a BTS fanfiction TaeJin

[WARNING!]

Vampfic / DLDR / BL / Blood / Mature Content / OOC / Typo

Semua karakter adalah milik pribadi masing-masing.

Tidak mengambil keuntungan apapun.

Alur cerita murni milik saya.

.

naomhaich;

to declare something divinely flawless

.

.

.

"Selnya semakin menyebar, mungkin ini yang terakhir aku tawarkan, Taehyung...ambillah prosedur operasi."

Dokter Park memberikan beberapa lembar berkas yang Taehyung yakini adalah beberapa saran untuknya mengambil tindakan sebelum ia mati menyedihkan karena meningitis.

Taehyung memberikan senyuman ringan setelah melirik lembaran kertas yang dokter cantik itu berikan.

"Aku hanya tidak ingin repot, bolak-balik kerumah sakit dan hanya mengetahui diriku semakin sakit... aku hanya ingin menghabiskan waktu dan berpamitan dengan rekan dikantor."

Sooyoung sudah tahu apa yang akan Taehyung katakan, sejak delapan bulan yang lalu dia datang, mengeluh kepalanya sakit seperti dihantam martil, Taehyung terlihat sedih saat dia memberitahunya bahwa otaknya terkena meningitis.

Taehyung rutin datang menemuinya, dan terlihat optimis dan sekarang... Tak lebih seperti seseorang yang terlihat putus asa.

"Kau masih muda, Taehyung."

"Aku tahu, tapi aku tidak mau repot, aku hanya mempunyai cukup uang untuk dua tahun tanpa bekerja, itu lebih baik daripada menghabiskan uang untuk keberhasilan prosedur yang hanya mencapai 35%, nyonya Park."

Taehyung meninggalkan rumah sakit dan mengucapkan banyak terimakasih untuk Dokter Park karena ini terakhir kalinya ia menemuinya.

"Jaga dirimu baik-baik anak muda."

Taehyung mengangguk menyertakan senyum lebarnya, melangkahkan kakinya dengan ringan. Tujuan selanjutnya adalah kantor.

.

.

.

Taehyung merasa sedikit pusing saat menuruni tangga sesudah ia selesai memberi surat resign pada manager.

"Oh, Taehyung?" Yugyeom menyapa, dia baru keluar dari pantry timur, memasang wajah heran karena menemukan Taehyung tanpa balutan kemeja.

"Kau tidak mengambil prosedur operasi, hm? Menyerah dengan penyakit sialan, sudah lelah dengan kehidupan menyedihkanmu?" ucapan Yugyeom tak membantunya sama sekali dengan sakit kepalanya tadi.

Yugyeom memilih mendudukkan bokongnya lagi di kursi pantry dan mentraktir Taehyung sebotol cola.

"Sudahlah, aku hanya ingin resign dengan tenang, dan ini..." Taehyung merogoh saku jaket tipisnya, mengeluarkan amplop coklat. "...uangmu, terimaksih sebelumnya, kawan."

Yugyeom memberikan seringainya "baiklah, ini terdengar menggelikan, tapi aku tidak menyangka orang tampan seperti dirimu akan mati dengan cepat, teman."

Ya, menggelikan. Umurnya masih 24 tahun dan dia didiagnosa memiliki umur pendek dengan penyakit yang berkali-kali membuatnya ingin membenturkan kepalanya sendiri ketembok beton, menyiksa, sendirian, sebatangkara tanpa seseorang yang akan menangisinya jikalau ia meninggal nanti.

Keluarga terakhirnya yang ia kenal adalah pamannya dari Gwangju yang bahkan tidak ada kabarnya sejak ia pindah ke Seoul lima tahun terakhir. Dan satu-satunya yang tahu ia bernafas di Seoul sekarang adalah pria menyebalkan disampingnya, teman seperjuangannya yang sudah banyak membantunya.

"Apa rencanamu?" Yugyeom mengaduk capuccino-nya. "Entahlah, membeli rumah kecil di Jeju, mengatur kematianku, dan membeli peti mati." Taehyung masih bingung bagaimana dirinya kedepannya, yang penting ia punya cukup uang untuk mengatur kematiannya, dan memiliki waktu untuk menikmati indahnya Jeju sebelum ia menutup mata. Hanya itu.

Setelah tegukan colanya yang terakhir, Taehyung memilih berpamitan pada temannya itu.

"Jangan mencariku, aku akan baik-baik saja sampai saat kematianku datang." Yugyeom memberikan pelukan ringan dan tepukan pada punggung Taehyung.

"Apa perlu aku menyimpan fotomu?"

Tidak perlu, Taehyung tak suka dikenang, ia tidak mau repot-repot dirindukan.

.

.

.

Apartemennya selalu gelap, ia lupa pendinginnya rusak dan ia terlalu malas untuk mengambil kipas angin digudang. Jadi ia mengambil dompetnya dan keluar lagi, untuk jalan-jalan, membeli bir dan duduk di bangku taman untuk sekedar menikmati angin malam.

Malam ini cukup dingin, hoodie hitam sialan ini terlalu tipis.

Ia mengecek cuaca di layar smartphonennya, tak ada yang aneh, suhunya normal, 26 derajat, masih cukup hangat tapi yang ia rasakan begitu menyengat bulu kuduknya.

Ada hal lain.

Ada sesuatu dari sekedar udara.

Perasaannya saja atau memang ada suara geraman dari balik lebatnya pohon di taman?

Mata tajamnya menangkap seseorang dengan mantel bulu meringkuk terlihat kesakitan ditengah taman.

Taehyung berlari, membuang botol birnya yang masih setengah penuh.

Sosok itu limbung, "H-hei?!! Kau tak apa?!!" Darah merembes dari lengan kirinya. Taehyung menangkap badannya.

Seorang pria muda, ditengah taman dengan mantel bulu yang terlihat mahal , berdarah, apakah ada penembakan?

Tidak, luka ini bukan luka tembakan, ada robekan di mantelnya, terlihat dalam.

"Ti-tidak, pergilah... kau manusia..."

Suaranya...

Bergetar...

Tudung itu terjatuh, menampakkan wajah mungil, pucat namun ada kehangatan disana.

Rambutnya sewarna dengan bulu di tudung mantelnya, terlihat halus.

Pria itu membuka matanya.

Taehyung merasakan ada sesuatu bergerak didalam dadanya.

Matanya bersinar biru, membawa Taehyung tenggelam dalam keindahannya.

"Pergilah manusia..."

To Be Continued...

kinda tease but...AKHIRNYA GUE BISA NULIS LAGI YATUHAN WKWKWKWKWK brengsek banget aku emang yakan, cabut gapamit balik ga salam...

hello berjumpa lagi dengan acuu wahai readernim yang termulia... masih ingat denganku? hm? hm? hm?

GUE BALIK DENGAN TAEJIN. ADA YG SUKA? ATO BENCI ?

LANJUT ATO GIMANA?

brb dengan next part kalo rame... sekian.

RnR juseyo ~