NO TITTLE (FAMILY)
.
SUMMARY : Jalan hidup memang tidak pernah ada yang tahu seperti apa. Kadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan keadaan.
HUNKAI GS
Sexual content, angst, family
Typo berserakan karena saya juga seorang manusia biasa. "Aku" Point of view adalah Jongin.
.
.
.
Kadang hidup itu tidak sesuai dengan kenginan kita. Kita ingin seperti ini yang terjadi malah diluar dugaan. Aku sangat tahu, diriku adalah seorang manusia biasa yang walaupun derajatku tinggi tapi perlu diketahui aku adalah manusia hina dan penuh dosa, seorang manusia yang ingin jalan hidupku lebih baik daripada sekarang. Kadang aku berpikir, akankah selalu seperti ini hidupku ? Terkadang aku juga bertanya bisakah aku hidup lebih baik daripada sekarang ? Hidupku sangat susah, selalu meminta pada orang-orang. Bahkan terkadang aku ingin menangis saat menginginkan rumah yang layak dan hidup dengan kebutuhan memadai.
Ingin sekali aku pergi, tapi itu tidak mungkin karena aku tahu Tuhan itu selalu ada untukku. Sesakit apapun aku dalam sebuah kehidupan aku selalu pasrahkan diriku kepada Tuhan.
Berjalan tanpa arah adalah keseharianku, mencari berbagai barang bekas yang masih bisa digunakan lalu dikumpulkan untuk dijual. Terkadang diriku dipanggil untuk menjadi seorang pembantu dirumah, mencuci pakaian dan sebagainya asalkan aku mendapat uang untuk makan. Aku ingin kehidupan anak-anakku terpenuhi walaupun aku hanya bekerja seperti ini.
Aku tersenyum saat anak-anakku menyapaku saat aku pulang membawa makanan menuju rumah yang sangat sederhana karena sangat kecil untuk ditinggali. Mereka tersenyum saat aku menina bobokan mereka sampai mereka tertidur dengan nyenyaknya. Kadang aku ingin menangis saat melihat kelima wajah anakku yang masih polos itu hidup tanpa berkecukupan. Apalagi sisulung, usianya memang sudah menginjak 12 tahun, terkadang dia membantuku dari bekerja paruh waktu disupermarket setelah pulang sekolah JHS nya. Aku bangga anak sulungku itu sangat pintar, dia bisa mendapat beasiswa disekolahnya dan membuat aku dan suamiku tidak memikirkan lagi uang sekolahnya. Dia pernah ditolah disupermarket kecil karena usianya sangat muda tapi karena kegigihannya pemilik toko tersebut luluh dan mempekerjakannya disana. Uangnya lumayan, dia akan selalu memberikan uangnya kepadaku dan menyisihkan uang untuk membayarkan makan siang bulanannya disekolah. Aku cukup bangga memiliki anak seperti Haowen.
Memiliki lima orang anak itu tidaklah gampang, apa lagi dengan pekerjaanku ini. Hingga akhirnya do'aku didengar Tuhan. Tiga bulan yang lalu aku tak sengaja bertemu dengan seseorang yang saat itu membeli kue yang aku buat. Dia bilang bahwa diriku seharusnya menjadi seorang koki, aku tersenyum saat dia mengatakannya seperti itu. sebelum dia beranjak pergi dari lapak yang aku buka dipinggir jalan dia memberikan kartu namanya dan menyuruhku untuk datang besok kealamat tersebut. Dia membungkukkan badannya sebelum pergi dan setelahnya dia berjalan pergi menuju mobil mewahnya yang entah apa merek mobilnya itu dan menghilang saat berada dijalan menikung.
Aku menunduk membaca kartu nama tersebut, namanya Xi Luhan. Pemilik 'Deer Cafe'. Aku membenarkan kepala Taeoh anak bungsuku yang baru berusia 7 bulan itu ditanganku, dia sekarang sedang tertidur. Aku menyimpan kartu nama tersebut didalam dompet lusuhku. Saat aku melihat ponsel bututku walaupun tidak bisa untuk selfie tapi yang pasti masih bisa digunakan untuk berkomunikasi sudah menunjukkan jam tiga siang. Mungkin Haowen dan anak kembar tigaku –dalam hal medis ini dinamakan kembar triplets- sudah datang. Aku menggendong Taeoh dibelakang seperti ibu-ibu dikorea zaman dulu dan membereskan semua daganganku, hari ini penghasilanku cukup banyak.
.
Keesokan harinya aku datang kealamat tersebut sambil menggendong Taeoh dipunggungku. Aku sedikit tidak percaya diri saat masuk cafe besar nan mewah milik Luhan tersebut. Aku berjalan dan bertanya pada resepsionis bahwa aku ingin bertemu dengan bosnya 'Luhan' . awalnya pelayan itu tidak percaya dengan perkataanku tapi, Luhan langsung datang dan langsung menyuruhku mengikutinya menuju ruangannya. Disana dia mengatakan bahwa saat ini cafenya mencari koki karena dua hari lalu kokinya berhenti untuk kepindahan menuju USA.
Aku mengangguk saat dia menyerahkan kontrak kerja untukku, dua bulan bekerja di cafe ini keuanganku bertambah walaupun hanya bertambah sedikit tapi bisa memberikan yang terbaik untuk lima anakku. Satu bulan kemudian dengan paksaan Haowen bekerja menjadi pekerja paruh waktu diCafe Luhan, pertama aku sempat memarahinya.
"Tak apa Jongin, dia bisa membantu menjadi pelayan" Kalimat yang dilontarkan Luhan membuatku tersenyum dan berterima kasih padanya. selama satu bulan itu Haowen bekerja paruh waktu yang rajin dan terampil. Sebelum keCafe dia akan menitipkan Triplets kepada kakakku –Bibi mereka- dan langsung pergi keCafe. Pelanggan Cafe sangat suka padanya –pelanggan mengatakan dia sangat tampan dan Luhan hanya tersenyum mendengarnya- . karena itu Luhan selalu membisikkan kalimat yang membuat aku ingin tertawa saat memanggang kue didapur.
"Awas saja kau memarahinya bekerja disini, dia asetku" Katanya setengah serius dan setengah bercanda.
Aku menanggapinya dengan sebuh senyum dibibirku.
.
.
Waktu berjalan dengan cepat, Jongin dan tiga karyawan lain membereskan semua peralatan dapur yang digunakan untuk membuat kue sedangkan Haowen dan tiga pelayan lain juga membereskan meja dan Bangku. Semua selesai dan aku berjalan menuju ruang khusus untuk mengganti baju kerjaku, sebelumnya aku melihat Haowen yang masih membantu Zelo dan Yongguk membersihkan meja-meja Cafe. Semua selesai dan Haowen melepas apronnya memberikannya padaku. Apron itu kulipat dan kutaruh didalam lokerku.
Aku membungkukkan badanku sopan kepada semua para pegawai dan meninggalkan cafe tersebut. Aku berjalan disamping Haowen dan sedkit berbincang padanya, kami berjalan menuju jalan komplek perumahan. Kami akan menjemput sitriplets dan anak bungsuku. Hingga sampai didepan rumah kakakku. Aku menekan bel pintu rumahnya. Pintu itu terbuka menampakkan kakak tertuaku, dia tersenyum lembut padaku dan Haowen.
"Jongin, kau sudah datang. Masuklah anak-anak semuanya sudah tidur didalam kamar" kata kakakku –Wu Joonmyun- .
Aku mengikutinya menuju kamar bersama Haowen, aku tersenyum ketika melihat ketiga anakku dan satu bayiku tertidur dengan nyenyak. Saat aku akan menggendong Daehan dia terbangun, sambil mengucek mata sipitnya. Dia menggumam memanggilku, aku menggendongnya dan menggumam tidurlah lagi. tapi, dia menggeleng dan meminta turun dari gendonganku. Dia berjalan mendekati Haowen dan memegang tangan Haowen. Aku hanya tersenyum lalu menggendong Mingook yang kugendong dibelakang punggungku. Setelahnya menggendong Taeoh dengan hati-hati bayi berusia 10 bulan tersebut. Disampingku haowen sudah menggendong Manse yang kini ada dipunggungnya dan Daehan memegang tangan Haowen.
Mereka keluar rumah terlebih dahulu, sedangkan aku berjalan keluar bersama kakakku Joonmyun.
"kakak terima kasih sudah mau menjaga triplets dan baby Taeoh" Kataku sambil tersenyum padanya.
"Tidak apa-apa aku senang mereka ada disini, kau tahu rumah sebesar ini kalau hanya aku, Kris dan Taeyong yang menempati akan sepi apalagi sekarang Taeyong sedang diasrama, dan Kris selalu pulang larut" Katanya sambil mengelus kepala Taeoh.
Aku tersenyum padanya "Seminggu kedepan aku tidak menitipkan anak-anak kak, cafe libur satu minggu kedepan" Kataku lagi yang kini sudah didepan pintu.
"Eum, oh iya tadi Taeoh rewel ketika meminum susu dari ASI mu. Sudah kau katakan dengan Sehun ?" Tanya kakak padaku.
Aku menggeleng tidak menjawab pertanyaannya dengan jawaban, aku membungkuk dan berpamitan untuk pulang.
.
.
Selama diperjalanan kepala Daehan terantuk-antuk menahan kantuk, aku tersenyum melihatnya dan menyenggol tangan Haowen memberikan isyarat padanya untuk menggendong Daehan. Saat Haowen bertanya Daehan menggeleng dan mencoba kembali fokus kearah depan.
Sesampainya diflat kecil kami, kami masuk kedalam rumah, berjalan menuju kamar kecil milik kelima anak-anakku. Aku terlebih dahulu menurunkan Taeoh dan menidurkannya didalam box bayi lalu Mingook aku tidurkan dibawah, setelahnya diikuti Haowen menidurkan Manse dan menuntun Daehan untuk tidur. Si Triplets tidak suka tidur ditempat yang tinggi.
"Tidurlah, besok kau harus sekolah sayang" kataku pada Haowen sambil mencium keningnya. Dia tersenyum dan mengangguk padaku. Aku meninggalkan kamr kecil itu, haowen memang jarang berbicara dia akan berbicara bila itu mengenai hal yang sangat serius sangat mirip sekali dengan ayahnya.
Aku menghela nafas, menatap ruang tamu sekaligus ruang makan tersebut. Sedikit kotor, aku membersihkan bekas bungkus makanan yang berserakan. Setelahnya aku berjalan menuju kamar sempit lainnya. Seharusnya diflat kecil ini hanya ada satu kamar, tapi demi kenyamanan anak-anak akhirnya kamar satu ini kami bagi menjadi dua bagian. Aku masuk dalam kamar menaruh scraf dan jaket yang tadi aku pakai, menatap wajah lelahku didepan cermin kecil. Merapikan rambut panjang sepunggungku, setelahnya aku mengganti baju dengan piyama.
Saat akan merebahkan badanku, pintu diketuk dengan tidak manusiawinya. Takut anak-anak akan terbangun mendengar suara ketukan keras pintu, aku langsung beranjak keluar kamar dan berjalan untuk membuka pintu utama. Disana suamiku dengan wajah sayunya dan bau alkohol kini seang meracau tak jelas. Aku langsung merangkulnya, memapah dia untuk berjalan masuk. Menutup pintu dan menguncinya, memapahnya untuk masuk kedalam kamar dan menidurkannya.
Dengan telaten aku membuka sepatu dan kaos kaki milik suamiku, membuka jaket tebalnya dengan perlahan. Melonggarkan sedikit ikat pinggangnya dan terakhir membuka dua kancing kemejanya. Setelahnya aku membereskan semuanya, melihat jam dinding sudah jam 12 malam.
Aku tidur disampingnya, membiarkan dia yang masih meracau tak jelas karena pengaruh alkohol. Mengelus rambut hitamnya. Airmataku jatuh, aku merindukan dirinya yang dulu. Rambut hitam lembutnya kini menjadi kasar dan berantakan. Dulu dia adalah ayah yang sangat pengertian pada anak dan diriku. Dia mengerti dengan keadaan bahwa memiliki banyak anak itu adalah titipan Tuhan. Tapi, sifatnya mulai berubah drastis saat dia menjadi salah satu dari dua ratus karyawan yang terkena PHK besar-besaran. Dia menjadi lelaki yang kasar, menjadi lebih dingin, penjudi dan pemabuk –dia tak bermain wanita. Dia akan pulang jam dua belas malam tepat dengan bau alkohol disekujur tubuhnya. Tangan putih pucatnya yang mulai mengurus kini memeluk pinggangku. Aku diam masih terus mengelus rambut kusutnya.
"Selamat malam, aku mencintaimu" Kalimat itulah tidap malam setiap aku ingin tidru sambil terus memeluknya.
Tak lama setelahnya, hembusan nafas teraturnya menandakan dia sudah tidur nyenyak. Aku mengikutinya, tertidur dalam rengkuhannya. Rengkuhan hangat suamiku.
.
.
.
Pagi harinya seperti biasa, Jongin akan bangun jam 5 tepat. Dia harus menyiapkan sarapan dan bekal untuk keempat anaknya. Sebelumnya dia sudah menyiapkan seragam sekolah anak-anaknya tersebut. Setealh semuanya sudah siap jam 6 pagi, dia beranjak untuk membangunkan Haowen dan sitriplets. Menepuk pundak Haowen pelan "Sayang bangun" Katanya lirih pada anak sulungnya tersebut. Tanpa dibangunkan dua kali dia terbangun sambil mengucek kedua matanya. "Bangunkan adik-adikmu, mandi lalu langsung sarapan" Tambahnya lagi lalu keluar dari kamar.
Selama dia menyiapkan sarapan, keempat anaknya langsung duduk ditempat nya masing-masing. Dengan hati-hati Haowen membantu ketiga adik kembarnya untuk duduk dibangku khusus balita. Jongin tersenyum, lalu memberikan mangkuk makan yang berisi sup dan nasi. Disampingnya Haowen kini juga sudah duduk. Mereka semua hening hingga suara Mingook membuat keheningan itu sirna "Ibu cepat makan, aku sudah lapar" Katanya membuat Jongin gagap, dia baru ingat anak-anaknya akan makan bila dirinya dan suaminya menyuapkan makanan terlebih dahulu baru diikuti mereka –Anak-anaknya- . Jongin duduk disamping Haowen, memakan nasi dan lauknya setelahnya diikuti oleh anak-anaknya. Dia tersenyum saat melihat keempat anaknya makan begitu lahap.
"Ibu, ayah dimana ?" Ini kata si Daehan, sambil menatapku. Aku tersenyum mengelus rambutnya sayang.
"Ayah belum bangun sayang, cepat habiskan makananmu nanti terlambat" Kata Jongin, mendengar perintah ibunya Daehan langsung memakan makanannya hingga habis.
Semua sudah siap, saat anak-anak akan berjalan keluar untuk memakai sepatu, suami Jongin bangun. Melihat itu, Daehan berlari lalu langsung menubruk sang ayah. Sehun –suami sekaligus ayah- itu tersenyum dan membalas pelukan Daehan. Itu adalah kegiatan setiap pagi Daehan sebelum berangkat sekolah. Memeluk sang ayah dan meminta ciuman dipipinya, sehari saja tak bertemu dengan ayahnya dia akan rewel dan selalu menanyakan ayahnya berada dimana. Setelah memeluk ayahnya, Daehan berlari mengikuti sang kakak. Ketiga anaknya yang lain juga ikut memeluk Sehun. setelah semuanya berpamitan, mereka berempat pergi untuk berangkat kesekolah.
Sehun berjalan menuju sofa satu-satunya diruang tengah yang disebelahnya adalah dapur. Saat akan menutup mata kembali, suara tangisan Taeoh membuatnya kembali membuka mata.
"Sebentar sayang, ibu akan kesana" Kata Jongin sambil berjalan cepat dengan membenarkan rambutnya yang jatuh kesamping wajahnya.
Sehun hanya melihat itu, Jongin keluar dari kamar anak-anak dan duduk disamping Sehun. mengambil botol susu dan memberikannya pada Taeoh. Sehun mengernyitkan dahinya saat melihat Taeoh meminum susu dari botol. Sejak kapan anak bungsunya itu berhenti meminum ASI.
"Sejak kapan Taeoh berhenti meminum ASI ?" Tanya Sehun sambil memandang Kai.
"Eum sejak dua bulan yang lalu" Jawab Jongin sambil menatap wajah dingin Sehun, wajah Jongin terlihat pucat.
"Ada apa dengan wajahmu, Kau sakit ?" Tanya Sehun lagi kini dengan wajah lebih dinginnya. Jongin menunduk sambil membenarkan letak dot dibibir Taeoh, jantungnya berdegub kencang.
"Aku tidak apa-apa" Jawab Kai yang kini masih menunduk.
"Kenapa kau berhenti memberikan ASI pada Taeoh ?"
"Itu...eum..."
Sehun terdiam, sambil kembali merebahkan badannya dipunggung sofa. Hingga dia terlonjak dan memandang Jongin dengan sarkastik "Jangan bilang kau hamil lagi, Jongin" Kata Sehun sambil melihat wajah pucat Jongin. Jongin mengangguk dengan takut-takut, dan membuat Sehun semakin yakin.
"Ya Tuhan, kenapa kau ... ishh" Kata Sehun lagi sambil mengusak rambut hitam kusutnya itu. "Gugurkan, sudah cukup kita memiliki lima orang anak dan itu membuatku pusing" Kata Sehun sambil menunjuk Kai dengan frustasi.
"Tapi,..."
"Tidak ada tapi-tapian. Malam ini juga kita harus gugurkan. Ya Tuhan Jongin" Kata Sehun lalu langsung masuk kedalam kamar mandi dengan pikiran yang begitu berat.
Jongin terdiam, lalu tersenyum getir dan memegang perut ratanya disela-sela memegang botol susu Taeoh. "Maafkan ibu sayang, nanti berikan salam pada kakakmu" Kata Jongin. Digugurkan lagi dan lagi, ini sudah satu bayi yang dia gugurkan dan dengan ini dia menggugurkan dua bayi. Ya Tuhan, dosaku semakin banyak. Menghilangkan nyawa mereka.
Jongin menangis dalam diam, meremas perutnya. Hingga wajah Taeoh lah yang menjadi pelipur rasa sakitnya.
Tak beda jauh dengan Jongin. Sehun, dia menangis sejadi-jadinya dibawah guyuran shower air didalam kamar mandi. Bagaimana tidak, dia akan membunuh lagi anaknya yang masih didalam kandungan istrinya itu.
.
.
.
"Hei kalau kau memang suka dengan Haowen katakan saja jangan diam"
"Apa kau gila, aku wanita dan dia pria. Seharusnya dia yang mengatakannya duluan"
"Tapi yang suka duluan itu kau, jadi kau yang mengatakannya"
Wanita dengan pipi tembam, mata besarnya dan bibir membentuk hati ketika tersenyum itu mengerucutkan bibirnya kearah sang sahabat. Tak banyak bicara, dia langsung meninggalkan sahabatnya itu didalam perpustakann. Haowen mendongak saat dia melihat wanita itu berjalan disamping mejanya. –wanita itu mengawasi Haowen dan duduk dimeja depan Haowen-
"Soo Ra-ya..." Panggil Haowen pada wanita tadi.
Soora memandang Haowen dengan gugup dan sedikit gemetar "Ya ada apa Haowen" Jawab Soora dengan sedikit gugup.
"Soal kerja kelompok sepertinya aku tidak bisa hari ini, aku minta maaf ya"
"Ah tidak apa-apa"
Setelah itu Haowen beranjak dari duduknya dan meninggalkan Soora disana dengan senyum perpisahan.
.
.
.
Seperti biasa disiang hari yang memang kini mulai memasuki musim gugur, Sehun selalu melakukan hubungan intim saat Taeoh sedang tidur siang. Jongin mengeratkan pegangannya pada pundak kekar nan lebar Sehun saat Sehun mulai menggerakkan badannya dengan kecepatan yang membuat Jongin mendesah dan kesakitan sekaligus dibawah kungkungan Sehun. Sehun tidak memikirkan bagaimana Jongin saat ini, yang dipikirkannya saat ini adalah bagaimana dirinya harus cepat mengejar nafsu birahinya untuk segera menuju puncak.
"Mulai besok aku akan bekerja diperusahaan arsitektur milik kenalanku" Kata Sehun disela-sela dirinya menggerakkan tubuhnya penuh gairah. Jongin yang berada dibawahnya hanya bisa menjawab 'iya dan selamat' tidak bisa lagi dirinya menjawab lebih banyak lagi karena sengatan dan sengatan yang diberikan Sehun lebih memabukkan daripada yang lain.
Sehun semakn gencar akan mencapai puncaknya, menggerakkan pinggulnya dengan brutal dan dalam hitungan detik dirinya sampai pada puncaknya dan dibawahnya Jongin hanya bisa mengatur nafasnya dan memegang pundak Sehun sambil memejamkan matanya.
.
.
.
"Hyung, terima kasih ice cream nya" Suara Mingook yang lucu membuat Haowen tersenyum, hari ini sekolahnya mengadakan rapat dan bisa pulang cepat. Karena kebiasaanya, dia menjemput ketiga adik kembarnya ini dan membelikan mereka ice cream dengan uang jajannya –yang tentu saja setengah uang gajih yang didapatnya bekerja dicafe Luhan-.
"Hyung, apakah besok aku dibelikan ice cream lagi ?" Suara ceria Manse sibungsu dari tiga anak kembar itu membuat Haowen kembali tersenyum.
"Sepertinya tidak, besok Hyung pulang sampai sore. Kau akan dijemput oleh bibi Junmyun" Kata Haowen sambil mengusak kepala Manse.
Manse cemberut "Begitu ya, ya sudah tapi aku senang besok akan bermain dengan Taeyong Hyung" Kata Manse lagi dengan cengirannya.
"Ayo cepat dihabiskan, kalau sampai rumah belum habis siap-siap kalian akan dimarahi oleh ibu" kata Haowen sambil menakuti-nakuti ketiga adiknya tersebut membuat mereka dengan cepat-cepat menghabiskan ice cream mereka.
Selama diperjalan pulangpun mereka masih bercanda dengan ketiga anak kembar itu menghabiskan ice cream mereka. Beberapa menit kemudian dia sampai didepan flat kecil tempat tinggal mereka. Haowen membuka pintu tersebut dan betapa kagetnya dia saat melihat ayah dan ibunya melakukan hal intim diruang keluarga, membuat dia mundur dengan perlahan dan kembali menutup pintu flat kecil itu. membuat ketiga adiknya tersebut menatap Haowen bingung.
"Hyung kenapa tidak masuk, aku ingin tidur siang dan bertemu ayah" Kata daehan sambil menangkupkan tangannya dimulut kecilnya karena menguap tanda mengantuk.
"Kita tunggu diluar sebentar, Daehan bisa tiduran dipangkuan Hyung" Kata Haowen lalu menuntun Daehan yang kini tengah mengantuk, sebelum merebahkan badannya dipangkuan Haowen. Haowen melapas blazer sekolahnya dan membuat blazer tersebut untuk tiduran Daehan. Semuanya siap dan Daehan tidur diatas blazer sekolah Haowen dan kepalanya diatas paha Haowen.
"Apakah kalian juga mengantuk ?" Tanya Haowen pada kedua adiknya lagi. Mereka berdua mengangguk dan menyuruh Mingguk tidur disamping Daehan –blazer itu lebar dan badan Mingook masih muat diatas blazer tersebut- sedangkan Mansi duduk menyamping sambil memeluk leher Haowen sedangkan tangan Haowen memegang pinggang Manse.
Tak berapa lama mereka bertiga tertidur, sedangkan Haowen meneteskan airmatanya.
.
.
.
.
TBC
Maaf bila ceritanya agak pasaran, ini keluar ide saya. Mungkin tinggal 2 atau 3 chap lagi akan selesai.
Terakhir mohon review nya yang banyak, karena kritik dan saran dari kalian itu sangat saya perlukan untuk mengubah cerita saya semakin bagus.
Kalau ingin tanya update ff langsung chat : 7ddc5fa4
