Chapter 1
Apakah ruangan ini pantas disebut kelas jika tempat ini seperti gudang tak terpakai? Hei, maksudnya ini seperti, ya, memang tampak seperti gudang daripada kelas. Kelas pada umumnya memiliki susunan bangku yang rapi, papan tulis yang bersih, meja guru yang minimal terdapat vas bunga, serta loker biru di bagian belakang kelas. Dan sayang sekali, kelas ini berbanding terbalik dimana susunan bangku yang, entahlah, berantakan yang sangat keterlaluan. Ada beberapa bangku yang menghadap ke belakang, jendela dan hanya pihak barisan depan yang menghadap depan, sepertinya petugas kebersihan sekolah sama sekali tidak berminat untuk sekedar merapikannya. Papan tulis dengan gambar-gambar yang, umm, bukan tidak senonoh hanya bukan diri pelajar. Meja guru? Sudah disingkirkan selama bertahun-tahun. Loker biru sudah penuh warna karena coreta pilok. Oh, jangan lupakan dinding yang dipenuhi oleh gambar-gambar dari tangan kreatif penghuni kelas yang lama.
Fiapeless Class
Setidaknya nama itulah yang akan melekat pada mereka yang berada di kelas 2-F. Banyak anak-anak kelas lain menamai kelas ini sebagai Fiapeless Class yang merupakan gabungan dari kata Fiasco (kegagalan) dan hopeless (tidak ada harapan). Julukan itu diberikan karena menurut mereka, penghuni kelas itu adalah orang-orang yang dirundung kegagalan dan tidak memiliki harapan. Benar-benar orang buangan, begitulah pikiran mereka.
Kelas 2-F atau terkenal dengan Fiapeless Class, berisi murid yang memiliki peringkat 30 besar dari bawah atau kasarnya mereka yang memiliki nilai yang sangat buruk di seluruh penjuru sekolah, termasuklah seorang Kang Hyera. Dan kebanyakan penghuni kelas F adalah mereka yang pernah bermasalah dengan pihak sekolah.
Dan sialnya, diawal tahun keduanya Hyera harus berada disana. Lebih sial lagi, gadis dengan rambut cokelat gelap itu hampir saja terlambat. Padahal dia sudah berniat untuk mengambil bangku terdepan dan sebisa mungkin menghindari baris terbelakang karena seperti yang pernah didengarnya dulu, jika baris belakang digunakan untuk mereka yang sangat bermasalah.
Dan lagi-lagi, entah sudah berapa kali Hyera harus menyumpahi dirinya sendiri ketika tidak adalagi bangku kosong di deretan depan sampai tengah. Sial untuk kesekian kalinya ketika dia menyadari hanya tinggal empat pasang bangku kosong barisan paling belakang. Berarti masih ada tujuh orang lagi yang akan berada di kelas ini. Dengan sangat terpaksa karena kesialannya, Hyera mengambil bangku di barisan kedua dan duduk di sisi kiri. Dia sepertinya sama sekali tidak tertarik akan sebangku dengan siapa.
Dia hanya berpikir, apakah sekolah ini begitu ketat akan penilaian? Oke, Hyera percaya jika sekolah ini merupakan salah satu sekolah favorit di negaranya. Pasti ada standar tertentu yang menjadi dasar kualitas sekolah ini, tapi apa? Terlalu banyak pertanyaan yang muncul. Tidak terlalu penting atau memang dia saja yang tidak tahu, entahlah. Setidaknya setelah tahun kedua ini, dia harus mencari sekolah baru yang mau menerimanya. Jaga-jaga seperti kejadian sebelumnya.
Kenapa?
Sebagai informasi saja, di SMA Winstern terdiri dari 16 kelas yang terdiri dari lima kelas tahun pertama, enam kelas tahun kedua dan lima kelas tahun ketiga. Khusus untuk kenaikan dari tahun pertama menuju tahun kedua, sekolah akan mengacak-acak murid-muridnya berdasarkan peringkat mereka. Namun saat naik ke kelas tahun ketiga, susunan murid akan tetap sama seperti tahun kedua. Inilah salah satu alasan kenapa kelas tahun kedua lebih banyak dari kelas tahun pertama dan ketiga dengan urutan enam alfabet A – F.
Lalu kenapa kelas tahun ketiga lebih sedikit dari tahun kedua, padahal terdapat enam kelas? Sepertinya itu pertanyaan yang tidak perlu dijawab lagi. Semenjak dibukanya kelas 2-F, tidak ada satupun murid dari kelas itu yang akan sampai ke tahun ketiga. Kenapa? Alasan yang mudah. Perbedaan kedudukan dan tingkat diskriminasi sangat berlaku di tempat ini. Makanya, banyak murid yang pindah di tengah semester karena sakit hati atau sejenisnya dan umumnya kelas ini akan kosong sebelum kenaikan kelas.
Tidak ada yang bisa melaporkan hal-hal seperti ini karena semuanya akan sia-sia. Pihak sekolah akan menutupinya dengan sangat baik dan bersih jadinya akan berakhir dengan ditariknya tuntutan. Fakta seperti ini hanya akan dirasakan oleh pihak-pihak kelas 2-F.
Tahun ini kelas 2-F harus sedikit boleh berbangga diri. Mengapa? Karena mereka –yang bukan merupakan murid Fiapeless Class harus menelan kepahitan yang sangat mendalam ketika menyadari murid-murid populer sepanjang tahun pertama akan berkumpul di kelas tanpa harapan itu. Padahal mereka, kumpulan murid-murid yang mereka agung-agungkan itu adalah kumpulan murid-murid berprestasi di tahun pertama. Tidak juga, hampir semua dari mereka pernah bermasalah.
Bel berdering, pertanda pelajaran akan segera dimulai. Semua murid langsung berlarian menuju kelas mereka. Tidak ingin hari pertama mereka menjadi buruk atau mereka akan berakhir di kelas Fiapeless.
Oh, sepertinya tidak berlaku untuk sebuah mobil sport merah yang baru saja terhenti di parkiran sekolah. Dua orang remaja keluar dari sana, satu dari kursi penumpang dengan rambut hitam dan satunya lagi dari kursi supir dengan rambut silver. Seolah tidak mempedulikan deringan bel yang masih menyapa telinga, keduanya tampak sibuk memperhatikan gedung sekolah.
Tak lama dua buah motor sport melaju di halaman dan berhenti tepat di depan dua remaja itu. Membuat salah satu dari mereka –si pemilik rambut silver menatap jengah.
Pengendara motor turun dari motor mereka masing-masing dan membuka helm. Menampakkan warna-warni rambut yang tampak lebih seperti permen. Pemilik motor sport merah dengan rambut soft pink dan pemilik motor sport biru dengan rambut merah wine.
Keempatnya saling bertatapan, mengamati setiap inchi lawan pandang mereka. Hei, siapapun yang memandangi hal itu pasti akan bergidik ngeri ketika menyadari jika dua pasang remaja itu adalah bukan teman.
Tidak lama, sampai suara motor sport lain mengalihkan pandangan mereka dan memarkirkan motornya di samping motor dua remaja tadi. Helm terbuka, menampakkan rambut ash blonde yang berantakan.
"Oh, wah." Pemilik rambut soft pink tampak berdecak kagum ketika menyadari siapa yang baru saja turun dari motor sport hitam itu. "Apa ini seperti takdir?"
"Mengejutkan sekali bisa bertemu kalian di hari pertama." Pemilik rambut hitam tampak tersenyum sambil menyikut lengan temannya.
"Lihatlah!" Seru seorang lain yang bukan salah satu dari mereka. Oh, rambut jingga itu tampak dimainkan oleh angin ketika kakinya melangkah mendekati kelima remaja yang masih setia berdiri di parkiran. Ketika kakinya berhenti melangkah, kini giliran tangannya yang bergerak untuk merangkul bahu pemuda dengan rambut ash blonde. "Para manusia tanpa harapan saling bertatapan."
"Oh hai, Jung! Sepertinya kau juga salah satunya." Pemuda berambut merah wine itu terdengar menyindir.
"Oh, benarkah? Terima kasih atas pemberitahuannya, Jeon." Bibirnya tertawa kecil lalu menatap dua remaja pengendara mobil yang masih menatap sinis ke arahnya. "Bagaimana dengan kalian, Kim bersaudara? Ah, sahabatku tidak masuk hitungan ya."
Pemuda berambut silver berdecih lalu tersenyum miring. "Rasanya pertanyaanmu tetap tertuju pada kami, bertiga. Benarkan, Tuan Taehyung?"
Tampaknya pemilik rambut ash blonde sama sekali tidak berminat untuk bersuara. Dia membalikkan badannya, tidak peduli pada tangan yang masih merangkulnya.
"Baiklah. Sampai bertemu di Fiapeless!"
Seisi kelas Fiapeless tampak dikejutkan dengan kehadiran enam orang dengan warna rambut yang berbeda sedang berdiri di depan kelas, di depan mereka.
"Hmm, sepertinya hanya barisan belakang yang kosong."
Suara itu berhasil mengalihkan pandangan kelima lainnya ke arah bangku kosong di barisan belakang.
"Aku dan Namjoon akan duduk disana." Pemuda berambut hitam menunjuk bangku kosong yang berada di pinggi pintu. "Aku tidak mau berada didekat kalian."
"Wah, kau berbahaya juga. Kau pikir, aku mau?" Pemilik rambut merah wine menatap si lawan bicara dengan jengkel.
"Aku dan Taehyung di~"
"Kami di pinggir jendela!" Pemuda berambut soft pink langsung merangkul temannya dan melangkah menuju bangku yang dimaksud.
Lenguhan nafas malas keluar dari pemuda berambut jingga yang pasrah ketika ucapannya terpotong. Kali ini hanya satu bangku yang benar-benar kosong dan itu bersebelahan dengan dua orang yang sudah duduk disana.
"Setidaknya kalian tidak duduk di samping kami." Pemuda berambut silver mendahului langkahnya, diikuti sang saudara.
"Tidak masalahkan, Tae?"
Lawan bicaranya tak menjawab. Dia malah melangkahkan kakinya menuju bangku yang dimaksud, duduk di sebelah kanan.
Ketika semuanya sudah duduk di bangku masing-masing, kali ini pintu kembali terbuka. Tidak, itu bukan guru atau kepsek. Itu, pemilik kulit pucat melangkah malas dan terlihat tidak peduli pada seluruh pasang mata yang terkejut akan kehadirannya.
"Wah, wah, mayat hidup ada di kelas tanpa harapan ini! Bukankah ini luar biasa?"
Oh, pemuda berambut soft pink mulai lagi.
"Hei, tuan berkulit pucat! Tidak ada bangku kosong lagi, sepertinya kau akan duduk di sebelah perempuan itu!"
Tidak jauh berbeda dengan teman sebangkunya, si pemilik rambut merah wine tampak tak mau kalah menyerukan pemilik kulit pucat yang tampak memandang malas.
Ah, benar. Hanya satu kursi yang tersisa dan itu berada di sebelah seorang perempuan. Namun dia tetap tidak ada pilihan, 'kan? Toh, ini juga tidak berlangsung lama. Maka, tanpa bersuara kakinya melangkah menuju kursi tersebut dan duduk disana. Oh, sepertinya teman sebangkunya itu tertidur.
Beda dengan deretan belakang, maka mereka yang berada di deretan tengah sampai ke depan sedang bersitegang. Hei, siapa yang tidak kenal dengan ketujuh orang itu? Murid-murid populer sepanjang tahun pertama mereka. Mereka juga penghuni peringkat 10 besar pada awal tahun pertama namun sayang sekali harus terlempar ke peringkat 10 besar dari belakang. Oh, dan mereka juga penghuni Top10 murid bermasalah. Ditambah lagi, ketujuh orang itu tidak menunjukkan wajah bersahabat. Takut-takut seisi kelas ini akan hancur saat salah dua dari mereka berkelahi, lagi. Sepertinya barisan belakang adalah batas yang tidak boleh mereka lewati.
"Hei, bukannya yang perempuan itu Kang Hyera, 'kan?"
"Kang Hyera?"
"Itu yang ada di peringkat delapan saat awal tahun pertama kita."
"Kang Hyera yang masuk ke Top10 murid bermasalah, bukan?"
"Benar. Dia yang memecahkan kaca mobil si Pak Tua dengan baseball-nya."
"Wah, deretan belakang benar-benar mengerikan. Aku tidak mau berada disana."
"Hei, sepertinya peringkat satu sampai delapan itu kutukan."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, kau tahu dari tahun-tahun sebelumnya bukan, tentang mereka yang berada di peringkat 10 besar akan terlempar ke peringkat 10 besar dari bawah. Ini terjadi setiap tahun."
"Ah, benar juga. Tapi kali ini hanya mereka yang delapan besar yang ada disini."
"Benar. Ah, bagaimanapun kita tidak akan bertahan di sekolah ini dalam waktu yang lama."
"Aku setuju."
Hyera tersadar dari tidurnya. Sepertinya sejak bokongnya menyentuh kursi itu, tubuhnya mendadak diserang kantuk. Padahal kemarin dia tidur tepat waktu. Walaupun berakhir dengan kesiangan.
Kepalanya terangkat, menatap seisi kelas yang masih pada kegiatan yang sama. Sepertinya guru-guru sedang tidak berminat untuk menginjakkan kakinya ke kelas ini. Maka dari itu, Hyera memutuskan untuk kembali tidur jika saja dia tidak mendengar seseorang menyebut namanya.
"Oh, aku tidak menyangka akan bertemu Kang Hyera disini!"
Suara itu membuat Hyera langsung menoleh ke sisi kirinya, pada bangku yang berada di pinggir jendela dimana seseorang dengan rambut soft pink sedang tersenyum kepadanya.
"Benar. Wah, sepertinya dunia kita dipersempit!" Tambah si pemilik rambut merah wine yang tersenyum sambil menampakan gigi kelincinya.
Sial. Hyera berusaha mengabaikan dua makhluk itu namun matanya harus bertemu pada dua orang yang duduk di bangku sebelahnya.
"Oh, benar. Itu Kang Hyera!" Suara antusias si pemuda berambut jingga berhasil mengalihkan pandangan seisi kelas untuk menatapnya.
"Aku tidak menyangka akan bertemu dengan pemecah kaca jendela mobil si Pak Tua." Kali ini pemilik rambut silver ikut bersuara, membuat Hyera harus menatapnya dan teman sebangkunya.
-the hell, apalagi ini? Belum cukup berakhir di kelas antah berantah, sekarang harus berhadapan dengan mereka? Apa aku begitu sial ya di tahun ini?
Tidak, belum cukup ketika matanya bertemu dengan orang yang menjadi teman sebangkunya. Hei, sepertinya dia banyak mendapat doorprize hari ini. Buktinya dia sudah tidak tahu berapa kali mulut dan hatinya bergumam sial serta mengumpat berbagai macam kata karena rasa terkejut.
Kenapa harus ada mereka? Lagipula, apa-apaan ini? Kenapa mereka berada di kelas ini sekaligus?
Bohong jika tidak ada alasan kenapa gadis itu begitu membenci tujuh makhluk di deretan itu. Ah, Hyera pernah bermasalah dengan mereka, baik secara sengaja maupun tidak.
Pertama, Park Jimin. Pemilik rambut soft pink itu pernah tidak sengaja menumpahkan sekaleng cola ke tasnya. Hanya sepele dan berakhir jika saja makhluk Park itu meminta maaf. Tidak cukup, sepertinya Jimin sedang dalam mode kekurang kerjaan yang sangat dasyat. Karena yang berikutnya terjadi adalah si Park itu membuka kaleng lainnya menumpahkannya ke dalam ransel Hyera yang terbuka. Berhasil membuat murka si pemilik ransel dengan hampir melayangkan tinjunya jika saja gadis itu tidak ditahan oleh teman-temannya. Dan sejak saat itu, Hyera selalu menyumpahi Jimin yang selalu muncul di depan matanya sambil menunjuk vending machine.
Kedua, Jeon Jungkook si rambut merah wine yang selalu membuat teman-temannya menjerit ria. Kalau dengan kelinci ini, murka Hyera berkali-kali lipat daripada dengan makhluk dengan rambut permen kapas itu. Saat sedang dalam perjalanan pulang, Hyera yang sial harus bertemu dengan Jungkook yang sedang di taman bersama seorang gadis. Hyera bukan tipe yang terlalu peduli makanya dia hanya berjalan santai namun tidak lama ketika tubuhnya ditarik ke dalam sebuah pelukan. Hyera tidak bisa membaca situasi saat itu. Dia tidak terlalu mendengar apa yang dikatakan Jungkook saat itu. Namun yang pasti, Hyera dapat merasakan pipinya dikecup dan berakhir dengan gadis tadi menangis lalu berlari pergi. "Pipimu manis." Sebuah bogeman mentah diterima Jungkook dan sejak saat itu pula, dia selalu digoda Jungkook dengan hal yang sama. Sialnya anak itu tidak pernah minta maaf padanya. Ditambah lagi begitu Hyera tahu jika Jungkook adalah teman Jimin, gadis itu makin murka.
Selanjutnya Jung Hoseok. Orang yang masih tersenyum lebar dengan rambut jingga yang cukup membuatnya sakit mata. Sebenarnya Hoseok tidak terlalu menyebalkan daripada dua orang lainnya. Jika saja saat itu Hoseok tidak asal menunjuk dirinya untuk memukul baseball saat jam olahraga. Hoseok dan Hyera satu kelas tapi hanya sekedar tahu nama. Kembali ke baseball, Hyera saat itu mau saja disuruh Hoseok dan mengikuti arahan si Jung itu untuk memukul ke arah dinding pembatas. Sialnya, Hoseok mengubah arah dan agar memukul ke arah lain yang Hyera tidak tahu jika mobil si Pak Tua ada disana. Awalnya tidak masalah, Hyera juga berpikir jika itu tidak disengaja dan dengan lapang dada menerima hukuman. Namun, dia harus menelan mentah-mentah kata "tidak masalah" itu ketika Hoseok dengan jujur mengatakan jika dia sengaja melakukannya karena rasa kesalnya pada si Pak Tua. Dan BOOM, kepala Hyera mendidih. Segala sumpah serapah dilontarkannya. Setelah kejadian itu, Hoseok kembali seperti biasa seolah tidak masalah dan itu membuat Hyera benar-benar menyumpahi si Jung setiap harinya.
Lalu keempat, Kim Seokjin si rambut hitam dengan gaya sok kenal. Hyera tidak tahu ini tergolong masalah besar atau bukan tapi yang jelas menurutnya makhluk Kim yang satu ini sangat aneh dan tidak tahu malu. Seokjin pernah duduk tiba-tiba di bangku Hyera dan teman-temannya saat makan siang. Dia juga tampak tidak sungkan membuka pembicaraan dan sesekali Hyera juga menimpali. Awalnya biasa saja ketika Seokjin berpamitan pergi dari kantin sampai akhirnya petugas kantin menghampiri meja dan memberikan tagihan disana. Karena Hyera dan teman-temannya memiliki kebiasaan, yaitu mentraktir secara bergantian dan hari itu merupakan giliran Hyera. Petugas kantin menyerahkan dua tagihan yang berhasil membuat Hyera mengernyit bingung dan bertanya siapa yang memesan terakhir namun gelengan yang didapatnya. Ketika dia bertanya, petugasnya hanya mengatakan jika Seokjin mengatakan Hyera yang membayarnya. Dan itu bukan terakhir kali, karena Seokjin datang lagi tanpa dosa dan kedatangannya selalu bertepatan dengan giliran Hyera yang membayar. Tidak tahu kebetulan atau sengaja, tapi Hyera tampak tidak keberatan dan membiarkan hal itu terjadi selama dua bulan lebih.
Kelima, Kim Namjoon. Makhluk yang sekarang berkepala silver itu sebenarnya salah satu murid favorit Hyera di sekolah. Namun tidak bertahan lama ketika Hyera menyadari jika Namjoon itu sama menyebalkannya dengan empat makhluk yang lain. Hyera pernah menenangkan dirinya di toilet sendirian karena sedikit tertekan akibat pelajaran yang didapatnya. Toilet sendiri sedang kosong. Sama sekali tidak berniat pergi disana, Hyera memilih untuk bersandar di dinding dekat bilik paling ujung. Hyera sadar jika bilik itu terdapat seseorang sejak dia menginjakkan kaki disana, lagipula dia tidak terlalu peduli. Bukan pertama kalinya juga, karena hal itu cukup sering terjadi. Keadaan toilet cukup hening saat itu sampai pintu bilik itu terbuka, menampakkan sosok Namjoon yang baru saja menguap sambil merenggangkan badannya sebelum akhirnya menyadari keberadaan masing-masing. Keduanya terkejut, tentu saja. Hyera berteriak tapi dengan langkah cepat Namjoon membungkam mulut itu dan berbisik. "Kau teriak, maka aku akan mengatakan jika kita sedang melakukan hal yang tidak-tidak." Hyera bungkam. Bahkan dia masih merasa terancam jika harus bertatap muka dengan Namjoon.
Kim Taehyung si pemilik rambut ash blonde berantakan dan Min Yoongi si pucat yang Hyera ketahui memiliki rambut putih sekarang. Mereka bertiga pertama kali bertemu di bulan ketiga, minggu kedua hari Selasa. Oh, berkesan? Tidak. Mereka bertemu karena sama-sama terlambat dan itu terjadi beberapa kali. Ketiganya sering mendapat hukuman untuk membersihkan gedung olahraga, perpustakaan dan lapangan sekolah. Hanya mereka bertiga, walaupun yang terlambat sangat banyak tapi ketiganya selalu menjadi pasangan yang setia. Sebenarnya ini tidak terlalu bermasalah untuk Hyera, jujur. Namun, hei, mereka sering melakukan hal yang sama dengan jumlah yang bahkan tidak Hyera ingat. Tapi, ya, tapi, tetap saja ada yang membuat Hyera kesal. Selama mereka menjalani hukuman bahkan sudah berkali-kali, tapi Hyera cukup canggung dan tidak nyaman. Oke, gadis itu memang bukan tipe pembicara. Tapi, hei, mereka sering bertemu saat mendapat hukuman namun tidak ada yang bersuara bahkan untuk sekedar memperkenalkan diri. Tidak, sama sekali tidak bersuara. Ketiganya bekerja seolah memiliki dunia sendiri. Ketika selesai, maka seluruh alat kebersihan akan dibawa Taehyung dan Yoongi setelah itu mereka bubar. Sekali lagi, tanpa suara. Ditambah lagi ketika Hyera tahu jika Taehyung adalah teman si Jung menyebalkan. Yoongi? Ah, dia sedikit shock ketika mendapati pemuda pucat itu menjadi teman sebangkunya. Tidak terlalu terbebani karena Yoongi, hmm, wajahnya tidak mendukung untuk diajak berbicara.
Pelajaran hari itu berakhir dengan kelas yang kosong selama seharian. Terakhir yang mereka dengar jika si walikelas sedang berada diluar kota, makanya mereka hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing sepanjang hari ini.
Satu persatu para penghuni kelas 2-F ini membubarkan diri. Meninggalkan delapan penghuni yang masih sibuk dengan kegiatan 'sok' sibuk mereka. Bahkan Yoongi dan Taehyung terlihat masih terlelap. Jimin dan Jungkook sibuk bermain dengan ponsel, Hoseok mencoret-coret kertas dengan serius, sedangkan Kim bersaudara sudah mulai beranjak dari posisinya. Oh, Hyera baru saja terbangun.
"Pastikan kita akan bertemu lagi walaupun sudah keluar dari sekolah ini, oke? Atau kita harus masuk sekolah yang sama?"
Apa-apaan itu? Keputusan sepihak yang dibuat Seokjin yang masih dengan sok kenalnya. Mengundang dengusan kesal Hyera, lenguhan malas Taehyung, teriakan Jimin dan Jungkook, tatapan malas Hoseok dan tepukan jengkel Namjoon.
"Ah, gara-gara kalian aku harus kalah lagi." Jimin mengajukan protes sambil melempar ponselnya ke atas meja. "Oi, Hye! Si pucat masih hidup, tidak?"
Dasar pendek yang menyebalkan. Hyera tampak tidak berminat untuk meladeni Jimin dan memilih untuk mengemaskan barang-barangnya ke dalam ranselnya.
"Hari ini Hyera hanya bergumam dalam hati dan menyumpahi disana." Jungkook bersuara, sambil melirik Hyera yang sudah mendengus kesal. "Oh ya, apa pipimu masih manis?"
Hyera tersedak. Matanya menatap tajam ke arah Jungkook yang sudah terkekeh karena berhasil menarik perhatiannya.
"Wah, memangnya kau pernah merasakan pipi itu?"
Sialan.
Hoseok tampak penasaran dan mengalihkan pandangannya ketika Jungkook mengabaikannya pertanyaannya. "Yo, Hyer! Apa kau menaburi pipimu dengan gula?"
"Diam dan segera enyah dari hadapanku!"
"Woah, Hyera baru saja berbicara!" Seokjin berseru girang, disusul Hoseok yang masih sedikit terperangah pada Hyera yang baru saja bersuara. Walaupun kalimatnya kasar tapi mereka tetap setia menanti suara Hyera keluar. "Hyer, sebenarnya aku rindu suaramu. Apalagi saat kau menyumpahiku."
"Kau benar-benar cocok untuk dikatai, Jung." Timpal Seokjin dan diperoleh anggukan setuju dari Jimin dari kejauhan.
"Jin, kita harus pergi!"
Namjoon sudah mendahului langkahnya untuk keluar kelas dari pintu belakang. Matanya masih setia menatap Seokjin yang mulai bergerak, berpamitan dengan 'teman' sekelas mereka lalu segera menyusulnya.
"Kook, kita juga harus pergi!" Jimin bersuara, meraih ranselnya dan siap beranjak. Jungkook yang masih duduk langsung meraih ponsel Jimin dan ikut beranjak. "Sampai besok, teman!"
Hoseok dan Taehyung juga sudah melangkah keluar tanpa mengatakan apapun. Meninggalkan Hyera yang baru saja akan beranjak jika saja tidak menyadari sosok Yoongi yang masih tidur.
Bangunkan? Tidak? Bangunkan? Tidak? Bangunkan?
Jari telunjuknya menusuk-nusuk punggung Yoongi sambil membisikan kalimat:
"Permisi, kita sudah pulang! Jadi bangunlah! Semoga kau belum mati."
Tidak ada pergerakan dari sana dan Hyera tampak bingung mencari cara untuk membangunkan Yoongi itu. Masih melakukan kegiatan menekan-nekan punggung Yoongi, Hyera sedikit berpikir bagaimana cara dan kalimat yang pas untuk membangunkan anak itu.
Tidak sempat mendapat ide, ketika lenguhan lembut terdengar dan membuat Hyera langsung menarik tangannya. Dilihatnya Yoongi yang sudah bangung dengan mata yang tertutup.
"Hei, kita sudah pulang! Jadi bangunlah!"
Yoongi menoleh dan memberikan tatap datar khas miliknya. Detik berikutnya dia langsung beranjak, mengenakan hoodie untuk menutupi rambut putih itu lalu meraih ranselnya. Tubuhnya bergerak untuk melewati Hyera begitu saja. Namun Hyera sangat yakin jika Yoongi baru saja bergumam.
"Terima kasih."
Ini cerita yang pertama aku publish disini.
Aku melakukan revisi pada beberapa bagian.
Gli.
