang harus kau hadapi saat kau menggunakan kekuatan ini." Jelas kakek.

"Apa itu?"

"Saizuka memiliki kekuatan tanpa batas. Jadi ada resiko bahwa umurmu akan diperpendek saat menggunakan kekuatan ini. Saizuka juga bisa membangkitkan orang mati. Tetapi…"

"Wah itu hebat!" Sela Sora sebelum kakek menjelaskan.

"Kau dengarkan dulu! Meskipun Saizuka dapat membangkitkan orang mati, tapi ada resiko bahwa nyawamu terancam juga."

"Maksudmu…?"

"Karena Saizuka sudah menempel pada hatimu, maka saat Saizuka akan membangkitkan orang mati, dia harus lepas dari ikatan hatimu. Dengan arti, bahwa hatimu juga akan ikut musnah." Jelas kakek.

"Jadi… aku akan mati?" Tanya Sora dengan tatapan tidak percaya.

Dengan berat hati sang kakek mengangguk. "Gunakan pada saat waktu antara hidup atau mati." Sang kakek memperingatkan.

"Baiklah, aku mengerti!" Jawab Sora.

"Sampai jumpa nak." Tiba-tiba, dari atas muncul sinar langsung ke kakek dan menghilang secara mendadak.

"HAH?! K-kemana dia? Hey! Kakek!" Sora memanggil sang kakek, tapi dia tidak menjawab.

Sora menghela nafas. "Baiklah, aku rasa, aku sudah cukup mengerti. Waktunya pulang. Ibu akan cemas nantinya."

Lalu, Sora berjalan pulang ke arah rumahnya. Langit sudah gelap. Tanda hari sudah malam. Sora memasang jam waker pukul 9 pagi, dan lalu bersiap untuk tidur.

"Tidak sabar untuk besok!" katanya.